Friday, July 29, 2011

Cukuplah Hanya Musailamah yang Permalukan Diri Sendiri

Musailamah termasuk salah seorang yang mendakwakan dirinya 'nabi', setelah wafatnya Rasululah SAW. Berbagai upaya ia lakukan guna menarik perhatian dalam menggalang dukungan dari masyarakat. Laki- laki yang 'kebelinger' ini tampaknya memang telah mempersiapkan diri secara matang. Karya sastra yang disusun Musailamah diketengahkannya sebagai tandingan ayat-ayat Alquran. Maksudnya, agar orang percaya, kalau dia pun mendapat wahyu, sebagaimana halnya Rasulullah SAW.

Sayang, syair-syair kreasinya dinilai jauh di bawah standar sastra Arab. Sama sekali tak ada nilainya dibandingkan dengan keindahan sastra ayat Alquran. Apalagi kalau disimak materinya yang menyangkut reproduksi dan kehidupan katak. Dinilai terlalu mengada-ada, hingga jadi tertawaan dan ejekan masyarakat. Meskipun demikian, Musailamah tidak patah arang. Lelaki yang ambisius ini begitu percaya diri.

Gagal memperoleh pengakuan, membuat Musailamah semakin penasaran. Dengan arogan, ia mengemukakan tantangan terhadap kehebatan Muhammad SAW, sebagai Rasul Allah. Dikatakan kepadanya, bahwa dengan izin Allah, Rasulullah SAW pernah menyembuhkan penderita yang matanya buta sebelah. Alih-alih menyerah, Musailamah malah minta didatangkan penderita dengan kasus yang sama.

Dengan disaksikan orang banyak, Musailamah mulai mendemonstrasikan metode pengobatannya. Mulutnya komat-kamit layaknya orang sedang berdoa. Tak ada yang tahu, mantera apa yang dilafazkannya. Sejenak kemudian, Musailamah mengusapkan telapak tangannya ke mata si penderita. Apa yang terjadi? Ternyata, olesan telapak tangan Musailamah menyebabkan si penderita mengalami buta total. Sebelum berobat salah satu matanya masih berfungsi secara normal. Di tangan Musailamah, kedua mata pasien itu serentak buta.

Lagi-lagi Musailamah mengalami kegagalan. Namun, kali ini kegagalan terjadi di depan khalayak. Ia dipermalukan secara terbuka. Dalam terminologi agama, apa yang dialami Musailamah tersebut, dikenal dengan khizlanah. Kebohongan publik ini kemudian mengantarkan Musailamah ke "penobatan" dirinya sebagai al-Kazzab (si Pembohong). Musailamah al-Kazzab gelar dilekatkan pada diri sosok nabi palsu ini sepanjang sejarah.

Karena itu, orang yang membuat dirinya dipermalukan di depan khalayak akibat perbuatannya sendiri, itulah yang disebut dengan khizlanah. Di negara kita, banyak orang yang bisa disebut dengan khizlanah. Seperti, mereka yang melakukan korupsi lalu fotonya dipajang di mana-mana di media massa. Kemudian, ada orang yang terhormat berselingkuh atau terlibat aksi pornografi. Artis ataupun aktor yang melakukan hal serupa sehingga namanya semakin terkenal karena perbuatan buruknya. Pejabat yang hanya obral janji, juga bisa disebut dengan khizlanah.

Allah SWT mewanti- wanti kita selaku hamba-Nya, agar tidak alpa menyebut asma-Nya di setiap aktivitas dalam kehidupan. Baik sebagai individu, anggota masyarakat, maupun sebagai warga negara. "Dan, jangan sekali- kali kamu menyatakan terhadap sesuatu, 'Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut) insya Allah'." (QS [18]: 23-24). Wallahu a'lam.

Oleh: Jalaluddin
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/07/28/lp100h-cukuplah-hanya-musailamah-yang-permalukan-diri-sendiri

Timur Leng, Sang Penakluk Dunia yang Setia Mengabdi kepada Allah

Adalah seorang penakluk yang dianggap terbesar dalam sejarah. Dialah Timur Leng (1336-1405 M), yang juga mendapat julukan “Tamerlane”, sang penakluk dunia. Selain Jengis Jhan, dialah satu-satunya penakluk yang mampu menjelajahi daratan sangat luas, mulai dari Pantai pasifik di Timur hingga ke pinggir Sungai Don di Barat.

Penaklukan dahsyat yang ia lakukan berhasil melumpuhkan dua Raja besar pada zamannya, Sultan Turki, Bayazid Yiddrim, dan Kaisar Mongol, Toktamish, yang juga adalah cucu Jengis Khan.

Menurut para sejarawan, prestasi Timur Leng jauh lebih unggul dibanding Jengis Khan. Kaisar Mongol yang bengis ini yang tidak pernah menghadapi pasukan yang kuat di daratan Rusia, sementara Timur berhadapan dengan pasukan yang sangat kuat yang dipimpin oleh Kaisar Toktamish. Bahkan ada sejarawan yang menilai, Timur lebih menonjol ketimbang Iskandar Zulkarnain. Sebab, Iskandar hanya berhadapan dengan pasukan-pasukan yang lemah.

Kurang lebih 550 tahun silam, adalah seorang lelaki yang berusaha menjadikan dirinya sebagi penguasa dunia, tulis sejarawan terkemuka Inggris Harorld Lamb dalam bukunya, Tamerlane Sang Pengguncang dunia. Segala sesuatu yang diusahakan selalu berhasil, sehingga orang menyebutnya sebagai “Tamerlane” sang penakluk dunia.

Ia dilahirkan pada 8 April 1336 M/25 Sya’ban 736 H di kota Hijau. Ia adalah anak Taragai, kepala suku Barlas di Uzbekistan, Asia tengah sekarang. Taragai, sang ayah kabarnya masih keturunan Karachar Noyan, kerabat Jagatai, anak Jengis Khan. Tapi Timur Leng, sering disebut sebagai keturunan Jengis Khan. Belakangan ia masuk Islam dan berpaham Syiah. Ada yang bilang ia menganut tarekat Naqsyabandiyah.

Di masa kecil ia tidak punya apa-apa, kecuali seekor lembu. Tapi yang istimewa, bersama ayahandanya ia biasa menghabiskan waktunya bersama-sama orang suci. Ayahandanyalah yang mengajarkan Islam kepada anaknya ini. Suatu hari ayahandanya berkata, “Dunia ini tidak lebih baik ketimbang sebuah Jambangan bunga emas yang penuh berisi Kalajengking dan Naga.” Itulah pandangan hidup ayahandanya tentang dunia, yang terpatri kuat dalam sanubari Timur Leng.

Sejak kecil ia sudah menampakkan watak sebagai orang besar. Ia sangat tidak menyukai perbuatan-perbuatan bodoh. Itu sebabnya selama hidupnya ia tidak pernah punya waktu untuk bergurau. Meski sebagai lelaki ia sangat kaku, tapi ia sangat pemberani dan cerdas. Barangkali itu pula sebabnya ia berhasil mengawini gadis cantik bernama Alji Khatun Agha.

Ketika usianya baru 12 tahun, ia sudah terlibat dalam sejumlah peperangan. Ketika ayahandanya meninggal, ia bergabung dengan pasukan Amir Qaghazan, sampai Gubernur Tansoxiana itu meninggal. Suatu ketika pasukan Tughluk Timur khan menyerbu dan Timur Leng menghadangnya. Ia bertempur dengan gagah berani, sehingga mengundang simpati Tughluk, musuhnya. Karena itu, ia direkrut Tughluk sebagai komandan pasukannya. Namun belakangan memberontak setelah Tughluk mengangkat anaknya, Ilyas Khoja, sebagai Gubernur Samarkand, sementara ia hanya sebagai pejabat biasa.

Tak lama kemudian ia bergabung dengan Amir Husain, cucu Qaghazan. Dengan mengendarai kuda perkasa yang gagah berani ia menyerang Tughluk dan Ilyas Khoja. Keduanya tewas, sementara pasukan Tughluk tunggang langgang melarikan diri. Setelah berhasil memenangkan perang, pada 10 April 1370 para Ulama mengangkat Timur Leng sebagai komandan bangsa Tartar. “Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka di muka bumi seharusnya juga hanya ada satu Raja,” kata Timur Leng seusai dilantik.

Di awal karirnya sebagai komandan tentara tartar, ia berhasil merebut kota Hijau dengan taktik tipu muslihat. Mula-mula ia menyusupkan pasukan kecil di sekeliling kota. Setelah menguasai medan, mereka menebang dahan-dahan pohon di pinggir-pinggir jalan dan membakarnya. Karuan saja, dalam waktu singkat hal itu menimbulkan kobaran api dan tebaran abu yang luas. Melihat itu Jenderal Jat yang menjaga kota Hijau mengira, mereka diserang oleh pasukan yang berkekuatan sangat besar. Mereka ketakutan dan akhirnya menyerah.

Pada saat yang bersamaan, pasukan Timur Leng, menyusup ke perkemahan tentara kota Hijau yang dipimpin oleh Bikijuk. Mereka menyalakan api besar disekeliling kemah. Melihat api berkobar di mana-mana, musuh pun ketakutan, hingga mereka melarikan diri sebelum fajar menyingsing. Pada saat itulah sebagian pasukan Timur Leng menyerang dari belakang.

Setelah itu Timur Leng juga berhasil merebut Heart, sebuah kota penting yang dihuni seperempat juta orang yang memiliki beberapa lembaga pendidikan. Ketika itu ancaman terbesar bagi bangsa Tartar adalah orang-orang Mongol yang terkenal dengan sebutan “Gerombolan Emas”. Gerombolan ini dipimpin oleh anak cucu Jengis Khan yang ketika itu tengah berada di puncak kejayaan. Mereka berkeliaran di sepanjang dataran Siberia yang berbatasan dengan padang Tundra yang luas di utara.

Terkadang mereka turun mengganggu sampai ke wilayah-wilayah kekuasaan bangsa tartar. Orang-orang mongol termasuk sangat lihai menunggang kuda dengan kecepatan luar biasa. Gerombolan ini dipimpin oleh Toktamish, pengeran berhati jahat yang pernah minta perlindungan kepada Timur Leng, dan meninggalkan Urus Khan, pimpinan bangsa Mongolia. Saat itu Toktamish mengincar kekuasaan Tartar.

Suatu hari di musim dingin, bersama sebuah pasukan besar. Toktamish menyusup ke sekitar sungai Syr Darya, tapi penyusupan itu diketahui oleh intelejen Timur Leng. Para penasehatnya menyarankan agar Timur Leng menunggu sampai pasukannya yang saat itu tersebar berkumpul kembali. Tapi Timur Leng menolak. Ia pergi sendiri memimpin pasukan yang terdiri dari resimen-resimen kecil.

Dengan mengendarai kuda, di bawah hujan dan salju, pasukannya menyerang pos-pos luar gerombolan Toktamish dan merangsek masuk ke perkemahan mereka. Manuver yang taktis ini membuat pasukan Toktamish mundur tergesa-gesa. Timur Leng memang lebih yakin dengan taktik menyerang ketimbang bertahan. Karena itu ia memutuskan menyerang gerombolan emas tersebut.

Tak lama kemudian bersama pasukan besarnya, ia melaju munuju Rusia melalui padang rumput Sitepa. Inilah sebuah petualangan antara hidup dan mati, menempuh perjalanan 1.800 mil dalam waktu 18 minggu, lambat laun pasukannya kehabisan tenaga karena kekurangan perbekalan. Sementara pasukan Toktamish terus menghindar dan bergerak jauh ke utara, masuk ke dalam rimba yang dingin. Namun mereka tercengang menyaksikan betapa pasukan Timur Leng yang gigih terus bergerak di tengah semakin menipisnya perbekalan dan dilanda kelelahan.

Suatu pagi, Timur Leng membagi pasukannya dalam tujuh divisi yang dipimpin oleh anak-anaknya sendiri, didampingi beberapa jenderal yang berpengalaman. Ia sendiri memimpin divisi sentral bersama para veteran perang, dan jenderal-jenderalnya. Serangan pertama dilancarkan, dipimpin oleh komandan bernama Syaifuddin. Sementara divisi sentral diperintahkannya terus maju dibawah pimpinan putranya sendiri, Miran Shah.

Pasukan ini menggempur habis-habisan pasukan Toktamish, dan Toktamish lari tunggang langgang, Timur Leng terus mengejar Gerombolan Emas yang meninggalkan barang rampasan cukup banyak. Beberapa hari kemudian Timur Leng menggempur Serai dan Astara Khan di kawasan sungai Volga. Dan akhirnya terbayarlah dendamnya terhadap Toktamish yang pernah membakar kota Bukhara.

