Thursday, August 30, 2012

Teguran Ummu Salamah kepada Pembantunya


Islam sangat mencintai kaum fakir miskin. Allah SWT memerintahkan kepada hambanya senantiasa menyantuni orang-orang miskin, dan melarang mereka untuk berperilaku boros atau menghamburkan harta.
 
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros,” firman Allah SWT dalam surrah Al-israa’ ayat 26.

Dalam banyak hadits, Rasulullah SAW banyak memberikan tauladan sikap kepada kaum fakir miskin. Bahkan istri-istri nabi seakan berlomba-lomba mengamalkan anjuran nabi untuk menyantuni kaum miskin dengan bersedekah, seperti Ummu Salamah.

Suatu hari, beberapa orang fakir datang secara bergerombolan mengetuk rumah Ummu Salamah untuk meminta. Mereka semua memakai pakaian yang compang-camping, tangannya selalu menengadah mengharap uluran tangan dari orang-orang kaya.

Namun bukannya mendapat pemberian, mereka yang mengetok pintu rumah Ummu Salamah justru mendapat makian dari pembantu Ummu Salamah bernama Ummu Husain. Sambil memaki, Ummu Husain juga mengusir gerombolan orang fakir.

“Pergilah...!,” kata Ummu Husain yang berdiri di depan pintu sambil mengarahkan telunjuknya ke luar rumah.

Dengan berat hati, orang-orang fakir itu pergi sampai menghilang dari pandangan mata. Karena perkataan Ummu Husain kencang, Ummu Salamah yang di dalam kamarnya mendengar dan segera melihat apa yang sedang terjadi.

Setelah mengetahui permasalahannya, kemudian Ummu Salamah dengan sabar dan kasih sayang menjelaskan dan meluruskan pemahaman pembantunya itu.

“Hai pembantuku, bukan begitu yang seharusnya kita lakukan. Berilah masing-masing mereka meski hanya satu butir kurma, dan kamu letakkan di tangan mereka masing-masing,” kata Ummu Salamah.

(Buku 99 Kisah Teladan Sahabat Perempuan Rasulullah – Manshur Abdul Hakim)
http://kisahislami.com/teguran-ummu-salamah-kepada-pembantunya/

Tuesday, August 28, 2012

Xiwang, Lahir untuk Kehidupan Dua Anak Lainnya

Sebuah foto yang memilukan hati.

Seorang Ayah dan Ibu mencium dan mengatakan selamat tinggal kepada anak perempuannya yang berumur 2 tahun bernama Xiwang atau "Harapan" yang telah meninggal karena hypoxic-ischemic cerebral palsy.

Kedua orang tua dari anak kecil yang tidak berkesempatan untuk melanjutkan hidup memutuskan untuk memberikan arti kepada kematian anaknya dengan menyumbangkan organ tub...
uh anaknya.

Jikalau Anda bertanya-tanya mengapa para tenaga medis disana membungkuk, itu karena kurang dari 1 jam, dua anak kecil di ruangan lain dapat hidup dikarenakan ginjal dan hati anak perempuan tersebut.

Sungguh kasih yang sangat luar biasa..

SHARE post ini sebagai tanda hormat kita kepada anak perempuan tersebut..
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 

Sekelumit Aksi di Sepenggal Episode Cinta

dakwatuna.com - Sudah cukup lama Bilal bin Rabah tak mengumandangkan adzan lagi, pasca meninggalnya orang yang ia cinta. Rasulullah SAW.
 
Hingga suatu ketika Khalifah Abu Bakar meminta Bilal untuk adzan. Mungkin sang Khalifah pun rindu, seperti halnya rindu para penduduk Madinah terhadap lantunan merdu suara adzan Bilal.
Bilal pun menjawab “Jika dahulu tuan memerdekakan saya untuk kepentingan tuan, maka saya bersedia adzan. Tapi jika dahulu tuan memerdekakan saya karena Allah SWT, maka izinkan saya melakukan apa yang saya mau.”

“Saya memerdekakan engkau karena Allah” jawab sang Khalifah.

Bilal bin Rabah adalah mantan budak Bani Umayyah yang telah Abu Bakar merdekakan. Tapi begitulah adanya cinta Bilal. Penolakannya terhadap pinta Abu Bakar dan tidak berkumandangnya lagi lantunan adzan dari lisannya pasca Rasul wafat, bukan karena ia tak cinta…
 
###
 
Suatu malam Bilal bermimpi bersua dengan Rasulullah. Dalam mimpinya, Rasul berkata padanya, “Wahai Bilal, lama sekali kita berpisah.aku rindu padamu.”

Kata-kata Rasulullah begitu padat dan sarat makna; “Aku rindu padamu”. Menggambarkan kerinduan yang begitu mendalam. Seakan tak ada lagi kata yang tepat untuk melukiskan rasa rindu Rasul selain kata rindu itu sendiri.

Bilal pun menjawab “Ya Rasulullah, saya juga rindu pada Tuan.”

Hati Bilal begitu bahagia tak terperi dapat memandang wajah teduh sang manusia agung yang sangat ia cinta.

Keesokan pagi, Bilal bercerita pada salah seorang sahabatnya perihal mimpi semalam. Dalam kurun waktu yang singkat, cerita itu telah menyebar ke seantero penjuru Madinah. Madinah pun kembali berselimut duka, seolah Rasul baru saja wafat. Setiap jiwa merasa rindu, ingin bernostalgia. Mengingat kembali hari-hari ketika mereka bersama sang Rasul, orang yang mereka cinta.

Para sahabat ingin obat kerinduan mereka menjadi paripurna. Maka para sahabat pun bersepakat meminta Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan. Awalnya Bilal menolak. Tapi karena bersikerasnya para sahabat meminta, akhirnya Bilal pun menyanggupinya.

Suara adzan Bilal terdengar begitu syahdu. Seluruh penduduk di sepenjuru Madinah pun khusyu’ berlinang air mata. Saat itu mereka membayangkan seolah Rasul ada, membersamai mereka. Obat rindu mereka paripurna-lah sudah…

Pasca peristiwa yang mengharu biru itu, Bilal memutuskan untuk hijrah. Syiria adalah tempat yang ia pilih. Hijrahnya Bilal karena ia ingin menjauh dari makam Rasul dengan keluar dari Madinah.

Bilal adalah salah seorang sahabat yang telah Rasul jamin masuk surga. Tapi begitulah adanya cinta Bilal. Hijrahnya ke Syiria untuk menjauh dari makam Rasul bukan karena ia tak cinta…
 
###
 
Ada sejumput pelajaran yang berharga dari aksi cinta dalam kisah Bilal;

Tak berkumandangnya bait-bait nada cinta dari lisan kita pada dia yang tercinta tapi belum jadi mahrom kita, bukan karena tak cinta… tapi karena kita harus menjaga cinta, agar tak ada yang tergores duka. Agar kita tak terluka…

Mungkin itu pula yang Bilal ingin lakukan, hingga ia tak mau lagi mengumandangkan ‘dawai cinta’ (adzan) pasca wafatnya orang yang ia cinta, Rasulullah. Hingga ia pun harus menahan lisannya yang mungkin sebenarnya pun rindu mengumandangkan ‘dawai cinta’. Karena ia tak ingin dirinya beserta penduduk Madinah tergores duka karena rindu pada Baginda Rasul…

Hijrahnya kita (menjauh) dari tempat di mana orang yang kita cinta berada, bukan karena tak cinta… Tapi karena kita harus menjaga cinta, agar kemurniannya terjaga. Karena ketika kita berada pada tempat atau ranah yang sama, mungkin akan terasa sangat sulit menjaga niat-niat kita. Khawatir jikalau niat kita akan mudah terkontaminasi oleh riya, sum’ah atau penyakit hati lainnya.

Bilal pun hijrah. Tapi hijrah Bilal pasti bukan karena tak cinta.., tapi karena ia tak kuasa menahan rasa cinta yang berbuah rindu hendak jumpa, yang semakin bergelayut manja pada relung jiwa. Rindu pada orang yang ia cinta, Rasul yang mulia…

###

Inilah sepenggal aksi ‘tutup mulut’ dan ‘walkout’ Bilal, yang ia lakukan agar tak tergores duka karena buah cinta menghadirkan rindu yang menghujam jiwa…

Tentulah kisah cinta Bilal jauh beda dengan cinta kita… Kisahnya serupa, tentang cinta. Tapi tak sama..

Cinta Bilal sungguh mulia, karena tertuju untuk insan mulia. Rasulullah SAW. Sedang cinta kita tertuju pada seorang pria yang belum tentu jodoh kita.

Jika saja cinta mulia Bilal dapat ia manajemen dengan baik agar tak dirundung pilu, maka sudah sepatutnya cinta kita yang sangat semu dapat kita manage dengan baik agar tetap ridha Allah yang diharap, yang dituju…

Selamat belajar untuk me-manage cinta menjadi aksi nyata untuk meraih Ridha-Nya, di sepenggal episode cinta…

Oleh: Anisa Prasetyo Ningsih
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/08/22453/sekelumit-aksi-di-sepenggal-episode-cinta/#ixzz24o5tasta

Ka’bah Menggetarkan Hati Ratusan Pekerja Cina

Mekah - Hidayat bisa datang dari cara yang tak pernah diduga. Mungkin itu pula yang dialami ratusan pekerja Cina di Arab Saudi yang kemudian memilih Islam sebagai agamanya yang baru.
Setelah melihat Ka’bah dari televisi, tiba-tiba hati mereka bergetar. Pintu hidayah seakan terbuka. Dan Allah SWT pun melapangkan jalan mereka untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Lebih dari 600 pekerja asal Cina berpaling menjadi Muslim setelah mendapatkan pengalaman spiritual di Arab Saudi.

Mereka adalah bagian dari 4.600 warga Cina yang sedang mengerjakan proyek rel kereta api yang menghubungkan Makkah dan Madinah. Rel kereta itu nantinya akan melalui Jeddah dan Khum. Peristiwa yang sempat menghebohkan itu terjadi tahun lalu.

Awalnya, kedatangan ribuan pekerja Cina itu sempat dipertanyakan warga Arab Saudi. Pasalnya dari 4.600 pekerja itu hanya 370 orang yang Muslim. Warga meminta agar pemerintah mempekerjakan buruh Cina yang beragama Islam. Namun Allah mempunyai rencana lain dengan kedatangan para pekerja itu.

