Thursday, May 31, 2012

Thierry Henry: Islam Pilihan Terbaik

Bagi Thierry Henry, Islam adalah sebuah pilihan. Karena itu ketika memutuskan berpindah keyakinan dan menjadi mualaf, dia merasa bahwa selalu sangat dekat dengan Islam.

"Saya menganggap Islam sebagai pilihan terbaik untuk saya jika saya ingin percaya pada sebuah agama," kata striker New York Red Bulls tersebut.

Menurut Henry, menjadi seorang Muslim itu tidak boleh setengah-setengah. "Aku mengikuti semua apa yang diajarkan oleh Alquran. Ini sebabnya saya anggap Islam yang paling dekat dengan hati saya."

Legenda Arsenal ini menyatakan, Islam mengajarkan umatnya bahwa seseorang harus percaya dulu terhadap Alquran. Ini sebabnya dia belum menyatakan Islam sebagai agamanya, tapi Henry mengerti agama ini lebih daripada agama lain. "Dan itu benar-benar menyedihkan bahwa banyak orang tidak meluangkan waktu untuk mencoba memahami Islam."

Penyerang Les Bleus Prancis yang sukses meraih Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000 ini menekankan, jika seseorang benar-benar percaya kepada Allah maka sudah seharusnya setiap Muslim harus menjadi orang yang taat. "Kalau percaya ajaran Islam, seseorang harus percaya pada Alquran dan Rasul terakhir," ujar Henry.

http://www.republika.co.id/berita/sepakbola/internasional-2/12/05/31/m4v4cf-thierry-henry-islam-pilihan-terbaik

Cermin yang Cacat

Alkisah, ada seorang anak laki-laki yang sangat cerdas dan berasal dari keluarga yang sangat kaya. Namanya Andi. Dia punya segalanya yang diinginkan anak laki-laki, karenanya dia hanya tertarik pada barang-barang yang sangat langka dan aneh.
 
Kali ini dia tertarik dengan sebuah cermin yang sangat tua. Andi pun berusaha meyakinkan orangtuanya untuk membelinya dari seorang pria tua yang misterius. Ketika cermin itu diantar ke rumah, Andi segera melihat ke cermin tua itu. Anehnya, wajahnya di dalam cermin terlihat sangat sedih. Dia sudah mencoba tersenyum dan membuat ekspresi wajah lucu, tapi bayangannya tetap saja menunjukkan ekspresi sedih.

Karena heran, Andi keluar rumah untuk membeli permen. Lalu dia pulang dengan perasaan sebahagia mungkin untuk melihat kembali ke arah cermin. Tapi bayangannya masih tampak sedih. Dia membeli semua jenis mainan dan barang-barang loakan, tapi ekspresinya tetap saja terlihat sedih di cermin. Karena jengkel, Andi meletakkan cermin itu di sudut kamarnya.

"Cermin nggak guna! Baru kali ini aku ketemu cermin yang cacat!"

Siang itu juga, Andi pergi keluar rumah untuk bermain dan membeli beberapa mainan. Tapi di perjalanan menuju taman, dia melihat seorang anak kecil yang sedang menangis. Anak itu terlihat sangat sedih dan kesepian, sehingga Andi tergerak untuk mendekatinya dan mencari tahu ada apa. Anak kecil itu bercerita kalau dia terpisah dari orangtuanya.

Mereka pun bersama-sama mencari orangtua si anak kecil. Karena anak kecil itu tak berhenti menangis, Andi membelikan permen untuk menghiburnya. Akhirnya, setelah berjalan cukup jauh, mereka menemukan orangtua si anak yang ternyata juga sedang mencarinya. Mereka terlihat sangat cemas.

Andi pun berpamitan dengan mereka, dan berjalan menuju taman. Tapi begitu melihat hari sudah mulai malam, dia memutuskan untuk berbalik arah dan pulang, tanpa jadi bermain, atau membeli mainan, dan uangnya pun habis. Setibanya di rumah, dia masuk ke kamarnya. Di sudut kamar dilihatnya seberkas cahaya terang. Sudut yang sama tempatnya meletakkan cermin cacat itu. Merasa penasaran, dia pun menghampiri cermin itu dan menyadari bahwa cahaya itu berasal dari tubuhnya sendiri, yang bersinar-sinar karena merasa bahagia.

Saat itu Andi mengerti misteri dari cermin itu, satu-satunya cermin yang mampu merefleksikan secara jujur kebahagiaan sejati pemiliknya. Dan dia memang merasa bahagia karena telah menolong anak kecil tadi.

Sejak itu, setiap pagi saat melihat ke dalam cermin dan tidak ada cahaya yang bersinar, Andi sudah tahu apa yang harus dilakukan untuk memunculkan kembali cahaya itu.

Menolong orang lain membawa kebahagiaan terbesar.

Tim AndrieWongso

Tuesday, May 29, 2012

Bukhari, Bayi Ajaib Dari Bukhara

Buta di masa kecilnya. Keliling dunia mencari ilmu. Menghafal ratusan ribu hadits. Karyanya menjadi rujukan utama setelah Al Qur’an.

Lahir di Bukhara pada bulan Syawal tahun 194 H. Dipanggil dengan Abu Abdillah. Nama lengkap beliau Muhammmad bin Ismail bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari Al Ju’fi. Beliau digelari Al Imam Al Hafizh, dan lebih dikenal dengan sebutan Al Imam Al Bukhari.

Buyut beliau, Al Mughirah, semula beragama Majusi (Zoroaster), kemudian masuk Islam lewat perantaraan gubernur Bukhara yang bernama Al Yaman Al Ju’fi. Sedang ayah beliau, Ismail bin Al Mughirah, seorang tokoh yang tekun dan ulet dalam menuntut ilmu, sempat mendengar ketenaran Al Imam Malik bin Anas dalam bidang keilmuan, pernah berjumpa dengan Hammad bin Zaid, dan pernah berjabatan tangan dengan Abdullah bin Al Mubarak.

Sewaktu kecil Al Imam Al Bukhari buta kedua matanya. Pada suatu malam ibu beliau bermimpi melihat Nabi Ibrahim Al Khalil ‘Alaihissalaam yang mengatakan, “Hai Fulanah (yang beliau maksud adalah ibu Al Imam Al Bukhari, pent), sesungguhnya Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa”. Ternyata pada pagi harinya sang ibu menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata putranya.

Ketika berusia sepuluh tahun, Al Imam Al Bukhari mulai menuntut ilmu, beliau melakukan pengembaraan ke Balkh, Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Mesir, dan Syam. Guru-guru beliau banyak sekali jumlahnya. Di antara mereka yang sangat terkenal adalah Abu ‘Ashim An-Nabiil, Al Anshari, Makki bin Ibrahim, Ubaidaillah bin Musa, Abu Al Mughirah, ‘Abdan bin ‘Utsman, ‘Ali bin Al Hasan bin Syaqiq, Shadaqah bin Al Fadhl, Abdurrahman bin Hammad Asy-Syu’aisi, Muhammad bin ‘Ar’arah, Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, ‘Abdullah bin Raja’, Khalid bin Makhlad, Thalq bin Ghannaam, Abdurrahman Al Muqri’, Khallad bin Yahya, Abdul ‘Azizi Al Uwaisi, Abu Al Yaman, ‘Ali bin Al Madini, Ishaq bin Rahawaih, Nu’aim bin Hammad, Al Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet imam dan ulama ahlul hadits lainnya.

Murid-murid beliau tak terhitung jumlahnya. Di antara mereka yang paling terkenal adalah Al Imam Muslim bin Al Hajjaj An Naisaburi, penyusun kitab Shahih Muslim.

Al Imam Al Bukhari sangat terkenal kecerdasannya dan kekuatan hafalannya. Beliau pernah berkata, “Saya hafal seratus ribu hadits shahih, dan saya juga hafal dua ratus ribu hadits yang tidak shahih”. Pada kesempatan yang lain belau berkata, “Setiap hadits yang saya hafal, pasti dapat saya sebutkan sanad (rangkaian perawi-perawi)-nya”.

Beliau juga pernah ditanya oleh Muhamad bin Abu Hatim Al Warraaq, “Apakah engkau hafal sanad dan matan setiap hadits yang engkau masukkan ke dalam kitab yang engkau susun (maksudnya : kitab Shahih Bukhari -red)?” Beliau menjawab, ”Semua hadits yang saya masukkan ke dalam kitab yang saya susun itu sedikit pun tidak ada yang samar bagi saya”.

Anugerah Allah kepada Al Imam Al Bukhari berupa reputasi di bidang hadits telah mencapai puncaknya. Tidak mengherankan jika para ulama dan para imam yang sezaman dengannya memberikan pujian (rekomendasi) kepada beliau. Berikut ini adalah sederet pujian (rekomendasi) termaksud:

Muhammad bin Abi Hatim berkata, “ Saya mendengar Abu Abdillah (Al Imam Al Bukhari) berkata, “Para sahabat ‘Amr bin ‘Ali Al Fallaas pernah meminta penjelasan kepada saya tentang status (kedudukan) sebuah hadits. Saya katakan kepada mereka, “Saya tidak mengetahui status (kedudukan) hadits tersebut”. Mereka jadi gembira dengan sebab mendengar ucapanku, dan mereka segera bergerak menuju ‘Amr. Lalu mereka menceriterakan peristiwa itu kepada ‘Amr. ‘Amr berkata kepada mereka, “Hadits yang status (kedudukannya) tidak diketahui oleh Muhammad bin Ismail bukanlah hadits”.

Al Imam Al Bukhari mempunyai karya besar di bidang hadits yaitu kitab beliau yang diberi judul Al Jami’ atau disebut juga Ash-Shahih atau Shahih Al Bukhari. Para ulama menilai bahwa kitab Shahih Al Bukhari ini merupakan kitab yang paling shahih setelah kitab suci Al Quran.

Ketakwaan dan keshalihan Al Imam Al Bukhari merupakan sisi lain yang tak pantas dilupakan. Berikut ini diketengahkan beberapa pernyataan para ulama tentang ketakwaan dan keshalihan beliau agar dapat dijadikan teladan.

Abu Bakar bin Munir berkata, “Saya mendengar Abu Abdillah Al Bukhari berkata, “Saya berharap bahwa ketika saya berjumpa Allah, saya tidak dihisab dalam keadaan menanggung dosa ghibah (menggunjing orang lain)”.

Abdullah bin Sa’id bin Ja’far berkata, “Saya mendengar para ulama di Bashrah mengatakan, “Tidak pernah kami jumpai di dunia ini orang seperti Muhammad bin Ismail dalam hal ma’rifah (keilmuan) dan keshalihan”.

