Sunday, December 30, 2012

Kisah Hikmah, Jeruk Busuk Rasa Manis

Suatu hari, ketika saya sedang menjenguk salah satu saudara yang tengah dirawat di rumah sakit, terdengar suara makian keras dari pasien sebelah, “Bawa jeruk kok busuk, mau ngeracunin saya? biar saya cepat mati?”
 
Suara marah itu berasal dari lelaki tua yang kedatangan salah satu keluarganya dengan membawa jeruk. Boleh jadi benar, bahwa beberapa jeruk dalam jinjingan itu busuk atau masam. Meski tidak semua jeruk yang dibawanya itu busuk dan sangat kebetulan yang terambil pertama oleh si pasien yang busuk. Dan tanpa bertanya lagi, marahlah ia kepada si pembawa jeruk.

Sebenarnya, boleh dibilang wajar jika seorang pasien marah lantaran kondisinya labil dan kesehatannya terganggu. Ketika ia marah karena jeruk yang dibawa salah satu keluarganya itu busuk, mungkin itu hanya pemicu dari segunung emosi yang terpendam selama berhari-hari di rumah sakit.

Penat, bosan, jenuh, mual, pusing, panas, dan berbagai perasaan yang menderanya selama berhari-hari, belum lagi ditambah dengan bisingnya rumah sakit, perawat yang kadang tak ramah, keluarga yang mulai uring-uringan karena kepala keluarganya sekian hari tak bekerja, semuanya membuat dadanya bergemuruh. Lalu datanglah salah satu saudaranya dengan setangkai ketulusan berjinjing jeruk. Namun karena jeruk yang dibawanya itu tak bagus, marahlah ia.

Wajar. Sekali lagi wajar. Tetapi tidak dengan peristiwa lain yang hampir mirip terjadi di acara keluarga besar belum lama ini. Seorang keluarga yang tengah diberi ujian Allah menjalani kehidupannya dalam ekonomi menengah ke bawah, berupaya untuk tetap berpartisipasi dalam acara keluarga besar tersebut. Tiba-tiba, “Kalau nggak mampu beli jeruk yang bagus, mending nggak usah beli. Jeruk asam gini siapa yang mau makan?” suara itu terdengar di tengah-tengah keluarga dan membuat malu keluarga yang baru datang itu.

Pupuslah senyum keluarga itu, rusaklah acara kangen-kangenan keluarga oleh kalimat tersebut. Si empunya suara mungkin hanya melihat dari jeruk masam itu, tapi ia tak mampu melihat apa yang sudah dilakukan satu keluarga itu untuk bisa membawa sekantong jeruk yang boleh jadi harganya tak seberapa.

Harga sekantong jeruk mungkin tak lebih dari sepuluh ribu rupiah. Tapi tahukah seberapa besar pengorbanan yang dilakukan satu keluarga itu untuk membelinya? Rumahnya sangat jauh dari rumah tempat acara keluarga, dan sedikitnya tiga kali tukar angkutan umum. Sepuluh ribu itu seharusnya bisa untuk makan satu hari satu keluarga. Boleh jadi mereka akan menggadaikan satu hari mereka tanpa lauk pauk di rumah. Atau jangan-jangan pagi hari sebelum berangkat, tak satu pun dari anggota keluarga itu sempat menyantap sarapan karena uangnya dipakai untuk membeli jeruk. Yang lebih parah, mungkin juga mereka rela berjalan kaki dari jarak yang sangat jauh dan memilih tak menumpang satu dari tiga angkutan umum yang seharusnya. “Ongkos bisnya kita belikan jeruk saja ya, buat bawaan. Nggak enak kalau nggak bawa apa-apa,” kata si Ayah kepada keluarganya.

Kalimat sang Ayah itu, hanya bisa dijawab dengan tegukan ludah kering si kecil yang sudah tak sanggup menahan lelah dan panas berjalan beberapa ratus meter. Tak tega, Ayah yang bijak itu pun menggendong gadis kecil yang hampir pingsan itu. Ia tetap memaksakan hati untuk tega demi bisa membeli harga dari di depan keluarga besarnya walau hanya dengan sekantong jeruk. Menahan tangisnya saat mendengar lenguhan nafas seluruh anggota keluarganya sambil berkali-kali membungkuk, jongkok, atau bahkan singgah sesaat untuk mengumpulkan tenaga. Itu dilakukannya demi mendapatkan sambutan hangat keluarga besar karena menjinjing sesuatu.

Setibanya di tempat acara, sebuah rumah besar milik salah satu keluarga jauh yang sukses, menebar senyum di depan seluruh keluarga yang sudah hadir sambil bangga bisa membawa sejinjing jeruk, lupa sudah lelah satu setengah jam berjalan kaki, tak ingat lagi terik yang memanggang tenggorokan, bertukar dengan sejumput rindu berjumpa keluarga. Namun, terasa sakit telinga, layaknya dibakar dua matahari siang. Lebih panas dari sengatan yang belum lama memanggang kulit, ketika kalimat itu terdengar, “Jeruk asam begini kok dibawa…”

Duh. Jika semua tahu pengorbanan yang dilakukan satu keluarga itu untuk bisa menjinjing sekantong jeruk tadi, pastilah semua jeruk asam itu akan terasa manis. Jauh lebih manis dari buah apa pun yang dibawa keluarga lain yang tak punya masalah keuangan. Yang bisa datang dengan kendaraan pribadi atau naik taksi dengan ongkos yang cukup untuk membeli sepeti jeruk manis dan segar.

Mampukah kita melihat sedalam itu? Sungguh, manisnya akan terasa lebih lama, meski jeruknya sudah dimakan berhari-hari yang lalu.
(Bayu Gawtama)

http://kisahislami.com/kisah-hikmah-jeruk-busuk-rasa-manis/

Saturday, December 29, 2012

Jika Bermasalah, Shalatlah

“Jadikanlah shalat dan sabar sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (Al-Baqarah [2]: 45)

Ibnu Abid-Dunya dalam kitab Al-Mujabin menceritakan tentang peristiwa yang dialami seorang Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam dari kalangan Anshar bernama Abu Ma’allaq, saudagar yang sangat menjaga kepribadian luhurnya.