Timur Leng kemudian merangsek di sepanjang sungai Don dan akhirnya menginjakkan kakinya di Moskwa tanpa hambatan. Para bangsawan dari kekaisaran Rusia lari tunggang langgang. Tak lama kemudian Timur Leng pulang, tanpa sempat masuk ke kota Moskwa. Dalam perjalanan pulang, ia menggempur benteng batu yang disebut Takrit milik bangsa Georgia di Rusia bagian selatan yang suka berperang. Pasukan Timur Leng berusaha menaklukkan benteng Takrit dengan memanjat tali, akhirnya benteng yang dibangun di atas puncak bukit karang itu bisa dikuasai.

Sasaran selanjutnya adalah Persia. Ia tiba di Persia pada tahun 1386 M dengan sejumlah besar prajurit. Ia sempat menyelesaikan pertikaian antara para pangeran Kesultanan Persia yang dipimpin oleh Sultan Muzaffar. Suatu ketika Sultan Mansur, salah seorang putra mahkota, membunuh beberapa orang kepala suku Tartar, mendorong pasukan Tartar merebut Isfahan. Semua putra mahkota menyerah, kecuali Mansur, yang melarikan diri ke pegunungan. Tak beberapa lama kemudian, Ziraz pun ditalukkan. Disini ia bertemu dengan Hafizd, penyair Persia yang sangat terkenal.

Selama musim semi tahun 1399, Timur Leng menyerbu India melalui Khayber Pass. Ia hanya menghadapi perlawanan kecil, pasukannya terus merangsek ke Delhi tanpa kesulitan. Selesai dengan urusan di India, ia pulang dengan membawa pasukan gajah dan 200 orang tukang batu untuk membangun fondasi masjid Samarkand. Tak lama kemudian Timur Leng merebut Bagdad dengan kekerasan.

Setelah itu ia mulai mengincar kekaisaran Turki. Mula-mula ia menulis surat kepada kaisar Turki, Bayazid Yildrim, minta agar Kaisar tidak membantu Kurra Yusuf dan Sultan Ahmad dari Bagdad. Bayazid membalas surat itu dengan kalimat-kalimat yang bernada sombong dan tidak sopan. Karuan saja Timur Leng berang. Tapi ia tidak segera menyerang Bayazid, karena menyadari dikelilingi oleh banyak musuh dari segenap penjuru. Ia bertekad menghancurkan mereka satu persatu. Mula-mula ia bergerak menuju Syria, menaklukkan suku Turkoman di selatan Rusia. Setelah itu ia melumpuhkan Sultan Mamluk dari Mesir dekat Allepo, kemudian bergerak ke Damaskus.

Pasukan Timur Leng bahkan mengejar pasukan Mesir sampai keluar Palestina. Divisi yang lain bergerak menuju Bagdad. Dalam waktu hanya 14 bulan, ia telah melancarkan dua perang besar, beberapa perang kecil, dan merebut hampir selusin kota yang dibentengi tembok batu yang kokoh. Ia berhasil menghancurkan sekutu Bayazid. Merasa terancam oleh agresi Timur Leng pada awal 1402, Bayazid mengerahkan kekuatan sebanyak 200.000 prajurit.

Sebelum menyerang Bayazid yang berkuasa di Turki, Timur Leng mempelajari geografi daerah-daerah yang akan diserangnya. Ternyata daerah itu tidak cocok untuk pasukan kavaleri. Ia lalu bergerak ke selatan dan terus maju menyisir sepanjang lembah sungai Halys. Di sana ia mengatur dua siasat. Melepas kuda sambil menunggu untuk menyerang, atau maju terus menjelajah. Timur Leng memilih taktik kedua: memaksa pasukan Turki menunggu sedemikian rupa agar senantiasa mengikuti gerak-geriknya.

Tentara Turki yang kebanyakan pasukan Invanteri itu cepat merasa lelah. Bayazid pun mengikuti perjalanan Timur Leng, berjalan cepat selama seminggu, sehingga lelah, haus dan lapar. Akhirnya Timur Leng menduduki pangkalan utama pasukan Bayazid yang menyimpan persediaan makanan dan minuman. Maka buru-buru Bayazid menyerang, sementara pasukan Tartar yang tangguh bertahan sekuat tenaga, dan akhirnya Bayazid pun menyerah.

Sultan Turki, Bayazid itu pun dibawa ke hadapan Timur Leng yang menerimanya dengan penuh hormat, mendudukkannya di sampingnya. Istri dan jubahnya dikembalikan kepada Bayazid. Selepas menaklukkan Bayazid, Timur Leng bergerak menuju Smima, sebuah kota kecil yang dikenal sebagai gerbang masuk ke Eropa. Tak tahan menghadapi pasukan Timur Leng, pasukan Kurra Yusuf dan Sultan Ahmad dari Bagdad menyingkir ke Arabia dan Mesir. Belakangan Sultan Mamluk dari Mesir dan beberapa Raja dan kaisar dari Eropa buru-buru menyatakan tunduk dan setia. Mereka bersedia membayar upeti tahunan.

Kini Timur Leng bertekad mewujudkan ambisinya yang terakhir: menaklukkan Cina, dengan menaklukkan negeri ini, ia menganggap dirinya sebagai penakluk terbesar yang mampu menundukkan kekuatan paling besar di dunia. “Kita telah menaklukkan seluruh daratan Asia kecuali Cina. Anda semua menjadi sahabatku dalam peperangan dan tak pernah gagal merebut kemenangan. Untuk merebut Cina, tak begitu banyak kekuatan yang kita butuhkan,” kata Timur Leng kepada Dewan Putra Mahkota.

Dengan membawa seperempat juta prajurit, ia menyerbu Cina. Saat itu kebetulan musim dingin sedang mencapai puncaknya. Meski demikian. Ia maju terus. Pasukan Tartar itu tiba di Ortar dengan selamat untuk beristirahat selama musim dingin yang menggigit. Sesudah musim dingin reda, ia akan melanjutkan penyerbuan. Tapi sayang pada bulan Maret 1405, ia meninggal dunia. Penyerbuan ke Cina pun urung. Dan pasukan Tartar pun dengan serta merta menyerah kepada Kaisar Cina.

Begitu pemimpin besar Tartar itu wafat, terjadilah perebutan kekuasaan di antara anak-anaknya: Muhammad Jehanekir dan Khalil. Setelah bertempur hebat Khalil menang. Namun tidak beberapa lama ia dikudeta oleh saudaranya yang lain, Syekh Rukh (1405-1447). Syekh Rukh dan anaknya Ulugh Bey (1447-1449), memerintah negeri Tartar dengan cukup bijak. Ilmu pengetahuan kembali berkembang. Namun tidak lama kemudian, pada tahun 1469 kekuasaan keluarga Timur Leng itupun ambruk.

Timur Leng sesungguhnya bukan hanya seorang Kaisar penakluk kawasan yang luas di Asia dan Eropa, melainkan juga seorang pemimpin yang cinta ilmu, seni dan kebudayaan. Ia menyemarakkan kota asalnya, Samarkand dengan Istana, gedung dan Taman-Taman yang megah dan indah, dengan jalan-jalan yang lebar. Ia juga membangun sebuah masjid raya hanya dalam waktu sebulan sebagai pusat ilmu dan kebudayaan. Ia pun mengembangkan gaya arsitektur baru dengan selera tinggi.

Ketika itu, bisnis dan perdagangan juga berkembang pesat. Samarkand dan Tabriz menjelma menjadi pusat perdagangan besar di dunia Timur. Rute perdagangan antar benua yang telah diblokir selama ratusan tahun dibuka kembali. Timur Leng juga mengentaskan orang-orang miskin. Ia mendirikan rumah-rumah sederhana untuk menampung orang-orang cacat dan lemah. Wilayah kekuasaannya juga dibersihkan dari perampok dan pencuri. Para Hakim dan Komandan tentara bertanggung jawab terhadap keamanan di daerah masing-masing.

Meski dikenal sebagai pemimpin besar, Timur Leng adalah orang yang sangat sederhana, dan suka berterus terang. Ia sangat tidak menyukai sikap sombong, kebiasaan pesta pora. Ia tidak pernah memakai gelar kebesaran sebagai Kaisar. Dalam surat menyurat, ia lebih suka menggunakan kalimat seperti, “Saya, Timur, Pengabdi Allah, menyatakan." (ar/sf) www.suaramedia.com

http://www.suaramedia.com/sejarah/sejarah-islam/26472-timur-leng-sang-penakluk-dunia-yang-setia-mengabdi-pada-allah.html

Thursday, July 28, 2011

"Kalau Mau Pindah Agama, Pindahlah ke Islam!"

Sally berasal dari keluarga Filipina penganut Katolik yang taat. Ia dididik dengan nilai-nilai dan tradisi ajaran Katolik. Pada usia 15 tahun, Sally masuk biara dan bahagia menjalani kehidupan sebagai biarawati.

"Saya bahagia karena saya bisa melaksanakan tugas-tugas saya sebagai biarawati dan orang-orang di sekeliling saya, termasuk keluarga juga bahagia melihat saya," ujar Sally.

Hingga datang suatu masa ketika Sally mulai bertanya pada dirinya sendiri, setiap malam, "Apa yang saya lakukan di dalam biara ini?" Ia jadi sering pergi ke sebuah kapel kecil dan sederhana dan berdiam diri di sana. Di dalam kapel, Sally mulai mempertanyakan apakah Tuhan benar-benar mendengarnya, karena dalam ajaran Katolik yang ia tahu, disebutkan bahwa Tuhan hadir dalam acara-acara sakramen.

"Pikiran saya dipenuhi oleh pertanyaan. Mulai ada keraguan khususnya tentang realita Yesus Kristus. Tapi saya tidak punya keberanian untuk menanyakan pada pendeta atau teman-teman biarawati lainnya. Saya terlalu takut mereka akan menentang pemikiran saya," kata Sally.

"Jadi saya biarkan saja semua keraguan saya menggantung. Saya bahkan membiarkan diri saya mengucapkan sumpah pertama saya sebagai biarawati, dan saya terus memperbaruinya setiap tahun sampai selama 10 tahun! Hingga sampai pada satu titik saya tidak tahan lagi melakukan kaul kesucian dan kemiskinan, mengakui Yesus Kristus sebagai pilihan dan mengakui Yesus Kristus adalah Tuhan dan anak Tuhan ... Saya berdoa lebih keras lagi, meminta petunjuk pada Tuhan agar menunjukkan jalan yang benar," papar Sally.

Yang memberatkan perasaannya saat itu adalah, orang tuanya akan sangat terluka jika ia meninggalkan biara. Ayah Sally yang sangat keberatan jika putrinya keluar dari biara, bahkan jika alasannya Sally ingin punya keluarga sendiri. Sally tidak ingin menyakiti keluarganya, terutama ibu dan dua saudara lelakinya yang menjadi pendeta, serta empat saudara perempuannya, yang semuanya menjadi biarawati.

"Di atas itu semua, saya juga tidak mau bersikap munafik dan berpura-pura bahagia menjalani sesuatu yang sebenarnya bertentangan dengan prinsip-prinsip saya. Maka, saya tidak menyerahkan surat permohonan profesi dan saya bicara pada atasan saya bahwa saya ingin keluar dari biara," tutur Sally.

Ia akhirnya keluar dari biara tanpa memberitahu keluarganya, dan mencari pekerjaan untuk bertahan hidup. Tak berapa lama kemudian, ia bertemu dengan sahabat dekatnya yang sudah menjadi pendeta. Sally ditawari untuk bekerja dengan sahabatnya itu di sebuah gereja di Marawi sebagai kordinator paroki.

Pada saat yang sama, orang tua Sally tahu bahwa ia sudah meninggalkan biara. Meski berat menerima kenyataan itu, orang tua Sally masih berharap suatu hari Sally akan kembali ke biara. Sally sendiri menerima tawaran kerja sebagai kordinator paroki. Tapi pendeta yang menjadi atasan Sally, tidak memperlakukannya dengan baik.

"Dia tidak membayar gaji saya dan berusaha melakukan pelecehan seksual pada saya," ungkap Sally.

Beruntung, Sally selalu lolos dari nafsu setan pendeta itu. Ia berdoa lagi, meminta Tuhan untuk selalu melindunginya dan memberinya kebahagiaan, karena Sally merasa tidak pernah merasakan kedamaian dalam hidupnya. Jiwa dan pikirannya selalu diliputi kesedihan.