Sulaim berkata, “Saya tidak pernah melihat dengan mata kepala saya sendiri semenjak enam puluh tahun orang yang lebih dalam pemahamannya tentang ajaran Islam, leblih wara’ (takwa), dan lebih zuhud terhadap dunia daripada Muhammad bin Ismail.”

Al Firabri berkata, “Saya bermimpi melihat Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam di dalam tidur saya”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bertanya kepada saya, “Engkau hendak menuju ke mana?” Saya menjawab, “Hendak menuju ke tempat Muhammad bin Ismail Al Bukhari”. Beliau Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam berkata, “Sampaikan salamku kepadanya!”

Al Imam Al Bukhari wafat pada malam Idul Fithri tahun 256 H. ketika beliau mencapai usia enam puluh dua tahun. Jenazah beliau dikuburkan di Khartank, nama sebuah desa di Samarkand. Semoga Allah Ta’ala mencurahkan rahmat-Nya kepada Al Imam Al Bukhari.

Oleh: Abu Afifah Al Atsary

Maraji’:
Siyar A’laam An-Nubala’ karya Al Imam Adz-Dzahabi
Hadyu As Saari Muqaddimah kitab Fathul Bari karya Al Hafidz Ibnu Hajar Al Atsqalani
Sumber: Majalah As Salam no VI/Tahun II – 2006 M/ 1427 H
Judul asli: “Bayi Ajaib Dari Bukhara”

Kisah Khalifah Umar Memilih Pengganti

Subuh itu Umar bin Khattab, seperti biasa menjadi imam shalat subuh di Masjid Nabawi. Setelah takbiratul ihram, tiba-tiba muncul seorang laki-laki, langsung menikam dada dan perutnya enam kali bertubi-tubi. Tubuh Umar roboh. Lalu para jamaah memapahnya ke rumahnya di sebelah masjid.

Dalam detik-detik kematiannya, yang terpikir oleh Umar adalah bagaimana supaya sepeninggal dirinya, kekhalifahan lebih baik lagi. Dia melihat ambisi sahabat-sahabatnya begitu besar, sehingga tidak mungkin menunjuk salah satu diantara mereka, seperti apa yang dilakukan Abu Bakar As-Sidiq kepada dirinya.

Situasinya jelas berbeda dengan masa dia diangkat oleh Abu Bakar As-Sidiq. Pada akhir kepemimpinan Umar, semua kelompok merasa berjasa menegakkan panji Islam, hingga merasa layak (berhak) menjadi khalifah menggantikan Umar bin Khattab.

Umar terbayang dua tokoh, Abu Huzaifah dan Abu Ubaidah, “seandainya salah satu diantara mereka masih hidup akan saya serahkan kepadanya.”

Tabib yang memeriksa Umar rupanya sampai pada diagnose akhir, lalu berkata, “berwasiatlah, ya Amirulmukminin!” Umar tidak tenang. Bukan karena kematiannya, tetapi karena dia belum menemukan orang yang tepat untuk menggantikannya. Lalu, orang-orang berkata, “kenapa tidak Abdullah bin Umar saja yang menggantikan urusan anda.” Umar marah, “sekali-sekali tidak akan saya serahkan urusan ini kepada orang yang tidak mampu menceraikan istrinya”.

Akhirnya Umar menunjuk enam orang untuk memilih satu diantara mereka, yaitu Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, Abdur-Rahman bin Auf dan Sa’d bin Abi Waqqas. Alasannya, Umar pernah mendengar Rasul berkata bahwa mereka adalah penghuni surga. Umar menyuruh Abdullah bin Umar bergabung untuk mengawasi, tidak boleh dipilih karena dia anak dari Umar bin Khattab.

Dari kisah di atas, paling tidak ada 3 (tiga) pelajaran (ibrah) yang bisa kita petik sebagai kriteria memilih pemimpin. Pertama, integritas agama. Jaminan masuk surga oleh Rasul, bagi Umar cukup sebagai dasar kualitas agama mereka.

Kedua, Umar tidak mengangkat anaknya sebagai penggantinya, meskipun umat menganjurkannya. Inilah satu diantara keteladanan kepemimpinan Umar bin Khattab, dia enggan melibatkan keluarga untuk urusan “negara,” bukan hanya urusan kekayaan “negara,” namun juga jabatan, lebih-lebih jabatan nomor satu.

Ketiga, Umar tidak mengangkat orang yang tidak mampu menceraikan istrinya. Tentu saja kepada istri yang sudah melakukan kesalahan fatal. Artinya, Umar tidak mengharapkan pemimpin yang menggantikannya nanti orang yang tidak tegas. Umar ingin pemimpin berikutnya tegas seperti dia. Seperti langkahnya yang tidak segan-segan memecat pejabat-pejabat yang tidak berlaku adil kepada rakyatnya.

Jika kita tengok pemimpin-pemimpin kita pada setiap levelnya, dari RT sampai Presiden, sudahkah bebas dari tali hubungan keluarga dan karib-kerabat (nepotisme)? Apakah pemimpin kita tidak memanfaatkan fasilitas negara, akses politik dan ekonomi untuk keluarganya? Terakhir, sudahkah tegas kepada pejabat-pejabat yang jelas-jelas merugikan negara dan rakyatnya?
 
Oleh: Ayatulloh Marsai*
* Penulis adalah Pengajar di Al-Khairiyah Karangtengah Cilegon, Banten
 

Monday, May 28, 2012

Adzan Panggilan Mulia Penggugah Jiwa

Adalah Simon Nicholas Valenteyn, pria kelahiran Ambon yang dibesarkan sebagai pemeluk Katolik memiliki pengalaman menarik mengenai adzan. Peristiwa yang mengantarkan dirinya masuk Islam. Dia bercerita sebagaimana dimuat dalam Media Umat, ”Setiap kali pulang kerja dari kantor di Sunter Jakarta Utara menuju rumahku, aku terkesima mendengar alunan suara adzan Maghrib yang menggema di sepanjang jalan.”

"Awalnya hatiku terasa tenang dan teduh. Lambat laun, suara itu memberiku keindahan rasa yang tidak bisa aku gambarkan dengan kata-kata. Bahkan beberapa kali aku sempat menangis mendengar lantunan berbahasa Arab yang tidak aku pahami maknanya. Merasa ada yang kosong dalam jiwa. Tapi waktu itu, aku belum berani mengungkapkan pengalaman ruhani yang dasyat ini kepada siapapun.” Bermula dari situlah Simon kemudian mulai belajar dan mencari tahu lebih detil tentang Islam, hingga akhirnya dia putuskan untuk masuk Islam.

Simon tidak sendirian yang memiliki pengalaman ruhani semisal itu. Ada ribuan orang atau mungkin jutaan, yang menapaki jalan hidayah lantaran kumandang adzan. Adzan menjadi jalan hidayah dari Allah bagi orang-orang yang dipilih-Nya. Adzan mampu menggetarkan nurani siapapun yang mendengarnya. Adzan membawa energi yang menyegarkan dahaga ruhani orang-orang yang jauh dari Allah, meskipun kebanyakan mereka tidak memahami makna yang terkandung dalam adzan.

Seruan Penggugah Jiwa

Bagi yang memahami makna adzan dan menghayatinya, tentu lebih membawa efek yang hebat. Seperti yang dialami oleh Fudhail bin ‘Iyadh v yang sering menangis di masjid ketika mendengar adzan hingga lantai di hadapannya basah oleh air matanya. Betapa tidak, hakikatnya adzan adalah ‘undangan’ dari Sang Pencipta, Maha Pemberi Karunia, sekaligus amat dahsyat siksa bagi siapapun yang membangkang perintahNya. Adapun muadzin hanyalah penyampai ‘undangan’ dan bukan Pemilik undangan.

Barangkali, karena alasan ini pula Ibrahim bin Maimun Ash-Sha’igh, seorang ulama dari generasi atba’ut tabi’in selalu menghentikan aktivitasnya begitu mendengar adzan. Imam Ibnu Hajar Al-‘Asqalani mengisahkan biografi beliau dalam Tahdzib at-Tahdzib, bahwa pekerjaan beliau adalah tukang menempa logam. Setiap kali beliau telah mendengar seruan adzan untuk shalat, maka meskipun beliau telah mengangkat palu, beliau tak lagi mengayunkannya. Beliau segera meninggalkan pekerjaannya untuk melaksanakan shalat. Karena bagi beliau, adzan adalah panggilan dari Dzat yang memiliki kuasa segalanya atas dirinya. Bagaimana mungkin ia berani menundanya?

Cobalah kita renungkan. Jika Anda berposisi sebagai seorang karyawan, lalu Anda di panggil atasan untuk menghadap, beranikah Anda menolaknya? Jika seorang prajurit dipanggil komandan untuk melapor, beranikah ia menunda atau bahkan mengabaikan panggilannya? Beranikah ia memberikan alasan, ”Saya baru sibuk…saya lagi asyik nonton TV…saya baru ingin santai…” dan alasan remeh yang lain? Bisa dipastikan, Anda tidak berani mengambil risiko.

Jika demikian, apakah layak seseorang menunda panggilan Allah, atau bahkan tak menggubrisnya? Padahal Allah lebih kuasa, atau bahkan satu-satunya yang memiliki Kuasa mutlak atas manusia. Dia mampu mencabut nyawa seketika, menghentikan rejeki tiba-tiba, menimpakan musibah dalam sekejap mata, dan tak ada satupun jua yang mampu membendung adzab-Nya jika Dia berkehendak menimpakan atas makhluk-Nya yang durhaka.

Adakah pantas kita tetap melanjutkan senda gurau, menonton TV, berleha-leha, atau melanjutkan aktivitas kita yang tidak mendesak sementara Allah telah mengundang kita?

Inilah di antara hikmah, mengapa adzan diawali dengan seruan ’Allahu Akbar’. Seruan keagungan Allah yang semestinya mampu menggetarkan jiwa, sekaligus menggentarkan nyali orang-orang yang sombong. Karena tidak ada yang lebih agung daripada Allah. Semua makhluk adalah lemah dihadapan-Nya. Dengan pengagungan ini, tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan akan menimpa dirinya. Karena jika Allah ridha terhadapnya, Allah akan menjaganya. Namun jika dia menganggap remeh panggilan-Nya, dan menganggap besar resiko yang berasal dari makhluk-Nya, maka bagaimana ia hendak menangkis hukuman yang bisa jadi Allah akan timpakan atas dirinya?

Seruan adzan yang diawali kalimat takbir, juga mengandung arti pengagungan terhadap segala titah-Nya. Karena tidak mungkin seseorang dikatakan mengagungkan Allah, sementara dia tidak tunduk terhadap perintah-perintah-Nya. Demikian agung seruan ini, namun sayang, masih banyak jiwa yang abai dari mendatangi undangan-Nya.