Kedatangan ke Arab Saudi ternyata membuka peluang bagi mereka untuk melihat Islam langsung dari tanah tempat agama ini diturunkan. Seperti yang dikatakan seorang pekerja yang telah menjadi Mualaf. Pekerja yang telah mengganti namanya menjadi Hamza (42) ini mengaku tertarik pada Islam setelah melihat Ka’bah untuk kali pertama di televisi Saudi. ”Ini menggetarkan saya. Saya menyaksikan siaran langsung sholat dari Masjidil Haram dan umat Islam yang sedang berjalan memutari Ka’bah (tawaf),” katanya.

”Saya bertanya ke teman yang Muslim tentang semua hal ini. Dia kemudian mengantarkan saya ke Kantor Bimbingan Asing yang ada di perusahaan, di mana saya memiliki kesempatan untuk belajar tentang berbagai aspek mengenai Islam,” tuturnya. Kini Hamza merasa lebih bahagia dan lebih santai setelah menjadi seorang Muslim.

Pekerja lainnya, Ibrahim (51), mengalami peristiwa yang hampir serupa pada September tahun lalu. Dia yang bekerja di bagian pemeliharaan perusahaan negara, Kereta Api Cina, menjadi seorang Muslim usai melihat Ka’bah. ”Meskipun kami berada di Cina, kami tidak memiliki kesempatan untuk belajar tentang Islam. Ketika saya mencapai Mekah, saya sangat terkesan oleh perilaku banyak warganya. Perlakuan yang sama bagi orang Muslim dan non-Muslim memiliki dampak besar pada saya,” tambahnya.

Sementara, Abdullah Al-Baligh (51), terinspirasi untuk memeluk Islam setelah melihat perubahan positif dari rekan-rekannya yang lebih dulu menjadi mualaf. ”Enam bulan setelah saya tiba di Makkah, saya melihat bahwa rekan saya, yang sudah menjadi Muslim, telah benar-benar berubah. Tingkah lakunya patut dicontoh. Saya menyadari bahwa Islam adalah kekuatan penuntun di balik perubahan tersebut,” ujarnya.

”Ketika saya bertanya padanya, ia mengatakan bahwa ia sama sekali tak tahu tentang agama ini selama di Cina. Sekarang, ia memiliki pemahaman yang tepat tentang Islam dan ingin menjadi lebih teladan.”

Begitu pula dengan Younus. Pekerja asal Cina ini baru mempelajari Islam ketika berada di Makkah. ”Islam di Cina begitu kurang. Aku baru mengetahui Islam setelah datang ke Saudi,” ujarnya. (Budi Raharjo/Arab News/RoL)

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2010/08/7321/kabah-menggetarkan-hati-ratusan-pekerja-cina/#ixzz24o3sPQ2f

Monday, August 27, 2012

Bimbim Slank : Pertolongan Allah di Puncak Sakaw

Keringat bermanik-manik di wajahnya. Tubuhnya menggigil. Wajahnya yang tirus dan kuyu menyemburatkan rasa sakit yang sangat. Napasnya pun tersengal-sengal. Di puncak rasa sakit yang tak terperikan, anakmuda yang sakaw (ketigahan narkoba), teringat pada Allah. ''Ya, Allah, sembuhkan aku dari rasa sakit ini, bebaskan aku dari jerat narkoba,'' hatinya mengerung, memanjatkan doa. Sekonyong-konyong, ia merasa ada kesejukan, mengaliri jiwanya. Kesejukan itu bagaikan air yang merendam rasa sakit pada jasmaninya.

Bimbim, demikian anak muda yang sakaw itu, tak dapat melupakan pengalaman tersebut. Pengalaman itu, tak sekadar membekas di bilik hatinya, tetapi memicunya untuk mendekatkan diri pada-Nya sekaligus lebih menghayati agama Islam. Sepotong doa, baginya di puncak kritis, menjadi obat yang mengeluarkannya dari jerat narkoba.

Bimbim, siapa tak mengenal nama itu? Nama itu terpahat di benak para slanker, penggemar grup rock Slank. Bimbim bersama personel Slank, seperti jamaknya bagi sebagaian rocker pada kala itu, memang sempat menjadi budak narkoba. Narkoba bagaikan setan. Awalnya, mengiming-iming kebebasan berekspresi dan kekayaan kreativitas, sehingga mereka menggunakan narkoba untuk eksis di blantika musik Indonesia. ''Dulu dengan menggunakan narkoba memang bisa membantu,'' kisah Bimbim.

Tak mengherankan, narkoba menjadi gaya hidup, awak Slank. Tak hanya Bimbim, Kaka dan Irfan pun mengonsumsinya.Maka dengan mata celong, kelakukan tak terkontrol, mereka lebih mirip monster di panggung. Ironisnya, penggemarnya mengelu-elukannya. ''Yang ganjil malahan orang luar yang melihat kita. Kita sih ngerasa benar juga,'' kenang Bimbim.

Namun, narkoba itu laiknya setan. Setelah terjerumus kepada narkoba, Bimbim maupun Kaka belakangan merasa daya 'sihir' narkoba, berkurang. Sebaliknya, mereka merasa fisik dan jiwa kian layu, bahkan, mengutip istilah mereka, ''hampir mati.'' Merasakan dampak buruknya, awak Slank pun sepakat untuk keluar dari jebakan narkoba. Semula, mereka mencoba mengurangi dosis, dengan harapan kelak dapat berhenti.

Kenyataannya? Hingga lima tahun, mereka tak kunjung berhenti. ''Jadi kalau mau berhenti harus mendadak. Hari ini mau berhenti, ya hari itu juga nggak lagi mau bersentuhan dengan narkoba,'' jelas penabuh drum itu. Kaka, sang vokalis, berpendapat demikian. Ia melukiskan, obat dan dokter hanya pembantu, yang utama ialah niat untuk berhenti. Irfan, pemain bass, menambahkan dari semua itu kemauan memohon petunjuk Allah. ''Tanpa berdoa nggak mungkin kita bebas dari narkoba.'' Mereka yang tak percaya Allah mustahil keluar dari jerat narkoba.

Tanpa bantuan Allah dan dukungan keluarga, para awak Slank itu meyakini, mustahil dapat sembuh. ''Kita nggak lupa berdoa. Ya berdoa untuk karier kita dan supaya lepas dari narkoba. Alhamdulillah akhirnya dijawab oleh Allah dan kita diberi kesempatan sekali lagi,'' kisah Bimbim.

Di sisi lain, menurut Kaka, peran keluarga terutama Bunda (orangtua Bimbim) menyebabkan mereka sembuh. Bunda begitu sabar dan telaten merawat mereka. Menghadapi awak-awak Slank, Bunda memperlakukan mereka, tak ubahnya bayi. Berkat doa mereka sendiri maupun Bunda sekaligus ketawakkalan orangtua tersebut, mereka sembuh dari narkoba, pada 2000.


Kelimanya -- Bimbim, Kaka, Ridho, Abdi dan Ifan -- kini merasa lebih sehat jasmani maupun rohani dibandingkan dulu. Berhasil keluar dari kungkungan 'setan' tersebut, merupakan pengalaman ruhani yang terbesar, bagi awak Slank. ''Kalau dipikir-pikir mustahil kami dapat keluar, tanpa pertolongan Allah.''

Berkat pertolongan-Nya - yang jika Cuma menggunakan logika manusia mustahil mereka mendapatkan hidayah-Nya akibat keburukan perilaku - mereka menyadari betapa Allah maha pengasih. Mereka pun semakin berupaya mendekatkan diri kepada agama. Salah satu bentuknya berdoa sebelum konser. ''Ya bayangin aja, kita sering konser di banyak kota hanya dalam waktu tiga bulan. Kasarnya kalau bukan karena pertolongan Allah, kita pasti nggak akan kuat. Alhamdulillah konser berjalan lancar, '' ujar Bimbim.

Mengaku telah memulai ritual doa sebelum manggung sejak awal, Kaka mengisahkan, dengan semua awak Slank muslim, justru membuat kompak. ''Doanya bismillah dan baca fatihah,'' kisah Kaka. Slank pun lebih dewasa, bahkan, kini berupaya menanamkan kesadaran bagi penggemarnya di sela-sela pertunjukan.

Pengalaman berkesan lainnya bagi para rocker ini saat turut memeriahkan Konser Hijriyah yang diselenggarakan Republika pada dua tahun silam. ''Tanpa pikir panjang kami iyakan, ini berkah tersendiri,'' kenang Bimbim. Merupakan pengalaman musikal relijius pertama Slank, pada perhelatan keislaman itu, grup rock ini berkolaborasi dengan Hadad Alwi.

Apa yang dipetik dari pengalaman musikal relijius itu? mengandaikan konser itu merupakan bentuk lain ibadah Slank, Kaka mengakui ada nuansa berbeda karena sebelumnya tidak pernah menyanyikan lagu religius. Penjiwaan terhadap lagu inilah yang agak sulit dilakukan dalam tempo singkat. Bila untuk tembang pop rock biasanya hanya butuh waktu satu hari, tetapi menjiwai lagu religius baru bisa dua hari. Itupun setelah banyak bertanya kepada Hadad Alwi dan sejumlah orang yang memahami bahasa Arab.

Keseharian mereka pun kini kian islami terutama karena semua personelnya pemeluk Islam. Ini menciptakan suasana kondusif bagi Slank. Masing-masing menjadi bisa saling memberitahu dan memberi arah. Kadang salah satu dari kelimanya mengingatkan untuk shalat. Kendati kegiatan rutin keagamaan belum dilaksanakan, namun ada momen-momen tertentu yang mereka gunakan untuk berkumpul bersama. Semisal berbuka puasa, sahur dan takbiran bersama.

