Thursday, September 29, 2011

Terkesan Sosok Nabi Muhammad Saw. Janna Masuk Islam

Suara azan yang didengarnya pertama meninggalkan kesan yang begitu mendalam dalam hatinya. Ia tak pernah mengerti apa yang terjadi, tapi sejak itu ia merasa ada sesuatu yang berubah pada dirinya. Ia ingin tahu apa makna semua itu, apa arti kata-kata yang didengarnya saat azan. Dan semua itu terjawab bertahun-tahun kemudian.

Namanya Janna, orang Yunani asli tapi lahir di Jerman. Keluarganya adalah penganut agama Kristen ortodok yang sangat taat. Kedua oran tuanya memastikan semua anak-anaknya, termasuk Janna, dididik dan dibesarkan dengan ajaran Kristen, dengan cara ortodok yang tradisional.

Keluarga Janna selalu pergi liburan bersama-sama. Ketika berusia antara 12-13 tahun, Janna dan keluarga besarnya berlibur ke Uni Emirat Arab. Inilah liburan yang paling berkesan bagi Janna sepanjang hidup. Siapa kira liburan itu yang kemudian menuntunnya pada Islam. Agama yang dipeluknya sekarang.

Janna kembali mengingat kembali liburannya ketika itu. Sepekan pertama, ia dan keluarganya berkeliling Uni Emirat Arab. Suatu hari, di hari Jumat, mereka sedang dalam perjalanan menuju Pasar Al-Souq. Tiba-tiba terdengar suara azan dan Janna melihat orang-orang di sekitarnya langsung menghentikan aktivitasnya. Yang sedang mengendarai mobil pun berhenti, mengambil sajadah, menggelarnya, lalu menunaikan salat meski di pinggir jalan.

"Suara azan telah mengubah sesuatu dalam diri saya, subhanallah. Saya tidak tahu apa itu, tapi setelah itu saya merasa ada perubahan dan perubahan itu mengendap dalam diri saya. Saya ingin tahu arti kata-kata dalam azan, apa maknanya," tutur Janna mengingat kembali pengalamannya ketika pertama kali mendengar azan.

Takut Kematian

Janna adalah tipikal orang yang sangat takut dengan hal-hal yang berhubungan dengan kematian. Ia selalu menghindari perbicangan tentang kematian dan tidak pernah menghadiri acara pemakaman. Tapi semuanya berubah ketika ia menyaksikan sendiri proses kematian di depan matanya.

"Paman saya menghembuskan napas terakhirnya di hadapan saya. Pengalaman itu mengubah saya. Saya mulai merasa bahwa kehidupan ini tidak seperti yang ada dalam pikiran saya. Kita menginvestasikan banyak tenaga dan waktu untuk banyak hal yang bisa lenyap begitu saja dalam hitungan detik," tukas Janna.

Tapi setelah menyaksikan proses kematian pamannya, Janna hampir tak bisa tidur dengan tenang. Ia menjalani masa-masa dimana ia terbangun tiga kali sepanjang malam, hanya untuk melihat apakah ayah dan ibunya masih bernapas.

Setelah belajar Islam, Janna tahu apa penyebab ketakutannya pada hal-hal yang berkaitan dengan kematian. "Saya selalu merasa takut pada kematian karena saya berpikir bahwa kematian adalah akhir dari segalanya," ujar Janna. Sedangkan dalam Islam, kematian hanya pemutus kehidupan di dunia untuk melanjutkan kehidupan yang lebih kekal di akhirat kelak.

"Ketakutan itu membuat saya makin bersemangat untuk mencari tahu tentang Islam. Saya sudah mempelajari agama-agama lainnya, tapi saya belum menemukan kebenaran apapun dalam agama-agama itu atau kebenaran yang membuat saya benar-benar yakin," tukas Janna.

Biografi Nabi Muhammad dan Syahadat

Janna merasa benar-benar yakin dengan Islam ketika membaca biografi Nabi Muhammad Saw, yang mengingatkan nya pada apa yang pernah ia ketahui dan pernah ia baca tentang Yesus (Nabi Isa).