Alangkah jauhnya generasi ini dengan para pendahulunya di kalangan para sahabat. Ibnu Katsier rahimahullah dalam tafsirnya menyebutkan, bahwa suatu kali sahabat Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu melihat apa yang dilakukan oleh orang-orang sewaktu di pasar. Di mana tatkala adzan untuk shalat dikumandangkan, serta merta mereka tinggalkan perniagaan mereka, dan mereka bersegera mendatangi undangan shalat. Melihat pemandangan ini, Abdullah bin Mas’ud bergumam, “Mereka inilah yang dimaksud oleh firman Allah ta’ala,

رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِاللهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ

“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat.Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS an-Nuur 37).
Panggilan Mulia, Menuju Puncak Bahagia

Keagungan adzan juga disebabkan karena begitu mulia seruan yang dilantunkannya. Pertama adalah seruan “hayya ‘alash shalaah”, marilah menunaikan shalat!

Ibadah mana yang lebih agung dari shalat? Allah turunkan perintah shalat di momen dan tempat yang sangat istimewa, yakni ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam dimi’rajkan ke langit. Shalat menjadi wasiat terakhir sebelum Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam wafat. Shalat juga menjadi barometer kebaikan seseorang, barangsiapa meremehkan shalat maka untuk urusan yang lain pasti lebih meremehkan. Dan kelak, shalat menjadi amal penentu yang akan dihisab pertama kali di akhirat.

Seruan atau ajakan yang kedua adalah ”hayya ’alal falah”, marilah menuju kejayaan. Alangkah agung ajakan ini. Tak ada orang berakal yang layak meremehkan ajakan ini. Seruan yang ’memaksa’ seorang ulama tabi’in untuk tetap mendatanginya meskipun harus dipapah puteranya karena sakit. Bahkan meskipun harus datang dengan merangkak.

Hilal bin Isaf bercerita saat dia bersama Mundzir Ats-Tsauri menjenguk Rabi’ bin Khutsaim radiyallahu ‘anhu yang sedang sakit, “Setelah lama berbincang-bincang, terdengar lantunan adzan Dzuhur. Bersamaan dengan itu puteranya datang, lalu Syeikh berkata kepadanya, “Mari kita sambut panggilan Allah.” Puteranya berkata kepada kami, “Tolong bantu saya untuk memapah beliau ke masjid. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan kepada kalian.” Kemudian kami memapahnya bersama-sama sehingga beliau bisa bergantung di antara aku dan puteranya pada saat berjalan.

Mundzir berkata,”Wahai Abu Yazid, bukankah Allah Ta’ala memberi rukhshah (keringanan) bagi Anda untuk shalat di rumah?” Beliau menjawab, “Memang benar apa yang Anda katakan, akan tetapi aku mendengar seruan, “Marilah menuju kesuksesan!” Barangsiapa mendengar seruan itu hendaknya mendatanginya walaupun harus dengan merangkak.” Adakah perasaan seperti ini juga hadir di hati kita?

Makna Hayya ‘alal Falaah

Banyak definisi yang menjelaskan makna ‘al-falah’. Kata ini bisa diartikan dengan as-sa’aadah yang berarti kebahagiaan. Bisa pula bermakna an-najaah yang berarti keberhasilan atau kesuksesan. Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menghimpun definisi yang dijelaskan para ulama dengan dua hal, yakni hushuulul mathlub wal amnu minal marhuub, yakni tercapainya tujuan dan aman dari segala yang ditakutkan.

Jika demikian maknanya, bukankah ini menjadi segala-galanya bagi manusia? Bukankah diam dan bergeraknya manusia adalah untuk mendapatkan kebahagiaan? Bukankah tidur dan meleknya, berdiam diri atau pergi dari rumahnya, dan usaha keras membanting tulang maupun jungkir baliknya manusia juga demi memperoleh kesuksesan? Bukankah manusia menghabiskan waktu malam dan siangnya, juga demi mendapatkan apa yang dicarinya dan agar terhindar dari apa yang ditakutinya?

Seandainya kesuksesan itu hanya bisa diperoleh dengan menempuh perjalanan yang jauh, mencurahkan segala modal, waktu dan tenagnya, niscaya manusia akan terus memburunya. Mereka akan terus mengejarnya, di manapun kesuksesan itu berada.

Tapi mereka lupa, bahwa sebenarnya yang mereka cari itu tak jauh dari rumahnya. Tak harus mengeluarkan banyak modal untuk meraihnya. Tidak pula membutuhkan waktu lama untuk sampai ke tempat tujuan. Karena kesuksesan itu dibuka pintunya di masjid, oleh Dzat yang kuasa menentukan kesuksesan bagi suatu kaum dan menghinakan kaum yang lain. Kebahagiaan dan kejayaan itu akan didapat dengan mendatangi seruan ”hayya ’alash shalaah…hayya ’alal falaah.”

Karenanya, di antara ulama ada yang mengartikan al-falah dengan shalat. Karena kesuksesan itu akan didapat jika seseorang mendatangi panggilan shalat.

Ada lagi makna lain dari al-falaah, yakni jannah. Dan tidak disangsikan bahwa jannah merupakan puncek kebahagiaan, kesuksesan, tempat terwujudnya segala keninginan dan terealisasinya rasa aman dari segala bahaya dan gangguan. Masih adakah orang yang tak ingin menyongsong kejayaan?
Semoga Allah memudahkan kita untuk bergabung dalam golongan orang-orang yang menyongsong kebahagiaan dan kesuksesan, aamiin. (Abu Umar Abdillah)[]

http://www.arrisalah.net/kolom/2012/02/adzan-panggilan-mulia-penggugah-jiwa.html

Inilah Warisan Rasulullah SAW

Diceritakan, sepeninggal Nabi SAW, putrinya, Siti Fatimah, meminta kepada Khalifah Abu Bakar agar diberikan warisan dari harta peninggalan Nabi. Namun, Abu Bakar menolak permintaannya. Dasarnya, sabda Rasulullah SAW, “Kami para nabi tidak mewariskan harta. Apa yang kami tinggalkan menjadi sedekah [milik umat].” (HR Bukhari dari Aisyah).

Dalam riwayat lain, dikisahkan pula bahwa sahabat Abu Hurairah merasa heran melihat banyak orang di salah satu pasar di Madinah, yang begitu sibuk berbisnis. Lalu, ke pada mereka Abu Hurairah bertanya, “Kalian di sini, tahukah kalian bahwa warisan Nabi sedang dibagikan di Masjid Nabawi?”

Mereka pun bergegas menuju masjid. Merasa tak ada pembagian warisan di sana, mereka dengan rasa kecewa kembali menemui Abu Hurairah. “Tak ada pembagian warisan di masjid,” sanggah mereka.

Jawab Abu Hurairah, “Apa kalian tidak melihat di sana ada orang-orang yang sedang shalat, membaca Alquran, dan belajar tentang hukum-hukum Allah? Itulah warisan Nabi.” (HR Thabrani dari Abu Hurairah).

Dua kisah ini menegaskan kepada kita bahwa warisan penting yang ditinggalkan Nabi SAW bukanlah harta, tetapi ajaran Islam. Karenanya, ahli waris Nabi bukanlah keturunannya an sich, tetapi para ulama. Nabi SAW, seperti diungkapkan para perawi hadis (ash-hab al-Sunan), berkata, Ulama adalah ahli waris para Nabi.

Sebagai ahli waris nabi, para ulama memikul beban dan tanggung jawab dakwah, yaitu kewajiban menyeru dan mengajak manusia ke jalan Allah, ila sabil-i rabbik(QS an-Nahl [16]: 125) melalui tabligh , amar makruf, dan nahi munkar, serta beramal saleh dan keluhuran budi pekerti (QS Fu shshilat [41]: 33). Hal inilah yang ditunjukkan sahabat Abu Bakar Shiddiq dan Abu Hurai rah, dalam kisah di atas.

Belajar dari dakwah sahabat Abu Hurairah di atas maka ada dua hal yang secara absolut harus dimiliki oleh para ulama dan para dai. Pertama, hikmah, yakni ilmu dan kearifan dalam mengidentifikasi masalah dan memberikan jawab an (solusi) yang tepat dalam mengatasi masalah tersebut.

“Allah menganugerahkan al-Hikmah (kepahaman yang dalam tentang Alquran dan assunah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.” (QS al- Baqarah [2]: 269).

Kedua, qudwah hasanah, yakni keteladanan baik dalam sikap maupun perilaku, sehingga sang dai layak menjadi tokoh panutan (patron client), atau model peran (role model). (QS al-Ahzab [33]: 21).

Warisan yang sesungguhnya adalah agama dan hikmah atau kebenaran yang bersifat universal. Setiap orang beriman, setingkat dengan ilmu dan kesanggupan yang dimiliki, diminta untuk menjaga “warisan suci” ini.

Rasul Muhammad SAW bersabda, “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara [pusaka]. Kalian tidak akan tersesat selama-lamanya selagi kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu Kitab Allah (Alquran) dan sunah Rasul.” (HR Malik, Muslim dan Ash-hab al-Sunan). Wallahu a`lam.

Oleh: Dr A Ilyas Ismail

Friday, May 25, 2012

Nasihat Sang Ahli

Sering kali masalah membesar karena kita menyepelekan hal kecil. Tak jarang, akhirnya kambing hitam dicari-cari. Untuk itu, semangat solusi harus selalu dikedepankan.

Suatu ketika, seorang pemuda menjadi kaya berkat memiliki sebuah pabrik roti yang terus berkembang. Dari sekadar pabrik rumahan, hingga akhirnya ia memiliki pabrik roti besar dengan banyak pekerja.

Namun, pada sebuah masa, ia mengeluhkan kondisi pabriknya. Jika sebelumnya ia selalu mendapatkan keuntungan sangat besar karena produksi pabriknya terus meningkat, belakangan ia merasa produksinya terus menurun. Pertama, ia menyalahkan pekerjanya yang dianggap makin malas. Maka, orang-orang yang dianggapnya kurang bagus, dikeluarkan dari pabriknya. Begitu seterusnya. Tapi, tak pernah lagi terjadi peningkatan produksi, bahkan saat diganti dengan pekerja lain. Tetapi, ia tetap bersikukuh bahwa pasti ada yang salah dengan anak buahnya. Maka, ia pun kembali mengganti pegawainya.

Hingga beberapa lama, pabrik rotinya terus mengalami kemunduran. Produknya makin sedikit hingga ia tak mampu lagi menerima pesanan yang lebih banyak. Namun, keadaan itu justru terus membuat dirinya menyalahkan sisa pekerja di pabriknya.