Bimbim pun kini lebih bening membandingkan masyarakat maju di negara sekuler. Di sana, menurutnya, sebagian penduduknya memang tak percaya Tuhan. Di Indonesia? Kendati hidup modern, masyarakatnya masih mengingat Allah. Bimbim pun berharap, mereka dapat mewujudkan impian di masa datang, yaitu menyelipnya nuansa reliji pada album-album barunya. Namun, Bimbim menegaskan, Islam tak harus identik dengan Arab, begitupun dengan musiknya. ''Bagi Slank, musik Islam dapat dibungkus dengan corak apapun, pop modern misalnya,'' ujarnya. (Yusuf Assidiq/Republika Online)
 

Friday, August 24, 2012

Novel Itu Mengantarkannya Menjadi Seorang Mualaf

Molly Carlson tak menduga sebuah buku fiksi yang dibacanya di masa kecil akan membuatnya mengenal Islam. Selanjutnya perkenalan itu secara tidak sadar membekas di hatinya.

Membuatnya diam-diam meyakini Islam sebagai agama yang paling benar. Bahwa semua doa, pelayanan, dan salib yang disilangkannya dengan jari di dadanya, hanyalah sebuah kegiatan yang selama ini tak menyentuh hatinya.

“Saya tidak ingat berapa umur saya ketika membaca buku itu, tapi saya ingat betul satu adegan di buku itu yang membuat saya mengenal Islam dan mempertanyakan identitas saya sebagai Katolik,” ujarnya. Itu adalah buku King of the Wind karangan Marguerite Henry. Buku itu menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang berasal dari Maroko dan kudanya.

Sementara adegan yang dikenang Molly adalah ketika anak tersebut dikisahkan berpuasa saat Ramadhan. “Entah mengapa setelah membaca kisah tersebut, hati saya tiba-tiba tergerak,” katanya. Sejak itu, dia mulai tertarik terhadap Islam. Rasa penasaran menuntunnya untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang Islam dan agamanya saat itu.

Lalu beberapa mimpi menuntunnya untuk mengenal Islam lebih dalam. “Pada umur 12 tahun saya mendapatkan mimpi misterius yang tidak benar-benar saya mengerti. Tidak menakutkan, namun mimpi itu seperti merefleksi hati saya ketika itu,” ujarnya. Di mimpi itu, Molly berdiri di sebuah ruangan kotak yang dindingnya terbuat dari kayu dan memiliki karpet berpola di lantainya. Ruangan tersebut diterangi oleh lentera.

Molly berdiri di tengah ruangan tersebut. Di sebelah kirinya terdapat sebuah pintu kayu berukir untuk masuk ke ruangan lainnya. Meskipun terpisah pintu, namun dalam mimpi tersebut Molly melihat banyak perempuan di dalam ruangan tersebut. Mereka semua menggunakan hijab. Sementara ruangan tempat dia berdiri saat itu adalah ruangan yang dipenuhi laki-laki.

Di dalam mimpi itu, Molly sadar bahwa apa yang dilakukannya salah. Bahwa seharusnya dia tidak berada di ruangan tersebut. Bahwa seharusnya dia bergabung dengan para perempuan di ruangan sebalahnya. Dalam mimpi itu pula dia menyadari keberadaan sebuah kekuatan besar yang dipahaminya sebagai sosok Tuhan. Namun Dia merasa kecewa kepada Molly karena berada di ruangan tersebut. Entah mengapa, mengetahui hal tersebut, Molly merasa sangat sedih. Mimpi tersebut membuat Molly kecil semakin bertanya-tanya.


***

Di lain waktu, mimpi lain menyerbunya. Saat itu, Molly telah cukup dewasa untuk membuat keputusan atas dirinya. Dalam mimpi tersebut, Molly melihat seorang perempuan berdiri di sebelahnya. Perempuan itu menggunakan hijab hitam yang menutup tubuhnya dari kepala hingga ujung kaki, seperti seorang ninja. Molly hanya bisa melihat mata perempuan itu.

Dia merasa takut melihat sosok tersebut, namun lalu memberanikan diri untuk mendekat kepada perempuan tersebut. Dia melihat mata perempuan tersebut lebih seksama. Dia terkejut mengetahuo bahwa perempuan yang berada di depannya itu adalah dirinya sendiri. “Saya bisa tahu dari mata itu. Itu mata saya. Kami seperti cermin. Sejenak saya berpikir bahwa mimpi tersebut adalah masa depan saya kelak,” ujarnya.

Kejadian demi kejadian tak lantas membuatnya sebagai muslim. Eksplorasinya tentang Islam yang lebih mendalam baru dilakukan setelah peristiwa 9/11. “Saat itu saya sedang menempuh semester pertama saya di kuliah. Saya berusia 18 tahun,” katanya. Ketika peristiwa itu terjadi, Molly memiliki sejumlah teman dekat yang beragama Islam. Namun selama ini, pertemanan mereka tidak banyak menyinggung soal agama. “Kami tidak membahas tentang agama setiap kali bertemu. Mereka tidak pernah mempertanyakan keyakinan saya dan tidak pernah memaksakan keyakinan mereka kepada saya,” katanya.

Sayangnya peristiwa tersebut telah menyebarkan kebencian terhadap muslim. Namun tidak demikian dengan Molly. Penilaiannya tentang teman-temannya itu tidak berubah. Mereka tetap menjadi sahabat baik bagi Molly. Tak ada kebencian yang ada adalah simpati. Bukan pada korban yang meninggal karena peristiwa tersebut, namun pada teman-temannya yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kejadian itu tetap dihakimi hanya karena mereka muslim.

“Saya tidak tega melihat teman saya diperlakukan tidak baik pasca kejadian tersebut. Saya sudah mengenal mereka sejak lama. Mereka orang yang sangat baik. Bukan teroris ataupun ekstremis,” ujarnya.

Suatu kali, Molly pernah meminjam hijab, abaya, dan niqab milik seorang temannya dan datang ke kampusnya dengan penampilan tersebut. Hal tersebut dilakukannya hanya untuk mencari tahu bagaimana rasanya menjadi mereka. “Kenyataannya saya benar-benar diperlakukan secara berbeda. Perlakukan yang keras bahkan membuat saya menangis,” ujarnya.

Perlakukan tersebut tak menyurutkan keputusannya untuk memeluk Islam di kemudian hati. Pada 2005, ketika usinya 22 tahun, di ruang tamu sebuah keluarga Muslim kenalannya, Molly membaca syahadat.

“Saya masih ingat betul perasaan saya saat itu. Saya merasakan tangan Tuhan merangkul saya dan mencabut dosa saya serta membuat saya menjadi orang yang baru,” katanya. Sejak saat itu, Molly tidak pernah melihat ke belakang. “Saya tidak pernah menyesali keputusan saya. Saya menemukan lebih banyak arti dan kesenangan dalam hidup saya setelah menjadi muslim,” ujarnya.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/12/08/17/m8veqw-novel-itu-mengantarkannya-menjadi-seorang-mualaf

Wednesday, August 15, 2012

Kehancuran Bangsa Sodom

Allah SWT telah menetapkan keputusannya bahwa barangsiapa yang ingin bahagia hidup di dunia dan di akhirat hendaklah menempuh jalan hidup yang telah dicontohkan oleh para Nabi-Nya. Sejauh mana kita taat kepada Allah maka sejauh itu pula kebahagiaan, kesuksesan dan kejayaan yang akan manusia peroleh. Adanya iman dan amal dalam kehidupan manusia maka akan menyebabkan kesuksesan hidup manusia. Tidak adanya iman dan amal dalam dalam kehidupan manusia maka akan menyebabkan kesusahan di dunia ini dan di akhirat nanti.

Allah mengutus para Nabi untuk memberi peringatan dan menyampaikan kabar gembira kepada umat manusia. Pada kesempatan ini marilah kita menyimak akan kezaliman umat yang telah malampaui batas dan telah Allah musnahkan dari atas bumi ini. Satu di antara umat itu adalah kaum Sodom.

Allah SWT telah mengutus Nabi Luth a.s untuk menyeru mereka agar beriman kepada Allah, memurnikan nama-Nya dan menjauhi kebiasaan buruk mereka yang melakukan hubungan sexual sesama jenis yaitu lelaki dengan lelaki dan meninggalkan perempuan. Perbuatan ini merupakan sesuatu penyelewengan fitrah yang amat buruk. Nabi Luth telah menyeru mereka untuk menghentikan perbuatan tersebut di samping menyampaikan seruan-seruan Allah, tetapi mereka mengabaikannya dan malah mereka mengingkari kenabiannya. Akhirnya, kaum Nabi Luth dimusnahkan dengan bencana yang sangat mengerikan dan dahsyat. Kejadian ini berlaku pada kira-kira tahun 1800 sebelum Masihi.

Allah SWT mengutus Nabi Luth a.s kepada satu kaum yang mendiami sepanjang timur laut (Dari Israel – Yordania), Laut Mati. Ibukota Sodom terletak di Utara Laut Mati.

Di dalam Al-quran menceritakan kisah Nabi Luth yang menasihati kepada kaumnya seperti mana dalam Surah Asy-Syuara ayat 160-168
Kaum Luth telah mendustakan para Rasul”, “Ketika saudara mereka Luth berkata kepada mereka,”Mengapa kamu tidak bertakwa?” “Sungguh, aku ini seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,” “Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepada ku””Dan aku tidak meminta upah kepadamu atas ajakan itu, upahku hanyalah dari Tuhan seluruh alam” “Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki (Homoseks) di antara manusia” “dan kamu tinggalkan (perempuan) yang diciptakan Tuhan untuk dijadikan sebagai isteri kamu? Kamu memang orang-orang yang melampaui batas’ ” Mereka menjawab, ” Wahai Luth! Jika engkau tidak berhenti, engkau termasuk orang-orang yang terusir” ” Dia (Luth) berkata, ” Aku sungguh benci kepada perbuatan mu”
Didalam Al Qur’an Surat Al A’raf Allah melanjutkan kisah ini.
Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah ) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?”. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan para pengikutnya) dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri .” (QS. Al A’raaf, : 80-82)

Kaum Sodom hidup dalam lumpur kemaksiatan. Mereka terjun dalam kebejatan akhlak yang belum pernah dilakukan umat sebelumnya. Makin lama makin jauh mereka dari nur hidayah. Perampokan dan pencurian hampir terjadi setiap hari. Mereka yang kuat akan menindas dan menyiksa yang lemah. Maksiat yang paling menonjol adalah hubungan sexual sesama jenis. Perbuatan homoseksual (liwat) di kalangan lelakinya dan lesbian di kalangan wanitanya.