"Dan saya terus membaca dan membaca. Figur ini (Nabi Muhammad Saw.) adalah orang yang mulia dengan karakter dan kepribadian yang sangat mengagumkan, dan saya kira, saya tidak pernah menemukan orang seperti ini sebelumnya," papar Janna.

Setelah membaca buku biografi itu, Janna yakin bahwa ia harus menghapus semua yang ia tahu tentang Islam yang selama ini ternyata salah. Janna lalu memulai kembali pencariannya. Tidak butuh waktu lama bagi Janna untuk mengetahui bahwa Islam-lah kebenaran itu dan tidak ada satu agama pun di dunia ini yang bisa menandinginya.

"Ketika saya mulai membaca buku-buku tentang Islam, saya menemukan semua jawaban yang tidak saya temukan dalam agama saya sendiri," tukas Janna.

Meski sudah merasa yakin dengan Islam, Janna masih takut untuk bersyahadat karena ia tahu orang tua dan keluarganya tidak akan pernah menerima Islam. "Jika mereka tahu tentang hal ini, hidup saya akan berubah secara dramatis," kata Janna.

Ia lalu bertemu dengan seorang muslimah asal Mesir, bernama Noha di Jerman. "Noha banyak membantu saya, karena saya berjumpa dengannya tepat ketika saya mulai berdoa agar saya segera menemukan kebenaran dan memiliki keberanian atas apa yang sedang saya lakukan," ungkap Janna.

Janna dan Noha sering bertemu dan berdiskusi tentang Islam. Noha menjelaskan semua hal tentang Islam dan menjawab semua pertanyaan Janna, karena Janna yakin bahwa agamanya selama ini salah dan ia tidak mau hidup dalam kesalahan itu.

Sekira satu setengah bulan Janna memikirkan tentang kebenaran yang diketahuinya. Ia pun memutuskan masuk Islam. Janna mengucapkan dua kalimat syahadat di asrama mahasiswi di Jerman. Awalnya hanya ada Noha dan Janna di ruangan, tapi akhirnya banyak mahasiswa yang yang tahu ada seseorang yang akan masuk Islam, sehingga ruangan akhirnya dipenuhi 20 orang yang menjadi saksi keislaman Janna.

"Alhamdulillah, hari itu, saya mengucapkan syahadat. Saya tidak akan pernah melupakannya, dan saya tidak akan pernah melupakan pertama kali saya menunaikan salat," tukas Janna. (kw/oi)

http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/terkesan-sosok-nabi-muhammad-saw-janna-masuk-islam.htm

Kisah Ibu dan Anak yang Sama-sama Mencari 'Tuhan' dan Menemukannya dalam Islam

DUBLIN - Biasanya di Barat, adalah anak dan bukan orang tuanya yang menjadi mualaf. Tidak demikian dengan Aisha dan Phildel, anaknya. Aisha, keturunan Irlandia, suatu hari memutuskan bahwa dia harus memeluk Islam apapun resikonya. termasuk, kemungkinan akan membuat Phildel, putri semata wayangnya, kecewa.

Di sisi lain, Phildel merasakan hal yang sama. Pencariannya tentang Tuhan, berujung pada Islam. Berikut kisah keduanya:


Aisha: Aku dilahirkan dalam sebuah keluarga Katolik Roma di Dublin pada tahun 1960-an. Sementara Dublin tampak seolah 'terjebak' di abad ke-19, tepat di seberang Laut Irlandia budaya hippie tumbuh subur di London. Sebagai seorang anak, saya bertanya banyak pertanyaan selama pendidikan di sekolah biara. Diskusi agama selain Katolik Roma atau "kejahatan Protestantisme" benar-benar tidak ada.

Pada usia 16 tahun aku meninggalkan Dublin dan datang ke London. Aku larut dalam kebiasaan anak muda yang 'normal' di kota itu: melakukan kunjungan rutin ke pub dan klub. Tapi aku melihat teman-temanku selalu depresi.