Hari Baru, Semangat Baru

Suatu pagi, tanggal 17 Juni 2001, Sally mendengar sebuah suara yang indah di telinganya, tapi ia tidak paham itu suara apa. "Saya kira suara itu datang dari masjid di dekat tempat tinggal saya. Begitu saya mendengar suara itu, saya merasa seperti ditenggelamkan dalam air yang sejuk. Saya tidak bisa menjelaskan apa yang saya rasakan," tutur Sally.

"Hari itu, saya merasakan kebahagiaan merasuk ke dalam hati, meski saya tidak paham apa yang saya dengar. Setelah mendengar suara itu, saya berkata pada diri saya sendiri 'ada hari baru, sebuah awal baru'." sambungnya.

Sally lalu bertanya tentang suara yang didengarnya, dan ia tahu bahwa itu adalah suara panggilan salat untuk kaum Muslimin. Tapi Sally merasa aneh, ia datang ke Marawi awal Mei 2001, mengapa selama ini ia tidak pernah mendengar suara itu dan baru mendengarnya pada pagi hari di bulan Juni?

Hari itu juga, Sally memutuskan untuk mencari tahu apa itu Islam dan Muslim. Ia membaca banyak buku. Sally juga akhirnya memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai kordinator paroki dan pulang ke rumah keluarganya di Pampanga. Sesampainya di rumah, ia baru tahu bahwa ayahnya sudah meninggal dunia, yang membuat Sally selama beberapa saat merasa tertekan.

Namun Sally terus belajar Islam. Ia kembali ke Manila, berharap ada seseorang yang bisa memberikan penjelasan padanya tentang Islam. Di dalam hatinya, Sally merasa bahwa ia siap untuk memeluk Islam, tapi tak tahu bagaimana caranya.

Sally tak menyerah. Ia mencari tahu lewat internet, bergabung dengan forum-forum di dunia maya dengan harapan menemukan seorang muslim yang memberikan pencerahan tentang Islam padanya.

Usaha Sally tak sia-sia. Pada tanggal 16 Juni 2004, Sally bertemu dengan seorang muslim di Manila yang menjawab semua keingintahuan Sally tentang Islam. Hingga suatu hari, Sally akhirnya mengucapkan syahadat, sebagai syarat untuk menjadi seorang muslim.

"Di hari yang menentukan itu, saya seperti menemukan sebuah rumah. Rumah itu adalah agama Islam. Rumah di mana saya bisa menemukan cinta, kebahagiaan dan kegembiraan. Sekarang, saya bisa tersenyum. Senyum yang datang dari hati terdalam. Hari itu, saya bisa tidur dengan nyenyak," ungkap Sally tentang perasaannya setelah masuk Islam.

"Tiap kali saya berdoa, saya menangis, bukan airmata kesedihan, tapi airmata kebahagiaan. Kebahagiaan yang tidak bisa dibeli dengan uang. Kebahagiaan yang tak terlukiskan," tambah Sally.

Ia pun teringat, dulu pernah berbincang-bincang dengan kakeknya, seorang pendeta Katolik. Kakeknya mengatakan, "Kalau kamu ingin pindah agama, pindahlah ke Islam!"

"Allahu Akbar ! Semoga Allah membuka hati keluarga saya pada cahaya Islam. Amiin," doa Sally. (kw/RoI)

http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/kalau-mau-pindah-agama-pindahlah-ke-islam.htm

Penciptaan Manusia (3)

Kita perhatikan berikut ini, ayat lain dari Alquran yang memberikan petunjuk ilmiah. Allah SWT berfirman: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu, Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal daging, dan segumpal daging itu, Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik." (QS Al-Mu'minuun: 12-14)

Dalam ayat ini, Allah SWT menjelaskan proses penciptaan manusia dari saripati (sulaalah) tanah yang telah ditentukan kadarnya. Karenanya, yang dimaksud dengan ‘sulaalah’ di atas, bukan rangkaian makhluk hidup yang mendahului penciptaan manusia, sebagaimana yang diyakini oleh sebagian orang yang sesat. Karena keyakinan ini, secara ilmiah telah terbukti kesalahannya, setelah ditemukannya fosil di daratan afrika tengah, yang membuktikan bahwa manusia dalam penciptaannya tidak terkait dengan evolusi makhluk hidup lainnya yang berkembang hingga menjadi seperti dirinya.

Saripati tanah yang dimaksud dalam ayat di atas adalah ke 16 unsur tanah yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Setelah sperma menyatu dengan sel telur, ke 16 unsur ini berubah menjadi zygote yang menetap pada tempatnya di dalam suatu ruangan yang kuat dan kokoh, yaitu rahim. Selanjutnya zygote ini berproses menjadi segumpal darah. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat lain. Allah SWT berfirman: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah." (QS Al-Alaq: 1-2).

Selanjutnya gumpalan darah ini berproses lagi, sehingga menjadi segumpal daging (sebagiannya mempunyai bentuk, sebagian lagi tidak mempunyai bentuk), kemudian berproses lagi hingga terbentuk tulang yang dibungkusi oleh daging. Setelah itu keluarlah janin itu, sebagai bayi yang dijadikan Allah sebagai khalifahnya di muka bumi ini.

Subhanallah, sekiranya janin itu tahu bagaimana ia diciptakan? Atau sekiranya ia diberikan oleh Allah SWT kemampuan untuk melihat dan menyaksikan langsung bagaimana kekuasaan-Nya dalam membuat dirinya hidup hingga terlahir ke dunia. Sekiranya demikian, sungguh ia akan menjadi hambanya yang taat dalam menyembah-Nya, ia akan merasakan malu yang sangat, jika sedetik terlewat tanpa mengingat Tuhan yang telah menciptakannya dalam bentuk yang indah dengan kekuasaan-Nya.

Sesungguhnya dalam ayat di atas: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah...". Terdapat banyak petunjuk dan hikmah yang hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang memiliki jiwa yang suci.

Berdasarkan ayat di atas, kami ingin tegaskan kepada mereka yang mengatakan bahwa di dalam kitab suci kalian (Alquran), terkadang disebutkan: "Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”, dan terkadang dinyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah, atau terkadang dari air mani. Bagaimana kalian memberikan penafsiran atas pertentangan antara satu ayat dan ayat lainnya?

Kami ingin tegaskan kepada mereka yang berkata demikian, bahwa Allah sesungguhnya menghendaki manusia untuk memikirkan setiap periode penciptaan dirinya. Sehingga mereka dapat mengetahui keagungan Penciptanya, dan besarnya karunia serta nikmat-Nya yang telah diberikan kepada mereka. Mereka perlu memahami bahwa dalam penciptaan manusia untuk sampai pada tahapan terakhir, yaitu lahirnya janin dari rahim seorang ibu, pembentukan janin tersebut, harus melewati semua tahapan yang telah ditentukan-Nya.

Setiap tahapan tidak dimaksudkan sebagai awal penciptaan manusia. Akan tetapi yang dimaksud setiap tahapan adalah merupakan permulaan bagi kelangsungan tahapan berikutnya. Semua tahapan penciptaan ini adalah rangkaian proses dari penciptaan manusia oleh Yang Maha Agung dan Yang Maha Mencipta.

Sesungguhnya antara satu ayat dan ayat lainnya yang terdapat dalam al-Quran, tidak ada pertentangan sedikit pun. Yang menyebabkan kalian mengatakan adanya pertentangan ini, adalah kedengkian dan kebencian kalian sendiri kepada Alquran dan kebenarannya. Karena sesungguhnya Allah sebagai Pencipta telah menciptakan semua apa yang terdapat di alam semesta ini.

Manusia, kalaupun dia disebut sebagai pencipta, maka dia hanya dapat menciptakan sesuatu sesuai dengan bahan yang sudah ada. Dan mustahil bisa menciptakan sesuatu dari sesuatu yang tidak ada. Siapakan yang telah menciptakan semua yang ada di dunia ini, yang dimanfaatkan manusia dalam produksinya? Alhah!

Lalu apakah manusia bisa menciptakan pesawat dari sesuatu yang sebelumnya tidak ada, atau mereka menciptakannya dari unsur-unsur benda yang sebelumnya telah ada? Allah SWT, Dialah yang telah menciptakan semesta alam dan segala isinya dari ketiadaan. Karenanya layaklah Dia disebut sebagai "Pencipta Yang Paling Baik".

Seorang manusia yang menciptakan sesuatu karya, sesungguhnya ia mengharapkan satu manfaat dari hasil karyanya. Tentunya hal ini merupakan hal yang biasa. Karena siapa pun dari manusia yang menciptakan sesuatu, maka ia memiliki tujuan agar ciptaannya dapat dinikmati oleh dirinya dan sesamanya. Tapi Allah, apakah Dia mengharapkan sesuatu bagi Diri-Nya? Sekali-kali tidak. Allah telah menciptakan semua ciptaan-Nya adalah demi kepentingan manusia. Dialah yang telah memberi mereka makanan dan minuman. Dialah yang telah memberi mereka kehidupan.

Allah SWT yang telah mengadakan semua kebutuhan manusia dan menyempurnakan nikmat-Nya untuk mereka, baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah. Namun sayangnya, meski demikian, banyak manusia yang tidak mau bersyukur kepada-Nya. Malah sebaliknya, mereka memberikan rasa syukur kepada sesamanya.

Sesekali Allah SWT (tidak akan rugi). Karena seperti yang Dia katakan dalam sebuah Hadits Qudsi: "Wahai hambaku, janganlah engkau merasa takut dari seorang penguasa pun, selama kekuasaan dan kerajaan-Ku tegak. Jangan engkau takut kehilangan rezekimu, selama persediaan-Ku penuh dan tidak habis. Aku telah menciptakan segala sesuatu untukmu, dan Aku telah menciptakanmu untuk-Ku..."

Oleh: DR Abdul Basith Jamal & DR Daliya Shadiq Jamal
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/11/07/27/loz54s-alquran-dan-sains-penciptaan-manusia-3

Penciptaan Manusia (2)

Sebagian dari musuh Islam, ada juga yang membuat bantahan atas firman Allah SWT: "Dan Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani". Mereka berkata, "Dari apa sebenarnya manusia diciptakan? Apakah dari tanah (debu)? Atau dari air mani? Jika benar manusia diciptakan dari tanah sekaligus dari air mani, bagaimana hal itu bisa terjadi?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kami katakan, sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya, bahwa manusia tercipta dari gabungan beberapa unsur zat yang berjumlah 16, jumlah yang sama yang menjadi unsur zat yang membentuk tanah (turâb).

Dan manusia mempunyai komposisi khusus dalam perpaduan antara unsur-unsur ini dalam persentase kadarnya. Tidak ada seorang pun yang memiliki kesamaan kadar unsur-unsur yang membentuk tubuhnya. Allah SWT telah mengatur itu semua dengan kekuasaan dan pengetahuan-Nya. Dia telah menetapkan komposisi unsur-unsur tanah ini sesuai kehendak-Nya. Inilah tahapan pertama bagi penciptaan manusia dari unsur tanah.

Selanjutnya, unsur-unsur yang akan membentuk manusia itu sesuai kadar yang telah ditentukan berubah dalam bentuk janin, ketika dua orang manusia yang berlainan jenis melakukan hubungan badan, dan terjadi pertemuan antara sperma laki-laki dengan sel telur perempuan yang kemudian berproses menjadi janin. Demikianlah Allah SWT menetapkan unsur-unsur tanah dan air mani, untuk menciptakan seorang manusia.

Untuk memudahkan penjelasannya, kami berikan gambaran berikut ini, seorang ilmuwan, ketika memiliki keinginan untuk membuat hasil karya tertentu, terlebih dahulu, ia menetapkan bahan-bahan tertentu sesuai yang ia butuhkan sebelum ia memulai pekerjaannya. Setelah bahan yang dibutuhkan tersedia sesuai kuantitas dan kualitas yang diperlukan, maka ia dengan mudah dapat menghasilkan karyanya. Demikianlah Allah SWT menentukan unsur-unsur yang digunakan-Nya untuk menciptakan manusia. Dan bagi-Nya Sifat Yang Maha Tinggi.

Sesungguhnya ayat-ayat Allah SWT yang terdapat dalam Al-Qur'an, mudah untuk dicerna oleh akal, karena logis dan sesuai dengan realita. Hanya orang-orang yang akal dan hatinya tertutupi ‘kedengkian’ yang tidak mendapatkan petunjuk-Nya.