Karena khawatir usahanya lama-lama bangkrut, akhirnya ia bertanya kepada orang-orang yang masih dipercayainya, bagaimana mengatasi persoalan itu. Saat itulah, ada usulan untuk mendatangkan tenaga ahli konsultan untuk memperbaiki kinerja pabrik roti tersebut.

Si pemuda pun setuju. Maka, dipanggillah seorang ahli yang terkenal dari kota sebelah. Saat datang, ia pun segera dimintakan masukan, apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja pabriknya.

"Tuan, apa yang bisa saya lakukan untuk menyelamatkan usaha ini? Saya sudah mengganti banyak pekerja yang menurut saya kurang terampil dan kurang produktif. Tapi, pabrik ini terus saja mengalami penurunan produksi," pinta si pemuda pada sang ahli.

Hari demi hari berlalu. Sang ahli pun meninjau dan meneliti hal apa saja yang mungkin menjadi sumber masalah di pabrik itu. Setiap hari, ia pun selalu bertanya dan banyak bertanya pada si pemuda tentang banyak hal. Mulai dari soal manajemen, soal sumber daya manusia, hingga urusan teknis di pabrik. Hingga, suatu ketika, ia berkata bahwa masalah di pabrik itu pasti bisa segera selesai. Dan memang, seminggu setelah ia bicara tentang hal tersebut, pabrik roti itu mulai kembali meningkat hasil produksinya. Pelan tapi pasti, pabrik itu kembali bisa bekerja maksimal seperti sediakala.

Tentu saja, si pemuda sangat berterima kasih dengan bantuan sang ahli. "Wah, Paman memang sangat luar biasa. Pabrik roti saya sudah bisa kembali pulih dalam waktu yang relatif cepat. Apa sebenarnya yang Paman lakukan pada pabrik saya hingga bisa pulih?"
 "Sederhana saja. Aku hanya membenahi beberapa sekrup yang kendor di pabrik ini. Gampang dan cepat. Maka semua mesin kembali normal," jawabnya santai.

"Hah? Sesederhana itu rupanya masalah pabrik roti saya? Jadi, berapa saya harus bayar jasa Paman untuk memperbaiki itu semua?"

"Seratus juta!"

"Untuk memperbaiki sekrup kendor sampai seratus juta? Mahal sekali?"

"Memang. Untuk memperbaiki sekrup memang murah, seratus ribu saja. Tapi untuk menemukan sekrup-sekrup mana yang kendor dan perlu diperbaiki, itu yang mahal," tegas sang ahli.

"Tapi itu tetap mahal sekali," keluh si pemuda.

"Anak muda. Biaya itu tak akan jadi mahal jika kamu lebih memperhatikan anak buahmu. Namun, selama ini kamu hanya memilih marah dan marah pada mereka, tanpa tahu persoalan sebenarnya. Kamu langsung memberhentikan mereka tanpa tahu alasan apa yang menyebabkan masalah di pabrik. Seandainya kamu lebih bijak, mau mendengar orang lain, mau mencari inti masalah tanpa menyalahkan orang lain, niscaya pabrikmu tak akan mengalami masalah seperti sebelumnya. Ingat, banyak hal sepele yang mendasari munculnya masalah besar. Karena itu, jangan biasakan mencari-cari kesalahan orang lain, tapi carilah inti masalah dan segera selesaikan!"

Si pemuda pun merasa malu mendapat nasihat itu. Ia berjanji, akan berubah lebih perhatian pada pekerjanya dan tidak akan lagi mudah menyalahkan orang lain.

Pembaca yang luar biasa,

Kisah di atas sering kita jumpai pada banyak kehidupan. Sering mencari kambing hitam persoalan, serta menyepelekan masalah kecil. Dalam kisah tergambar bahwa si pemuda cenderung menyalahkan orang lain tanpa mau tahu alasan sebenarnya. Di kehidupan pun, kita melihat banyak perselisihan yang awalnya didasari oleh hal sepele, namun tidak bisa terkomunikasikan dengan baik. Ujungnya, hal kecil bisa merembet ke banyak hal yang tidak kita kehendaki.

Karena itu, pada kisah di atas menggambarkan setidaknya dua hal yang bisa kita petik hikmahnya. Pertama, jangan pernah menyalahkan orang lain jika tak tahu masalah sebenarnya. Cobalah untuk mengevaluasi apa yang ada di sekitar diri terlebih dahulu-termasuk dari dalam diri-sebelum memutuskan sesuatu. Kedua, bahwa ada banyak hal-hal atau masalah kecil yang sering kali dianggap sepele. Namun, jika tidak ditangani, akan berubah menjadi hal besar yang bisa menyulitkan kita.

Mari, kita jauhi sikap sering menyalahkan orang lain. Sebaliknya, mari kita mengembangkan komunikasi yang baik dengan banyak pihak, sehingga masalah demi masalah bisa terselesaikan dengan bijak tanpa ada yang harus disalahkan. Sehingga, masalah-masalah sepele pun tak akan membesar dan segera terselesaikan dengan solusi terbaik.

http://m.andriewongso.com/artikel/aw_artikel/5298/Nasihat_Sang_Ahli/

Kisah Penolong Kucing

Seorang sufi besar bernama Abu Bakar al-Syibli konon setelah wafatnya hadir dalam mimpi temannya, berdialog dengan Allah SWT.

“Apa yang menyebabkan dosamu diampuni oleh Aku?” Tanya Allah SWT pada Syibli.

“Shalat tepat pada waktunya,” jawab Syibli.

“Bukan,” kata Allah SWT menimpali.

“Zakat, puasa, dan hajiku yang menyebabkan dosaku diampuni,” lanjut Syibli.

“Bukan juga,” cetus Allah SWT.

Syibli pun heran, “Kalau semua ibadah yang telah aku jalankan tidak menghapus dosaku, lalu apa yang telah Kau ridhai dariku,” tanya Syibli penasaran.

“Aku meridai dan mengampuni seluruh dosamu lantaran engkau telah menolong seekor kucing yang sedang kedi nginan dan kelaparan.”

Kisah di atas dimonumentalkan oleh Syekh Nawawi al-Bantani, dalam kitab syarah Nashaih al- I’bad. Benar dan tidaknya kisah ini dari sisi ilmiah bukan hal penting. Pelajaran dari kisah itulah sesungguhnya yang patut kita petik. Utamanya untuk menyikapi situasi kehidupan umat manusia yang semakin hari dirasakan jauh dari rasa kasih dan kekeluargaan.

Di berbagai tempat kita miris dengan aneka perilaku yang tidak lagi mencintai bangsa dan aset negaranya sendiri sebagai anugerah Allah. Lihat saja kebrutalan dan kepanikan masyarakat sudah tidak bisa lagi dikendalikan. Seakan masyarakat telah tercerabut dari tuntunan keadaban yang berakar dari nilai kemanusiaan dan moral agama. Dengan begitu, tanpa rasa kasih mereka nekat membunuh sesamanya dengan sadis. Tidak peduli apakah yang dibunuh itu rakyatnya, atasannya, teman dekatnya, keluarganya, atau bahkan anak dan orangtuanya sendiri.

Mengapa kekerasan ini makin menjadi-jadi? Jawabannya berpulang kepada para komponen elite bangsa itu sendiri dalam memberikan keteladanan kasih sayang kepada rakyatnya. Apakah kaum elite yang mengatakan sudah menyuarakan rakyat dan keadilan telah dibuktikan untuk membela negara dan rakyatnya? Justru, rakyat kecil marah dan frustrasi karena kelompok elite tanpa sadar telah melakukan dosa.

Berapa banyak peraturan yang mereka legitimasi akhirnya digerus oleh tangan besi yang berdarah kolusi. Harta rakyat disulap dengan cek pelawat demi kekuasaan sesaat. Rakyat menjadi malang karena diadang oleh berbagai kasus korupsi.

Oleh karena itu, kisah sufi di atas seharusnya menjadi ibrah (pelajaran) yang amat berharga bagi kita untuk membiasakan diri menanamkan kasih sayang yang bermanfaat ke pada siapa pun makhluk Allah SWT. Dengan ibadah simbolis saja yang kita lakukan tanpa diimbangi dengan amal kemanusiaan, tidaklah Tuhan akan mengampuni dan meridai.

Rasa kasih sang sufi di atas yang dicurahkan kepada seekor kucing mengetuk kita semua untuk berlaku sayang dan adil kepada apa pun dan siapa pun umat manusia tanpa diskriminasi. Rasa kasih sayang seperti inilah kelak akan mengantar kan bangsa (negeri) kita menjadi negeri yang kuat (tanpa konflik), selamat, aman, damai, maju, dan ber adab. Semoga. Wallahu a’lam.
 

Thursday, May 24, 2012

Adonan Roti Menjadi Perisai

Suatu kali, seorang menteri di Mesir mengundang Ibnu Al-Furrat, lalu dia berkata, “Duhai celaka, aku memiliki niat buruk kepadamu. Setiap kali aku berkeinginan untuk menangkap dan memenjarakanmu, selalu saja saya bermimpi di malam harinya. Kamu melawanku dengan adonan roti. Suatu malam saya melihat dalam mimpi, tatkala aku hendak menangkapmu, kamu menolak. Lalu aku perintahkan kepada tentaraku untuk membunuhmu. Anehnya, setiap kali mereka menyerangmu dengan anak panah dan senjata lain, engkau menangkis serangan itu dengan adonan roti di tanganmu, sehingga serangan itu tidak melukaimu sama sekali. Maka ceritakan kepadaku, ada apa dirimu dengan adonan roti itu?”

Ibnu al-Furrat menjawab, ”Tuan, semenjak aku kecil, setiap malam ibuku selalu meletakkan adonan roti di dekat bantalku. Jika datang pagi hari, beliau bersedekah dengannya karena Allah demi aku. Itulah kebiasaan ibuku hingga beliau wafat. Ketika beliau wafat, aku melanjutkan kebiasaan ibuku. Setiap malam Aku menyiapkan adonan roti sendiri di dekat bantalku. Lalu pagi harinya, aku bersedekah dengannya. Begitulah kisahku dengan adonan roti.”

Sang menteri merasa takjub dengan kisah itu, lalu dia berkata, ”Demi Allah, setelah hari ini kamu tidak bisa kusentuh dengan keburukan, saya sudah menaruh niat baik kepadamu, dan aku sekarang menyukaimu.”