Usia 20-an tahun, aku memutuskan menikah dan melahirkan putri pertama yang jelita, Phildel. Aku sangat senang tetapi sering merasa seperti sebuah pasak persegi di lubang bundar; seolah-olah aku masih belum menemukan tempat yang tepat bagiku.

Suatu hari aku berbicara dengan seorang wanita yang mengenakan jilbab. Dia bilang dirinya Muslim dan itu adalah pertama kalinya aku pernah mendengar kata itu. Pada perkembangan berikutnya, di tempat kerja, saya mengenal beberapa Muslim dan mereka mulai bercerita lebih banyak tentang Islam.

Suatu malam aku menemukan diriku berjalan di jalanan dengan Phildel di bawah hujan dan tak tahu harus kemana, setelah bertengkar hebat dengan suamiku dan kami diusir. Aku ingat mengangkat mataku ke langit dan memohon pada Tuhan untuk membantuku entah bagaimana atau memberiku suatu pertanda kalau Dia ada. Entah bagaimana caranya, kami sampai di sebuah rumah yang ternayata milik perempuan berjilbab yang pertama kali aku mengenal Islam darinya!

Setelah menemukan rumah sendiri, aku mulai belajar Islam. Lama aku mempelajarinya, sebelum akhirnya yakin, Islamlah agama yang pas buatku. Phildel membuatku maju-mundur untuk bersyahadat, namun akhirnya aku kuatkan hati dan menjadi Muslim. Aku kini sudah menikah lagi dengan pria Muslim dan memiliki seorang anak dengannya, Amina namanya.

Phildel, yang aku besarkan sebagai seorang Katolik Roma sampai perceraianku, tanpa aku sadari sangat antusias tentang Islam dan mengatakan syahadat sendiri. Dia kemudian memilih nama Zara. Phildel kini memilih tinggal dengan ayahnya.


Phildel: Ibuku dan aku sangat dekat, tidak ada seorang pun di dunia ini yang aku cintai selain dia. Pada tahun-tahun menjelang perceraian orang tuaku, kami menghabiskan lebih banyak waktu di sekitar keluarga Muslim.

Setelah perceraian kehidupan kami menjadi semakin sulit; pernikahan orang tuaku mencapai titik yang paling bergolak dan aku lebih dari lega ketika seluruh cobaan berat itu berakhir. Aku menandai perubahan yang positif dalam diri ibu dan ayah saya segera setelah mereka berpisah. Saya pikir sekitar waktu ini ibu saya mengalami pengalaman yang membangkitkan semangat luar biasa di rumah seorang teman dan kemudian menjadi seorang Muslim.

Aku? Meskipun aku tidak pernah dipaksa untuk menjadi seorang Muslim, aku menyadari langkahku menjadi Muslim adalah hasil pengaruh lingkungan. Aku tumbuh di sekitar keluarga Muslim, maka secara tak langsung pikiranku terpengaruh. Itulah sebabnya, setelah bersyahadat, aku sempat kembali ke agama lama; hanya untuk meyakinkanku agama apa sebetulnya yang dipilih hatiku.

Kini aku tinggal terpisah dari ibu - aku tinggal bersama ayah kandungku - dan berpikir Islam adalah agama yang indah. Aku senang membantu di masjid dan berbicara dengan saudara-saudara Muslimku. Kurasa aku hanya ingin mengalami sesuatu yang membuatku tahu ini adalah arah yang perlu aku ambil, arah yang benar, yaitu menjadi Muslim.

Jadi sampai sekarang aku masih belajar.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/11/09/29/ls9f44-kisah-ibu-dan-anak-yang-samasama-mencari-tuhan-dan-menemukannya-dalam-islam

Doa untuk Ayahanda (yang sedang Terbaring Sakit)

Bismillaahir rohmaanir rohiim

Asyhaduan laa ilaaha illallah wa asyhaduanna muhammadar rasulullah

Astaghfirullahal azhiim
Subhaanallah walhamdulillaah wa laa illaaha illallaah wallaahu akbar
Wa laa haula wa laa quwwata illa billaahil ‘aliyyil ‘azhim

Allaahuma sholi 'ala sayyidina muhammad wa 'alaa aalihi wa sohbihi ajma'iin

Yaa Allah… Yaa Rohman… Yaa Rohiim…
Sayangilah dan kasihilah kedua orang tua kami sebagaimana mereka menyayangi dan mengasihi kami di masa kecil kami....
Berilah kami kekuatan dan kesabaran untuk merawat dan slalu mendoakan kedua orgtua kami, sebagaimana mereka dulu slalu sabar merawat dan slalu mendoakan kami...