Suatu hari, di tengah perjalanan berniaga tiba-tiba ia dihadang kawanan perampok bersenjata tajam, “Serahkan hartamu atau aku membunuhmu!”

Abu Ma’allaq berkata, “Apa yang engkau inginkan, aku atau hartaku?”

“Aku inginkan harta dan jiwamu,” jawab perampok.

“Baiklah izinkan saya untuk melaksanakan shalat empat rakaat,” pinta Abu Ma’allaq yang dipenuhi oleh perampok.

Di akhir sujudnya, ia berdoa, “Wahai Zat Yang Pengasih, Wahai Zat Yang Penyayang, Wahai Zat Pemilik ‘Arsy Yang Agung, Wahai Zat yang menjalankan apa yang diinginkan, dengan kemuliaanmu yang tak bisa dituntut aku memohon dengan kuasa-Mu yang tak bisa ditindas, dengan cahaya-Mu yang memenuhi penjuru ‘Arsy-Mu, cegahlah kejahatan perampok ini. Wahai Pemberi perlindungan, lindungilah aku, wahai Sang Pemberi perlindungan!”

Tiba-tiba, seseorang sambil menunggang kuda muncul dengan membawa tombak. Dalam sekejap, penunggang kuda itu menusukkan tombak tersebut kepada sang perampok. Lalu, ia menghampiri Abu Ma’allaq, “Berdirilah!”

“Engkau bukan ayahku dan bukan ibuku, tetapi Allah telah menolongku hari ini melalui engkau,” kata Abu Ma’allaq.

“Aku adalah malaikat penghuni langit ke empat. Pada doamu yang pertama aku mendengar suara ketukan pada pintu-pintu langit, kemudian pada doamu yang kedua aku mendengar penghuni langit ribut. Pada doamu yang ketiga telah sampai berita padaku ada doa orang yang tertimpa kesusahan. Lalu aku memohon kepada Allah agar mengizinkanku untuk membunuh perampok itu,” ujar sang penunggang kuda.

Melalui kisah ini saya ingin mengajak kita semua untuk menyadari bahwa shalat itu benar-benar dapat diandalkan untuk mengatasi segala permasalahan hidup. Allah sanggup menolong hamba-Nya yang khusyu’ dalam shalatnya.

Allah yang disembah dan diibadahi para Sahabat dahulu adalah Tuhan yang kita sembah dan kita ibadahi saat ini. Malaikat langit yang senantiasa turun ke bumi menolong para Sahabat adalah malaikat yang hingga saat ini senantiasa bersiaga melaksanakan perintah Allah tanpa pernah membangkang sekalipun. Para Sahabat Nabi adalah hamba Allah, sama seperti kita. Jika para Sahabat Nabi meminta dan berdoa lalu diterima dan dikabulkan, maka jika kita meminta dan berdoa kepada-Nya, berlaku pula janji-Nya. Ingat firman Allah, “Aku kabulkan permohonan orang-orang yang berdoa kepada-Ku.” (Al-Baqarah [2]: 186)

Masalahnya, apakah kita dengan sungguh-sungguh telah memanfaatkan fasilitas ini? Kebanyakan di antara kita melaksanakan shalat sekadar menggugurkan kewajiban. Tanpa bersungguh-sungguh meminta dan bermohon kepada-Nya. Mulai hari ini, mari kita menjadikan shalat sebagai tempat mengadukan berbagai persoalan, kegelisahan, kepedihan, dan kegundahan.

Melalui shalat yang khusyu’ akan terjalin hubungan yang kuat antara kita sebagai hamba dengan Zat Yang Mahakuat. Bila kita mencurahkan segala ketakutan, kekhawatiran, dan ketegangan kepada-Nya, maka tenanglah jiwa kita dan terhentilah segala keluh kesah. Wallahu a’lam. *

SUARA HDIAYATULLAH JUNI 2012
http://majalah.hidayatullah.com/?p=3461

Mengenal 7 Pintu Yang Sering Dimasuki Syetan

Pintu pertama, Ini adalah pintu terbesar yang akan dimasuki setan yaitu hasad (dengki) dan tamak. Jika seseorang begitu tamak pada sesuatu, ketamakan tersebut akan membutakan, membuat ...tuli dan menggelapkan cahaya kebenaran, sehingga orang seperti ini tidak lagi mengenal jalan masuknya setan. Begitu pula jika seseorang memiliki sifat hasad, setan akan menghias-hiasi sesuatu seolah-olah menjadi baik sehingga disukai oleh syahwat padahal hal tersebut adalah sesuatu yang mungkar.

Pintu kedua, Ini juga adalah pintu terbesar yaitu marah. Ketahuilah, marah dapat merusak akal. Jika akal lemah, pada saat ini tentara setan akan melakukan serangan dan mereka akan menertawakan manusia. Jika kondisi kita seperti ini, minta perlindunganlah pada Allah.

Pintu ketiga, Yaitu sangat suka menghias-hiasi tempat tinggal, pakaian dan segala perabot yang ada (secara berlebihan mengikuti hawa nafsu). Orang seperti ini sungguh akan sangat merugi karena umurnya hanya dihabiskan untuk tujuan ini.

Pintu keempat, Yaitu kenyang karena telah menyantap banyak makanan. Keadaan seperti ini akan menguatkan syahwat dan melemahkan untuk melakukan ketaatan pada Allah. Kerugian lainnya akan dia dapatkan di akhirat.

Pintu kelima, Yaitu tamak pada orang lain. Jika seseorang memiliki sifat seperti ini, maka dia akan berlebih-lebihan memuji orang tersebut padahal orang itu tidak memiliki sifat seperti yang ada pada pujiannya. Akhirnya, dia akan mencari muka di hadapannya, tidak mau memerintahkan orang yang disanjung tadi pada kebajikan dan tidak mau melarangnya dari kemungkaran.