Selanjutnya dalam ayat lain, Allah Swt menjelaskan bahwa air yang darinya manusia diciptakan adalah air mani yang dalam bahasa Arabnya disebut "maa-un mahiin" atau "maa-un hayyin", yang memiliki arti sebagai air yang mempunyai potensi kehidupan yang lemah. Dan sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya, bahwa Allah SWT pun telah menciptakan manusia dari air mani (nuthfah). Nuthfah ini adalah air mani laki-laki atau sperma.

Untuk dapat memahami petunjuk ilmiah yang ada dalam firman Allah SWT: "Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina?" kita sebaiknya memberikan penjelasan tentang kelompok binatang bersperma atau spermatozoon.

Spermatozoon, sebagaimana tampak dalam gambar, terdiri dari bagian kepala, bagian tengah dan bagian ekor. Dengan menggunakan ekornya ini, binatang ini hidup dalam saluran air mani yang memberinya makanan. Dan dikarenakan binatang ini merupakan makhluk hidup, maka tentunya ia juga berasal dari air, sesuai firman-Nya: "Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup".

Namun kekuatan yang dimiliki binatang ini sangat lemah, sehingga kebanyakan dari spermatozoon ini mati ketika terjadi pembuahan (fertilisasi). Akan tetapi, dengan kekuasaan Allah, seseorang ketika mengeluarkan air maninya, jumlah yang ia keluarkan, bisa mencapai 300 sampai 500 juta spermatozoon. Hal itu sebagai tanda ke Maha Tahuan Allah, karena dari jutaan spermatozoon ini akan mati, saat terjadi pembuahan antara sperma laki-laki dan sel telur perempuan.

Meskipun binatang ini lemah, namun binatang inilah yang menjadi penentu jenis kelamin dari janin yang dikandung, apakah laki-laki atau perempuan. Pengetahuan ilmiah ini, secara menakjubkan dijelaskan Al-Qur'an dalam kata-kata yang singkat namun padat, ketika Allah SWT berfirman: "Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina?"

Terlebih lagi, jika kita memerhatikan cara pengungkapan di atas, di mana Al-Qur'an menyampaikannya dalam bentuk pertanyaan. Seolah-olah Allah berkata kepada semua manusia—baik yang beriman kepada-Nya maupun yang tidak beriman dan mengingkari kekuasan-Nya: "Adakan penelitian oleh kalian berdasarkan ilmu genetika yang telah kalian dapatkan! Lalu periksalah kondisi spermatozoon ini. Kemudian bandingkan antara penemuan ilmiah yang kalian dapatkan dengan yang dijelaskan dalam Al-Qur'an!"

Jika kalian mendapatkan kebenaran dalam Al-Qur'an, maka berimanlah! Dan jika tidak, maka kalian bebas berbuat apa saja! Demikianlah cara pengungkapan Al-Qur'an. Dan pada realistasnya, tidak mungkin akan terjadi perbedaan antara ilmu pengetahuan dan apa yang terdapat dalam Al-Qur'an. Karena Al-Qur'an sebagai Kitab Suci yang diturunkan Allah, tidak mungkin di dalamnya terdapat kebohongan dan kebatilan. Karena yang menurunkannya adalah Allah, yang telah menciptakan manusia dan alam semesta ini. Bagaimana realitas kehidupan dan penciptaan akan bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh penciptanya.

Selanjutnya, kita akan mencoba menjelaskan tentang petunjuk ilmiah lainnya, yang terdapat dalam firman Allah SWT: "Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging, yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu, dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan." (QS Al-Hajj: 5)

Pada bagian terdahulu, telah dijelaskan tentang tahapan penciptaan manusia dari air mani, di mana sebelumnya kadar unsur-unsur tanah bagi penciptaan seorang manusia, telah ditentukan oleh Allah. Dalam pembahasan berikut ini, kami akan menjelaskan kelanjutan dari tahapan tersebut, di mana Allah telah menentukan peta gen tertentu yang mengandung semua sifat keturunan bagi seorang manusia yang akan diciptakan-Nya. Dalam peta gen ini, Allah menentukan lokasi dan fungsi dari setiap gen yang dibawa oleh kromoson-kromoson yang terjalin dalam sebuah jaringan.

Janin pada pertama kalinya terbentuk dari sel yang dinamakan zygote yang dihasilkan dari pembuahan antara sperma dan sel telur. Kandungan sifat keturunan yang dimiliki oleh masing-masing orang tua, yang dibawa melalui kromoson inilah yang mengarahkan pembentukan janin dan perkembangannya. Peta kromoson ini, seperti buku panduan yang tidak mungkin ditiru dan disalin seperti aslinya, meskipun dengan menggunakan ilmu dan teknologi tinggi. (Perhatikan! Peta kromoson mengatakan dengan pasti akan kesaksiannya bahwa “Tiada Tuhan selain Allah”).

Namun sebelum proses pembentukan janin dan perkembangannya, terjadi proses penentuan jenis kelaminnya dikarenakan adanya perbedaan perkembangan antara janin laki-laki dan perempuan dan perbedaan anggota tubuhnya. Yang berfungsi untuk menentukan jenis kelamin ini, adalah nuthfah. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Al-Qur'an secara ringkas dalam firman Allah: "Dan Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani (nuthfah)." (QS Al-Hijr: 26)

Setelah penentuan jenis kelamin janin dan proses pemindahan kandungan sifat keturunan orang tua yang dibawa oleh kromoson, selanjutnya adalah periode berikutnya yaitu periode alaqah atau segumpal darah.

Al-alaqah dalam bahasa Arab berarti darah yang membeku. Dan hal ini terbukti setelah dilakukan pengambilan gambar atas janin pada periode ini dalam bentuk darah yang membeku, di mana anggota tubuh belum terbentuk. Setelah dilakukan pengambilan gambar pada periode selanjutnya, didapatkan bahwa janin telah berubah dalam bentuk segumpal daging (mudh-ghoh) yang menampakkan bentuk tubuh yang sempurna dan yang belum sempurna. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran: "kemudian dari segumpal daging, yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna".

Daging ini kemudian menempel di dinding rahim sampai waktu yang ditentukan-Nya, yaitu waktu kelahiran. Rahim bagi janin adalah seperti tempat tinggal di mana ia menetap di dalamnya selama beberapa waktu tertentu sampai saatnya ia keluar ke alam dunia.

Dari penjelasan di atas, apa yang dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern dengan bantuan teknologi canggih, telah dijelaskan oleh Al-Qur'an 14 abad yang lalu. Apakah musuh-musuh Islam, setelah ini, masih dapat mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah buatan Muhammad SAW?

Sama sekali tidak! Karena sesungguhnya, Al-Qur'an ini adalah kalam Allah yang telah berfirman: "Dan Kami turunkan (Al-Qur'an) itu dengan sebenar-benarnya dan Al-Qur'an itu telah turun dengan (membawa) kebenaran." (QS Al-Israa: 17)

Coba kita perhatikan firman Allah SWT berikut ini yang terdapat dalam surah Ath-Thariq: "Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar. Yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada. Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati)."

Dalam ayat di atas, Allah SWT menyuruh manusia untuk berpikir dan meneliti, bagaimana ia diciptakan? Dan dari apa dia diciptakan? Jawabannya: Dari air! Sebagaimana kita jelaskan sebelumnya. Namun dalam kalimat berikutnya, Allah menyebutkan sifat dari air itu dengan kata ‘daafiq’. Artinya air yang bergerak dan hidup. Dan hal inilah yang telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern. Berdasarkan sains, spermatozoon bergerak dengan menggunakan ekornya dalam salurah air mani sehingga bertemu dengan sel telur dan terjadi pembuahan di antara keduanya.

Oleh: DR Abdul Basith Jamal & DR Daliya Shadiq Jamal
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/11/07/26/loxz5a-alquran-dan-sains-penciptaan-manusia-2

Penciptaan Manusia (1)

Al-Qur'an diturunkan oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi semesta alam. Sebagaimana Rasulullah yang kepadanya diturunkan Al-Qur'an adalah rahmat bagi semesta alam. Allah SWT berfirman: "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS Al-Anbiya': 107)

Al-Qur'an ini menjadi rahmat, umumnya bagi semesta alam dan khususnya bagi manusia. Dalam berbagai ayatnya, Al-Qur'an banyak memperbincangkan tentang manusia dan rahasia kehidupannya dalam segala aspek yang berkaitan dengannya. Misalnya tentang penciptaan manusia, kejiwaan manusia, tujuan hidup manusia, dan lain sebagainya.

Sebagai keutamaan dari kitab suci Al-Qur'an, kebenaran dari setiap kata dan kalimat yang terdapat di dalamnya, dapat dibuktikan secara ilmiah. Para ilmuwan telah banyak menemukan bukti-bukti ilmiah ini, sehingga dugaan orang-orang yang menuduh Al-Qur'an dengan tidak benar dapat dibantah.

Yang akan kami bicarakan berikut ini menyangkut salah satu aspek yang berkaitan dengan manusia, yaitu masalah penciptaan manusia.

Al-Qur'an telah menegaskan bahwa manusia diciptakan secara khusus. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya." (QS Shaad: 71-72)

Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman: "Dan Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani..." (QS Faathir: 11)

Kemudian, dalam ayat Al-Qur'an, kita mendapatkan bahwa Allah SWT menegaskan penciptaan manusia ini dengan menggunakan kata ‘Qad’ yang sebelumnya didahului dengan ‘lam’ yang memiliki fungsi penegasan (lâm ta’kîd). Allah SWT berfirman: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya." (QS Qaaf: 16)

Demikianlah, Al-Qur'an menegaskan kekhususan penciptaan manusia. Namun orang-orang sesat yang tidak mau mengakui kebenaran Al-Qur'an menuduh Al-Qur'an bohong, karena menurut mereka, manusia tercipta sebagai hasil dari evolusi makhluk lainnya. Makhluk yang mendahului wujud asli manusia ini, mereka sebut sebagai ‘bapak’ bagi setiap binatang menyusui.

Akan tetapi kebohongan mereka, akhirnya terbongkar juga. Pada 1986, ketika para ahli arkeologi menemukan sebuah fosil kera di Afrika, mereka menyimpulkan secara tegas tanpa ada keraguan, bahwa antara kera dan manusia tidak ada hubungan sama sekali dalam asal penciptaannya. Lihatlah bagaimana kebenaran senantiasa unggul di atas kebatilan?

Al-Quran sendiri, ketika menceritakan tentang penciptaan manusia, petunjuk yang terkandung didalamnya mengandung kebenaran yang dapat dibuktikan secara ilmiah.

Kita perhatikan apa yang dikatakan al-Quran tentang penciptaan manusia ini. Allah SWT berfirman: "Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air." (QS Al-Furqan: 54)

"Dan Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani." (QS Faathir: 11)

"Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu pada kali yang lainnya." (QS Thaaha: 55)

"Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina?" (QS Al-Mursalat: 20)

"Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar. Yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada. Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati)." (QS Ath-Thaariq: 5-8)

Dan banyak ayat lainnya yang seluruhnya menunjukkan bukti ilmiah yang terdapat dalam Al-Qur'an. Misalnya, dalam firman-Nya "Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air", Allah SWT menegaskan bahwa asal penciptaan manusia adalah air. Ayat ini sesuai dengan bukti ilmiah yang mengatakan bahwa kira-kira 75 persen dari berat manusia adalah air.

Karenanya air sebagai asal segala sesuatu yang diciptakan, merupakan unsur terpenting bagi setiap proses kehidupan. Dalam tubuh manusia, air berfungsi untuk melunakkah bahan makanan yang masuk ke dalam tubuhnya hingga mudah untuk dicerna.

Mengamati pembahasan Al-Qur'an tentang penciptaan manusia, kita mendapatkan sebagian orang yang senantiasa meragukan kebenaran Al-Qur'an, menentang apa yang telah disampaikan Al-Qur'an tentang penciptaan manusia ini. Yaitu ketika mereka mengatakan bahwa Al-Qur'an tidak konsisten dalam menyebutkan asal penciptaan manusia. Menurut mereka, dalam salah satu ayat dikatakan: "Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu". Sedangkan dalam ayat lain disebutkan: "Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air".

Dan dalam ayat lain dinyatakan: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah”. Dan dalam ayat lain: “Dan Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani”. Bagaimana penafsiran atas beberapa ayat yang saling bertentangan ini?