Yaa Allah… Yaa Ghaffar… Yaa Ghafuur… Yaa Afuwwu… Yaa Rauuf…
Ampunilah segala dosa dan kesalahan kedua orangtua kami selama hidupnya di dunia, baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja, baik yang nyata maupun yang tersembunyi.
Yaa Allah... Bagi mereka yg pernah tersakiti oleh ucapan dan tindakan kedua orangtua kami, baik yang sengaja ataupun tidak, jadikanlah agar mereka ikhlas, ridho dan memaafkan kesalahan orangtua kami.

Yaa Allah… Yaa Salaam… Yaa Mukmin… Yaa Muhaimin...
Khusus utk Ayahanda kami yang sedang terbaring sakit...
Jika Engkau berkenan mengangkat penyakitnya, berilah kesembuhan dan limpahkan baginya kesehatan sebagaimana sebelumnya, sehingga kami bisa berkumpul dan bersama lagi...

Namun, jika Engkau berkenan menjadikan penyakitnya sebagai penghapus dosa-dosanya di masa lalu, yaa Allah…
Hilangkanlah segala rasa sakitnya, ringankan penderitaannya, dan gantikanlah dengan keinginan untuk selalu berzikir menyebut namaMu, yaa Allah...
Jadikan lidah dan bibirnya slalu basah menyebut asmaMu, ya Allah...
Jadikan hatinya selalu sadar mengingatMu, yaa Allah...
Berikan kesempatan baginya untuk selalu mengucap Laa ilaaha illallaah di sepanjang akhir hidupnya, yaa Allah...
Karuniakanlah husnul khootimah baginya, ya Allah... Dan jauhkan darinya shu'ul khootimah...
Karuniakanlah husnul khootimah baginya, ya Allah... Dan jauhkan darinya shu'ul khootimah...
Karuniakanlah husnul khootimah baginya, ya Allah... Dan jauhkan darinya shu'ul khootimah...

Yaa Allah... Jika Engkau berkenan memanggilnya berpulang ke pangkuanMu... Panggillah beliau dengan sebaik-baik dan selembut-lembut panggilan, yaa Allah...
Jadikanlah beliau ikhlas dan ridha memenuhi panggilanMu, yaa Allah...
Jadikan pula kami semua putra-putrinya, cucu-cucu dan cicit-cicitnya ikhlas dan ridho dalam melepasnya...
Jangan biarkan ada hambatan dan ganjalan sekecil apapun, baik yang nyata maupun yang tersembunyi, yang bisa menghalangi perjalanannya menuju haribaanMu, yaa Allah...

Yaa Allah... Yaa Aliim... Yaa Salaam....
Engkaulah yang maha mengetahui dan menguasai segala urusan... Engkau pula yang tahu apa-apa yang terbaik bagi seluruh hambaMu, yaa Allah...
Berikanlah yang terbaik pada kami semua, kepada Ayahanda kami yang sedang terbaring sakit, dan kepada kami semua putra-putrinya, cucu-cucunya dan cicit-cicitnya...
Kami pasrahkan segala urusan kami kepadaMu, yaa Allah...

Allahumma sholli wa sallim wa baarik 'alaa sayyidina muhammad... Abdika wa nabiyyika wa rasulika... Nabiiyil 'ummiyyin... Wa 'alaa aalihi wa sohbihi ajma'iin...

Subhaana robbika robbil'izzati 'amma yaasifun... Wa salaamun 'alal mursalin... Walhamdulillaahi robbil'aalamiin...

Al Faatihah...
Aamiin... Aamiin... Allaahumma aamiin...