(al-Bidayah wa an-Nihayah, Ibnu Kastier jilid 11/151)
http://www.arrisalah.net/berita/2010/12/adonan-roti-menjadi-perisai.html

Doa Ibu yang Membuat Anaknya yang Mati Hidup Lagi

Sebelumnya saya pernah menulis tentang dahsyatnya Doa Nabi Yunus dan dahsyatnya Doa Nabi Musa. Kali ini saya akan menulis tentang dahsyatnya doa seorang ibu terhadap anaknya yang sudah mati, kemudian anak itu hidup kembali. Kisah ini saya dapatkan dalam kitab Mujab ad-Da’wah yang ditulis oleh Imam al-Hafizh Ibnu Abi ad-Dunya rahimahullah.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu , dia bercerita:

Suatu hari kami menjenguk seorang anak muda dari Anshar (Madinah) yang sedang sakit berat. Kami tidak beranjak dari sisinya sampai ajal menjemputnya. Lalu kamipun membentangkan kain untuk menuntupi wajahnya. Ibunya yang sudah lemah dan tua berada di samping kepalanya. Lalu kami menoleh kepadanya sambil menghiburnya dengan berkata, ‘Berharaplah pahala dari Allah atas musibah yang menimpamu’.

‘Apakah anakku sudah mati?’, tanya wanita tua itu.

‘Ya’, jawab kami.

‘Benarkah apa yang kalian katakan?’, tanyanya lagi.

‘Ya, benar’, jawab kami.

Lalu wanita tua itu mengulurkan tangannya ke langit sambil berkata, ‘Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku pasrah kepada-Mu dan berhijrah kepada Rasul-Mu, dengan harapan agar Engkau berkenan menolongku dalam tiap kesulitan. Ya Allah, janganlah Engkau timpakan kepadaku musibah ini pada hari ini’.

Kemudian dibukalah penutup wajah yang telah kami tutupkan kepada anak muda itu. Tidak berapa lama kemudian, kami menyantap makanan bersamanya.

Ajaib, anak muda itu hidup kembali.

Apa hikmah kisah ini?

Pertama, kisah ini memberi bukti akan dahsyatnya efek doa seorang ibu yang shalihah. Doa orangtua kepada anaknya seperti doa Nabi untuk umatnya. Jangan ragu untuk selalu meminta doa dari orangtua.

Kedua, kisah ini memotivasi kita agar terus berdoa. Jangan pernah berhenti berdoa. Jangan berpikir mengapa doa kita belum terkabulkan. Kalaupun Allah swt ‘belum’ menjawab doa kita, maka kita sudah mendapatkan dua pahala: pahala berdoa dan pahala bersabar menunggu keputusan Allah swt. Tidak ada doa yang tidak terkabul. Allah swt mengabulkan doa-doa kita yang sesuai dengan kebutuhan kita dan sesuai pada waktu yang kita butuhkan.

Ketiga, kisah ini memotivasi kita untuk terus mempertebal keyakinan kepada Tuhan. Ya, keyakinan penuh kepada Allah swt, Sang Pemberi Kehidupan, bahwa Dia akan selalu menyertai langkah hidup kita. Keyakinan seperti ini tidak akan tumbuh dalam hati seseorang yang tidak percaya dengan Kemahakuasaan Allah swt. Keyakinan seperti ini tidak akan lahir dari hati yang lalai dari Allah swt. Itulah hati yang penuh dengan doa dan pengharapan kepada Allah, hati yang penuh dengan cinta kepada Allah, hati yang selalu berusaha lurus di jalan-Nya. Pemilik hati seperti ini akan selalu ditolong oleh Allah swt. persis seperti yang dilakukan-Nya terhadap wanita tua itu.

Kita seringkali merasa putus asa dan terombang-ambing dengan ujian hidup. Itu karena kita tidak punya keyakinan penuh kepada Allah swt. bahwa Dia akan menolong kita. Bisa jadi, hati kecil kita berkata bahwa sebabnya adalah karena kita kurang dekat dengan-Nya selama ini.

Jika kita selalu berusaha mendekat kepada Allah swt dan memperbaiki ibadah kepada-Nya, maka yakinlah Dia akan memberi jalan keluar pada setiap kesulitan kita.

http://bangaziem.wordpress.com/2012/05/17/doa-ibu-yang-membuat-anaknya-yang-mati-hidup-lagi-2/

Perjalanan Nicolas Anelka Menjadi Mualaf

"Islam banyak membantu saya untuk bisa bersikap tenang dan berkonsentrasi dan memiliki semangat tinggi. Saya senang menjadi seorang Muslim, sebuah agama yang tenang dan saya banyak belajar dari Islam." (Abdul Salam Bilal Anelka alias Nicolas Anelka)
 
Lahir di Versailles, Prancis, pada 14 Maret 1979, Nicolas Anelka menghabiskan masa kecilnya di Trappes, sebuah kota kecil yang terletak di pinggiran barat Kota Paris. Sebelum menjadi seorang Muslim, Anelka adalah seorang atheis alias tidak percaya adanya Tuhan. Ia bukanlah penganut agama Kristen, seperti yang diperkirakan sebagian orang, karena Anelka pernah benar-benar tidak mempercayai keberadaan Tuhan.

Namun, ketika tidak beragama itulah, dia banyak bergaul dengan temannya dari keluarga Muslim. Dari situlah striker yang kini membela klub Liga Super Cina, Shanghai Shenhua itu mulai tertarik dengan Islam. “Saya menjadi ‘seorang Muslim’ sejak saya berusia 16 tahun,” kata Anelka kepada majalah Super yang berbasis di Arab Saudi.

Kepada majalah FourFourTwo, juru gedor 33 tahun yang mengantarkan Prancis merengkur tropi Piala Eropa 2000 ini mengungkapkan alasan mengapa memilih Islam. Islam, kata Anelka, adalah cara hidup yang sesuai dengannya.

“Saya merasa nyaman dan tenang dengan agama dan hidup saya hari ini,” ujar pemilik nama Muslim, Abdul Salam Bilal Anelka ini. Anelka melanjutkan, “Tapi ini adalah masalah pribadi dan saya tidak membicarakan hal itu terlalu sering. Itulah sisi pribadi saya.”

Memeluk Islam, mengantarkannya pada perubahan positif dalam hidupnya. Mantan bomber Chelsea itu berpendapat, Islam menuntunnya untuk bertindak dengan bijaksana. Tidak lupa, dia menegaskan Islam adalah sumber kekuatan dalam dan di luar lapangan. “Saya memiliki karier yang sulit, saya kemudian memutuskan untuk menemukan kedamaian.. Dan, akhirnya saya menemukan Islam," tegas mantan juru gedor Real Madrid, Arsenal dan Manchester City itu.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/12/05/24/m4hk76-perjalanan-nicolas-anelka-menjadi-mualaf

Wednesday, May 23, 2012

Malaikat Mengelilingi Majelis Zikir

Sesungguhnya Allah memiliki sekelompok Malaikat yang berkeling di jalan-jalan sambil mencari orang-orang yang berdzikir. Apabila mereka menemukan sekolompok orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka saling menyeru, "Kemarilah kepada apa yang kamu semua hajatkan." Lalu mereka mengelilingi orang-orang yang berdzikir itu dengan sayap-sayap mereka hingga ke langit. Apabila orang-orang itu telah berpisah (bubar dari majlis dzikir) maka para malaikat tersebut naik ke langit.

Allah bertanya kepada mereka (padahal Dialah yang lebih mengetahui perihal mereka). Allah berfirman : "Darimana kalian semua?" Malaikat berkata : "Kami datang dari sekelompok hamba-Mu di bumi. Mereka bertasbih, bertakbir dan bertahlil kepada-Mu."

Allah berfirman: "Apakah mereka pernah melihat-Ku?" Malaikat berkata: "Tidak pernah!"
Allah berfirman : "Seandainya mereka pernah melihat-Ku?"

Malaikat berkata: "Andai mereka pernah melihat-Mu niscaya mereka akan lebih meningkatkan ibadahnya kepada-Mu, lebih bersemangat memuji-Mu dan lebih banyak bertasbih pada-Mu."

Allah berfirman: "Lalu apa yang mereka pinta pada-Ku?" Malaikat berkata: "Mereka minta sorga kepada-Mu."

Allah berfirman: "Apa mereka pernah melihat sorga?" Malaikat berkata: "Tidak pernah!"

Allah berfirman: "Bagaimana kalau mereka pernah melihatnya?"
Malikat berkata: "Andai mereka pernah melihanya niscaya mereka akan bertambah semangat terhadapnya, lebih bergairah memintanya dan semakin besar keinginan untuk memasukinya."

Allah berfirman: "Dari hal apa mereka minta perlindungan?" Malaikat berkata: "Dari api neraka."

Allah berfirman: "Apa mereka pernah melihat neraka?" Malaikat berkata: "Tidak pernah!"

Allah berfirman: "Bagaimana kalau mereka pernah melihat neraka?"

Malaikat berkata: "Kalau mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan sekuat tenaga menghindarkan diri darinya."

Allah berfirman: "Aku persaksikan kepadamu bahwasanya Aku telah mengampuni mereka."

Salah satu dari malaikat berkata: "Di situ ada seseorang yang tidak termasuk dalam kelompok mereka. Dia datang semata-mata karena ada satu keperluan (apakah mereka akan diampuni juga?)"

Allah berfirman : "Mereka (termasuk seseorang ini) adalah satu kelompok di mana orang yang duduk bersama mereka tidak akan kecewa."

Dalam riwayat Muslim ada tambahan pada kalimat terakhir: "Aku ampuni segala dosa mereka, dan Aku beri permintaan mereka." SubhanAllah.

Benzema: Dipuji Karena Taat Beribadah

REPUBLIKA.CO.ID,MADRID — Ketaatan Benzema terhadap ajaran agama Islam memang layak ditiru. Janji yang diucapkan pemain terbaik Ligue 1 Prancis pada 2008 itu selalu berusaha ditepatinya.

Tidak terkecuali, saat dia kecil pernah mengucapkan sumpah kepada ibunya bahwa suatu saat ingin bermain bermain di Santiago Bernabeu. Berkat skill istimewa, dan doa ibunya, sekarang mimpi itu terwujud.

“Bergabung bersama Real Madrid impian terpendam saya. Mimpi yang datang mendekat sedikit demi sedikit,” kata dia. Benzema bersyukur bisa mnjadi bagian dari skuat historis Madrid. “Saya suka warna putih, stadion, suasana yang ada di sekitar Bernabeu.”

Publik bola di Spanyol memuji kepribadiannya. Itu lantaran dia masuk dalam jajaran pesepakbola Muslim yang taat menjalankan agama, namun tetap mampu menampilkan permainan terbaik di lapangan. Hal itu menjadikannya sebagai sosok teladan untuk memotivasi umat Muslim di Eropa, khususnya Spanyol agar tetap berpuasa meski beraktivitas.