Nabi Luth mengajak mereka beriman dan beribadah kepada Allah meninggalkan kebiasaan mungkar, menjauhkan diri dari perbuatan maksiat dan kejahatan yang diilhamkan oleh iblis dan syaitan. Ia memberi penerangan kepada mereka bahwa Allah telah mencipta mereka dan Allah tidak meridhai amal perbuatan mereka yang mendekati sifat dan tabiat kebinatangan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan bahwa Allah akan memberi ganjaran setimpal dengan amal kebajikan mereka. Yang berbuat baik dan beramal soleh akan diganjar dengan syurga di akhirat sedang yang melakukan perbuatan mungkar akan di balaskannya dengan memasukkannya ke dalam neraka Jahanam.

Nabi Luth berseru kepada mereka agar meninggalkan adat kebiasaan yaitu melakukan perbuatan homoseksual dan lesbian. Nabi Luth menyatakan perbuatan itu bertentangan dengan fitrah dan hati nurani manusia serta menyalahi hikmah yang terkandung didalam penciptaan manusia. Tapi ternyata Kaum Sodom telah buta mata hatinya. Kemaksiatan yang mereka lakukan telah mendarah daging di dalam kehidupan sehari hari. Mereka tidak mengindahkan seruan Nabi Luth dan mengusir Nabi Luth dari kampungnya. Terlebih lagi mereka melakukan makar dengan menawan tamu tamu Nabi Luth yang berwajah tampan untuk mereka gunakan sebagai pelampiasan nafsu bejat mereka. Kaum yang sesat itu itu mengetahui bahwa tamu tamu tampan yang datang ke rumah Nabi Luth a.s adalah malaikat-malaikat yang menyamar sebagai manusia yang diutus oleh Allah untuk menurunkan azab dan siksa atas rakyatnya kerana segala kemungkaran dan kemaksiat yang keji dan kotor. Rencana busuk kaum sodom berhasil terlaksana karena bantuan istri Nabi Luth yang seorang munafik.

Akhirnya Nabi Luth a.s dan kedua putrinya mengungsi dari kota Sodom karena kota itu akan ditimpa azab. Dan begitu langkah Nabi Luth berserta kedua puterinya melewati batas kota Sodom, sewaktu fajar menyingsing, bergetarlah bumi dengan dahsyatnya di bawah kaki rakyat Sodom, tidak terkecuali isteri Nabi Luth yang munafik itu. Getaran itu mendahului suatu gempa bumi yang kuat dan hebat disertai angin yang kencang dan hujan batu yang menghancurkan dengan serta-merta kota Sodom berserta semua penghuninya . Bertebaran mayat-mayat yang dilaknat oleh Allah S.W.T di kota Sodom, dan hancurlah kota tersebut. Namun, masih ditinggalkan kesan-kesan kehancuran kota tersebut oleh Allah S.W.T, sebagai peringatan umat manusia. Demikianlah kebesaran dan ayat Allah yang diturunkan untuk menjadi pengajaran dan ibrah bagi hamba-hamba-Nya yang mendatang.

http://kisahislami.com/kehancuran-bangsa-sodom/

Bagaimana Rasanya Dua Hari Bersama Malaikat Maut?

Nabi Idris atau bernama asli Akhnukh adalah keturunan keenam dari Nabi Adam. Dipanggil Idris karena kepandaiannya dalam berbagai disiplin ilmu dan kemahiran lainnya.

Karena kepandaiannya itu, Nabi Idris ramai menjadi perbincangan di kalangan makhluk Allah, termasuk malaikat pencabut nyawa, Izrail. Dengan izin Allah SWT, Malaikat Izrail diperbolehkan untuk mengunjungi Nabi Idris, namun dengan berpura-pura menjadi manusia biasa.

“Assalamualaikum,” kata malaikat sambil mengetuk pintu rumah Nabi Idris dengan membawakan oleh-oleh dari surga. Mendengar ketukan itu, Nabi Idris yang sehari-hari banyak menghabiskan waktunya menjahit kemeja sambil bertasbih, menjawab salam dan mempersilakan masuk tamu.

Setelah berkenalan dengan tamu, mereka berdua terlibat dalam diskusi hangat seputar Islam dan kepandaian Nabi Idris dalam berbagai disiplin ilmu. Hingga tidak terasa matahari mulai tenggelam di ufuk barat.

Karena malam hari, Nabi Idris mempersilakan tamu menginap di rumahnya. Keduanya bersama-sama asyik beribadah hingga datang waktu makan malam. Sebagai tuan rumah yang baik, Nabi Idris menyuguhkan menu makan malam dan mengajak sang tamu untuk menyantap makan malam bersama.

Namun si tamu menolak dan lebih memilih melanjutkan ibadah sendiri. Setelah selesai makan, Nabi Idris kembali beribadah dengan si tamu bersama-sama hingga larut malam. Rasa ngantuk menyergap Nabi Idris, dengan berat hati Nabi Idris menawarkan si tamu untuk istirahat dan melanjutkan ibadah pada esoknya. Tetapi, si tamu menolak ajakan, dan mempersilakan Nabi Idris untuk istirahat terlebih dahulu.

Kondisi yang sama juga terjadi pada malam berikutnya, hingga akhirnya Nabi Idris menanyakannya kepada si tamu. “Siapakah Anda sebenarnya?, kenapa Anda tidak mau makan dan tidur?”

“Saya adalah Malaikat Izrail,” jawab si tamu. Mendengar jawaban itu, Nabi Idris kaget bukan kepalang. “Anda mau mencabut nyawa saya?” tanya Nabi Idris.

Sejurus kemudian malaikat pencabut nyawa itu menggeleng. Tujuan dia bertamu hanya ingin mengetahui lebih dalam lagi keseharian makhluk Allah SWT yang selalu menjadi pembicaraan karena amal kebaikannya itu.

Dari situ Nabi Idris mulai memahami dan sadar tentang kebiasaan para malaikat yang selalu berdoa tanpa henti, dan kebiasaannya mendekati orang-orang beriman.

“Bagaimana rasanya saat nyawa dicabut?” tanya Nabi Idris kepada Malaikat Izrail. Tidak menunggu waktu lama, Malaikat Izrail mencabut nyawa Nabi Idris dan mengembalikannya kembali dengan izin Allah SWT.

Namun Nabi Idris tidak merasakan apa-apa ketika nyawanya dicabut. “Karena saya melakukannya dengan lemah lembut, begitulah yang saya lakukan kepada orang-orang beriman,” jawab Malaikat Izrail.
www.merdeka.com
http://kisahislami.com/bagaimana-rasanya-dua-hari-bersama-malaikat-maut/

Kerisauan Khalid bin Walid Sebelum Wafat

Saudaraku, siapa di antara kita yang tak mengenal Khalid bin Walid ra. Panglima besar kaum muslimin di masa Nabi saw dan dua khalifah sesudahnya; Abu Bakar dan Umar ra. Semua peperangan yang ia pimpin, dapat meraih kemenangan dengan izin Allah Swt. Segudang prestasi kepahlawanan mampu dia torehkan dalam hidupnya.

Di masa Umar ra, bahkan popularitas Khalid melebihi sang khalifah. Sehingga wajar jika seorang ibu yang sedang menimang-nimang anaknya ia berucap, “Jadilah kamu seperti Khalid.”

Umar ra melihat fenomena ini merupakan penyakit berbahaya yang harus segera diterapi. Tiada pengkultusan kepada seseorang sehebat apa pun dirinya. Sehingga di sebuah peperangan, Umar ra mencopot Khalid dari jabatan panglima perang dan menggantinya dengan Abu Ubaidah bin Jarrah. Hal ini dilakukannya untuk menyelamatkan umat agar tidak mengkultuskan Khalid. Tentu Umar tidak mengganti sosok Khalid dengan sahabat biasa. Tapi dia adalah sahabat yang luar biasa. Di mana Rasul saw pernah menggelarinya dengan “Aminu hadzihil ummah” kepercayaan umat ini.

Dan benarlah tak lama setelah itu Abu Ubaidah menjadi idola baru bagi umat. Semua peperangan yang dikendalikannya mengalami kemenangan besar.

Saudaraku,
Dalam bukunya “Tharaif wa mawaqif min at tarikh al Islami”, Hasan Zakaria Falaifil pernah menulis;
Khalid bin Walid ra wafat tahun 21 H, dalam usia kurang dari 55 tahun. Menjelang wafat ada hal yang merisaukan hatinya.

Apa yang merisaukannya saudaraku?
Ia terkenang dengan anak-anaknya yang berjumlah 40 orang yang tidak menemaninya kala itu. Seluruhnya menghadap Allah swt di masa hidupnya karena terjangkit penyakit kolera. Ia tidak melihat apapun di rumahnya, selain kudanya, budak laki-lakinya dan peralatan perangnya. Setelah mendengar kabar ini, Umar ra bertutur, “Sungguh ia benar-benar pejuang sejati yang menggetarkan musuh. Ia seorang panglima perang yang tangguh.”

Saudaraku..
Dalam hidup pasti kita pernah risau. Ada yang bernuansa positif dan tidak sedikit yang bermuatan negatif. Dan justru risau itu menandakan bahwa detak jatung kehidupan kita masih ada.

Apa yang dirasakan Khalid dari rasa sepi ditinggal pergi oleh orang-orang dekat; istri dan anak-anaknya merupakan bentuk risau yang positif. Terlebih detik-detik di ambang kematian, adalah satu keadaan yang sangat mendambakan kehadiran mereka. Juga terbayang di benak sahabat ini, setelah kepergiannya maka para kekasihnya tak dapat memandikan, menyalatkan jenazahnya dan memakamkannya.

Dan yang paling merisaukannya adalah bahwa cita-cita hidupnya meraih mati syahid di medan perang tak terwujud di alam realita.