Demikianlah mereka meragukan kebenaran Al-Qur'an. Sebelum kami mematahkan argumen mereka, perlu kami ingatkan hal penting berikut ini: Siapa pun yang ingin mendapatkan hakikat kebenaran yang menyangkut suatu hal tertentu, maka pertama kali ia harus melepaskan diri dari penilaian subyektifnya. Karena bagaimana ia akan berdialog secara jujur dan obyektif dengan orang lain tentang sesuatu hal yang ia sukai? Jika ia tidak mau melepaskan subyektifitasnya? Tentunya ia akan cenderung membenarkan apa yang disukainya. Kemudian bagaimana ia akan berdialog secara jujur dan obyektif tentang suatu hal yang ia benci? Jika ia tidak mau melepaskan subyektifitasnya? Tentunya ia akan cenderung untuk menyalahkan apa yang dibencinya.

Dan pada realitanya, memerhatikan orang-orang yang memusuhi Islam dan menentang isi Al-Qur'an, kita hanya mendapatkan sedikit dari mereka yang mau melepaskan subyektifitas mereka. Sebaliknya, kita menemukan hati mereka telah dikuasai oleh kedengkian dan kebencian kepada Islam.

Kedengkian yang menutupi mata hati mereka, sehingga mereka tidak akan dapat menemukan kebenaran sejati yang mereka idam-idamkan. Namun meski demikian, kami telah siap untuk mendiskusikan hal ini dengan mereka secara ilmiah dan obyektif.

Memerhatikan Al-Qur'an melalui ayat-ayatnya yang membicarakan tentang penciptaan manusia, kita akan mendapatkan bahwa ia senantiasa menggunakan kata ‘min’ yang memiliki arti ‘dari sebagian’ (juz-iyyah). Ketika Allah SWT berfirman: "Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air", maka kalimat ‘dari air’ berarti sebagian unsur-unsur yang membentuk manusia, diambil dari air. Mengenai berapa persen kadar air dalam penciptaan manusia, maka hakikatnya, hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Karena ‘penciptaan’ (al-khalqu) merupakan sifat yang hanya dimiliki oleh Allah SWT.

Untuk mempermudah penjelasannya, kami berikan contoh berikut: misalkan seseorang memliki bahan mentah A, lalu ia mengolahnya menjadi bahan B, kemudian diubah sehingga menjadi bahan C dan terakhir menjadi benda D. Tentang penciptaan benda D yang telah mencapai bentuk jadinya, setelah mengalami beberapa proses perubahan, kita bisa saja mengatakan bahwa D berasal dari bahan A, atau bahan B atau dari bahan C.

Bagi Allah-lah sifat yang Maha Tinggi. Dia berfirman: "Tiada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS Asy-Syuura: 11)

Sebagaimana kalau kita perhatikan ayat lainnya, yang mengatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah (thîn)—"Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah"—kita mendapatkan hal yang sama, yaitu penggunaan huruf ‘min’ yang menunjukkan arti kata ‘sebagian’.

Dan seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya, jenis tanah ini atau thîn adalah merupakan perpaduan antara air dan debu (turâb). Mengenai cara pencampurannya dan hakikatnya, serta kadar masing-masing unsur pembentuk manusia, maka hal itu tidak ada yang mengetahuinya, kecuali Allah SWT.

Oleh: DR Abdul Basith Jamal & DR Daliya Shadiq Jamal
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/11/07/26/loxqlq-alquran-dan-sains-penciptaan-manusia-1

Tuesday, July 26, 2011

Bekas Sujud, Tak Sekadar Tanda Kehitaman di Dahi

Diriwayatkan dari Rabi'ah bin Ka'b bahwa ia berkata, "Aku menginap bersama Nabi SAW dan membantu beliau untuk menyiapkan air wudhunya dan kebutuhan lainnya." Kemudian, Rasulullah bersabda, "Mintalah sesuatu kepadaku." Aku menjawab, "Aku mohon agar bisa menemanimu di surga." Beliau menjawab, "Bukan lainnya?" Aku berkata, "Hanya itu saja. Lalu, Nabi SAW bersabda, "Bantulah aku untuk dirimu dengan memperbanyak sujud." (HR Ahmad, Muslim, An Nasai, dan Abu Daud).

Hadis ini menganjurkan kita untuk memperbanyak sujud, ruku, dan mendirikan shalat wajib ditambah dengan tathawwu' (shalat sunat) bila kita ingin masuk surga.

Sujud merupakan ibadah istimewa dalam Islam, karena merupakan salah satu rukun shalat dengan cara meletakkan tujuh anggota badan di atas tanah (muka, dua telapak tangan, dua lutut, dan dua ujung kaki). Posisi demikian mencerminkan sikap merendah di hadapan keagungan Ilahi. Allah menegaskan, "Sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)." (QS Al-'Alaq: 19).

Sujud akan menanamkan ketawadhuan dalam diri kepada sesama manusia dan memancarkan sinar keimanan dan kelembutan melalui wajahnya. Inilah bekas sujud yang diharapkan sebagai amalan penolong masuk surga.

Mi'dan bin Abi Tholhah berkata, "Aku bertemu Tsauban, budak Rasulullah SAW." Lalu, dia bertanya, "Beritahukan kepadaku amalan yang bila aku lakukan maka Allah akan memasukkanku dengannya ke dalam surga." Tsauban diam. Lalu, aku tanya lagi, tapi dia masih diam dan aku tanyakan yang ketiga maka ia menjawab, "Aku telah menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Kamu harus memperbanyak sujud karena sesungguhnya tidaklah kamu sujud sekali kecuali Allah akan mengangkatmu satu derajat dan menghapuskan dengannya satu dosa." (HR Muslim, Turmudzi, dan an-Nasa'i).

Kita dianjurkan untuk memperpanjang sujud bila shalat munfaridah (sendiri) karena Rasulullah menyindir orang-orang yang sujudnya cepat, dengan ungkapan bahwa mereka mematuk seperti ayam jago mematuk butiran makanan.

Sujud yang serius akan meninggalkan bekas di wajah orang Mukmin. "Kamu lihat mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud." (QS Al-Fath 29).

Bekas sujud inilah yang akan ditampakkan setiap Muslim via wajahnya. Di antara bekas sujud yang terpancar di setiap muka Muslim adalah ketundukan kepada keagungan Allah, ketawadhuan terhadap sesama insan, kelembutan, senyuman, menundukkan pandangan mata, membasahi bibir dengan zikrullah, sikap kasih sayang kepada anak yatim, fakir, dan miskin.

Sejalan dengan ini, dalam hadis Qudsi disebutkan bahwa Rasulullah berkata, "Aku hanyalah menerima shalat dari orang yang tawadhu terhadap keagungan-Ku, tidak sombong terhadap makhluk-Ku, tidak terus-menerus mendurhakai-Ku, selalu menggunakan siangnya untuk zikir kepada-Ku, mengasihi anak yatim, janda-janda, fakir, dan menyayangi orang yang tertimpa musibah. (HR Al-Bazzar).

Tanda hitam di dahi Muslim adalah salah satu ciri bahwa dia sering melakukan shalat. Namun, bekas sujud yang dikehendaki Allah adalah sikap tawadhu, kelembutan, kepedulian, dan kasih sayang yang dipancarkan wajah setiap Muslim. Wallahu a'lam

Oleh Prof Dr KH Achmad Satori Ismail
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/07/18/loinf6-bekas-sujud-tak-sekadar-tanda-kehitaman-di-dahi

Hamzah bin Abdul Muthalib, Pemimpin Para Syuhada

Pada suatu hari Hamzah bin Abdul Muthalib keluar dari rumahnya sambil membawa busur dan anak panah untuk berburu. Sejak muda, paman Rasulullah ini memang hobi dan gemar berburu binatang.

Setelah hampir seharian menghabiskan waktunya di tempat perburuan tanpa mendapatkan hasil, ia pun beranjak pulang. Sebelum kembali ke rumahnya, ia lebih dulu mampir di Ka'bah untuk melakukan thawaf.

Sebelum sampai di Ka'bah, seorang budak perempuan milik Abdullah bin Jud'an At-Taimi menghampirinya seraya berkata,"Hai Abu Umarah, andai saja tadi pagi kau melihat apa yang dialami oleh keponakanmu, Muhammad bin Abdullah, niscaya kamu tidak akan membiarkannya. Ketahuilah, bahwa Abu Jahal bin Hisyam telah memaki dan menyakiti keponakanmu itu, hingga akhirnya ia mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya."

Usai mendengarkan panjang lebar peristiwa yang dialami oleh keponakannya, Hamzah terdiam sambil menundukkan kepalanya sejenak. Ia kemudian membawa busur dan anak panahnya, kemudian bergegas menuju Ka'bah dan berharap dapat bertemu Abu Jahal di sana.

Sampai di Ka'bah ia melihat Abu Jahal dan beberapa pembesar Quraisy sedang berbincang-bincang. Dengan tenang Hamzah mendekati Abu Jahal. Lalu dengan gerakan yang cepat ia lepaskan busur panahnya dan dihantamkan ke kepala Abu Jahal berkali-kali hingga jatuh tersungkur. Darah segar mengucur deras dari dahinya.

"Mengapa kamu memaki dan mencederai Muhammad, padahal aku telah menganut agamanya dan meyakini apa yang dikatakannya? Sekarang, coba ulangi kembali makian dan cercaanmu itu kepadaku jika kamu berani!" bentak Hamzah kepada Abu Jahal.

Dalam beberapa saat, orang-orang yang berada di sekitar Ka'bah lupa akan penghinaan yang baru saja menimpa pemimpin mereka. Mereka begitu terpesona oleh kata-kata yang keluar dari mulut Hamzah yang menyatakan bahwa ia telah menganut dan menjadi pengikut Muhammad.

Tiba-tiba beberapa orang dari Bani Makhzum bangkit untuk melawan Hamzah dan menolong Abu Jahal. Tetapi Abu Jahal melarang dan mencegahnya seraya berkata,"Biarkanlah Abu Umarah melampiaskan amarahnya kepadaku. Karena tadi pagi, aku telah memaki dan mencerca keponakannya dengan kata-kata yang tidak pantas."

Hamzah bin Abdul Muthalib adalah seorang yang mempunyai otak yang cerdas dan pendirian yang kuat. Ia adalah paman Nabi dan saudara sepersusuannya. Dia memeluk Islam pada tahun kedua kenabian. Ia juga hijrah bersama Rasulullah SAW dan ikut dalam perang Badar. Pada Perang Uhud syahid dan Rasulullah menjulukinya dengan "Asadullah" (Singa Allah) dan menyebutnya "Sayidus Syuhada" (Penghulu atau Pemimpin Para Syuhada).

Ketika sampai di rumah, ia duduk terbaring sambil menghilangkan rasa lelahnya dan membawanya berpikir serta merenungkan peristiwa yang baru saja dialaminya.

Sementara itu, Abu Jahal yang telah mengetahui bahwa Hamzah telah berdiri dalam barisan kaum Muslimin berpendapat, perang antara kaum kafir Quraisy dengan kaum Muslimin sudah tidak dapat dielakkan lagi.

Oleh sebab itu, ia mulai menghasut dan memprovokasi orang-orang Quraisy untuk melakukan tindak kekerasan terhadap Rasulullah dan pengikutnya. Bagaimanapun Hamzah tidak dapat membendung kekerasan yang dilakukan kaum Quraisy terhadap para sahabat yang lemah. Akan tetapi harus diakui, bahwa keislamannya telah menjadi perisai dan benteng pelindung bagi kaum Muslimin lainnya.

Lebih dari itu menjadi daya tarik tersendiri bagi kabilah-kabilah Arab yang ada di sekitar Jazirah Arab untuk lebih mengetahui agama Islam lebih mendalam. Sejak memeluk islam, Hamzah telah berniat untuk membaktikan segala keperwiraan, keperkasaan, dan juga jiwa raganya untuk kepentingan dakwah Islam.

Pada Perang Badar, Rasulullah menunjuk Hamzah sebagai salah seorang komandan perang. Ia dan Ali bin Abi Thalib menunjukkan keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa dalam mempertahankan kemuliaan agama Islam. Akhirnya, kaum Muslimin berhasil memenangkan perang tersebut secara gilang gemilang.

Kaum kafir Quraisy tidak mau menelan kekalahan begitu saja, maka mereka mulai mempersiapkan diri dan menghimpun segala kekuatan untuk menuntut balas. Akhirnya, tibalah saatnya Perang Uhud di mana kaum kafir Quraisy disertai beberapa kafilah Arab lainnya bersekutu untuk menghancurkan kaum Muslimin. Sasaran utama perang itu adalah Rasulullah dan Hamzah bin Abdul Muthalib.