Sebelum menjejakkan kakinya di lapangan, Benzema sering berhenti sebentar di tepi lapangan untuk berdoa. Dia juga sering merayakan gol dengan mengangkat tangan sembari matanya menatap ke atas sebagai wujud permohonan rasa syukur kepada Allah SWT.

http://www.republika.co.id/berita/sepakbola/liga-spanyol/12/05/19/m48azq-benzema-dipuji-karena-taat-beribadah

Monday, May 21, 2012

Hikmah di Balik Air Mata

Dua ilmuwan pernah melakukan penelitian disertasi tentang air mata. Kedua peneliti tersebut berasal dari Jerman dan Amerika Serikat.

Hasil penelitian kedua peneliti itu menyimpulkan bahwa air mata yang keluar karena tepercik bawang atau cabe berbeda dengan air mata yang mengalir karena kecewa dan sedih.

Air mata yang keluar karena tepercik bawang atau cabe ternyata tidak mengandung zat yang berbahaya. Sedangkan, air mata yang mengalir karena rasa kecewa atau sedih disimpulkan mengandung toksin atau racun.

Kedua peneliti itu pun merekomendasikan agar orang-orang yang mengalami rasa kecewa dan sedih lebih baik menumpahkan air matanya. Sebab, jika air mata kesedihan atau kekecewaan itu tidak dikeluarkan, akan berdampak buruk bagi kesehatan lambung.

Menangis itu indah, sehat, dan simbol kejujuran. Pada saat yang tepat, menangislah sepuas-puasnya dan nikmatilah karena tidak selamanya orang bisa menangis. Orang-orang yang suka menangis sering kali dilabeli sebagai orang cengeng. Cengeng terhadap Sang Khalik adalah positif dan cengeng terhadap makhluk adalah negatif.

Orang-orang yang gampang berderai air matanya ketika terharu mengingat dan merindukan Tuhannya, air mata itu akan melicinkannya menembus surga. Air mata yang tumpah karena menangisi dosa masa masa lalu akan memadamkan api neraka.

Hal ini sesuai dengan hadis Nabi, "Ada mata yang diharamkan masuk neraka, yaitu mata yang tidak tidur semalaman dalam perjuangan fi sabilillah dan mata yang menangis karena takut kepada Allah."

Seorang sufi pernah mengatakan, jika seseorang tidak pernah menangis, dikhawatirkan hatinya gersang. Salah satu kebiasaan para sufi ialah menangis. Beberapa sufi mata dan mukanya menjadi cacat karena air mata yang selalu berderai.

Tuhan memuji orang menangis. "Dan mereka menyungkurkan wajah sambil menangis dan mereka bertambah khusyuk." (QS. Al-Isra’: 109). Nabi Muhammad SAW juga pernah berpesan, "Jika kalian hendak selamat, jagalah lidahmu dan tangisilah dosa-dosamu."

Ciri-ciri orang yang beruntung ialah ketika mereka hadir di bumi langsung menangis, sementara orang-orang di sekitarnya tertawa dengan penuh kegembiraan. Jika meninggal dunia ia tersenyum, sementara orang-orang di sekitarnya menangis karena sedih ditinggalkan.

Tampaknya, kita perlu membayangkan ketika nanti meninggal dunia, apakah akan lebih banyak orang mengiringi kepergian kita dengan tangis kesedihan atau dengan tawa kegembiraan.

Jika air mata kerinduan terhadap Tuhan tidak pernah lagi terurai, apalagi jika air mata selalu kering di atas tumpukan dosa dan maksiat, kita perlu segera melakukan introspeksi. Apakah mata kita sudah mulai bersahabat dengan surga atau neraka.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/tasawuf/12/05/20/m4br8h-hikmah-di-balik-air-mata
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/tasawuf/12/05/20/m4br8h-hikmah-di-balik-air-mata
Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/tasawuf/12/05/20/m4br8h-hikmah-di-balik-air-mata

Sujud: Dahi di Tanah, Derajat Tinggi di Jannah

Ibnu Jarier menyebutkan dalam tafsirnya, bahwa Abu Jahal pernah berkata, “Apakah Muhammad masih menyungkurkan wajahnya ke tanah (sujud untuk shalat) di tengah kalian?” Orang-orang Quraisy menjawab, “Iya.” Lalu dia berkata, “Demi Lata dan Uzza, jika aku melihat ia shalat lagi, sungguh aku akan injak tengkuknya (saat sujud), dan aku akan benamkan wajahnya ke tanah.” Lalu ia mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk menginjak tengkuk beliau. Tiba-tiba ia terkejut, melangkah mundur sambil melindungi wajah dengan kedua tangannya. Lalu ia ditanya, “Ada apa denganmu?” Ia menjawab, “Antara aku dan dia ada parit api dan makhluk bersayap.” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Seandainya dia mendekatiku sungguh malaikat akan mencabik tubuhnya sepotong demi sepotong.”

Tentang peristiwa inilah Allah berfirman, “Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika dia mengerjakan shalat…” hingga firman-Nya, “Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Rabb.”) (QS. Al-Alaq 9 – 19)

Meski dalam bayang-bayang ancaman, Nabi shallallahu alaihi wasallam tetap diperintahkan sujud kepada Allah untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Dan sebagai jaminannya, Allah mengutus malaikat untuk melindungi beliau dari ancaman yang membahayakan. Seberapa berartikah sujud itu?
 
 
Mencari Nikmat dalam Sujud
Sujud, sebagaimana disebutkan al-Ashfahani, bermakna merendahkan dan menghambakan diri kepada Allah (al-tadzallul lillah wa ‘ibadatih). Sujud adakalanya dilakukan secara ’mekanik’ melalui ketetapan dari Allah. Inilah sujud tumbuh-tumbuhan, binatang, dan semua benda-benda baik di langit maupun di bumi, termasuk di dalamnya sujud para malaikat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
’Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para malaikat, sedangkan mereka tidak menyombongkan diri.’’ (An-Nahl: 49).

Adakalanya sujud juga dilakukan karena usaha (ikhtiyari). Inilah sujud seorang Muslim, baik waktu shalat, mendengarkan bacaan al-Qur’an (sujud tilawah), maupun ketika ia mendapatkan kenikmatan (sujud syukur). Ini sebagai realisasi dari firman Allah,
‘’Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu, dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.’’ (Al-Hajj: 77).

Demikian agung perkara sujud. Sujud menjadi cara paling tepat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga orang yang paling jauh dari Allah adalah orang yang paling jauh dari sujud. Sedangkan orang yang paling dekat dengan Allah, adalah orang yang paling banyak bersujud. Posisi sujud yang merupakan posisi paling dekat antara hamba dengan Rabbnya, sekaligus menjadi momen yang baik bagi seorang hamba untuk memohon kepada Rabbnya. Baik untuk mendatangkan kemaslahatan maupun menolak kemadharatan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

“Posisi hamba yang paling dekat dengan Rabbnya adalah di saat sujud, maka perbanyaklah doa (di kala sujud).” (HR Muslim)

Saat posisi dahi seseorang menyentuh tanah, merendahkan dirinya kepada Penciptanya, itulah posisi puncak ketawadhu’an. Karena dahi adalah simbol kehormatan seseorang. Dengan posisi itu, seseorang telah mengenyahkan sifat takabur dari hatinya. Bahwa dia hanyalah seorang hamba sebagaimana hamba lain yang ubun-ubunnya berada di tangan-Nya. Ia tak mampu berbuat apapun tanpa pertolongan-Nya. Sujud mengharuskan seseorang mengalahkan ego dan nafsunya, untuk kemudian menyerahkan total penghambaan kepada Rabb-Nya.

Agar sujud kita diterima, dan kita bisa menikmatinya, hendaknya menjalani sesuai sunnah Nab shalallahu ‘alaihi wasalam, dan dengan menyertakan sujudnya hati. Sentuhkan dahi ke tempat sujud dengan tenang, tak perlu tergesa-gesa untuk membaca, atau untuk segera mengangkat kepala. Resapilah posisi dan makna sujud kita yang meninggikan Allah semata. Akui kelemahan kerendahan diri di hadapan-Nya. Lalu bacalah bacaan sujud saat badan sudah pas dengan posisi sujud. Yakni ketika tujuh anggota badan; dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua ujung telapak kaki telah menempel di alas sujud secara sempurna. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Perbanyak pula doa di dalamnya, karena Anda sedang berada dalam posisi yang paling dekat dengan Rabb Anda, dan dekat dengan pengabulan-Nya. Bisikkan doa dengan sepenuh pengharapan. Keadaan ini akan membuat jiwa menjadi tenang, hingga benar-benar shalat menjadi rehat dan pelepas lelah bagi orang-orang yang beriman.

Bagaimana tidak nikmat orang yang menjalani sujud dengan segenap jasad dan hatinya. Sujud hati yang akan menyatu dengan jiwa meski telah berada di luar shalat. Karakter Saajidiin (orang yang bersujud) terus disandang oleh hati, dan terejawantahkan oleh jasad dengan menjalani ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyebutkan bahwa di antara ulama salaf ditanya, “Apakah hati juga bersujud?” Beliau menjawab, “Iya, dengan sujud yang tidak pernah berhenti hingga bertemu dengan Allah Azza wa Jalla.” Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menguatkan bahwa ulama yang dimaksud adalah Sahl bin Abdillah at-Tusturi.

Sujud yang tidak menyertakan hati, atau bahkan hanya sekedar ingin diakui sebagai orang sebagai seorang muslim, jelas akan dirasa berat. Begitupun sujud yang dilakukan dengan cara menyelisihi sunnah, dan nihil dari tuma’ninah.

Umar bin Khathab radhiyallahu ’anhu berkata, “Ada seseorang yang rambutnya telah beruban di dalam Islam, namun belum menyempurnakan satu rekaatpun untuk Allah.” Beliau ditanya, bagaimana itu terjadi wahai Amiirul mukminin?” Beliau menjawab, “Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya.”

Orang munafik juga tidak pernah mengenyam lezatnya sujud. Kerasnya hati membuat jasad tidak betah pula menyungkurkan wajah di hadapan Allah. Nabi menggambarkan buruknya sujud orang-orang munafik,

تِلْكَ صَلاَةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَىِ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لاَ يَذْكُرُ اللَّهَ فِيهَا إِلاَّ قَلِيلاً

”Itulah shalatnya orang munafik, ia duduk menunggu matahari hingga berada di antara dua tanduk setan (hampir tenggelam) lalu berdiri shalat kemudian mematuk ke tanah empat kali dan ia tidak berdzikir kepada Allah kecuali sedikit.” (HR Muslim)

Dahi di Tanah, Derajat di Puncak Jannah
Alangkah rugi orang yang kehilangan nikmat sujud, juga mereka yang minim sujud secara kualitas maupun kuantitas. Karena pada sujud terkandung keutamaan-keutamaan yang sangat banyak.
Bukanlah suatu kehinaan merendahkan diri atau bahkan menghinakan diri di hadapan Sang Pencipta. Justru, semakin tawadhu’ dan tunduk seseorang di hadapan Allah, semakin tinggi dan mulia pula kedudukannya di sisi Allah, sedangkan kemuliaan hanyalah milik Allah. Karenanya, Allah akan mengangkat satu derajat kemuliaan setiap kali seorang hamba bersujud kepada Allah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, bersabda,

عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ، فَإِنَّكَ لا تَسْجُدُ للهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللهُ بِهَا دَرَجَةً ، وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً”

“Hendaknya kamu memperbanyak sujud karena sesungguhnya tidaklah kamu sujud sekali kecuali Allah akan mengangkatmu satu derajat dan menghapuskan dengannya satu dosa.” (HR Muslim, Tirmidzi, dan an-Nasa’i).