Saudaraku..
Buah pelajaran yang dapat kita petik dari kisah ini adalah:
Risau yang memotivasi kita untuk selalu mengukir prestasi mulia di hadapan-Nya adalah warna risau yang terpuji. Kita risau dengan status belum terdaftar di KUA pada usia lebih dari 25 tahun, adalah risau yang positif. Karena hal itu akan memupuk semangat kita untuk menyempurnakan agama sesegera mungkin. Risau karena belum mampu menyelesaikan hafalan al Qur’an di usia 38 tahun. Itu juga merupakan warna risau yang mulia. Sebab ia dapat menjaga semangat agar tak luntur untuk menghafal kalamullah. Tapi jika kita risau lantaran gagal membangun menara bisnis, atau terjatuh dari puncak popularitas, atau cinta terhadap lawan jenis yang tak bersambut dan seterusnya yang menyebabkan kita meratap dan terpuruk dalam kesedihan yang berkepanjangan. Maka hal itu sudah barang tentu masuk dalam bab putus asa dari rahmat Allah Swt, yang merupakan bibit dari kekufuran.

Para sahabat, rata-rata memiliki banyak keturunan. Jika Khalid bin Walid ra memiliki 40 anak, maka Anas bin Malik lebih banyak dari itu. Disebutkan bahwa anak cucunya yang berkumpul saat khataman al Qur’an di rumahnya lebih dari 100 orang.

Anak adalah investasi bagi orang tua, baik di dunia maupun di akherat. Itu artinya semakin banyak kita memiliki keturunan, semakin banyak pula investasi kita. Terlebih Nabi saw pernah memberikan garansi, bahwa siapa yang memiliki tiga orang puteri. Ia berikan sandang, pangan dan mendidiknya dengan baik, maka ia akan terhalang dari sengatan api neraka, sebagaimana yang tersebut dalam riwayat Ibnu Majah. Maka sungguh ironi jika ada orang yang cukup dan bahkan bangga dapat membatasi anak keturunannya dengan dua anak saja.

Membiasakan diri untuk memberikan penghargaan, pujian, kesaksian yang baik terhadap orang yang shalih, menularkan keshalihan kepada orang lain, berjuang di jalan Allah dan berkiprah untuk melayani umat. Baik di masa hidupnya atau sepeninggalnya. Seperti perkataan Umar ra perihal Khalid bin Walid ra.

Memelihara kesehatan dan kebugaran tubuh agar tak terjangkit penyakit menular dan berbahaya semisal kolera dan seterusnya.

Bersilaturahim kepada orang-orang shalih, terutama generasi terbaik umat ini yakni para sahabat. Hal ini terwujud dengan menelusuri sirah mereka. Karena dengan membaca sirah mereka seolah-olah kita telah berkunjung dan bertatap muka dengan mereka.

Saudaraku..
Apa yang membuat kita risau hari ini? Wallahu a’lam bishawab.

Sumber: Status Ustadz Abu Ja’far
(http://www.facebook.com/profile.php?id=100000992948094)

Monday, August 13, 2012

Beginilah mereka menghancurkan kita, lalu bagaimana sikap kita…?!

Ibu Guru berkerudung rapi tampak bersemangat di depan kelas sedang mendidik murid-muridnya dalam pendidikan Syari'at Islam. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Ibu Guru berkata, "Saya punya permainan. Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus. Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah "Kapur!". Jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah "Penghapus!"."

Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Ibu Guru mengangkat silih berganti antara tangan kanan dan tangan kirinya, kian lama kian cepat.

Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, "Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah "Penghapus!", jika saya angkat penghapus, maka katakanlah "Kapur!"." Dan permainan diulang kembali.

Maka pada mulanya murid-murid itu keliru dan kikuk, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti.

Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya. "Anak-anak, begitulah ummat Islam. Awalnya kalian jelas dapat membedakan yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Namun kemudian, musuh musuh ummat Islam berupaya melalui berbagai cara, untuk menukarkan yang haq itu menjadi bathil, dan sebaliknya."

"Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kalian menerima hal tersebut, tetapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika."

"Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan dan lain lain. Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disedari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?" tanya Guru kepada murid-muridnya. "Paham Bu Guru"

"Baik permainan kedua," Ibu Guru melanjutkan. "Bu Guru ada Qur'an, Bu Guru akan meletakkannya di tengah karpet. Quran itu "dijaga" sekelilingnya oleh ummat yang dimisalkan karpet. Sekarang kalian berdiri di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur'an yang ada di tengah dan ditukar dengan buku lain, tanpa menginjak karpet?"

Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencoba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain, tetapi tak ada yang berhasil. Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur'an ditukarnya dengan buku filsafat materialisme. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet.

"Anak-anak, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam tidak akan menginjak-injak kalian dengan terang-terangan. Karena tentu kalian akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tetapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina pundasi yang kuat. Begitulah ummat Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau fondasinya dahulu. Lebih mudah hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu, lemari dikeluarkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan…"

"Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kalian. Mereka tidak akan menghantam terang-terangan, tetapi ia akan perlahan-lahan meletihkan kalian. Mulai dari perangai, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kalian itu Muslim, tetapi kalian telah meninggalkan Syari'at Islam sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka inginkan."

"Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Bu Guru?" tanya mereka. Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tetapi sekarang tidak lagi. Begitulah ummat Islam. Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tetapi kalau diserang serentak terang-terangan, baru mereka akan sadar, lalu mereka bangkit serentak. Selesailah pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdo'a dahulu sebelum pulang…"

Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.

***

Ini semua adalah fenomena Ghazwul-Fikri (perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh-musuh Islam. Allah berfirman dalam surat At Taubah yang artinya:
"Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal itu."(QS. At Taubah :32).

Musuh-musuh Islam berupaya dengan kata-kata yang membius ummat Islam untuk merusak aqidah ummat umumnya, khususnya generasi muda Muslim. Kata-kata membius itu disuntikkan sedikit demi sedikit melalui mas media, grafika dan elektronika, tulisan-tulisan dan talk show, hingga tak terasa.

Begitulah sikap musuh-musuh Islam. Lalu, bagaimana sikap kita…?

-Note From Brother Asep Juju-
(anna/muslimazone.com)
http://arrahmah.com/read/2012/07/15/21646-beginilah-mereka-menghancurkan-kita-lalu-bagaimana-sikap-kita.html

Friday, August 10, 2012

Kisah Seorang Perawan Tua

Fenomena bertambahnya jumlah wanita yang terlambat menikah (perawan tua) menjadi satu perkara yang menakutkan saat ini, mengancam kebanyakan pemudi-pemudi di masyarakat kita yang Islami, bahkan di seluruh dunia. Berikut ini marilah kita mendengarkan salah satu jeritan mereka :

Majalah Al-Usrah edisi 80 Dzulqa’dah 1420 H menuliskan jeritan seorang perawan tua dari Madinah Munawaroh, ”Semula saya sangat bimbang sebelum menulis untuk kalian karena ketakutan terhadap kaum wanita karena saya tahu bahwasanya mereka akan mengatakan bahwa aku ini sudah gila, atau kesurupan. Akan tetapi, realita yang aku alami dan dialami pula oleh sejumlah besar perawan-perawan tua, yang tidak seorang pun mengetahuinya, membuatku memberanikan diri. Saya akan menuliskan kisahku ini dengan ringkas.

Ketika umurku mulai mendekati 20 tahun, saya seperti gadis lainnya memimpikan seorang pemuda yang multazim dan berakhlak mulia. Dahulu saya membangun pemikiran serta harapan-harapan; bagaimana kami hidup nanti dan bagaimana kami mendidik anak-anak kami… dan.. dan…

Saya adalah salah seorang yang sangat memerangi ta’adud (poligami). Hanya semata mendengar orang berkata kepadaku, “Fulan menikah lagi yang kedua”, tanpa sadar saya mendoakan agar ia celaka. Saya berkata, “Kalau saya adalah istrinya -yang pertama- pastilah saya akan mencampakkannya, sebagaimana ia telah mencampakkanku’. Saya sering berdiskusi dengan saudaraku dan terkadang dengan pamanku mengenai masalah ta’addud. Mereka berusaha agar saya mau menerima ta’addud, sementara saya tetap keras kepala tidak mau menerima syari’at ta’addud. Saya katakan kepada mereka, ‘Mustahil wanita lain akan bersama denganku mendampingi suamiku”. Terkadang saya menjadi penyebab munculnya problema-problema antara suami-istri karena ia ingin memadu istri pertamanya; saya menghasutnya sehingga ia melawan kepada suaminya.

Begitulah, hari terus berlalu sedangkan aku masih menanti pemuda impianku. Saya menanti… akan tetapi ia belum juga datang dan saya masih terus menanti. Hampir 30 tahun umurku dalam penantian. Telah lewat 30 tahun… oh Illahi, apa yang harus kuperbuat? Apakah saya harus keluar untuk mencari pengantin laki-laki? Saya tidak sanggup, orang-orang akan berkata wanita ini tidak punya malu. Jadi, apa yang akan saya kerjakan? Tidak ada yang bisa saya perbuat, selain dari menunggu.

Pada suatu hari ketika saya sedang duduk-duduk, saya mendengar salah seorang dari wanita berkata, ‘Fulanah jadi perawan tua”. Aku berkata kepada diriku sendiri, “Kasihan Fulanah jadi perawan tua”, akan tetapi… fulanah yang dimaksud itu ternyata aku. Ya Illahi! Sesungguhnya itu adalah namaku… saya telah menjadi perawan tua. Bagaimanapun saya melukiskannya kepada kalian, kalian tidak akan bisa merasakannya. Saya dihadapkan pada sebuah kenyataan sebagai perawan tua. Saya mulai mengulang kembali perhitungan-perhitunganku, apa yang saya kerjakan?