Jakarta, 29 September 2011.

Monday, September 26, 2011

Siapa Sudi Menikahkan Putrinya denganku?

Seorang yang sangat miskin mengenakan kain usang, pakaian lusuh, dengan perut lapar, kaki tidak beralas, berasal dari keturunan yang tidak terhormat, tidak memiliki kedudukan, harta, dan keluarga besar, juga tidak memiliki rumah untuk berteduh, tidak memiliki perabotan yang berharga, minum hanya air dari kolam umum yang diambil dengan kedua tangannya, tidur di masjid dengan hanya berbantalkan tangan dan berkasur pasir bercampur kerikil. Meskipun demikian, dia adalah seorang yang selalu berzikir kepada Rabbnya, selalu membaca kitab Allah, dan selalu berada pada shaf terdepan dalam shalat maupun dalam kancah peperangan.

Suatu ketika, dia lewat di dekat Rasulullah saw. Rasulullah lalu memanggil namanya dengan nyaring, "Wahai Julaibib, tidakkah kamu ingin menikah?"

"Wahai Rasul, siapa yang sudi menikahkan putrinya denganku? Aku tidak mempunyai kedudukan dan tidak pula harta."

Beberapa hari kemudian, Rasulullah bertemu lagi dengannya. Beliau mengajukan pertanyaan yang sama dan dia pun menjawab dengan jawaban yang sama.

Pada pertemuan ketiga, Rasulullah mengajukan pertanyaan yang sama dan dijawab dengan jawaban serupa. Rasulullah berkata, "Wahai Julaibib, pergilah ke rumah laki-laki Anshar lalu katakan kepadanya, 'Rasulullah menyampaikan salam untukmu dan memintamu mengawinkanku dengan putrimu.'"

Sahabat Anshar ang dimaksd itu berasal dari keluarga terhormat dan terpandang. Berangkatlah Julaibib menemui sahabat Anshar itu. Diketuknya pintu rumahnya lalu disampaikanlah apa yang diperintahkan oleh Rasulullah.

Sahabat Anshar itu mengatakan, "Semoga kesejahteraan tercurah untuk Rasulullah. Bagaimana bisa aku mengawinkan anakku denganmu yang tidak mempunyai kedudukan dan harta benda?"

Pada saat itu, istri sahabat itu juga mendengar pesan Rasulullah yang disampaikan Julaibib itu dan dia pun terheran-heran dan bertanya-tanya, "... dengan Julaibib yang tidak punya kedudukan dan harta?

Dari dalam kamar, putrinya mendengar ucapan Julaibib dan pesan Rasulullah. Putri mukminah itu segera berkata kepada orangtuanya. "Kalian menolak permintaan Rasulullah? Tidak! Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya!"

Selanjutnya, terjadilah pernikahan dan melahirkan sebuah keluarga yang penuh berkah. Rumah tangga yang didasarkan pada ketakwaan kepada Allah dan keridhaan terhadap perintah-Nya.

Beberapa waktu berselang, genderang jihad ditabuh. Julaibib pun ikut maju dalam kancah peperangan. Di tangannya tujuh orang musuh terbunuh, namun dia sendiri pun terbunuh. Dia meninggal berbantalkan tanah penuh keridhaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Setelah itu, Rasulullah memeriksa semua korban dalam perang itu. Para sahabat memberitahukan siapa saja yang terbunuh.

Tak ada nama Julaibib disebut sebab memang dia tidak dikenal di kalangan sahabat, namun Rasulullah ingat sekali kepada Julaibib. Beliau hafal nama itu di tengah nama-nama besar yang terbunuh. Rasulullah berkata, "Kini aku kehilangan Julaibib."

Rasulullah mendapati jasadnya penuh debu. Sembari mengusap debu dari wajahnya, beliau bersabda, "Engkau telah membunuh tujuh orang lalu engkau sendiri kini terbunuh. Engkau bagian dariku dan aku bagian darimu. Engkau bagian dariku dan aku bagian darimu. Engkau bagian dariku dan aku bagian darimu." Ucapan tanda pengenal dari Nabi ini sudah cukup untuk Julaibib sebagai tandan dan hadiah.