Seorang budak bernama Washyi bin Harb diperintahkan oleh Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan bin Harb, untuk membunuh Hamzah. Wahsyi dijanjikan akan dimerdekakan dan mendapat imbalan yang besar pula jika berhasil menunaikan tugasnya.

Akhirnya, setelah terus-menerus mengintai Hamzah, Wahsyi melempar tombaknya dari belakang yang akhirnya mengenai pinggang bagian bawah Hamzah hingga tembus ke bagian muka di antara dua pahanya. Tak lama kemudian, Hamzah wafat sebai syahid.

Usai sudah peperangan, Rasulullah dan para sahabatnya bersama-sama memeriksa jasad dan tubuh para syuhada yang gugur. Sejenak beliau berhenti, menyaksikan dan membisu seraya air mata menetes di kedua belah pipinya. Tidak sedikitpun terlintas di benak beliau bahwa moral bangsa arab telah merosot sedemikian rupa, hingga dengan teganya berbuat keji dan kejam terhadap jasad Hamzah. Dengan keji mereka telah merusak jasad dan merobek dada Hamzah dan mengambil hatinya.

Kemudian Rasulullah mendekati jasad Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib, Singa Allah, Seraya berkata,"Tak pernah aku menderita sebagaimana yang kurasakan saat ini. Dan tidak ada suasana apa pun yang lebih menyakitkan diriku daripada suasana sekarang ini."

Setelah itu, Rasulullah dan kaum Muslimin menyalatkan jenazah Hamzah dan para syuhada lainnya satu per satu.

Ibnu Atsir dalam kitab Usud Al-Ghabah, mengatakan dalam Perang Uhud, Hamzah berhasil membunuh 31 orang kafir Quraisy. Sampai pada suatu saat ia tergelincir sehingga terjatuh kebelakang dan tersingkaplah baju besinya, dan pada saat itu ia langsung ditombak dan dirobek perutnya. Lalu hatinya dikeluarkan oleh Hindun kemudian dikunyahnya. Namun Hindun memuntahkannya kembali karena bisa menelannya.

Ketika Rasulullah melihat keadaan tubuh pamannya Hamzah bin Abdul Muthalib, Beliau sangat marah dan Allah menurunkan firmannya: "Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar." (QS An-Nahl: 126)

Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq Sirah-nya, bahwa Ummayyah bin Khalaf bertanya pada
Abdurahman bin Auf, "Siapakah salah seorang pasukan kalian yang dadanya dihias dengan bulu bulu itu?"

"Dia adalah Hamzah bin Abdul Muthalib," jawab Abdurrahman bin Auf.

"Dialah yang membuat kekalahan kepada kami," ujar Khalaf.

Abdurahman bin Auf menyebutkan bahwa ketika perang Badar, Hamzah berperang disamping Rasulullah dengan memegang dua bilah pedang.

Diriwayatkan dari Jabir bahwa ketika Rasulullah SAW melihat Hamzah terbunuh, maka beliau menagis.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/07/25/lovp5n-kisah-sahabat-nabi-hamzah-bin-abdul-muthalib-pemimpin-para-syuhada

Wednesday, July 20, 2011

Perbedaan Antara Jin, Setan dan Iblis

Keberadaan Jin, Setan, dan Iblis merupakan suatu kepastian yang diakui dalam syariat Islam, sehingga jika masih ada dari kalangan muslim yang meragukan keberadaan mereka, teramat pantas jika diragukan keimanannya.

Jin diciptakan sebelum Manusia.

Kaum jin adalah makhluk hidup, berakal dan mereka melakukan segala sesuatu dengan kehendak. Bahkan mereka dibebani perintah dan larangan, hanya saja mereka tidak memiliki sifat dan tabiat seperti yang ada pada manusia atau selainnya. (Idhahu Ad-Dilalah fi ’Umumi Ar-Risalah hal. 1, lihat Majmu’ul Fatawa, 19/9).

Jin lebih dahulu diciptakan daripada manusia sebagaimana dikabarkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Al-Hijr: 26-27)
Karena jin lebih dulu ada, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mendahulukan penyebutannya daripada manusia ketika menjelaskan bahwa mereka diperintah untuk beribadah seperti halnya manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56).

Jin, Setan, dan Iblis

Apakah jin, setan, dan Iblis itu tiga makhluk yang berbeda dengan penciptaan yang berbeda, ataukah mereka itu bermula dari satu asal atau termasuk golongan para malaikat? Yang pasti, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menerangkan asal-muasal penciptaan jin dengan firman-Nya:

“Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Al-Hijr: 27)

Juga firman-Nya: “Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.” (Ar-Rahman: 15)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Para malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa yang disifatkan kepada kalian.” (HR. Muslim no. 2996 dari ’Aisyah radhiallahu ‘anha)

Adapun Iblis, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentangnya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin…” (Al-Kahfi: 50)

Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Iblis mengkhianati asal penciptaannya, karena dia sesungguhnya diciptakan dari nyala api, sedangkan asal penciptaan malaikat adalah dari cahaya. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan di sini bahwa Iblis berasal dari kalangan jin, dalam arti dia diciptakan dari api.

Al-Hasan Al-Bashri berkata: ‘Iblis tidak termasuk malaikat sedikitpun. Iblis merupakan asal mula jin, sebagaimana Adam sebagai asal mula manusia’.” (Tafsir Al-Qur`anul ’Azhim, 3/94)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu mengatakan: “Iblis adalah abul jin (bapak para jin).” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 406 dan 793). Sedangkan setan, mereka adalah kalangan jin yang durhaka.

Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahullahu pernah ditanya tentang perbedaan jin dan setan, beliau menjawab: “Jin itu meliputi setan, namun ada juga yang shalih. Setan diciptakan untuk memalingkan manusia dan menyesatkannya. Adapun yang shalih, mereka berpegang teguh dengan agamanya, memiliki masjid-masjid dan melakukan shalat sebatas yang mereka ketahui ilmunya. Hanya saja mayoritas mereka itu bodoh.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)

Siapakah Iblis?

Terjadi perbedaan pendapat dalam hal asal-usul iblis, apakah berasal dari malaikat atau dari jin. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu menyatakan: “Iblis tidak pernah menjadi golongan malaikat sekejap matapun sama sekali. Dan dia benar-benar asal-usul jin, sebagaimana Adam adalah asal-usul manusia.” (Diriwayatkan Ibnu Jarir dalam tafsir surat Al-Kahfi ayat 50, dan dishahihkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya). Pendapat ini pula yang tampaknya dikuatkan oleh Ibnu Katsir, Al-Jashshash dalam kitabnya Ahkamul Qur‘an (3/215), dan Asy-Syinqithi dalam kitabnya Adhwa`ul Bayan (4/120). Penjelasan tentang dalil pendapat ini antara lain karena kema’shuman malaikat dari perbuatan kufur yang dilakukan iblis, sebagaimana firman Allah:
“…yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6) “Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan, dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (Al-Anbiya`: 27)

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam’, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, lalu ia mendurhakai perintah Rabbnya.” (Surat Al Kahfi: 50)

Allah menegaskan dalam ayat ini bahwa iblis dari jin, dan jin bukanlah malaikat.

Siapakah Setan?

Menurut Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir kata Syaithan artinya yang jauh dari kebenaran atau dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala (Al-Misbahul Munir, hal. 313). Ibnu Jarir menyatakan, syaithan dalam bahasa Arab adalah setiap yang durhaka dari jin, manusia atau hewan, atau dari segala sesuatu. Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)

(Dalam ayat ini) Allah menjadikan setan dari jenis manusia, seperti halnya setan dari jenis jin. Dan hanyalah setiap yang durhaka disebut setan, karena akhlak dan perbuatannya menyelisihi akhlak dan perbuatan makhluk yang sejenisnya, dan karena jauhnya dari kebaikan. (Tafsir Ibnu Jarir, 1/49) Ibnu Katsir menyatakan bahwa syaithan adalah semua yang keluar dari tabiat jenisnya dengan kejelekan (Tafsir Ibnu Katsir, 2/127).

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (Al-An’am: 112)

Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Dzar radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Aku datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau berada di masjid. Akupun duduk. Dan beliau menyatakan: “Wahai Abu Dzar apakah kamu sudah shalat?” Aku jawab: “Belum.” Beliau mengatakan: “Bangkit dan shalatlah.” Akupun bangkit dan shalat, lalu aku duduk. Beliau berkata: “Wahai Abu Dzar, berlindunglah kepada Allah dari kejahatan setan manusia dan jin.” Abu Dzar berkata: “Wahai Rasulullah, apakah di kalangan manusia ada setan?” Beliau menjawab: “Ya.” Ibnu Katsir menyatakan setelah menyebutkan beberapa sanad hadits ini: “Inilah jalan-jalan hadits ini. Dan semua jalan-jalan hadits tersebut menunjukkan kuatnya hadits itu dan keshahihannya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/172). Yang mendukung pendapat ini juga hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat Muslim: “Anjing hitam adalah setan.” Ibnu Katsir menyatakan: “Maknanya –wallahu a’lam– yaitu setan dari jenis anjing.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173). Ini adalah pendapat Qatadah, Mujahid dan yang dikuatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Katsir, Asy-Syaukani dan Asy-Syinqithi.

Ketika membicarakan tentang setan dan tekadnya dalam menyesatkan manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Iblis menjawab: ‘Beri tangguhlah aku sampai waktu mereka dibangkitkan’, Allah berfirman: ‘Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.’ Iblis menjawab: ‘Karena Engkau telah menghukumiku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Al-A’raf: 14-17).

Setan adalah turunan Iblis, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang dzalim.” (Al-Kahfi: 50).

Turunan-turunan Iblis yang dimaksud dalam ayat ini adalah setan-setan. (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 453).

Siapakah dan seperti apakah Jin?

Syaikhuna Muqbil bin Hadi rahimahullahu mengatakan: “Jin memiliki roh dan jasad. Hanya saja mereka dapat berubah-ubah bentuk dan menyerupai sosok tertentu, serta mereka bisa masuk dari tempat manapun. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kita agar menutup pintu-pintu sembari beliau mengatakan: ‘Sesungguhnya setan tidak dapat membuka yang tertutup’.
Beliau memerintahkan agar kita menutup bejana-bejana dan menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala atasnya. Demikian pula bila seseorang masuk ke rumahnya kemudian membaca bismillah, maka setan mengatakan: ‘Tidak ada kesempatan menginap’.

Jika seseorang makan dan mengucapkan bismillah, maka setan berkata: ‘Tidak ada kesempatan menginap dan bersantap malam’.” (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)

Jin bisa berujud seperti manusia dan binatang. Dapat berupa ular dan kalajengking, juga dalam wujud unta, sapi, kambing, kuda, bighal, keledai dan juga burung. Serta bisa berujud Bani Adam seperti waktu setan mendatangi kaum musyrikin dalam bentuk Suraqah bin Malik kala mereka hendak pergi menuju Badr. Mereka dapat berubah-ubah dalam bentuk yang banyak, seperti anjing hitam atau juga kucing hitam. Karena warna hitam itu lebih signifikan bagi kekuatan setan dan mempunyai kekuatan panas. (Idhahu Ad-Dilalah, hal. 19 dan 23)

Kaum jin memiliki tempat tinggal yang berbeda-beda. Jin yang shalih bertempat tinggal di masjid dan tempat-tempat yang baik. Sedangkan jin yang jahat dan merusak, mereka tinggal di kamar mandi dan tempat-tempat yang kotor. (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)

Tulang dan kotoran hewan adalah makanan jin

Di dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu: “Carikan beberapa buah batu untuk kugunakan bersuci dan janganlah engkau carikan tulang dan kotoran hewan.” Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: “Aku pun membawakan untuknya beberapa buah batu dan kusimpan di sampingnya. Lalu aku menjauh hingga beliau menyelesaikan hajatnya. ”Aku bertanya: “Ada apa dengan tulang dan kotoran hewan?”

Beliau menjawab: “Keduanya termasuk makanan jin. Aku pernah didatangi rombongan utusan jin dari Nashibin, dan mereka adalah sebaik-baik jin. Mereka meminta bekal kepadaku. Maka aku berdoa kepada Allah untuk mereka agar tidaklah mereka melewati tulang dan kotoran melainkan mereka mendapatkan makanan.” (HR. Al-Bukhari no. 3860 dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dalam riwayat Muslim disebutkan: “Semua tulang yang disebutkan nama Allah padanya”, ed).