Pinta keenam, Yaitu sifat selalu tergesa-gesa dan tidak mau bersabar untuk perlahan-lahan. Padahal terdapat sebuah hadits dari Anas, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal dari setan.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shoghir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Pintu ketujuh, Yaitu cinta harta. Sifat seperti ini akan membuat berusaha mencari harta bagaimana pun caranya. Sifat ini akan membuat seseorang menjadi bakhil (kikir), takut miskin dan tidak mau melakukan kewajiban yang berkaitan dengan harta.
(Sumber : Kisah Islami)


http://www.facebook.com/kata2hikmah.new

Wednesday, December 26, 2012

Kontroversi Natal: Kebohongan Sinterklas, Sosok Pemalas

MELBOURNE (voa-islam.com) – Natal alias Christmas yang dirayakan umat Kristen seluruh dunia, hampir tak bisa dipisahkan dari sosok Sinterklas (Santa Claus). Tokoh ini selalu dinanti oleh anak-anak setiap perayaan Natal di akhir tahun. Namun, di balik penampilannya yang tambun, bermuka merah dan riang gembira, sosok khas Sinterklas itu justru bisa memberi pendidikan buruk bagi anak-anak.

Demikian menurut hasil penelitian seorang akademisi Australia, Dr. Nathan Grills dari Universitas Melbourne. Diterbitkan dalam British Medical Journal, Gills menyatakan bahwa karakter unik Sinterklas kini bisa dipandang sebagai tokoh yang mempromosikan gaya hidup yang tidak sehat.
...Sinterklas dianggap tokoh yang terlalu banyak makan, minum, dan kurang berolahraga. Sifat-sifat malas ini tidak bagus untuk anak-anak...
Menurut Grills, dengan tubuhnya yang selalu digambarkan tambun, Sinterklas dianggap tokoh yang terlalu banyak makan, minum, dan kurang berolahraga. Sifat-sifat malas ini tidak bagus untuk anak-anak, yang selalu senang dengan Sinterklas karena selalu memberi hadiah natal - walau itu berasal dari orang tua mereka.
Seperti dikutip laman stasiun televisi ABC News, dengan penampilan saat ini, Grills meyakini bahwa Sinterklas kemungkinan telah menjadi figur yang paling populer dan kini sering dimanfaatkan menjadi alat pemasaran berbagai produk, termasuk makanan cepat saji hingga minuman keras.
...Sinterklas yang telah menjadi figur paling populer, kini sering dimanfaatkan menjadi alat pemasaran berbagai produk minuman keras...
Di masa lalu, menurut Grills, Sinterklas bahkan digunakan untuk mengiklankan produk-produk rokok. Penampilan itu bisa menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat. Selalu digambarkan tokoh yang suka makan kue dan minum susu - bahkan bir - maka sulit untuk membantah pandangan bahwa Sinterklas memiliki perut yang tambun.
Mengajarkan kebohongan kepada anak-anak dengan Dongeng Sinterklas
Untuk melacak asal-usul Sinterklas (Santa Claus), kita bisa membaca penelitian ilmuwan Kristen terkemuka di dunia. Setelah melakukan penelitian yang mendalam dari berbagai literatur dunia, Herbert W Armstrong (1892-1986), Pastur Worldwide Church of God dan pendiri Ambassador College membongkar kebohongan tentang Natal dalam buku The Plain Truth About Christmas. Tulisan tentang Sinterklas ditulis secara khusus dalam sub bab “Yes, And Even Santa Clause.” Berikut kutipan yang diterjemahkan oleh Masyhud SM dalam buku Misteri Natal terbitan Pustaka Dai Surabaya:
Santa Claus bukan ajaran yang berasal dari paganisme, tetapi juga bukan ajaran Kristen. Sinterklas ini adalah ciptaan (baca: kebohongan) seorang pastur yang bernama “Santo Nicolas” yang hidup pada abad ke empat Masehi. Hal ini dijelaskan oleh Encyclopedia Britannica, volume 19 halaman 648-649, edisi kesebelas, yang berbunyi sebagai berikut:
“St. Nicholas, bishop of Myra, a saint honored by the Greeks and Latins on the 6th of December... A legend of his surreptitious bestowal of dowries on the three daughters of an impoverished citizen...is said to have originated the old custom of giving presents in secret on the Eve of St. Nicholas [Dec. 6], subsequently transferred to Christmas day. Hence the association of Christmas with Santa Claus...”
(St. Nicholas, adalah seorang pastur di Myra yang amat diagung-agungkan oleh orang-orang Yunani dan Latin setiap tanggal 6 Desember… Legenda ini berawal dari kebiasaannya yang suka memberikan hadiah secara sembunyi-sembunyi kepada tiga anak wanita miskin… untuk melestarikan kebiasaan lama dengan memberikan hadiah secara tersembunyi itu digabungkan ke dalam malam Natal. Akhirnya tarkaitlah antara hari Natal dan Santa Claus…).
...Sungguh merupakan kejanggalan! Orang tua menghukum anaknya yang berkata bohong. Tetapi di saat menjelang Natal, mereka membohongi anak-anak dengan cerita Sinterklas...
Sungguh merupakan kejanggalan! Orang tua menghukum anaknya yang berkata bohong. Tetapi di saat menjelang Natal, mereka membohongi anak-anak dengan cerita Sinterklas yang memberikan hadiah di saat mereka tidur. Bukankah ini suatu keanehan, ketika anak-anak menginjak dewasa dan mengenal kebenaran, pasti akan beranggapan bahwa Tuhan hanyalah mitos atau dongeng belaka?
Dengan cara ini tidak sedikit orang yang merasa tertipu, dan mereka pun mengatakan:
“Ya, saya akan membongkar pula tentang mitos Yesus Kristus!”

