Saturday, April 30, 2011

Selembar Sajadah Usang dari Ibu

Sore yang indah, gerimis kecil menemani. Kulihat pepohonan di depan teras tertiup angin. Sungguh suasana yang membuat aku sedikit tersenyum. Terbesit dalam benakku, Tuhan telah memberikan rangkaian anugerah terindah yang mungkin banyak orang yang belum merasakannya. Rasa lelah menyelimuti seluruh raga, tangisan kulit dan otot menyatu membasahi raga ini.

Ketika aku berpikir akan hari esok, aku merasakan apa yang akan terjadi untuk esok hari. Apa yang akan terjadi ketika mereka mereka orang terbaik meninggalkan aku. Hah, tragis jika harus mebayangkan apabila seluruh nikmat yang kurasakan tercabut oleh Allah.

Jam dinding menunjukan pukul empat sore. Sesosok wanita datang dengan mebawakan secangkir teh hangat dengan bronis hangat berlapis coklat. Emmm nikmat, lagi dan lagi Allah memberikan nikmat yang tiada tara. Tiada pembanding atas kebesarannya. Membuat orang yang pernah merasakan pahitnya hidup ini terseyum lepas.

Yah,... Dia bundaku orang yang telah melahirkanku, merawatku, dan memberikan bekal ilmu yang sampai saat ini Alhamdulilah bermanfaat.

Dia berkata, "Sedang apa, nak?"

Aku menjawab, "Eeh ibu.., aku sedang istirahat, lihat lihat langit di sore hari. Bagus yah bu..."

Dia menjawab, "Langit itu sedang tersenyum ketika dia diperkenankan memberikan manfaat yaitu keindahan untuk dilihat..!!"

Aku bertanya, "Maksudnya bu..?"

Ibu menjawab, "Langit itu tersenyum karena bisa memberikan hal yang indah. Dan dia bersyukur bisa ditatap oleh jutaan manusia yang mengagguminya! Semua benda dan semua CiptaanNya akan tersenyum bahagia ketika mampu memberikan hal indah dan bermanfaat bagi manusia dan alama semesta."

Aku bertanya, "Ooh... (sambil memminum teh buatannya).. lantas bu..."

Dia bicara, "Sebentar..." (dia masuk ke dalam rumah)

"Ini lihat..." Ibu berkata sambil menyodorkan sebuha benda. Sebuah sajadah usang itu disodorkan kepadaku.

Dia berkata, "Ketika sajadah ini masih baru dia tersenyum karena pasti akan dipakai oleh pemiliknya. Ketika sajadah ini sudah mulai pudar, dia ragu akankah dia digunakan untuk menyembah sang PENCIPTA. Seperti langit, yang bahagia ketika mampu menerangi bumi dengan keindahannya, begitu juga sajadah ini. Dia akan tersenyum dan berbicara dalam hatinya, bahwa dia masih terpakai untuk bukti penyembahan manusia kepada Allah. Dan nampaknya dia sekarang bersedih sekali.. ketika apa yang pernah ia lakukan dan jalani sekarang tak seindah dulu lagi. Dia sudah jarang digunakan, hanya terlipat di sebuah lemari...."

Yah... aku sejenak termenung dan sedih. Mungkin segala kesombongan dan kehampaan yang pernah dirasa adalah karena ada satu hal yang terlupakan.. dan aku baru sadar bahwa sajadah atau lembaran kesucian itu sudah terlalu lama bersedih.

Yah... lagi dan lagi sebuah kesombongan yang dialami atas penganiayaan hati dengan sendirinya luluh ketika sang bunda tersayang meberikan penjelasan sederhana tapi sangat tepat mengena di lubuk hati.

Ada beberapa episode yang sering aku lewatkan. Sebuah bukti penyembahan pada Sang Pencipta.

(Lalu ibuku menepuk pundakku) dan berkata, "Buatlah sajadah ini tersenyum kembali, nak!!"

http://theatermaya.blogspot.com/2009/12/selembar-sajadah-usang-dari-mama.html

No comments:

Post a Comment