Gambaran Tentang Iblis dan Setan

Iblis adalah wazan dari fi’il, diambil dari asal kata al-iblaas yang bermakna at-tai`as (putus asa) dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Mereka adalah musuh nomer wahid bagi manusia, musuh bagi Adam dan keturunannya. Dengan kesombongan dan analoginya yang rusak serta kedustaannya, mereka berani menentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala saat mereka enggan untuk sujud kepada Adam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Ia enggan dan takabur, dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah: 34)

Malah dengan analoginya yang menyesatkan, Iblis menjawab: “Aku lebih baik darinya: Engkau ciptakan aku dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (Al-A’raf: 12)
Analogi atau qiyas Iblis ini adalah qiyas yang paling rusak. Dan inilah qiyas yang paling jelek! Sumpah mereka untuk menggoda Bani Adam terus berlangsung sampai hari kiamat setelah mereka berhasil menggoda Abul Basyar (bapak manusia) Adam dan vonis sesat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mereka.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kita dengan firman-Nya:
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga. Ia menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Al-A’raf: 27).

Karena setan sebagai musuh kita, maka kita diperintahkan untuk menjadi musuh setan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuhmu, karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain-Ku, sedangkan mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang dzalim.” (Al-Kahfi: 50).

Wallahu A’lam. Semoga kita semua terlindung dari godaan-godaannya.

Muhammad Hasbi fathurrahim
https://mhfathurrahim.wordpress.com/2010/02/02/islamic-widget/

Tuesday, July 19, 2011

Dan Musa Pun Jatuh Pingsan

Nabi Musa ‘alaihis-salaam’ telah memenuhi panggilan Allah swt., ia pun menitipkan Bani Israil ke Nabi Harun as., saudaranya, untuk naik ke gunung Sinai (Thuursina), gunung Allah yang keramat itu. Setelah ia menyempurnakan 40 malam yang diisi dengan puasa dan beribadat sendirian di atas gunung itu, Allah swt. pun berfirman dan menurunkan Taurat kepadanya. Kemudian Nabi Musa as. pun sangat rindu untuk dapat melihat Wajah Sang Kekasih yang telah berkata-kata kepadanya, Wajah Rabb-nya.

“Dan tatkala Musa datang menurut waktu yang telah Kami tentukan, dan telah berfirman Rabb-nya kepadanya, berkatalah ia: ‘Ya Rabbi perlihatkanlah (Diri-Mu) kepadaku, agar aku dapat memandang Engkau’. Berkatalah Allah: ‘Engkau sekali-kali tidak akan mampu untuk melihat-Ku, akan tetapi arahkanlah pandangan (engkau) ke gunung itu, maka jika ia tetap pada tempatnya niscaya engkau dapat melihat-Ku!’.”, QS.Al-’Araaf.[7]:143.

Setelah mendengar permintaan Nabi Musa as. itu, kemudian Allah swt. berfirman: “Wahai putra Imran, sesungguhnya tidak akan ada seorang pun yang sanggup untuk melihat-Ku, kemudian ia mampu untuk tetap hidup!”

Nabi Musa as. berkata: “Rabbi, tidak ada sesuatu pun yang menyekutui-Mu, sesungguhnya melihat-Mu dan kemudian mati itu lebih aku sukai daripada aku terus hidup dengan tanpa melihat-Mu! Rabbi, sempurnakanlah nikmat, anugrah, dan hikmat-Mu kepadaku dengan mengabulkan permohonanku ini, setelah itu aku rela mati!”

Ibnu Abbas ra., sahabat Rasulullah saw., meriwayatkan bahwa ketika Allah swt. mengetahui bahwa Nabi Musa as. ingin sekali permohonannya dikabulkan, maka berfirmanlah Allah swt.: “Pergilah engkau, dan lihatlah batu yang ada di atas puncak gunung itu, duduklah engkau di atas batu itu, kemudian Aku akan menurunkan balatentara-Ku kepadamu!”

Nabi Musa as. pun melaksanakan perintah Allah swt. tersebut. Dan ketika ia telah berada di atas batu itu, Allah swt. pun memerintahkan balatentara-Nya, para Malaikat hingga langit ketujuh, untuk menampakkan diri kepadanya.

Diperintahkan-Nya para Malaikat penghuni langit dunia untuk menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as. Mereka pun berlalu di hadapan Nabi Musa as. sambil mengeraskan suara tasbih dan tahlil mereka, bagaikan suara petir yang menyambar-nyambar.

Kemudian, para Malaikat penghuni langit kedua diperintahkan-Nya untuk menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as., mereka pun melaksanakannya. Mereka berlalu di hadapan Nabi Musa as. dengan warna dan bentuk yang beraneka ragam. Mereka ini bersayap dan memiliki raut muka, diantara mereka ada yang berbentuk seperti singa. Mereka mengeraskan suara-suara tasbihnya.

Mendengan teriakan suara itu, Nabi Musa as. pun merasa ngeri, dan kemudian berkata: “Ya Rabbi, sungguh aku menyesal atas permohonanku. Rabbi, apakah Engkau berkenan untuk menyelamatkan aku dari tempat yang aku duduki ini?”

Pimpinan dari kelompok Malaikat tersebut berkata: “Hai Musa, bersabarlah atas apa yang engkau minta, apa yang engkau lihat ini baru sebagian kecil saja!”

Allah swt. kemudian memerintahkan para Malaikat penghuni langit ketiga agar mereka turun dan menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as. Lalu, keluarlah Malaikat-malaikat yang tak terhitung jumlahnya dengan beragam bentuk dan warnanya. Bentuk mereka ada yang seperti api yang menjilat-jilat, mereka memekikkan tasbih dan tahlil dengan suara yang hiruk-pikuk.

Mendengar suara ini semakin terkejutlah Nabi Musa as. dan timbullah rasa su’udzdzan dalam dadanya, bahkan berputus asa untuk hidup. Kemudian pemimpin para Malaikat dari kelompok ketiga ini berkata: “Wahai putra Imran, bersabarlah hingga engkau melihat lagi apa yang engkau tidak sanggup lagi untuk melihatnya!”

Allah swt. kemudian menurunkan wahyu kepada para Malaikat penghuni langit keempat, “Turunlah kamu sekalian kepada Musa dengan mengumandangkan tasbih!”

Para Malaikat langit keempat ini pun turun. Diantara mereka ada yang berbentuk seperti kobaran api yang menjilat-jilat, dan ada pula yang seperti salju. Mereka mempunyai suara yang melengking dengan mengumandangkan tasbih dan taqdis. Suara mereka berbeda dengan suara Malaikat-malaikat terdahulu. Kepada Nabi Musa as. ketua dari kelompok ini berkata: “Hai Musa! Bersabarlah atas apa yang engkau minta!”

Demikianlah, penghuni dari setiap langit hingga penghuni langit ketujuh satu demi satu turun dan menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as. dengan warna dan bentuk yang beragam. Semua Malaikat tersebut bergerak maju sambil cahayanya menyambar semua mata yang ada. Mereka ini datang dengan membawa tombak-tombak panjang. Setiap tombak itu panjangnya sepanjang sebatang pohon kurma yang tinggi dan besar. Tombak-tombak itu bagaikan api yang bersinar terang-benderang melebihi sinar matahari.

Nabi Musa as. menangis sambil meratap-ratap, katanya: “Ya Rabbi, ingatlah aku, jangan Engkau lupakan diriku ini! Aku adalah hamba-Mu! Aku tidak mempunyai keyakinan bahwa aku akan selamat dari tempat yang aku duduki ini! Jika aku keluar, aku akan terbakar, dan jika aku tetap di tempat ini maka aku akan mati!”

Ketua kelompok Malaikat itu pun berkata kepada Nabi Musa as.: “Nyaris dirimu dipenuhi dengan ketakutan, dan nyaris pula hatimu terlepas! Tempat yang kamu gunakan untuk duduk inilah merupakan tempat yang akan kamu pergunakan untuk melihat-Nya!”

Kemudian turunlah Malaikat Jibril as., Mika’il as., dan Israfil as. beserta seluruh Malaikat penghuni ketujuh langit yang ada, termasuk para Malaikat pemikul Al-’Arsy dan Al-Kursi. Mereka secara bersama-sama menghadap kapada Nabi Musa as. seraya berkata: “Wahai orang yang terus-menerus salah! Apa yang menyebabkanmu naik ke atas bukit ini? Mengapa kamu memberanikan diri meminta kepada Rabb-mu untuk dapat melihat kepada-Nya!?”

Nabi Musa as. terus menangis hingga gemetaranlah kedua lututnya, dan seakan-akan luruh tulang-tulang persendiannya.

Ketika Allah swt. melihat semua itu, maka ditampakkan-Nya lah kepada Nabi Musa as. tiang-tiang penyangga Al-’Arsy, lalu Nabi Musa as. bersandar pada salah satu tiang tersebut sehingga hatinya menjadi tenang.

Malaikat Israfil kemudian berkata kepadanya: “Hai Musa! Demi Allah, kami ini sekalipun sebagai pemimpin-pemimpin para Malaikat, sejak kami semua diciptakan, kami tidak berani untuk mengangkat pandangan mata kami ke arah Al-’Arsy! Karena kami sangat khawatir dan sangat takut! Mengapa kamu sampai berani melakukan hal ini wahai hamba yang lemah!?”

Setelah hatinya tenang, Nabi Musa as. menjawab: “Wahai Israfil! Aku ingin mengetahui akan Keagungan Wajah Rabb-ku, yang selama ini aku belum pernah melihatnya”

Allah swt. kemudian menurunkan wahyu kepada langit: “Aku akan menampakkan-Diri, bertajalli pada gunung itu!”

Maka bergetarlah seluruh langit dan bumi, gunung-gunung, matahari, bulan, mega, surga, neraka, para Malaikat dan samudera. Semua tersungkur bersujud, sementara Nabi Musa as. masih memandang ke arah gunung itu.

“Tatkala Rabb-nya menampakkan Diri (bertajalli) di atas gunung itu, maka hancur luluh lah gunung itu dan Musa pun jatuh pingsan”, QS.Al-’Araaf.[7]:143.

Nabi Musa as. seakan-akan mati karena pancaran Cahaya Allah swt. Yang Mulia, dan ia terjatuh dari batu, dan batu itu sendiri terjungkal, terbalik menjadi semacam kubah yang menaungi Nabi Musa as. agar tidak terbakar Cahaya.

Kemudian Allah swt. mengutus Malaikat Jibril as. untuk membalikkan batu itu dari tubuh Nabi Musa as., dan membimbingnya berdiri. Wajah Nabi Musa as. memancarkan cahaya kemuliaan, rambutnya memutih karena Cahaya.

“Maka setelah Musa tersadar kembali, dia berkata: ‘Maha Suci Engkau, aku sungguh bertaubat kepada-Mu, dan aku adalah orang yang pertama kali beriman!”, QS.Al-’Araaf.[7]:143.

Nabi Musa as. bertaubat atas apa yang ia minta, dan ia berkata: “Saya beriman, bahwa sesungguhnya tidak ada seorang pun yang akan mampu melihat-Mu dengan mata lahir, kecuali ia akan mati!”

Diadaptasi dari terjemahan kitab “Mukhtashar Kitaabit-Tawwabiin“, karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisy.

Zamzam A J Tanuwijaya
Bintaro, 27 Oktober 2009
http://jalanmendaki.wordpress.com/2009/10/27/dan-musa-pun-jatuh-pingsan/

Jadilah Pohon Yang Berbuah

Berkumpulah para murid di sekeliling Nabi Isa as., mereka kembali dengan membawa bakul yang dengan qadar Allah telah terisi penuh buah-buah kurma yang baru masak. Setelah mereka bersembahyang tengah hari, mereka makan bersama sang Nabi.

Dan ketika mereka melihat Barnabas (juru tulis sang Nabi) bermuram muka, maka bangkitlah rasa takut dalam dada para murid, mereka mulai mencurigai jangan-jangan kebersamaan mereka dengan sang Nabi sudah tidak akan lama lagi.

Dari itu Nabi Isa as. menghibur para muridnya, sabdanya: “Janganlah kalian takut, karena hingga kini saat kepergianku dari kalian semua belumlah tiba, dan aku masih akan berada diantara kalian dalam sedikit waktu lagi.

Karena itu, harus kuwasiatkan kepada kalian sekarang, sebagaimana telah aku sampaikan ke seluruh khalayak Israel, bahwa kalian harus mewartakan tentang taubat, agar Allah merahmati dosa-dosa Israel.