Waktu terus berlalu, hari silih berganti, dan saya ingin menjerit. Saya ingin seorang suami, seorang laki-laki tempat saya bernaung di bawah naungannya, membantuku menyelesaikan problema-problemaku… Saudaraku yang laki-laki memang tidak melalaikanku sedikit pun, tetapi dia bukan seperti seorang suami. Saya ingin hidup; ingin melahirkan, dan menikmati kehidupan. Akan tetapi, saya tidak sanggup mengucapkan perkataan ini kepada kaum laki-laki. Mereka akan mengatakan, “Wanita ini tidak malu”. Tidak ada yang bisa saya lakukan selain daripada diam. Saya tertawa… akan tetapi bukan dari hatiku. Apakah kalian ingin saya tertawa, sedangkan tanganku menggenggam bara api? Saya tidak sanggup…

Suatu hari, saudaraku yang paling besar mendatangiku dan berkata, “Hari ini telah datang calon pengantin untukmu, tapi saya menolaknya…” Tanpa terasa saya berkata, “Kenapa kamu lakukan? Itu tidak boleh!” Ia berkata kepadaku, “Dikarenakan ia menginginkanmu sebagai istri kedua, dan saya tahu kalau kamu sangat memerangi ta’addud (poligami)”. Hampir saja saya berteriak di hadapannya, “Kenapa kamu tidak menyetujuinya?” Saya rela menjadi istri kedua, atau ketiga, atau keempat… Kedua tanganku di dalam api. Saya setuju, ya saya yang dulu memerangi ta’addud, sekarang menerimanya. Saudaraku berkata, “Sudah terlambat”

Sekarang saya mengetahui hikmah dalam ta’addud. Satu hikmah ini telah membuatku menerima, bagaimana dengan hikmah-hikmah yang lain? Ya Allah, ampunilah dosaku. Sesungguhnya saya dahulu tidak mengetahui. Kata-kata ini saya tujukan untuk kaum laki-laki, “Berta’addud-lah, nikahilah satu, dua, tiga, atau empat dengan syarat mampu dan adil. Saya ingatkan kalian dengan firman-Nya, “… Maka nikahilah olehmu apa yang baik bagimu dari wanita, dua, atau tiga, atau empat, maka jika kalian takut tidak mampu berlaku adil, maka satu…” Selamatkanlah kami. Kami adalah manusia seperti kalian, merasakan juga kepedihan. Tutupilah kami, kasihanilah kami.”

Dan kata-kata berikut saya tujukan kepada saudariku muslimah yang telah bersuami, “Syukurilah nikmat ini karena kamu tidak merasakan panasnya api menjadi perawan tua. Saya harap kamu tidak marah apabila suamimu ingin menikah lagi dengan wanita lain. Janganlah kamu mencegahnya, akan tetapi doronglah ia. Saya tahu bahwa ini sangat berat atasmu. Akan tetapi, harapkanlah pahala di sisi Allah. Lihatlah keadaan suadarimu yang menjadi perawan tua, wanita yang dicerai, dan janda yang ditinggal mati; siapa yang akan mengayomi mereka? Anggaplah ia saudarimu, kamu pasti akan mendapatkan pahala yang sangat besar dengan kesabaranmu.”

Engkau mungkin mengatakan kepadaku, “Akan datang seorang bujangan yang akan menikahinya”. Saya katakan kepadamu, “Lihatlah sensus penduduk. Sesungguhnya jumlah wanita lebih banyak daripada laki-laki. Jika setiap laki-laki menikah dengan satu wanita, niscaya banyak dari wanita-wanita kita yang menjadi perawan tua. Jangan hanya memikirkan diri sendiri saja. Akan tetapi, pikirkan juga saudarimu. Anggaplah dirimu berada dalam posisinya.”

Engkau mungkin juga mengatakan, “Semua itu tidak penting bagiku, yang penting suamiku tidak menikah lagi.” Saya katakan kepadamu, “Tangan yang berada di air tidak seperti tangan yang berada di bara api. Ini mungkin terjadi. Jika suamimu menikah lagi dengan wanita lain, ketahuilah bahwasanya dunia ini adalah fana, akhiratlah yang kekal. Janganlah kamu egois, dan janganlah kamu halangi saudarimu dari nikmat ini. Tidak akan sempurna keimanan seseorang sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.”

Demi Allah, kalau kamu merasakan api menjadi perawan tua, kemudian kamu menikah, kamu pasti akan berkata kepada suamimu “Menikahlah dengan saudariku dan jagalah ia. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepadamu kemuliaan, kesucian, dan suami yang shalih.”

http://muslimahzone.com
http://kisahislami.com/kisah-seorang-perawan-tua/

Thursday, August 9, 2012

Mursi Memang Beda

Tulisan ini bukan maksud ingin memuji-muji Presiden Mesir terpilih yang baru Muhammad Mursi. Tapi sekadar ingin sedikitnya mengambil teladan dari Muhammad Mursi.

Mursi memang beda.

Hari-hari pertamanya setelah diumumkan kemenangannya secara resmi sebagai Presiden, Beliau tidak melupakan tetangga-tetangganya dan membuka lebar pintu rumahnya untuk bersapa ramah tamah bertahniah mengucapkan selamat. Bahkan setelah diketahui kemenangannya melalui penghitungan cepat timsesnya Beliau langsung turun ke maidan Tahrir.

Mursi memang beda.

Di mata rakyat kini, bagi seorang Presiden, istana kepresidenan menjadi sebuah istana yang keramat dan sakral serta istimewa untuk seorang Presiden. Istana yang pintu-pintunya seakan tertutup untuk rakyat. Yang jendela-jendelanya tak mampu ditembus oleh rintihan payahnya hidup rakyat. Bahkan ketika satu saja pintunya terbuka, rakyat pun masih tetap diberikan syarat dan ketentuan berlaku dan terbuka hanya di open house tahunan.

Mursi memang beda.

Bukan tidak disediakan istana kepresidenan untuknya. Tapi Beliau lebih senang memilih untuk tidak tinggal di istana kepresidenan dan tetap tinggal di rumah kontrakannya semasa menjabat sebagai ketua partai hurriyah wal ‘adalah, yang pintunya tidak jauh dari tetangganya dan rakyatnya. Beliau senang rakyatnya dengan mudah mengetuk pintunya meski hanya sekadar ingin curhat tentang anak dan istri mereka. Dan sampai saat ini belum ada kabar apakah Beliau tetap akan tinggal di rumah kontrakannya atau akan tinggal di istana kepresidenan.

Mursi memang beda.

Bukan ingin menyusahkan pengawalnya untuk selalu terjaga sepanjang jalan menuju masjid di setiap waktu shalatnya. Tapi hanya sekadar ingin taat menjalani ibadah sebagai hamba Allah swt.
Setelah resmi menjadi seorang Presiden pun, Beliau tetap ngotot ingin melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Bahkan dalam sebuah surat kabar Mesir dikabarkan Beliau selalu didapati sebagai imam ketika shalat di masjid. Bukan karena Beliau Presiden lalu orang segan lantas Beliau diminta menjadi imam. Tapi bahkan memang Beliau telah hafal al-Qur’an. Mungkin ini salah satunya sebab Beliau masih tetap tinggal di rumah kontrakannya; ingin tetap bertatap muka dengan rakyatnya dan bersama-sama taat sebagai seorang hamba. Akhirnya, penjagaan dari pengawalnya pun Beliau minta untuk tidak terlalu ketat.

Mursi memang beda.

Bukan karena tidak senang ada pengawal pribadi sebagai seorang Presiden. Tapi karena keyakinan yang kuat bahwa Allah swt lah sebaik-baiknya penjaga. Pengawal kepresidenan yang menurutnya berlebih dan mengganggu kebebasan rakyatnya pun diminta untuk dikurangi personelnya. Seperti pada saat Beliau hendak melangsungkan shalat Jum’at di masjid al-Azhar. Dengan paswalpres yang tidak terlalu banyak personelnya hampir dan bahkan tidak mengganggu lalu lintas yang menyebabkan kemacetan hanya sebab iring-iringan Presiden pada umumnya. Lintasan jalan pada lokasi kunjungan yang sangat dekat dan satu arah dengan pasar tidak di tutup sama sekali. Bus dan angkutan umum masih tetap berlalu lalang di sekitar lokasi kunjungan Presiden. Bahkan pasar yang sangat dekat dan satu arah dengan lintasan lokasi kunjungan masih tetap aktif. Persis sama sekali seperti tidak ada kunjungan Presiden yang biasanya jalanan mendadak sepi karena ditutup. Kejadian seperti itu pun di ulangi ketika Mohammad Mursi hendak mengikrarkan sumpah di Mahkamah Konstitusi Agung.

Mursi memang beda.

Keyakinannya bahwa Allah swt lah sebaik-baik penjaganya, dibuktikan lagi dengan aksinya di panggung maidan Tahrir saat menyampaikan pidato dan sumpah Presiden di hadapan rakyatnya secara langsung. Sumpah dan teriakan lantang untuk rakyatnya bahwa ia tidak takut kecuali kepada Allah swt membuat seluruh rakyat tak mampu lagi membendung air mata mereka. Maidan Tahrir pun bukan hanya dipenuhi ratusan juta rakyatnya tapi juga dibanjiri dengan air mata haru dan bangga dari rakyatnya.

Mursi memang beda.

Bukan hanya sesosok Beliau saja yang bisa diteladani. Anggota keluarganya pun ia berikan teladan yang sangat baik.

Ibunda Najlaa, istri Mohammad Mursi yang begitu anggun dan bersahaja dengan jilbab lebarnya yang teramat sederhana, enggan untuk diberikan gelar Ibu Negara. Ia lebih suka dipanggil Ummu Ahmad. Panggilan yang disandarkan kepada putra pertamanya Ahmad Mohammad Mursi. Ia berpendapat bahwa tidak ada yang namanya ibu negara yang ada adalah pelayan negara.

Ahmad Muhammad Mursi, putra pertama Muhammad Mursi. Baginya, kemenangan orang tuanya sebagai Presiden adalah hal yang wajar dan merupakan karunia Allah swt yang diberikan kepada orang tuanya. Dan itu tidak akan mengubah pola kehidupan atau profesinya yang kini sebagai seorang dokter. Ia akan tetap menjalani hidupnya dan berusaha belajar hidup lebih baik dan mandiri tanpa terpengaruh oleh jabatan ayahnya. Dan bahkan salah satu putra Mohammad Mursi yang lain melayangkan surat kepadanya untuk menyampaikan bahwa dirinya akan menaati ayahnya sebagai seorang Presiden jika ayahnya menaati Allah swt dan memperhatikan hak-hak rakyatnya dan akan menentang ayahnya sebagai seorang Presiden jika menentang Allah swt dan tidak memenuhi hak-hak rakyatnya.