(Kisah ini diadaptasi dari Laa Tahzan, Syaikh Aidh Al-Qarny)

Disadur dari buku "Lelaki Akhirat dari sudut Kota Madinah', oleh Muhamad Yasir.

Thursday, September 22, 2011

Lima Belas Hari Wahyu Tidak Kunjung Datang

Hari itu kafir Quraisy sengaja mengutus Nadhr dan Uqbah menemui pembesar Yahudi di Madinah untuk menanyakan kebenaran kenabian Muhammad

"Tanyakanlah kepada orang-orang yahudi tentang Muhammad karena meereka memiliki ilmu tentang kenabian, yang ilmu itu tidak kita miliki." kata kafir Quraisy.

Keduanya pun bergegas keluar hingga tiba di Madinah. Sesampainya di rumah orang Yahudi, mereka membuka pembicaraan, "Kami datang pada kalian untuk mencari tahu tentang sahabat kami Muhammad, yang kami tahu bahwa berita kenabian Muhammad tertulis di dalam kitab Taurat kalian. Bukankah kalian pandai tentang kitab Taurat?"

Pembesar Yahudi menukas, "Hai, utusan Quraisy! Tanyakan saja kepada Muhammad tentang tiga hal. Jika bisa menjawabnya, berarti ia seorang nabi yang benar-benar diutus. Tetapi jika tidak, berarti ia hanya berdusta kepada kalian."

"Apakah tiga hal itu?"

"Pertama; bagaimanakah nasib para pemuda yang terjebak di dalam gua karena mereka memiliki cerita mengherankan. Kedua; tanyakanlah kepadanya tentang Zulqarnain, lelaki yang mengelilingi dunia sampai ke ujung-ujungnya. Ketiga; tanyakanlah kepadanya ilmu tentang ruh."

Tidak lama berselang, kedua laki-laki itu bertandang ke rumah Muhammad untuk membuktikan tiga hal tadi.

"Wahai Muhammad! Ceritakanlah tentang tigal hal, yang dengan begitu kami mempercayai bahwa kamu benar-benar nabi yang diutus kepada kami," pinta mereka.

"Esok pagi, aku pasti memberikan jawaban atas tiga pertanyaan itu," jawab Muhammad dengan sangat yakin.

Mereka pun segera bubar meninggalkan nabi.

Ternyata sampai esok hari, Jibril tidak kunjung datang. Bahkan, wahyu tidak kunjung menyapa hingga lima belas hari lamanya. Muhammad berkecil hati. Ia seperti kecewa. Sementara itu, janji sudah terlanjur diucapkan bahwa esok pagi jawaban pasti diberikan.

Penduduk Makkah pun menjadi gembar. Orang-orang Quraisy datang menagih janji, "Muhammad benar-benar telah membohongi kita. Ia menjanjikan jawaban kepada kita, namun sekarang waktunya telah lewat."

Kejadian ini benar-benar membuat Rasulullah dirundung lara, menorehkan duka di hati. Beliau merasa Tuhannya telah meninggalkannya, mengabaikannya. Ditambah lagi sebagian penduduk Makkah tidak menyapanya. Sangat menyakitkan.

Akhirnya, pada hari keenam-belas, Jibril turun menyapa Muhammad, menyampaikan kepadanya surah Al-Kahfi sebagai jawaban atas pertanyaan mereka. Allah berfriman, "Apakah engkau mengira bahwa orang yang mendiami gua (Ashabul Kahfi), dan yang mempunyai raqim itu, termasuk tanda-tanda kebesaran Kami yang menakjubkan?" (Al-Kahfi : 9) bagi Allah, cerita itu tidak terlalu istimewa.