Inikah ajaran Kristen yang mengajarkan mitos dan kebohongan kepada anak-anak? Padahal Tuhan sudah mengatakan: “Janganlah menjadi saksi palsu. Dan ada cara yang menurut manusia betul, tetapi sebenarnya itu adalah ke jalan kematian dan kesesatan.”
Oleh karena itu, upacara “Si Santa Tua” itu juga merupakan Setan. Di dalam kitab suci telah dijelaskan dalam kitab 2 Korintus 11:14.
...Perayaan Natal atau Christmas itu bukanlah ajaran Kristen yang sebenarnya, melainkan kebiasaan para penyembah berhala warisan Babilonia ribuan tahun yang lampau...
Dalam penutup tulisannya tentang Sinterklas, Herbert W Armstrong menyimpulkan bahwa perayaan Natal adalah tradisi penyembah berhala warisan Babilonia ribuan tahun yang lalu:
“And so when we examine the facts, we are astonished to learn that the practices of observing Christmas is not, after all, a true Christian practice, but a pagan custom - one of the ways of Babylon our people have fallen into.”
Dari bukti-bukti nyata yang telah kita ungkap tadi dapatlah diambil kesimpulan, bahwa perayaan Natal atau Christmas itu bukanlah ajaran Kristen yang sebenarnya, melainkan kebiasaan para penyembah berhala (Paganis). Ia warisan dari kepercayaan kuno Babilonia ribuan tahun yang lampau. [taz/viva]

http://www.voa-islam.com/islamia/christology/2010/12/01/2164/kontroversi-natal-kebohongan-sinterklas-sosok-pemalas/

Paus : Natal Bukan 25 Desember

Kesalahan Sejarah pada Agama Kristen

Kejadian yang cukup menghebohkan dunia Kristen baru saja terjadi adalah pengungkapan jujur dari tokoh besar Kristen yakni Paus Benedictus XVI. Ia menulis sebuah buku, ‘Jesus of Nazareth:
The Infancy Narrative’ yang diluncurkan Rabu (21/11/2012). Ia membongkar beberapa fakta yang mengejutkan seputar kelahiran Yesus Kristus. Antara lain menurutnya,

Kalender Kristen salah. Perhitungan tentang kelahiran Yesus yang selama ini diyakini adalah keliru. Kemungkinan, Yesus dilahirkan antara tahun 6 SM dan 4 SM.

Materi-materi yang muncul dalam tradisi perayaan Natal, seperti rusa, keledai dan binatang-binatang lainnya dalam kisah kelahiran Yesus, menurutnya sebenarnya tidak ada. Alias hanya mengada-ada.

Paus Benediktus XVI juga mempermasalahkan tempat kelahiran Yesus, menurutnya Yesus bukan lahir di Nazareth sebagaimana yang diyakini secara umum.

“Kami bahkan tidak tahu pada musim apa dia (Yesus) dilahirkan. Semua pemikiran tentang perayaan kelahirannya selama masa paling gelap dari sepanjang tahun, kemungkinan berkaitan dengan tradisi pagan dan titik balik matahari di musim dingin.” John Barton, profesor pakar tafsir naskah-naskah suci Kristen di Oriel College, Universitas Oxford.

Apa kata sumber Kristen tentang Natal?

a. Catholic Encyclopedia edisi 1911 bab “Christmas” : Natal bukanlah upacara gereja yang pertama … melainkan ia diyakini berasal dari Mesir, perayaan yang diselenggarakan oleh para penyembah berhala dan jatuh pada bulan Januari, kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus. Dalam bab “Natal Day”:
Di dalam kitab suci tidak ada seorangpun yang mengadakan upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk merayakan hari kelahiran Yesus. Hanyalah orang-orang kafir saja (seperti Fir’aun dan Herodes) yang berpesta pora merayakan hari kelahirannya ke dunia ini.

b. Encyclopedia Britannica edisi 1946 : Natal bukanlah upacara gereja abad pertama. Yesus Kristus atau para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya, dan Bibel juga tidak pernah menganjurkannya. Upacara ini diambil oleh gereja dari kepercayaan kafir penyembah berhala.

c. Encyclopedia Americana edisi 1944 : Menurut para ahli, pada abad-abad permulaan, Natal tidak pernah dirayakan oleh umat Kristen. Pada umumnya umat Kristen hanya merayakan hari kematian orang-orang terkemuka saja, dan tidak pernah merayakan hari kelahiran orang tersebut … Perayaan Natal yang dianggap sebagai hari kelahiran Yesus mulai diresmikan pada abad ke-4 Masehi. Pada abad ke-5 Masehi Gereja Barat memerintahkan kepada umat Kristen untuk merayakan hari kelahiran Yesus, yang diambil dari hari pesta bangsa Roma yang merayakan hari “Kelahiran Dewa Matahari”. Sebab tidak seorangpun mengetahui hari kelahiran Yesus.

d. New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge, Christmas : Adat kepercayaan pagan Brumalia dan Saturnalia yang sudah sangat akrab di masyarakat Roma diambil Kristen … Perayaan ini dilestarikan oleh Kristen dengan sedikit mengubah jiwa dan tatacaranya. Para pendeta Kristen di Barat dan di Timur Dekat menentang perayaan kelahiran Yesus yang meniru agama berhala ini. Di samping itu Kristen Mesopotamia yang menuding Kristen Barat (Katholik Roma) telah mengadopsi model penyembahan kepada Dewa Matahari.

Bibel mengutuk pohon Natal

Tidak ada perayaan Natal tanpa pohon Natal. Padahal sebagaimana dapat dibaca dari buku-buku sejarah, perayaan Natal dan pohon Natal sudah ada semenjak zaman dahulu kala, jauh sebelum Yesus dilahirkan. Perayaan Natal ini sesungguhnya merupakan tradisi lama dari para penganut penyembah berhala (paganisme).

Nimrod atau Raja Namrudz adalah salah satu tokoh yang diyakini dalam paganisme yang tetap hidup abadi meski jasadnya telah tiada. Semiramis ibunya menjadikan pohon evergreen (cemara) yang bisa tumbuh dari kayu yang sudah mati sebagai simbol kehidupan baru Nimrod setelah mati. Dan Nimrod dianggap selalu ada di pohon tersebut tiap hari kelahirannya tiba, sehingga sering dihiasi dengan aksesoris yang gemerlap dan di bawahnya sering diletakkan aneka bingkisan. Mari kita telaah terlebih dahulu Yeremia 10: 2-5,

Beginilah firman Tuhan: “Janganlah biasakan dirimu dengan tingkah langkah bangsa-bangsa, janganlah gentar terhadap tanda-tanda di langit, sekalipun bangsa-bangsa gentar terhadapnya. Sebab yang disegani bangsa-bangsa adalah kesia-siaan. Bukankah berhala itu pohon kayu yang ditebang orang dari hutan, yang dikerjakan dengan pahat oleh tukang kayu? Orang memperindahnya dengan emas dan perak; orang memperkuatnya dengan paku dan palu supaya jangan goyang. Berhala itu sama seperti orang-orangan di kebun mentimun. Tidak dapat berbicara; orang harus mengangkatnya, sebab ia tidak dapat melangkah. Janganlah takut kepadanya, sebab berhala itu tidak dapat berbuat jahat, dan berbuat baik pun ia tidak dapat.