Satu derajat ditinggikan, dan satu dosa dihapuskan dengan sekali sujud. Makin banyak sujud dalam shalat, dosa makin terkikis, dan makin tinggi pula derajat seseorang di jannah. Bahkan bisa menyertai Nabi shallallahu alaihi wasallam di puncak jannah. Imam Muslim meriwayatkan dari Rabi’ah bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu,

فَأَعِنِّي عَلى نَفْسِكَ بَكَثْرَةِ السُّجُودِ

“Aku menginap bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam dan membantu beliau untuk menyiapkan air wudhu dan kebutuhan lainnya.” Kemudian, Rasulullah bersabda, “Mintalah sesuatu kepadaku.” Aku menjawab, “Aku mohon agar bisa menemani Anda di jannah.” Beliau menjawab, “Masih ada yang lain?” Aku berkata, “Hanya itu saja.” Lalu, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Bantulah aku untuk dirimu dengan memperbanyak sujud.” (HR Muslim, An-Nasai, Abu Daud, Ahmad).

Peluang ini berlaku pula bagi selain Rabi’ah bin Ka’ab. Siapapun yang memperbanyak sujud, maka ia berpeluang untuk menyertai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di ketinggian jannah.
Tak perlu khawatir bagaimana bisa mengetahui posisi dan bertemu Nabi. Karena orang-orang yang rajin sujud akan dikenali bekasnya oleh Nabi pada Hari Kiamat.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda : “Tak satu orangpun di antara umatku yang tidak kukenali pada Hari Kiamat. Mereka (para sahabat) bertanya, “Bagaimana engkau dapat mengetahuinya wahai Rasulullah, sedangkan engkau berada di tengah-tengah banyaknya makhluk?" Beliau bersabda: “Apakah kalian dapat mengetahui sekiranya kalian memasuki tempat tumpukan makanan yang di dalamnya terdapat sekumpulan kuda berwarna hitam pekat yang tidak dapat tertutup oleh warna lain, dan di dalamnya terdapat pula kuda putih bersih, bukankah kalian dapat membedakannya? Mereka menjawab, “Tentu!” Beliau bersabda, “Sesungguhnya umatku pada hari itu berwajah putih bersih karena (bekas) sujud dan karena (bekas) wudlu’.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dengan sanad yang sahih; Tirmidzi juga meriwayatkan hadis ini, dengan komentar : shahih).

Allahummaj’alna minas saajidin, semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang bersujud. Aamiin. (Abu Umar Abdillah) []

Oleh Abu Umar Abdillah
http://www.arrisalah.net/kolom/2012/04/sujud-dahi-di-tanah-derajat-tinggi-di-jannah-2.html

Subhanallah, Bayi Ini Lahir Membawa Alquran

NIGERIA -- Allah SWT tak pernah berhenti menunjukkan kuasa-Nya. Seorang bayi di Nigeria lahir sembari membawa Alquran dari rahim ibunya. Sejatinya, ibu bayi tersebut beragama Kristen, tapi pascamelihat mukjizat Allah tersebut, sang ibu dan nenek bayi tersebut langsung mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan diri masuk Islam.

Seperti diberitakan harian Pmnewsnigeria, Senin (14/5) kemarin, bayi tersebut lahir di 112 Olateju Street, Mushin, Lagos State, Nigeria Barat Daya pada 7 Mei 2012 lalu. Saat keluar dari rahim ibundanya, bayi tersebut membawa sebuah Mushaf kecil di tangannya.

Kikelomo Ilori, nama ibu bayi tersebut. Wanita 32 tahun yang bekerja sebagai seorang ahli kecantikan langsung mengganti namanya menjadi Sherifat ketika masuk Islam. Hal itu diikuti nenek bayi tersebut yang mengganti namanya menjadi nama Islam.

Kelahiran bayi tersebut pun menyedot perhatian para ulama di negara benua hitam tersebut. Para ulama di Nigeria berkumpul untuk memberikan nama kepada bayi tersebut. Setelah menyampaikan ceramah singkat, seorang ulama Nigeria, Ustad Abdul Rahman Olanrewaju Ahmed, memberikan nama kepada bayi tersebut Abdul Wahab Iyanda Aderemi Irawo.

Untuk menghindari syirik dan kesesatan, Ustad Abdul Rahman juga menasihati sang ibu bila bayinya bukanlah seorang nabi, meskipun ia terlahir dari rahimnya sambil memegang Alquran. Menurutnya, kejadian itu merupakan kehendak Allah, untuk mengirim bayi tersebut ke dunia dengan cara yang menakjubkan.

Dalam acara pemberian nama itu, turut hadir ulama setempat, Sheikh Abdulraman Sulaiman Adangba, Ketua Nasrulifathi Society of Nigeria, NASFAT, Ustadz Alhaji Abdullahi Akinbode, dan Dr Ramoni Tijani dari Alifathiaquareeb Islamic Society of Nigeria.

Kelahiran sang bayi pun memberi berkah bagi tetangga sekampung. Pedagang tumpah ruah menjual berbagai souvenir terkait bayi tersebut, mulai dari kaos, tasbih, dan foto bayi tersebut.

Tak heran bila kelahiran bayi tersebut dianggap kontroversi sebagian pihak. Sebagian pihak berkata mustahil, tapi sebagian lainnya menganggap kejadian tersebut adalah kuasa Tuhan, dimana tak ada yang mustahil bagi-Nya.

Bahkan, seorang dokter dipecat gara-gara mengatakan kejadian tersebut adalah hoax alias berita bohong. Padahal saksi, media dan ibunya sendiri menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/12/05/19/m49osw-subhanallah-bayi-ini-lahir-membawa-alquran

Friday, May 18, 2012

Abel Xavier: Menemukan Islam Saat Terpuruk

Bagi penggemar sepak bola, Abel Xavier tentu bukanlah sosok yang asing. Pemain yang pernah merumput di sejumlah klub terkemuka seperti Everton FC, PSV Eindhoven, Liverpool FC, dan sejumlah klub lainnya itu biasa tampil di lapangan hijau dengan gayanya yang nyentrik. Gayanya seperti pemain basket NBA, Dennis Rodman.

Pecinta olahraga si kulit bundar juga pasti tak akan lupa dengan sosok Xavier saat Portugal behadapan dengan Prancis pada semifinal Piala Eropa 2000. Pemain belakang Timnas Portugal itu dinyatakan terkena handsball di kotak penalti. Handsball yang controversial itu membuat mimpi Portugal untuk melaju ke babak final akhirnya kandas.

Lantaran Xavier, Portugal tersingkir dari perhelatan sepakbola negara-negara Eropa tersebut secara tragis. Sosok Xavier memang mudah diingat, bukan hanya karena permainannya di lapangan hijau, namun juga karena penampilannya yang terbilang nyentrik.

Bek asal Portugal itu memang dikenal senang menata rambutnya. Selama merumput di lapangan hijau, ia pernah tampil dengan rambut vysvetlennye dan jambang berwarna blonde. Di lain kesempatan, ia mengecat jambang dan rambutnya dengan warna putih dan tetap menyisakan warna hitam di bagian akar rambutnya.

Di penghujung kariernya sebagai pesepakbola, lagi-lagi ia membuat gempar para pecinta si kulit bundar di seantero dunia dengan pengakuannya yang terbilang mengejutkan. Pada Desember 2009, ia menyatakan dirinya telah menjadi seorang mualaf. Bahkan, ia juga mengganti namanya dengan Faisal Xavier.

***

Abel Luis da Silva Costa Xavier atau lebih dikenal dengan Abel Xavier lahir pada 30 November 1972 di Mozambik (provinsi Portugal). Ia memulai karier sebagai pesepakbola profesional saat bergabung bersama Estrela da Amadora pada usia 18 tahun. Tiga tahun kemudian ia bergabung dengan SL Benfica, klub sepakbola yang bermain di ajang liga utama kompetisi sepak bola Portugal.

Ia juga sempat merumput bersama Benfica selama dua musim (1993-1995). Di klub elite tersebut Xavier berhasil membawa klub berjuluk The Eagle itu menjadi juara Liga Portugal. Berkat talenta yang hebat sebagai defender membuat banyak klub Eropa tertarik padanya.

Namun, ia lebih memilih bergabung bersama AS Bari, sebuah klub gurem di Liga Serie A Italia. Saat membela Bari, karier Xavier tidak begitu cemerlang, sehingga ia dijual oleh klubnya ke klub La Liga Spanyol, Real Oviedo pada 1996. Di klub barunya itu Xavier tidak bertahan lama. Pada tahun 1998, klub sepakbola asal Negeri Belanda, PSV Eindhoven, memboyongnya.

Lagi-lagi Xavier tidak bertahan lama merumput di liga Belanda. Ia kemudian mencoba peruntungannya di ajang Liga Primer Inggris. Ia tercatat pernah membela Everton FC (1999-2002) dan Liverpool FC (2002-2003). Saat terikat kontrak dengan Liverpool, Xavier sempat bermain bersama klub sepak bola asal Turki, Galatasaray SK, dengan status sebagai pemain pinjaman.

Xavier juga sempat mencicipi kompetisi Bundesliga selama satu musim (2003-2004) bersama Hannover 96. Ia kemudian memilih bergabung dengan AS Roma (2005) dan Middlesbrough FC (2005-2007) sebelum akhirnya hijrah ke Amerika Serikat pada tahun 2007. Di Negeri Paman Sam ini ia bergabung dengan klub MLS (Major League Soccer) yang pernah mengontrak David Beckhan, Los Angeles (LA) Galaxy.

***

Xavier memilih hengkang dari Middlesbrough karena ingin mencari tantangan baru dan menolak tawaran kontrak baru dari Boro. Kepindahannya ke Amerika Serikat sangat disayangkan beberapa klub di Inggris mengingat persepakbolaan Amerika Serikat masih dalam tahap berkembang. Keputusannya tersebut dinilai justru akan mengakhiri karier sepak bola Xavier.