Allah juga menegur Muhammad, "Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, 'Aku pasti melakukan itu besok pagi,' kecuali dengan mengatakan, 'Insya Allah.".... (Al-Kahfi : 23-24)

(Diangkat dari Tafsir Imam Ibnu Katsir)

***

Kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa segala gerakan dan aktivitas yang terjadi di muka bumi terjadi atas kehendak Allah. Kehendak manusia pun tidak akan terjadi tanpa kehendak-Nya. Karena itulah Allah mengajarkan kepada orang-orang beriman agar mengatakan "insya Allah" jika hendak melakukan sesuatu.

Disadur dari buku "Lelaki Akhirat dari sudut Kota Madinah" karya Muhamad Yasir.

Xenia Dituntun Anaknya Menemukan Islam di Usia Senja

ATHENA - Sebelum pergi ke Inggris, Xenia hanya mengenal satu agama, Kristen Ortodoks. Dia lahir, dibesarkan, dan tinggal di Athena, Yunani, Sebelum akhirnya terbang ke Inggris tahun 1970-an untuk melanjutkan pendidikannya.

Di negeri inilah, cakrawalanya terbuka. Ia mengenal ada banyak agama di dunia ini. Islam salah satunya. Namun, ia tak berniat mempelajarinya, karena nyaman dengan agama yang dianutnya sejak kecil. "Saya dibesarkan dalam keluarga yang hangat walau tak begitu taat beribadah," ujarnya.

Usai kuliah, ia tak kembali ke negerinya. Seorang pemuda setempat memikat hatinya, dan mereka menikah. Belakangan, ia baru tahu suaminya sangat berminat pada Islam. "Agama tak begitu berperan dalam kehidupan keluarga saya...maka saya pun tak ambil pusing dengan orientasi keyakinan suami saya," ujarnya.

Di rumah, mereka tak pernah mendiskusikan agama. "Dia menghargai keyakinan saya, demikian pula sebaliknya," katanya. Belakangan ia tahu, suaminya telah menjadi Muslim.

Bersuami seorang Muslim, cakrawalanya tentang Islam terbuka. Di sekolah, ia hanya tahu hal negatif tentang agama ini. Begitu juga di media yang dia baca. Namun di rumah, ia menemukan oase yang berbeda, melalui suaminya. Namun, ia masih belum tergerak hatinya belajar Islam.

Ia hanya mempelajari Islam sedikit, demi menjawab pertanyaan anak-anaknya. Seiring berjalannya waktu, sang anak lebih condong memilih Islam, mengikuti agama sang ayah. "Saya mengantar mereka ke masjid, tapi saya tak ikut turun. Saya menunggu di mobil saja," ujarnya.

Saat dua anaknya menginjak remaja, suaminya meninggal dunia. Xenia sungguh terpukul. Ia memutuskan untuk pulang ke negeri asalnya, Yunani. Anak-anaknya, memilih tetap tinggal di Inggris.

Di bandara, ia menerima SMS anak lelakinya yang termuda, "Mum, kami mencintaimu dan kami tak ingin engkau berbeda dari kami ketika kelak kau berpulang seperti papa. Please, jadilah Muslimah."

Ia merenungi SMS sang anak. "Untuk pertama kalinya setelah 30 menikahi pria Muslim, saya membaca isi Alquran," katanya, yang mengaku awalnya ogah-ogahan membacanya.

Dia mengaku takjub dengan kitab suci almarhum suaminya itu, kendati hanya membaca terjemahannya saja. Untaian kata-katanya sungguh indah, katanya, begitu untaian ceritanya. "Itu bukan bahasa manusia. Itu bahasa Tuhan semesta alam," katanya.

Dari membaca Quran pula ia tahu, Islam bukan agama baru. Islam telah dianut oleh nabi-nabi terdahulu. "Ini lebih mudah dimengerti, bahwa hanya ada satu Tuhan, tanpa partner, dan para nabi adalah utusan-Nya," katanya.

Tiba-tiba, ia merasa tak berperantara antara dirinya dan Tuhan. "Hanya saya dan Pencipta saya," kata Xenia yang kini berusia 60 tahun lebih.

Dia mengaku mulai rajin "curhat" pada Tuhan. "Aku berbicara pada Alllah dimana saja. Dia mendengar saya, dan memantapkan hati saya," ujarnya. Sampai di satu titik, ia bulat tekad untuk bersyahadat.