Dalam kitab Yeremia (bagian dari Perjanjian Lama) tersebut begitu jelas bahwa Bibel menentang adanya pemberhalaan terhadap pohon kayu. Pertanyaannya, bagaimana dengan pohon Natal? Bibel mengutuk keras pembuatan pohon Natal tapi mengapa umat Kristen yang mengklaim Bibel sebagai pedoman hidupnya malah justru menodai firman Tuhannya sendiri?

Natal Menjadi Budaya

Natal sesungguhnya adalah perayaan penyembah berhala atau kaum paganis yang telah di “baptis” oleh Gereja. Namun apakah umat Kristen berhenti merayakan Natal 25 Desember? Mungkin mereka, golongan orang yang berpikir akan berhenti, tapi ada juga yang tidak. Natal sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat dunia.

Namun yang ironis, mengapa umat Islam kok malah ikut-ikutan memeriahkan Natal? Padahal hukum mengucap selamat Natal dalam Islam sudah sangat jelas, haram.

Dalam “Pesan Natal Bersama Tahun 2012” yang ditandatangani Ketua Umum dan Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)”, dinyatakan sebagai berikut:

“Saudara-saudari terkasih, setiap merayakan Natal, pandangan kita selalu terarah kepada bayi yang lahir dalam kesederhanaan, namun menyimpan misteri kasih yang tak terhingga. Allah menjadi manusia dan tinggal di antara kita. Inilah perayaan penuh suka cita atas kedatangan Tuhan. Dialah Sang Juruselamat yang menjadi manusia….”

Jelaslah bahwa Natal bukan urusan duniawi, sosial dan seremonial semata, tapi perayaan doktrin ketuhanan Yesus yang sungguh sangat berlawanan dengan aqidah Islamiyah.

[ Tambahan ]

http://www.huffingtonpost.com/2012/11/21/jesus-of-nazareth-pope-benedict-book_n_2167994.html

http://newsfeed.time.com/2012/11/22/pope-benedict-disputes-jesus-date-of-birth/

http://www.dailymail.co.uk/news/article-2236195/New-Jesus-book-reveals-donkeys-crib-lowing-oxen-definitely-carols-Christmas.html

Tuesday, December 25, 2012

The Blind Boy

"It is He, Who has created for you (the sense of) hearing (ears), sight (eyes), and hearts (understanding). Little thanks you give." [The Qur'an, Surah Al-Mu'minun; 78]

A blind boy sat on the steps of a building with a hat by his feet. He held up a sign which said: "I am blind, please help." (*There were only a few coins in the hat.)

A man was walking by. He took a few coins from his pocket and dropped them into the hat. He then took the sign, turned it around, and wrote some words. He put the sign back so that everyone who walked by would see the new words.

Soon the hat began to fill up. A lot more people were giving money to the blind boy. That afternoon the man who had changed the sign came to see how things were.

The boy recognized his footsteps and asked, "Were you the one who changed my sign this morning? What did you write?"

The man said, "I only wrote the truth. I said what you said but in a different way."

What he had written was: "Today is a beautiful day and I cannot see it."

Do you think the first sign and the second sign were saying the same thing?

Of course both signs told people the boy was blind. But the first sign simply said the boy was blind. The second sign told people they were so lucky that they were not blind. Should we be surprised that the second sign was more effective?

Allaahu Akbar!

Wednesday, December 19, 2012

Kelebihan Setan Dibandingkan Manusia

1. Pantang Menyerah
Setan tidak akan pernah menyerah selama keinginannya untuk  menggoda manusia belum tercapai. Sedangkan manusia banyak yang mudah menyerah dan malah mengeluh hobinya.
 

2. Selalu Berusaha
Setan akan mencari cara apapun untuk menggoda manusia dan agar tujuannya tercapai. Selalu kreatif dan penuh ide. Sedangkan manusia ingin enak-nya saja, banyak yang malas.
 

3. Konsisten
Setan dari mulai diciptakan tetap konsisten pada pekerjaanya, tak pernah mengeluh dan berputus asa. Sedangkan manusia, Anda tahu sendiri, banyak yang mengeluhkan pekerjaannya, padahal banyak manusia lain yang masih ngaggur.


 4. Solider
Sesama setan tidak pernah saling menyakiti, bahkan selalu bekerjasama untuk menggoda manusia. Sedangkan manusia, jangankan peduli terhadap sesama, kebanyakan malah saling bunuh dan menyakiti. Parah.

 5. Jenius
Setan itu paling pintar mencari cara agar manusia tergoda. Manusia banyak yang tidak kreatif, banyaknya jadi peniru dan plagiat.

 6. Tanpa Pamrih
Setan itu bekerja 24 Jam tanpa mengharapkan imbalan apapun. Sedangkan manusia, apapun harus dibayar.

 7. Suka Berteman
Setan adalah mahluk yang selalu ingin berteman, berteman agar banyak temannya di neraka kelak. Sedangkan manusia banyak yang lebih memilih mementingkan diri sendiri dan egois.

8. Taat
Hanya sujud/menyembah kepada Allah. Sejak diciptakan hingga sekarang, setan tidak pernah sujud kepada makhluk lain, selain kepada Allah. Karena itulah setan menolak ketika harus sujud kepada Adam. Beda dengan manusia, bisa sujud kepada Allah (shalat), bisa sujud kepada manusia (sungkem), bahkan adapula yang sujud kepada setan (penyembah berhala dsb-nya).