Semoga kita bisa mengambil teladan dari Presiden Muhammad Mursi;
Bahwa ketaqwaan kepada Allah adalah segalanya dalam hidup.
Bahwa tidak ada yang harus ditakuti kecuali Allah semata.
Bahwa kesederhanaan keharusan bagi seorang pemimpin.
Bahwa bukan aib bila seorang pemimpin hidup sehari-hari berbaur dengan rakyat atau bawahannya.
Bahwa semestinya tidak ada sekat antara pemimpin dan rakyatnya.
Dan banyak dari teladan yang bisa diambil dari sepak terjang Muhammad Mursi.
Allah a’lam.

Oleh: abu bakr

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/07/21416/mursi-memang-beda/#ixzz232E8ELsO

Jadilah yang Terkuat di Dunia…!

Umumnya saat kita ditanya tentang apakah hewan terkuat di dunia, maka jawaban yang sering kita berikan adalah Gajah. Ini sangat wajar karena kebanyakan kita lebih fokus pada tubuh yang besar dan otot yang kuat. Tapi tahukah Anda bahwa Gajah Afrika hanya mampu mengangkat beban dengan proporsi 25% dari total berat badannya…? Coba kita bandingkan dengan kemampuan seekor hewan kecil bernama Kumbang Badak (The rhinoceros beetle). Kumbang ini mampu membawa beban seberat 850 kali dari total berat badannya…! Subhanallah…!

Dengan kata lain, kemampuan makhluk kecil ini adalah 3.400 kali dari kemampuan Gajah yang kita anggap perkasa itu. Wah…ternyata indikator kuat itu tidak sesempit yang kita kira kan…!?

Kenyataan di atas secara eksplisit memberikan kita gambaran bahwa ternyata indikator kuat-tidaknya makhluk tidak hanya terletak pada besar kecilnya otot saja.

Dalam dinul Islam, salah satu indikator kuat-tidaknya seseorang diterjemahkan dalam kemampuan seseorang menahan amarah.

Rasulullah Saw bersabda: Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat yang lain disebutkan:
Dari Ibnu Mas’ud RA Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang dikatakan paling kuat di antara kalian? Sahabat menjawab: yaitu di antara kami yang paling kuat gulatnya. Beliau bersabda: “Bukan begitu, tetapi dia adalah yang paling kuat mengendalikan nafsunya ketika marah.” (HR. Muslim)

Sahabatku, sebagaimana sedih, gembira, takut, khawatir, dan lupa maka marah juga sifat yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah dari Allah SWT. Maka tidak salah bila seorang hamba memiliki sifat ini. Penting untuk kita ingat bahwa kita tidak diperintahkan untuk menghapus sifat yang sudah menjadi sunnatullah pada diri manusia ini, melainkan kita diperintahkan untuk bisa mengendalikannya sehingga saat sesuatu yang menyebabkan marah itu datang kita tetap tidak menuruti keinginan untuk melampiaskan amarah itu. Maka benar sekali ketika Rasulullah SAW mengajarkan kita dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh “Dari Abu Hurairah RA, bahwa seseorang berkata kepada Nabi Saw: berwasiatlah kepadaku. Beliau bersabda:Jangan menjadi seorang pemarah”. Kemudian diulang-ulang beberapa kali. Dan beliau bersabda: “Janganlah menjadi orang pemarah” (HR. Bukhari).

Jauh sebelum menyampaikan hadits ini kepada kita, Rasulullah SAW sudah mengamalkan hal ini pada diri beliau sendiri. Tentu kita tahu bagaimana beliau bersikap ketika diludahi, dilempar dengan kotoran unta atau setiap hari dihina oleh seorang wanita buta, apa yang baginda rasul lakukan…? Bukannya marah malah memaafkan dan menyuapi wanita buta itu dengan makanan hingga akhir hayat beliau, dan akhirnya si wanita buta itu beriman kepada Allah. Subhanallah… bukankah ini adalah akhlak yang mulia…?!

Pernah seorang pasien bertanya kepada saya; “Pak dokter, bukankah orang yang sakit hati atau kecewa lalu ia sangat ingin marah tapi dia menahan amarahnya dan dipendamnya dalam hati, justru akan berbahaya? Bila terus menerus terjadi dan marah itu tidak dia lampiaskan tapi dipendam saja dalam hati, dia akan stress dan terganggu malahan bisa jiwanya…??“

Saya menjawab; “Iya bapak benar sekali, dalam ilmu psikologi itu memang sangat mungkin terjadi tapi Allah SWT sudah menjelaskan dan memberi solusi pencegahan supaya stress itu tidak terjadi pada hambaNya. Mari sejenak kita lihat Firman Allah dalam Al Qur’an, surat Ali Imran: 133-134
'Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (QS. Ali Imran: 133-134)'"

Sahabatku, Secara psikis, seseorang yang hanya menahan amarah saja tentu lama kelamaan bisa menimbulkan stress, apalagi kalau kekesalan, kekecewaan dan sakit hati itu terjadi berulang kali dan diingat terus menerus. Dalam ayat di atas Allah SWT sudah menjelaskan bahwa “menahan amarah harus selalu diikuti dengan memaafkan kesalahan orang“. Bila sudah bisa menahan amarah dan mampu dengan ikhlas memaafkan kesalahan orang yang menyakiti hati kita itu maka dengan sendirinya jiwa kita akan melupakan kesalahannya, lega dan terasa tenteram. Tidak ada stress dan sakit hati lagi setelah itu karena kita sudah memaafkannya. Mari kita jadikan ini sebagai satu paket akhlak yang harus kita miliki, yaitu menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain.

Masih mempelajari ayat di atas, ternyata tidak tanggung-tanggung Allah SWT menyebutkan menahan amarah itu sebagai salah satu ciri-ciri orang yang bertaqwa. Artinya, orang yang kuat ialah orang yang mampu menahan amarahnya, orang yang mampu menahan amarah ialah orang yang bertaqwa maka dalam penilaian Allah SWT orang yang bertaqwa itu adalah orang yang sesungguhnya paling kuat.

Memang dalam prakteknya, menahan amarah itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi menahan amarah pada saat kita punya peluang untuk menyalurkannya. Padahal tantangannya justru terletak di situ. Kalau tiba-tiba kita dibuat marah oleh seseorang lalu kita tidak marah tapi ternyata seseorang itu adalah professor kita…, maka itu tidak mencerminkan kemampuan menahan amarah melainkan peluang untuk marah memang sempit sekali. Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Anas Al Juba’i, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang mampu menahan marahnya padahal dia mampu menyalurkannya, maka Allah menyeru pada hari kiamat dari atas khalayak makhluk sampai disuruh memilih bidadari mana yang mereka mau.” (HR. Ahmad dengan sanad Hasan)

Sahabatku…. ada pertanyaan menarik yang perlu kita jawab bersama:
  1. Sudahkah kita bisa menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang dalam keseharian kita selama ini..?
  2. Inginkah kita menjadi orang yang terkuat di mata Allah dan rasul-Nya…?
  3. Maukah kita digolongkan menjadi hamba-hamba Allah yang bertaqwa…?
  4. Sukakah kita disuruh memilih bidadari yang kita mau saat di surga nanti…?
Mari kita jawab dalam hati masing-masing dengan tekad dan kerinduan akan Ridha Allah yang Maha Rahman dan Rahim…
Wallahu’alam.

Oleh: dr. Ichsan, MSc.
(Abirifqi)


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/08/22302/jadilah-yang-terkuat-di-dunia/#ixzz230xAGJRd

Bencilah dengan Perbuatannya, Bukan dengan Orangnya

Mari kita belajar dari 3 orang sahabat Rasulullah: Abu Darda, Ibnu Mas'ud, dan Abu Dujanah al-Anshari radhiyallahu anhum. Mereka termasuk sahabat-sahabat Rasulullah yang senior.

Suatu hari, Abu Darda berjalan bersama para sahabatnya. Di tengah jalan, ia melihat seorang pendosa. Para sahabatnya yang lain mencaci orang itu. Lalu Abu Darda berkata, "Bagaimana menurut kalian jika kalian menemukan dosa itu pada hati kalian, apakah kalian akan mengeluarkannya?"

Mereka menjawab, "Tentu saja."

Abu Darda berkata, "Makanya, janganlah kalian mencaci saudara kalian. Sebaiknya pujilah Allah karena Dia-lah yang telah menyelamatkan kalian dari dosa."

Mereka bertanya, "Apakah engkau tidak membenci orang itu?"

Abu Darda menjawab, "Innama ubghidhu amalahu, fa idza tarokahu fa huwa akhi - sesungguhnya yang aku benci adalah perbuatannya. Jika ia sudah meninggalkan perbuatannya, maka ia tetap saudaraku."

Lain lagi dengan Ibnu Mas'ud. Ia pernah berkata, "Jika kalian melihat seseorang melakukan perbuatan dosa, maka janganlah kalian ikut-ikutan menjadi backing syetan terhadap orang itu, dengan mengatakan, ‘Ya Allah, balaslah perbuatannya. Ya Allah, laknatlah ia.' Namun, mohonlah kepada Allah agar kalian mendapatkan afiat (keselamatan dari dosa). Sesungguhnya kita ini, para sahabat Nabi, tidak akan mengatakan sesuatu terhadap seseorang sampai kita tahu tanda kematiannya. Jika akhir hidup orang itu ditutup dengan kebaikan, maka tahulah kita bahwa ia sudah mendapat kebaikan. Jika hidup orang itu berakhir dengan keburukan, maka kita menjadi takut mendapat yang seperti itu."

Begitulah sikap mulia Abu Darda dan Ibnu Mas'ud dalam menyikapi pelaku dosa. Padahal kalau dilihat dari persfektif kesucian pribadi mereka, tentu saja keduanya lebih pantas untuk mencaci para pelaku dosa. Sebagaimana kita ketahui, Abu Darda adalah sahabat Rasulullah yang terkenal dengan figur yang rajin ibadah. Begitu pula dengan Ibnu Mas'ud, yang punya suara indah, yang membuat Rasulullah menangis ketika mendengar Ibnu Mas'ud membaca al-Quran di hadapannya. Bukan hanya itu, meskipun Ibnu Mas'ud punya betis yang kecil, namun jika nanti ditimbang pada hari Kiamat, maka berat betisnya yang kecil itu akan melebihi beratnya Bukit Uhud. Ini menjadi tanda bahwa pemilik betis itu adalah orang mulia.