Dan hendaknya setiap orang agar berhati-hati dengan sifat malas, karena setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik akan dipotong dan akan dilemparkan ke dalam api pembakaran!

Sebuah perumpamaan, ada seorang pribumi yang memiliki lahan tanaman anggur, di tengah-tengahnya ada kebun kurma dan balsan yang di dalamnya ada sebuah pohon Tin.

Maka ketika sang pemilik kebun melihat bahwa pohon Tin tersebut sudah tiga tahun tidak menghasilkan buah, berkatalah ia kepada tukang kebunnya, “Tebanglah pohon yang busuk ini, karena memberatkan kepada tanah!”. Lalu tukang kebun menjawab, “Janganlah begitu ya tuanku, karena pohon ini sungguh indah!”

Dijawablah oleh sang pemilik tanah, “Diamlah, bagiku tidak ada perlunya keindahan tanpa faidah! Dan engkau harus mengetahui bahwa pokok kurma dan balsan itu lebih indah dari Tin!

Ketahuilah, dahulu aku pernah menanam cangkokan dari pokok kurma dan balsan di tengah-tengah halaman rumahku, kemudian kedua pohon tersebut aku kitari dengan pagar yang mahal. Akan tetapi, ketika kedua pohon itu tidak menghasilkan buah dan hanya tumpukan daun-daun semata yang merusak tanah di depan rumah, maka aku perintahkan kedua pohon itu untuk dipindahkan!

Apakah bisa aku maafkan sebuah pohon Tin yang jauh dari rumahku, yang memberatkan tanah kebun dan tanaman anggurku, di mana semua pohon yang lain menghasilkan buah. Sungguh aku tidak dapat membiarkan pokok pohon ini lagi!”

Lalu tukang kebun itu menjawab, “Wahai tuan, sebenarnya tanah ini subur sekali, oleh karena itu tunggulah setahun lagi. Aku akan pangkasi dahan-dahan pokok Tin ini, akan aku hilangkan darinya tanah yang terabuk, dan akan kuberi tanah yang kering dan batu-batu supaya ia berbuah”

Pemilik tanah menjawab, “Cobalah kerjakan itu, dan aku akan menunggu pokok pohon Tin ini berbuah”

Nabi Isa as. bertanya kepada para muridnya: “Pahamkah kalian dengan perumpamaan tersebut?” Para murid menjawab, “Tidak tuan, cobalah tafsirkan untuk kami.”

Nabi Isa as. menjawab: “Ketahuilah oleh kalian, bahwa sang pemilik tanah itu adalah Allah, sedangkan tukang kebunnya itu adalah syariat-Nya!

Di sisi Allah, di surga, ada pokok pohon kurma dan pohon balsan, pokok kurma itu adalah setan dan pokok balsan itu adalah sang manusia pertama. Kemudian diusirlah keduanya, karena keduanya tidak menghasilkan buah berupa amal-amal saleh, bahkan keduanya mengucapkan kata-kata yang tidak baik di mana menjadi membawa hukuman atas para malaikat dan banyak manusia!

Dan oleh karena Allah telah menempatkan manusia di tengah-tengah para mahluk-Nya, yang kesemua ciptaan-Nya itu bertasbih memuji-Nya menurut titah-Nya, maka jika manusia itu tidak membuahkan sesuatu, Allah akan memotongnya dan melemparkannya ke neraka!

Karena Dia tidak memaafkan kepada sosok malaikat dan manusia pertama itu, Dia melaknat si malaikat itu untuk selama-lamanya, tetapi kepada si manusia hanya untuk sementara.

Maka berkatalah syariat Allah, bahwa bagi si manusia tersebut dalam kehidupan ini telah disediakan bermacam-macam rizqi yang lebih dari cukup, melampaui sekedar kebutuhannya. Karena itu, ia harus tahan dalam menerima derita penempaan dan menjauhkan diri dari kelezatan-kelezatan duniawi, agar ia berbuah amalan yang saleh!

Maka atas dasar itulah Allah memberikan kepada manusia kesempatan untuk bertobat. Aku katakan kepada kalian, bahwa Allah telah mewajibkan atas manusia untuk bekerja demi mencapai suatu tujuan seperti yang pernah dikemukakan oleh Ayub, Nabi dan kekasih Allah: ‘Sesungguhnya burung itu dilahirkan untuk terbang, ikan itu untuk berenang, demikian juga manusia ini dilahirkan untuk bekerja!’

Dan telah berkata pula bapak kita, Nabi Allah, Dawud: ‘Apabila kita makan dari buah kerja tangan kita, akan diberkatilah kita, dan menjadi baik bagi tubuh’. Untuk tujuan ini, maka setiap orang harus bekerja menurut bakatnya masing-masing!

Wahai, cobalah kalian katakan kepadaku, jika bapak kita Dawud dan anaknya Sulaiman telah bekerja keras dengan kedua tangan mereka sendiri, apakah yang seharusnya diperbuat oleh seorang yang berdosa ini?”

Yahya menjawab, “Ya guru, sebenarnya amal itu adalah sesuatu yang baik, akan tetapi kaum fakirlah yang harus melaksanakannya.’ Nabi Isa as. menjawab: “Ya, karena mereka tidak bisa berbuat yang lain dari selain itu. Akan tetapi tidakkah engkau ketahui wahai Yahya, bahwa untuk menjadi lebih saleh, maka seorang yang saleh itu harus dapat membebaskan dirinya dari segala kebutuhan.

Matahari dan bintang-bintang yang lain itu menjadi kuat karena memakan perintah Allah, sehingga mereka tidak dapat berbuat dari selain yang diperintahkan itu, maka tiadalah bagi mereka itu suatu kelebihan.

Katakanlah kepadaku, tatkala Allah memerintahkan untuk bekerja, apakah Allah berfirman: ‘Seorang fakir itu harus makan dari keringat dahinya?’. Atau apakah Ayub mengatakan: ‘Sebagaimana burung itu dilahirkan untuk terbang, maka demikian pula dengan si fakir, ia dilahirkan untuk bekerja?’

Tidak, tetapi Allah telah memfirmankannya untuk seluruh manusia: ‘Dengan keringat di wajahmu, engkau akan makan rotimu!’

Dan Ayub (as.) berkata: ‘Bahwa manusia itu dilahirkan untuk bekerja!’

Atas dasar itulah, maka hanya yang bukan tergolong dari jenis manusia lah yang terbebas dari seruan tersebut! Sebenarnya, tidak ada penyebab lain dari meningkatnya harga barang-barang di pasar itu selain disebabkan oleh adanya segolongan besar kaum yang pemalas, tidak bekerja!

Maka, andaikata mereka itu mau bekerja, sebagian bertani, sebagian memancing ikan di air, niscaya dunia ini berada dalam kelimpahan dan kelebihan yang besar!

Dan, segala kekurangan yang terjadi itu, sungguh akan diperhitungkan di Hari Pembalasan yang dashyat kelak!!”

Zamzam A J Tanuwijaya
Bintaro, 24 Oktober 2009

Referensi:

- AQ.[39]:39. “Katakanlah: ‘Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu (‘alaa makaanatikum), sesungguhnya aku pun bekerja, maka kelak engkau akan mengetahui!’.” Ref.[6]:135, [11]:93, [11]:121, [9]:105.

- AQ.[17]:13-14. “Dan pada tiap-tiap insan itu Kami gantungkan kalung (amal perbuatan)-nya pada lehernya, dan akan Kami keluarkan baginya pada Hari Qiyamah sebuah kitab (catatan amal) yang ditemuinya dalam keadaan terbuka. Bacalah kitabmu! Cukuplah dirimu sendiri pada hari ini membuat perhitungan atasmu!”

- AQ.[30]:30. “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada ad-diin, fitrah Allah, yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, itulah ad-diinul qoyyim, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya”

- Imran bin Hushain ra. bertanya kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, apa dasarnya kerja orang yang bekerja?”. Rasulullah saw. menjawab: “Setiap orang itu dimudahkan untuk mengerjakan apa yang dia telah diciptakan untuk itu” (Shahih Bukhari, no.2026)

- Imran bin Hushain ra. menceritakan bahwa ada seorang yang bertanya ke Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, apakah telah diketahui siapa2 penghuni surga dan siapa2 penghuni neraka?”. Jawab Nabi saw.: “Ya!”. Tanya, “Jika demikian, apa gunanya amal-amal orang yang beramal?”. Rasulullah saw. menjawab: “Masing-masing bekerja sesuai dengan untuk apa dia diciptakan, atau menurut apa yang dimudahkan kepadanya!” (Shahih Bukhari, no.1777)

http://jalanmendaki.wordpress.com/2009/10/27/jadilah-pohon-yang-berbuah/

Kisah Hafizh, Sang Penuang Cahaya

Inilah sepenggal kisah Syamsuddin Muhammad (1320-1389), yang kemudian dikenal dengan nama Hafizh, sang Pujangga Tuhan, penyair-sufi terkemuka. Dikisahkan bahwa saat ia berusia 21 tahun, ia bekerja sebagai pembantu pembuat roti. Pada suatu hari, Hafizh disuruh mengantar roti ke sebuah rumah besar. Saat ia sedang berjalan di halaman rumah besar itu, ia bertatap-pandang dengan seorang gadis yang menakjubkannya yang tengah berdiri di teras rumah. Tatap mata sang gadis itu demikian menawan hatinya. Hafizh pun jatuh cinta kepada sang gadis itu, meskipun sang gadis tidak mempedulikannya. Gadis itu putri seorang bangsawan yang kaya raya, sementara ia sendiri hanya seorang pembantu pembuat roti yang miskin. Gadis itu sangat cantik, sementara Hafizh berpostur pendek dan secara fisik tidak menarik, keadaan itu tanpa harapan.

Beberapa bulan berlalu, Hafizh pun menggubah beberapa puisi dan kidung-kidung cinta untuk merayakan kecantikan sang gadis pujaan dan kerinduan kepadanya. Orang-orang mendengarkan ia melagukan puisi-puisinya, dan ia mengulang-ulangnya. Puisi-puisi itu begitu menyentuh, sehingga ia menjadi terkenal di seantero Syiraz.

Hafizh selanjutnya menjadi demikian terpandang sebagai seorang pujangga, dan ia hanya memikirkan kekasihnya itu. Begitu berhasrat ia memenangkan hati sang gadis, ia pun menempuh berbagai upaya. Ia pun melakukan upaya disiplin ruhani yang berat, ia berkhalwat di makam seorang Waliyullah sepanjang malam selama 40 hari. Ia mengikuti sebuah saran, bahwa barangsiapa yang dapat menuntaskan langkah yang berat itu maka hasrat kalbunya akan dikabulkan. Setiap siang ia bekerja di toko roti, dan ketika malam tiba ia pun berkhalwat dan berdzikir sepanjang malam demi cintanya kepada sang gadis. Cintanya demikian kuat, membuatnya mampu menyelesaikan khalwat itu.

Pada fajar di hari ke-40, tiba-tiba muncullah sesosok malaikat di hadapan Hafizh, ia meminta Hafizh untuk mengucapakan apa yang menjadi keinginannya. Hafizh demikian terperangah, ia belum pernah melihat sesosok wujud yang demikian indah dan gemerlapan seperti sang malaikat itu. Dalam keterpukauannya Hafizh berfikir, “Jika utusan-Nya saja begitu indah, pastilah Tuhan jauh lebih indah!”

Sambil menatap cahaya malaikat Tuhan yang berkilauan, lupalah Hafizh menyangkut segala hal tentang sang gadis itu, sirnalah segala keinginanya. Dan, dari lisannya hanya keluar kata-kata: “Aku menginginkan Tuhan!”

Sang malaikat, yakni Jibril as. kemudian mengarahkan Hafizh kepada seorang guru ruhani yang hidup di Syiraz, yaitu Muhammad Aththar, sang pembuat parfum. Jibril as. memerintahkan Hafizh untuk melayani sang guru dengan segala cara, dan keinginanya itu akan terkabul. Hafizh bergegas menemui sang guru, dan mereka memulai bekerja bersama-sama, saat itu juga. Sang pujangga ini adalah seorang penuang Cahaya ke dalam sebuah sendok …

Diadaptasi dari bagian biografi Hafizh, buku “Hafizh: Aku Mendengar Tuhan Tertawa”, Daniel Ladinsky.

Zamzam, Bintaro, Jum’at, 9 Oktober 2009.
http://jalanmendaki.wordpress.com/2009/11/01/kisah-hafizh-sang-penuang-cahaya/