 9. Negosiator Ulung
Jago Negosiasi dan Diplomasi (Cocok Jadi Pengacara/Caleg). Bayangkan, ketika tidak mau sujud kepada Adam, di saat itulah setan sudah dilaknat dan diberikan hukuman masuk penjara (neraka) oleh Allah, tapi setan masih bisa bernegosiasi (bahkan berdiplomasi) agar hukumannya baru bisa dilaksanakan di akhir zaman alias pada saat hari pembalasan tiba, yang hari dan tanggalnya entah kapan? Sampai sekarang pun belum ada yang tahu. Manusia? Sehebat-hebatnya pengacara, belum ada yang sanggup "mengulur" hukuman sampai di akhir zaman. Jika Gayus Tambunan membaca ini, secepatnya sewa Setan jadi pengacara Anda saja.

10. Hidup Abadi
Dengan diberikan kuasa untuk menggoda manusia hingga akhir zaman untuk mendapatkan teman di neraka, maka secara otomatis Setan punya umur panjang alias hidup abadi sampai kiamat. Manusia? Bisa melewati umur 60 tahun sudah syukur deh.

11. Doa/Permohonannya Selalu Dikabulkan...!
Bahkan ketika dilaknat pun, permohonannya juga dikabulkan. Di antaranya memohon agar umurnya ditangguhkan hingga kiamat.

12. Menguasai Segala Bahasa
Dengan pekerjaan yang harus menggoda seluruh umat jin dan manusia, tentunya setan menguasai segala bahasa, baik dari negara manapun dan suku bangsa apapun. Tidak hanya itu, setan juga bisa berkomunikasi dengan hewan, malaikat bahkan Tuhan...! Adakah manusia yang mampu menyainginya? Hanya yang selevel Nabi/Rasul saja yang bisa menguasai segala bahasa.


http://www.facebook.com/SudahTahukahAnda.New/posts/572869696060355

Tuesday, December 11, 2012

Taubat Bohong Seorang Pemabuk

Manshour bin Ammar berkata: “Dulu seorang temanku selalu berbuat maksiat, lalu kemudian ia bertaubat. Aku melihatnya sering melakukan ibadah dan shalat tahajjud. Tiba-tiba aku tidak melihatnya beberapa hari. Ada yang mengatakan kepadaku bahwa ia sedang sakit. Aku pun lantas mendatangi rumahnya. Seorang puterinya keluar menemuiku, ia berkata: “Ingin bertemu siapakah engkau?”

Aku menjawab: “Ayahmu.” Maka ia pun mengijinkanku.

Aku masuk ke dalam rumahnya dan mendapati ayahnya berada di ruang tengah rumahnya dalam keadaan terbaring di atas kasurnya. Wajahnya nampak hitam, kedua matanya mencucurkan air mata, dan bibirnya nampak tebal dan membiru.

Dalam keadaan khawatir, aku berkata kepadanya: “Wahai saudaraku, perbanyaklah mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah!” Ia pun membuka kedua matanya, lalu memandangi diriku, kemudian ia pingsan lagi. Aku pun berkata lagi kepadanya: “Wahai saudaraku, perbanyaklah mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah!”

Kemudian aku mengatakannya lagi untuk yang ketiga kalinya. Ia membuka kedua matanya, lalu berkata: “Wahai saudaraku, Manshour! Sungguh kalimat ini telah tertutup antara diriku dengannya.” Aku pun berujar: “Laa haula walaa quwwata ilia billahil ‘aliyyil ‘azhiim (Tiada daya dan kekuatan selain milik Allah yang Maha Tinggi lagi Mulia). Wahai saudaraku, di manakah shalat, puasa, dan tahajjud yang sering kamu lakukan itu?”

Ia menjawab: “Aku melakukan semua itu bukan atas nama Allah. Taubatku adalah kebohongan belaka. Aku melakukan semua itu agar aku dikenal orang-orang sebagai ahli ibadah. Sungguh aku telah riya’ (beribadah cuma ingin dilihat oleh orang lain)."

"Pada saat aku tengah sendirian, aku mengunci pintu dan tidak peduli lagi dengan rasa malu, lalu aku menenggak minum-minuman keras. Aku memperlihatkan kemaksiatanku kepada Tuhanku. Kulakukan itu semua selama beberapa lama, hingga akhirnya aku menderita sakit dan dekat dengan kematian."

"Aku berkata kepada puteriku ini: ‘Ambilkanlah aku mushaf AI-Quran, Aku pun lantas berkata dalam hati: ‘Ya Allah, aku bersumpah demi kalimat agung-Mu yang tertuang dalam kitab suci AI-Quran ini, jika Engkau memberiku kesembuhan maka selamanya aku tidak akan kembali lagi kepada perbuatan dosa’. Allah pun menyembuhkan penyakitku."

"Namun setelah sembuh dari penyakitku, justru aku kembali lagi melakukan perbuatan-perbuatan dosa yang sering aku lakukan sebelumnya. Aku menuruti hawa nafsuku dan menikmati kenikmatan yang haram. Setan benar-benar telah membuatku lupa akan janjiku kepada Allah. Aku melakukan hal itu selang beberapa lama hingga akhirnya aku jatuh sakit lagi dan aku merasa sudah dekat dengan kematian."

"Aku pun memerintahkan keluargaku untuk memindahkanku ke ruangan tengah rumahku, sebagaimana aku selalu melakukan hal tersebut. Aku pun kemudian meminta diambilkan mushaf Al-Quran, lalu aku membacanya. Selanjutnya aku mengangkat mushaf tersebut seraya berkata: ‘Ya Allah, demi kehormatan kalimat-kalimat-Mu yang tertulis dalam mushaf yang mulia ini, aku ingin diberi kesembuhan oleh-Mu’."