Kekhawatiran banyak pihak bahwa karier Xavier akan berakhir di LA Galaxy benar-benar terbukti. Setelah bermain selama satu musim, manajemen LA Galaxy memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak Xavier menyusul perselisihan yang terjadi antara dirinya dengan sang pelatih Ruud Gullit.

Perselisihan antara pemain dan pelatih ini bermula dari keputusan Gullit yang mendatangkan pemain baru untuk mengisi posisi yang ditempati Xavier. Pemain tersebut aadalah Eduardo Dominguez yang berasal dari klub Liga Klausura (Liga Argentina), Huracan.

Kepada kantor berita Associated Press (AP), Xavier mengungkapkan bahwa dia merasa kecewa terhadap keputusan Gullit. Seperti dilansir AP, Xavier berkata, "Gullit melakukan hal yang saya anggap sangat arogan. Sebagai pemain, dia tergolong hebat. Namun sebagai pelatih, dia bukan apa-apa."

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/12/05/18/m46yo9-abel-xavier-menemukan-islam-saat-terpuruk

Wednesday, May 16, 2012

Ketawadhuan Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah bercerita: “Aku belajar lima masalah dalam ibadah haji dari seorang pencukur rambut.”

Berikut ini kisahnya:

Setelah aku menyelesaikan manasik haji aku pergi ke tukang cukur untuk mencukur rambutku.

Aku bertanya kepada tukang cukur: “Berapa ongkos mencukur rambut?”

Tukang cukur itu berkata: “Ini adalah ibadah, dan ibadah tidak mensyaratkan apa pun. Duduklah!”

Aku pun duduk dan membelakangi kiblat.

Dia berkata: “Hadapkan wajahmu ke arah kiblat!”

Ku berikan kepalaku sebelah kiri untuk dicukur terlebih dahulu. Dia kembali berkata: “Putar kepalamu ke arah kanan.”

Maka aku pun memutar kepalaku ke arah kanan. Dia langsung mencukur rambutku dan aku diam saja. Dia berkata lagi: “Bacalah takbir (Allahu akbar)!”

Aku pun terus membaca takbir sampai dia selesai mencukur. Ketika aku berdiri dia berkata: “Mau ke mana kamu?”

Aku menjawab: “Aku ingin meneruskan perjalananku.”

Dia berkata: “Shalatlah dua raka’at dulu, setelah itu pergilah.”

Aku sangat terkejut dengan perkataan tukang cukur itu dari awal dia mencukur rambutku, lalu aku bertanya kepadanya:”Dari mana kamu belajar semua ini?”

Dia berkata: “Aku pernah melihat ‘Atha’ bin Abi Rabbah melakukan ini.”

Di antara ketawadhu’an Imam Abu Hanifah yang lain adalah ketika Abu Hanifah melewati anak-anak yang sedang bermain di jalan, dia berkata kepada salah seorang dari mereka: “Wahai anakku, hati-hati, nanti jatuh ke tanah.”

Anak-anak membalas: “Engkau yang harus hati-hati, agar jangan sampai jatuh, karena terperosoknya orang alim adalah terperosoknya alam.” (Kesalahannya menyebabkan kesalahan orang-orang).

Abu Hanifah berkata: “Demi Allah, sejak saat itu aku tidak mengeluarkan fatwa, kecuali setelah berdiskusi dengan murid-muridku selama 40 hari.”

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/05/19954/ketawadhuan-abu-hanifah/#ixzz1v0TJ5tBr

Setelah Menolak Islam Selama 23 Tahun Akhirnya Ayah Saya Wafat sebagai Muslim


Abdur Rahim GreenAbdur Rahim Green seorang mualaf menjelaskan bagaimana hari-hari terakhir ayahnya di rumah sakit sebelum dia akhirnya meninggal dunia.
Green adalah mantan Direktur Barclays Bank di Kairo, dan putranya Abdur Rahim Green menemukan Islam lebih dari 20 tahun yang lalu, dan saat ini menjadi tokoh terkenal di kalangan sarjana Muslim dan pengkhotbah di Inggris.
Sebelumnya Abdur Rahim berpikir bahwa ayahnya tidak akan pernah menjadi muslim, namun kehendak Allah berkata lain, ayahnya Green akhirnya masuk Islam hanya sepuluh hari sebelum ia meninggal.
Mengutip sebuah hadits Nabi yang berbunyi: "Semoga wajahnya digosok dalam debu (semoga dia menjadi terhina) serta masuk neraka orang yang salah satu orangtuanya sudah mencapai usia tua namun dia tidak melayani mereka."
Abdul Rahim Green kemudian mengatakan, "Itulah mengapa saya memutuskan untuk meluangkan waktu saya di sini dengan ibu saya setelah kematian ayah saya.

Kematian ayah saya adalah sesuatu yang membuat saya sangat bahagia, dan merupakan kisah luar biasa tentang bagaimana hanya sepuluh hari sebelum ia meninggal, ia diberkati untuk mengucapkan dua kalimat Syahadat.

Allah SWT hanya menyuruh kita untuk berdakwah dan kita tidak bisa mengubah siapa pun untuk berubah menjadi Islam kecuali dengan izin Allah. Tugas kita adalah untuk menyampaikan dakwah, untuk menjelaskan kepada orang dengan cara terbaik yang kita bisa, hidayah hanya ada di tangan Allah SWT.

Saya tidak pernah berpikir bahwa ayah saya mengucapkan kalimat Syahadah. Ayah saya adalah seorang ayah yang luar biasa, dia memiliki kepribadian yang luar biasa dan tidak ada yang bisa menggambarkan dia sebagai orang yang buruk.

Selama 23 tahun, sejak saya menjadi seorang Muslim, saya telah mengajak ayah saya untuk masuk Islam. Dan saya memutuskan untuk memberikan contoh terbaik saya yang mungkin bisa menggambarkan Islam sebenarnya, tentang bagaimana Islam memandang hidup, tentang bagaimana Islam mengajarkan saya untuk menghormati dia sebagai orangtua. Tapi saya berpikir bahwa ayah saya berpikiran sangat tertutup terhadap Islam, jadi saya tidak pernah berharap penuh bahwa ia akan menjadi seorang Muslim.

Ayah saya telah sakit selama beberapa tahun, dan ibu saya berpikir bahwa ia tidak akan sembuh dari sakitnya. Sebagaimana yang terjadi, beberapa minggu ketika saya kembali dari Inggris, saya tiba di rumah sakit dan langusng pergi menemui ayah saya. Saya menatapnya dan saya berpikir bahwa ia bisa mati malam ini. Jadi, saya berpikir, jika saya tidak mengatakan sesuatu tentang Islam, saya tidak akan memaafkan diri saya sendiri.

Saya tahu bahwa saya mencoba mengajaknya masuk Islam melalui banyak cara. Tapi saya berpikir bahwa saya harus membuat upaya terakhir.

Saya telah menghabiskan waktu yang lama memikirkan apa yang bisa saya katakan. Bagaimana saya bisa mengatakannya? Apa cara yang tepat untuk mendekatinya? Dia sudah sangat sakit, jadi saya tidak ingin membuat dia kesusahan, saya tidak ingin membuat dia menjadi lebih marah.

Sejujurnya saya takut bahwa ia mungkin mengatakan "Tidak," dan menolak ajakan saya. Dan saya bahkan khawatir bahwa jika ia memang mengatakan Syahadat namun tidak masuk ke dalam Islam, kemudian ia sembuh dan pulang ke rumah dan menjadi lebih arogan tentang Islam, hal itu lebih menakutkan saya.

Ini benar-benar hal yang sulit. Setiap mualaf yang memiliki orang tua yang belum muslim, mereka pasti mengalami dilema ini seperti yang saya alami. Namun jangan pernah meremehkan kekuatan dari doa, karena itu maka ketika saya bingung, saya meminta Allah untuk membantu saya menemukan sesuatu untuk dikatakan kepada ayah saya.

Saat ia berbaring di tempat tidur, saya berkata kepadanya: 'Ayah! Saya punya sesuatu yang sangat penting untuk saya beritahukan kepada ayah, apakah ayah mau mendengarkannya?' Ayah saya tidak bisa benar-benar berbicara dengan baik, jadi dia mengangguk. Lalu saya berkata: 'Saya punya sesuatu untuk dikatakan, jika saya tidak mengatakannya, saya akan menyesalinya.'

Dan kemudian saya mengatakan kepadanya bahwa, 'Di hari kiamat, seorang pria akan datang di depan Allah dengan banyak perbuatan dosa serta kemaksiatan, dan Allah akan berkata kepadanya, Anda memiliki sesuatu yang melampaui semua itu. Dan orang itu akan berkata, 'Apa itu Tuhanku?' Allah berfirman, 'Sebuah pernyataan tertulis yang bisa Anda buat: Tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya.'
Saya berkata, 'Jadi ayah, ini adalah kunci surga, ini adalah kunci sukses dalam kehidupan yang akan datang, bagaimana menurut ayah?'
Dan ia menganggukkan kepalanya.

Saya berkata, 'Apakah itu berarti Anda ingin mengatakan kata-kata tersebut?'
Dan ayah saya berkata, 'Ya.'
Dia menginkuti kata-kata yang saya ucapkan, 'Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah Rasulullah.'
Saya harus meninggalkan rumah sakit pada hari itu, karena rumah sakit memiliki beberapa aturan ketat. Saya mengunjunginya pada hari berikutnya, dan dia sudah tidak ingat apa-apa. Dia tidak mampu mengingat satu hal dari sehari ke hari yang lain, bahkan dari jam ke jam yang lain, tapi itu bukan akhir semua itu.
Tiga atau empat hari sebelum ia meninggal, ayah saya berkata: 'Tolong, tolong bantu saya.'
Saya berkata, 'Ayah apa yang kau ingin saya lakukan?'
Dia mengatakan, 'Saya tidak tahu!'
Lalu ia berkata, 'Beri saya sesuatu yang mudah untuk dilakukan.'
Saya teringat hadits Nabi: 'Ada sesuatu yang ringan di lidah, namun berat di sisi timbangan.' Jadi, saya berkata, 'Ayah, jika saya adalah ayah, saya akan terus mengulangi kalimat syahadat berulang-ulang.'
Dan dia berkata, 'Ya, itulah yang ingin saya lakukan.'
Dan kami menghabiskan setengah jam mengulang-ulang kalimat Syahadah itu.

Tidak beberapa lama kemudian, saya berangkat ke Inggris, dan di sana saya mendengar ayah saya telah meninggal dunia. Subhanallah." (fq/oi)

http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/setelah-menolak-islam-selama-23-tahun-ayah-meninggal-muslim.htm