Lain lagi dengan orang yang bernama Abu Dujanah. Suatu hari ia sakit. Para sahabat yang lain datang menjenguknya. Yang mengherankan, meskipun wajahnya pucat akibat sakit yang dideritanya, wajah Abu Dujanah tetap memancarkan cahaya.

Para sahabat bertanya, "Ma li wajhika yatahallalu? – Apa yang membuat wajahmu senantiasa bercahaya?"

Abu Dujanah menjawab, "Ada dua amal yang selalu aku pegang teguh dalam hidup ini. Pertama, aku tidak pernah berbicara dengan sesuatu yang kurang bermanfaat. Kedua, hatiku selalu menilai sesama Muslim dengan hati yang tulus."

Abu Darda, Ibnu Mas'ud, dan Abu Dujanah menjalani hidup sesuai hati mereka, bukan sesuka hati mereka. Tentu saja, ada beda antara hidup SESUAI hati dengan hidup SESUKA hati.
Setiap hati akan bercerai-berai, kecuali hati yang saling mencinta atas dasar kecintaan kepada Allah, dan surga adalah tempat yang paling pantas untuk bersatunya hati seperti ini…


http://bangaziem.wordpress.com/2012/05/14/bencilah-dengan-perbuatannya-bukan-dengan-orangnya/

Mengenal Ciri-ciri dan Pribadi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam



Kelahiran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

1. Allah Ta’ala berfirman:
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan mereka Al Kitab dan Al Hikmah dan sebelum itu, mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali Imran:164)
2. Allah Ta’ala berfirman:
“Katakanlah: “Sesungguhnya saya ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Esa.” (QS. Al Kahfi:11)

3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang puasa pada hari Senin. Beliau menjawab: “Pada hari itulah aku dilahirkan, lalu diangkat menjadi Rasul dan diturunkan Al-Qur’an kepadaku.” (HR. Muslim)

4. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dilahirkan pada hari Senin bulan Rabi’ul Awal di Makkah Al Mukarramah tahun Al Fiil (571 M), berasal dari kedua orang tua yang sudah ma’ruf. Bapaknya bernama Abdullah bin Abdul Muthallib dan ibunya bernama Aminah binti Wahb. Kakek beliau memberinya nama Muhammad. Bapak beliau meninggal dunia sebelum kelahirannya.

5. Sesungguhnya termasuk kewajiban seorang muslim adalah hendaknya dia mengetahui kedudukan Rasul yang mulia ini, berhukum dengan Al Qur’an yang diturunkan kepadanya, berakhlak dengan akhlaknya serta mengutamakan dakwah kepada Tauhid yang mana risalahnya dimulai dengannya sesuai firman Allah Ta’ala:
“Katakan: Sesungguhnya saya hanya menyembah Rabbku dan saya tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya.” (QS. Al-Jin:20)

Nama dan Garis keturunan (Nasab) Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

1. Allah Ta’ala berfirman:
“Muhammad adalah Rasulullah.” (QS. Al Fath:29)
2. Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Saya memiliki lima nama: Saya Muhammad, saya Ahmad, saya Al-Mahi yang Allah menghapus kekufuran denganku, saya Al-Hasyir yang manusia dikumpulkan di atas kedua kakiku, dan saya Al-’Aqib yang tidak ada Nabipun setelahnya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Dan Allah menamakannya dengan “Raufur Rahim”
3. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengenalkan dirinya kepada kita dengan beberapa nama: “Saya Muhammad, saya Ahmad, saya Al Muqaffy (Nabi terakhir) dan Al Hasyir, saya Nabi At Taubah, Nabi Ar Rahman.” (HR. Muslim )
4. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Tidaklah kamu heran bagaimana Allah memalingkan dari saya cacian orang-orang Quraisy dan laknat mereka? Mereka mencaci dan melaknat saya (dengan sesuatu) yang sangat tercela, dan saya adalah Muhammad.” (HR. Bukhari )
5. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
“Sesungguhnya Allah telah memilih dari keturunan Ismail Kinayah, dan dari Kinayah Allah memilih Quraisy, dari Quraisy Allah memilih bani Hasyim, dan dari bani Hasyim Allah memilih saya.” (HR. Muslim )
6. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya:
“Namailah diri kalian dengan nama-nama saya, tapi janganlah kalian berkuniah (mengambil gelar) dengan kuniah saya. Karena sesungguhnya saya adalah Qasim sebagai pembagi diantara kalian.” (HR. Muslim )

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Seolah-olah kamu melihatnya

1. Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling tampan wajahnya, paling bagus bentuk penciptaannya, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek. (Muttafaq ‘Alaih)

2. Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkulit putih dan berwajah elok. (HR. Muslim)

3. Bahwasanya badan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek, dadanya bidang, jenggotnya lebat, rambutnya sampai ke daun telinga, saya (Shahabat-pent) pernah melihatnya berpakaian merah, dan saya tidak pernah melihat yang lebih indah dari padanya. (HR. Bukhari)

4. Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepalanya besar, demikian juga kedua tangan dan kedua kakinya, serta tampan wajahnya. Saya (Shahabat-pent) belum pernah melihat orang yang seperti dia, baik sebelum maupun sesudahnya. (HR. Bukhari)

5. Bahwasanya wajah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bundar bagaikan Matahari dan Bulan. (HR. Muslim)

6. Bahwasanya apabila Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam gembira, wajahnya menjadi bercahaya seolah-olah seperti belaian Bulan, dan kami semua mengetahui yang demikian itu. (Muttafaq ‘Alaih)

7. Bahwasanya tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tertawa kecuali dengan senyum, dan apabila kamu memandangnya maka kamu akan menyangka bahwa beliau memakai celak pada kedua matanya, padahal beliau tidak memakai celak. (Hadits Hasan, Riwayat At Tirmidzi)

8. Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata: “Tidak pernah saya melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tertawa terbahak-bahak sehingga kelihatan batas kerongkongannya. Akan tetapi tertawa beliau adalah dengan tersenyum.” (HR. Bukhari)

9. Dari Jabir bin Samrah Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Saya pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada bulan purnama. Saya memandang beliau sambil memandang bulan. Beliau mengenakan pakaian merah. Maka menurut saya beliau lebih indah daripada bulan.” (Dikeluarkan At Tirmidzi, dia berkata Hadits Hasan Gharib. Dan dishahihkan oleh Al Hakim serta disetujui oleh Adz-Dzahabi)

10. Dan betapa indahnya ucapan seorang penyair yang mensifati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan sya’irnya:
“Si Putih diminta memohon hujan dari awan dengan wajahnya.
Si Pemberi makan anak-anak yatim dan pelindung para janda.”
Sya’ir ini berasal dari kalamnya Abu Thalib yang disenandungkan oleh Ibnu Umar dan yang lain. Ketika itu kemarau melanda kaum muslimin, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memohon hujan untuk mereka dengan berdo’a: Allahummasqinaa (Ya Allah turunkanlah hujan kepada kami), maka turunlah hujan. (HR. Bukhari)
Adapun makna dan sya’ir tersebut adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang disifati dengan Si Putih diminta untuk menghadapkan wajahnya yang mulia kepada Allah dan berdo’a supaya diturunkan hujan kepada mereka. Hal itu terjadi ketika beliau masih hidup, adapun setelah kematian beliau maka Khalifah Umar bin Al Khathab bertawasul dengan Al Abbas agar dia berdo’a meminta hujan dan mereka tidak bertawasul dengan beliau.

Cap Kenabian Beliau

1. Dari Jabir bin Samrah Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Saya pernah melihat cap kenabian diantara kedua bahu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam , (cap itu berbentuk) gondok merah seperti telur burung dara yang menyerupai warna jasadnya.” (HR. Muslim)

2. Dari Abdullah bin Sarjas radhiyallahu ‘anhu berkata: “Saya telah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, saya (juga) telah menemuinya, makan makanannya, minum minumannya, dan saya pernah melihat cap kenabian di punuk pundaknya sebelah kiri, di atas cap kenabian tersebut terkumpul tahi lalat semisal kutil.” (HR. Muslim)

3. Dari Al Ja’du bin Abdur Rahman berkata: “Saya mendengar As Sa’ib bin Yasid berkata: “Bibi saya pergi membawa saya ke Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam , kemudian berkata: Wahai Rasulullah , sesungguhnya anak keponakan saya ini kurang sehat. Maka beliau mengusap kepala saya dan mendoakan keberkahan buat saya. Lalu beliau berwudhu, dan saya meminum air wudhu beliau. Kemudian saya berdiri di belakang punggungnya. Saya melihat cap kenabian di antara kedua bahunya seperti telur burung puyuh.” (Mutafaq ‘Alaih)

Keharuman aroma badan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

1. Dari Anas radhiyallahu ‘anhu berkata: “Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mempunyai warna kulit yang bersih, keringatnya seperti mutiara, apabila berjalan beliau mendorongkan badannya ke depan. Belum pernah saya menyentuh sutra bergambar yang lebih lembut dari tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam . Dan saya belum pernah mencium minyak wangi dari Misk maupun Ambar yang lebih harum dari baunya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam .” (Mutafaq ‘Alaih)

2. Dari Anas radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi pernah mengunjungi kami, kemudian beliau tidur siang sehingga berkeringat. Datanglah ibu saya dengan membawa sebuah botol. Kemudian beliau mengalirkan keringat beliau ke botol tersebut, sehingga Nabi terbangun dan bertanya: Wahai Ummu Sulaim, apa yang kamu lakukan? Ibu saya menjawab: Keringatmu ini akan kami jadikan sebagai parfum. Karena dia merupakan parfum yang paling wangi.” (HR. Muslim)

3. Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dikenal dengan keharuman bau bila bersua. (Disahihkan oleh Al-Albani di Shahih Al Jami’)

4. Dari Anas radhiyallahu ‘anhu , bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah menolak bila diberikan minyak wangi. (HR. Bukhari)

5. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya: “Sebaik-baik minyak wangi adalah Misk.” (HR. Muslim)

(Dinukil dari: Mengenl Pribadi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam , Penulis: Syaikh Muhammad Jamil Zainu. Alih bahasa: Mukhlish Zuhdi. Penerbit Yayasan Al-Madinah, Shafar 1419 H, hal. 11-16, 22-23)