"Allah pun mengabulkan permintaanku dengan menyembuhkan penyakitku. Namun justru aku kembali lagi melakukan kemaksiatan sebagaimana sebelumnya. Aku pun kembali sakit lagi.
Aku menyuruh keluargaku untuk memindahkanku lagi ke ruangan tengah rumahku seperti yang engkau lihat sekarang ini, lalu aku minta diambilkan mushaf Al-Quran untuk aku baca. Namun ternyata satu huruf pun dari Al Quran tersebut tidak terlihat oleh mataku. Aku tersadar bahwa Allah Ta’ala telah marah kepadaku. Aku pun lantas menengadahkan wajahku ke langit seraya berkata: ‘Ya Allah, Penguasa langit dan bumi, sembuhkanlah Aku!’. Tiba-tiba aku seakan mendengar suara berbicara:

"Sungguh engkau bertaubat dari dosa-dosamu, jika
engkau ditimpa sakit
Lalu engkau kembali kepada perbuatan dosa, setelah sembuh
Seberapa banyak kesulitan, Dia menyelamatkanmu darinya
Dan seberapa sering musibah, Dia melepaskannya darimu
Lalu mengapa engkau menakuti kematianmu?
Padahal engkau telah berlaku licik kepada-Nya."
 
Manshour bin Amman berkata: “Demi Allah, tidaklah aku keluar dari rurnahnya melainkan aku telah memperoleh beberapa ‘ibrah (pelajaran). Belum sempat aku sampai di pintu rumahku, tiba-tiba ada yang memberitahuku bahwa temanku itu telah meninggal.

Sumber: Kisah-Kisah Su’ul Khotimah, Manshur bin Nashir al-’Awaji, penerbit Darussunnah.
http://kisahislam.net/2012/12/10/taubat-bohong-seorang-pemabuk/

Monday, December 10, 2012

Joha dan Keledai

Alkisah, dalam kitab “Azhraf al-Zharfa'”, Joha bersama putranya pergi ke pasar mengendarai keledai, sementara putranya berjalan di sampingnya.

Ketika melewati kerumunan, terdengar celoteh, "Dasar orang tua semena-mena, masak anaknya disuruh berjalan kaki."

Merasa tidak nyaman dengan celotehan, Joha turun dari punggung keledai dan berganti posisi dengan anak.

Di kerumunan lain, terdengar cemoohan, "Dasar anak durhaka, tega sekali membiarkan bapaknya berjalan kaki sementara ia duduk enak." Ia menyuruh putranya turun dan berjalan kaki bersamanya sementara keledainya dituntun.

Beberapa langkah kemudian, orang-orang berkomentar, "Orang aneh, mengapa keledai itu tidak dinaiki." Ia bersama sang anak menaiki punggung keledai.

Di lokasi selanjutnya, orang-orang berseloroh, "Bapak dan anak sama dungunya, masak seekor keledai lemah ditunggangi berdua." Tak mau dianggap orang bersalah, Joha dan anaknya turun, lalu keledai itu dipanggul berdua.

Anak-anak kecil yang melihatnya girang dan tertawa-tawa. Keduanya berjalan hingga sampai di jembatan kecil. Joha bingung dan serbasalah. Akhirnya, keledai itu dilemparnya ke sungai.

Cerita di atas adalah gambaran orang yang tidak teguh dalam prinsip. Nashruddin Joha atau dikenal dengan Nashruddin Hoja, tokoh unik pada masa keemasan Islam. Ia bermaksud pergi ke pasar untuk berdagang bersama putranya.

Dalam perjalanan, ia terjebak dalam tindakan yang membuat dirinya kebingungan. Bingung bukan lantaran tawar-menawar harga atau menghitung keuntungan, melainkan bingung karena melakukan tindakan yang tak dimengerti oleh dirinya sendiri.

Joha lupa bahwa tujuan perjalanannya adalah berdagang ke pasar. Maksud hati menyenangkan setiap orang, apa daya bingung yang didapat.

Karakter Joha dalam kisah di atas menurut teori kepribadian dikenal dengan //conformist personality, pembawaan kepribadian yang cenderung membiarkan sikap dan pendapat orang lain untuk menguasai dirinya.

Tindakan ini muncul karena ada perasaan khawatir tidak mendapat pengakuan dari orang lain. Dampak dari kepribadian ini adalah rentan untuk dikuasai oleh pengaruh-pengaruh liar dan tak mampu mempertahankan tujuan atau prinsip.

Menurut hierarki Maslow, aktualisasi diri merupakan kebutuhan tertinggi (meta-needs) dalam hidup. Aktualisasi diri muncul karena adanya konsistensi terhadap tujuan. Aktualisasi diri penting sebab jika tak terpenuhi (bagi sebagian orang yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya) bisa berakibat metapatologi (penyakit kejiwaan), seperti sinisme, kebencian, kegelisahan, depresi dan metapatologi lainnya.

Namun, dalam kisah Joha, ia terlampau khawatir sehingga melakukan kekeliruan cara meraihnya, bahkan mengorbankan tujuannya. Akibatnya, Joha menderita kerugian waktu, energi, dan keledai.

Alquran memberi solusi untuk mengantisipasi kekeliruan di atas, yaitu dengan istiqamah (konsistensi). "Tetap teguhlah kamu pada jalan yang benar sebagaimana yang telah diperintahkan kepadamu." (QS Hud: 112).

Selanjutnya, bertawakal dengan keputusan yang telah diambil. "Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." (QS Ali Imran: 159). Wallahu a'lam.

Oleh: Muhammad Saifudin Kodiran
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/12/08/mepv5d-joha-dan-keledai

Wednesday, December 5, 2012

Pemimpin Muda

Pemimpin Muda
Pada tahun ke-11 hijriyah, Nabi Muhammad SAW membentuk pasukan untuk memerangi balatentara Romawi.

Sahabat-sahabaat senior seperti Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Saad bin Abi Waqqas dan Abu Ubaidah bin Jarrah, masuk dalam pasukan tersebut.

Para sahabat menanti, siapakah yang akan diangkat Rasulullah memimpin pasukan itu. Abu Bakar dan Umar, lebih sering menjadi tangan kanan Rasulullah. Barangkali Nabi akan menunjuk Saad atau Abu Ubaidah.

Siapapun diantara kedua sahabat itu adalah orang yang dikenal tangkas dan cakap berperang. Di luar dugaan, Nabi SAW justru memilih Usamah bin Zaid yang ketika itu baru berumur 18 tahun. Masih sangat muda.

Usamah lahir tujuh tahun sebelum hijrah. Bapaknya orang yang sangat disayangi Nabi, yaitu Zaid bin Haritsah, yang pernah diangkat anak oleh Nabi, sebelum dilarang oleh Allah SWT.

Usamah sebaya dengan Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Bila Hasan duduk di paha Nabi yang sebelah kanan, maka Usamah diletakkan di paha sebelah kiri. Rasul sering berdoa untuk keduanya. “Ya Allah, saya menyayangi kedua anak ini, maka sayangi pulalah mereka.”

Itulah Usamah bin Zaid, anak muda yang dipercaya Rasulullah menjadi pemimpin pasukan. Rasulullah memerintahkan kepada Usamah, kalau sudah berangkat nanti agar berhenti di Balqa' dan Qal'atud Darum dekat Gaza, yang waktu itu masuk wilayah kekuasan Romawi Timur.

Sayang, tatkala bersiap-siap untuk berangkat, Rasulullah sakit, semakin hari sakitnya bertambah berat. Akibatnya, keberangkatan pasukan ditunda. Tidak berapa lama kemudian Rasulullah SAW wafat.

Khalifah Abu Bakar, memerintahkan pasukan Usamah segera berangkat melaksanakan perintah Rasulullah. Tetapi sekelompok kaum Anshar, menghendaki agar pemberangkatan pasukan ditangguhkan. Mereka meminta Umar bin Khattab yang menyampaikan usul itu kepada Abu Bakar.

“Jika Khalifah bersikeras tetap meneruskan mengirim pasukan, kami mengusulkan sebaiknya panglimanya diganti yang lebih senior dan berpengalaman.”

Usul itu ditolak Abu Bakar dengan tegas: “Hai putra Khattab, Rasulullah telah mengangkat Usamah. Engkau tahu itu. Kini engkau menyuruhku membatalkan putusan Rasulullah. Demi Allah, tidak akan aku batalkan.”

Pasukan Usamah akhirnya dilepas. Abu Bakar turut mengantarkannya sambil berjalan kaki ke batas kota. Usamah, sebagai panglima duduk di atas kuda. Usamah merasa bersalah duduk di atas punggung unta, sementara khalifah berjalan kaki. Lalu beliau mengusulkan supaya Abu Bakar naik ke kendaraan dan dirinya berjalan kaki.

Tapi tawaran itu ditolak Abu Bakar. “Biarlah kaki saya berdebu mengantar engkau berjuang pada jalan Allah. Laksanakanlah perintah Rasulullah ini dengan sebaik-baiknya,” ujar Abu Bakar. Lalu Abu Bakar mendekat kepada Usamah dan mengajukan sebuah permintaan. “Jika engkau setuju, biarlah Umar tinggal bersamaku. Izinkanlah dia tinggal untuk membantuku.”

Subhanallah. Betapa hormatnya Abu Bakar kepada Usamah bin Zaid, sekalipun masih sangat muda, tetapi telah mendapatkan amanah dari Rasulullah untuk memimpin pasukan. Padahal Abu Bakar seorang khalifah, dan kepala negara. Tanpa izin Usamah pun beliau bisa saja meminta Umar tidak ikut pergi berperang.

Oleh Prof Yunahar Ilyas
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/11/05/mczhxy-pemimpin-muda

Tuesday, December 4, 2012

Khalifah al Ma’mun & Seorang Lelaki Kelaparan

Suatu hari Ma’mun melongok dari istananya. Dia melihat seorang laki-laki dengan arang di tangannya. Dia menulis dengan arang itu di dinding istana. Ma’mun berkata kepada salah seorang pembantunya, “Pergilah kepada orang itu. Bawa dia kemari dan baca apa yang dia tulis.”

Pembantunya pun turun untuk menangkap laki-laki itu. Dia membaca, dan ternyata yang ditulis adalah, “Wahai istana, padamu terkumpul kesialan dan kekikiran sehingga burung-burung hantu membuat sarang di sudut-sudutmu. Pada hari di mana burung hantu membuat sarang padamu, saking bahagianya diriku, maka aku adalah orang pertama yang menyampaikan berita buruk tentangmu.”

Pembantu Ma’mun berkata kepadanya, “Kamu harus menemui Amirul Mukminin.”

Laki-laki itu menjawab, “Aku mohon dengan nama Allah, jangan bawa aku kepadanya.”

Pembantu berkata, “Dia melihatmu.”

Manakala laki-laki itu berdiri di hadapan Ma’mun, pelayannya berkata, “Ya Amirul Mukminin, dia menulis begini dan begini.” (Dia menyebutkan dua bait di atas.)

Ma’mun bertanya, “Celaka kamu, apa yang membuatmu menulis itu?”

Laki-laki itu menjawab, “Ya Amirul Mukminin, tidak samar bagimu apa yang dikandung oleh istana ini: harta, perhiasan, pakaian mewah, makanan, minuman, permadani, hamba sahaya, dan para pelayan. Aku melewati istana ini sementara aku dalam kondisi yang sangat buruk, lapar dan haus. Dua hari aku jalani tanpa makan dan minum. Sesaat aku berdiri. Aku berpikir. Aku berkata pada diriku sendiri, “Istana ini mewah dan ramai sementara aku lapar, maka ia tidaklah berguna. Jika ia runtuh lalu aku lewat dalam kondisi seperti itu, niscaya ada marmer atau kayu atau paku yang bisa aku jual untuk makan. Apakah Amirul Mukminin -semoga Allah memuliakan anda- tidak mengetahui bahwa telah dikatakan,
“Jika seseorang yang hidup di naungan suatu negara tidak memiliki kemuliaan dan harta benda, niscaya dia berharap negara itu runtuh.
Hal itu bukan karena kebencian kepadanya, hanya saja dia berharap negara lain. Maka dia mengharapkannya runtuh.”

Ma’mun berkata, “Pelayan, beri dia seribu dinar. Beri dia makan dan minum!” Lalu Ma’mun berkata kepadanya, “Wahai fulan, itu untukmu setiap tahun selama istana kami ramai dengan kami.”

Sumber: Buku ‘Sudah Muliakah Akhlak Anda?’, Ali Shalih al-Hazza’, Pustaka Elba
http://kisahislam.net/2012/12/04/khalifah-al-mamun-seorang-lelaki-kelaparan/