Bagi Xenia, Islam adalah sistem yang sempurna. Allah tak hanya menurunkan Alquran, tapi juga mengutus Muhammad SAW untuk menjadi "contoh nyata" bagaimana Alquran diaplikasikan. "Jalan menuju surga itu berliku. Allah mengirim panduan menuju ke sana, melalui Alquran dan Muhammad," katanya.

Xenia juga menyatakan, beda dengan adama lain yang penuh doktrin, Islam mengajak umatnya untuk berpikir. "Islam tak bilang, 'Inilah dia, kau harus mengikutinya sekarang!' Tapi Allah bilang, 'Lihat, lihatlah sekelilingmu. Lakukan perjalanan, lihatlah tubuhmu, langit, alam, mengapa kau tak melihatnya (sebagai tanda-tanda kebesaran Allah?)," katanya, yang mengaku bersyukur telah menemukan islam, kendati memulianya di usia senja.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/11/09/21/lruuiy-xenia-dituntun-anaknya-menemukan-islam-di-usia-senja

Nabi Musa Pernah Ditegur Karena Lakukan 'Kesombongan Intelektual'

Sifat sombong (al-kibr) dan menyombongkan diri (al-takabbur) merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya. Kesombongan, menurut Ghazali, bermula dari kekaguman seseorang kepada diri sendiri (al-`ujb), lalu memandang rendah orang lain. Sifat sombong merupakan sikap batin yang terejawantahkan dalam perbuatan dan tindakan yang cenderung destruktif dan diskriminatif.

Penyakit yang satu ini, menurut Ghazali, patut diwaspadai, karena tak hanya menyerang manusia secara umum, tetapi justru lebih banyak menyerang orang-orang pandai, para pakar, termasuk para ulama, kecuali sedikit orang dari mereka yang mendapat bimbingan dan petunjuk dari Allah SWT.

Nabi Musa AS konon dianggap telah melakukan "kesombongan intelektual" ketika beliau berkata, "Ana a`lam al-qaum" (akulah orang paling pandai di negeri ini). Sepintas lalu, pernyataan ini dapat dianggap wajar karena dikemukakan oleh seorang Nabi yang ditugaskan Allah SWT untuk membebaskan rakyat Mesir dari perbudakan Raja Firaun. Namun, Allah SWT memandang pernyataan Musa itu berlebihan.

Karena itu, Nabi Musa ditegur oleh Allah dan diberi pembelajaran melalui dua cara. Pertama, Nabi Musa dipertemukan dengan seorang (Khidir) yang memiliki tingkat pengetahuan dan kearifan yang jauh lebih tinggi dari Musa. Seperti diceritakan secara panjang lebar dalam surah al-Kahfi, Nabi Musa seakan-akan "dipelonco" oleh Khidir karena ia tak memiliki wawasan keilmuan seluas Khidir, baik secara filosofis maupun epistemologis. Akhirnya, Khidir terpaksa meninggalkan Musa seraya berkata, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku." (QS al-Kahfi [18]: 67).

Kedua, Allah mengajarkan kepada Nabi Musa doa yang berisi etos dan moral seorang ilmuwan (intelektual). "Rabbi zidni `ilman.."(Ya Allah tambahkan kepadaku ilmu pengetahuan). Doa ini diajarkan juga kepada Nabi Muhammad SAW dan selanjutnya kepada kita semua, orang-orang beriman.

Doa ini penting, karena mengajarkan kepada kita beberapa etika keilmuan. Pertama, etos dan moral intelektual adalah belajar, menemukan kebenaran, dan mengembangkan ilmu. Kedua, ilmu pengetahuan bersifat dinamis, tumbuh dan berkembang (growing and developing) setingkat dengan kerja ilmiah para ilmuwan. Ketiga, apa yang telah diketahui pasti lebih sedikit daripada yang belum diketahui. Kenyataan inilah yang membuat para ilmuwan tak boleh sombong, tetapi harus rendah hati (tawadhu).

Socrates, filosof Yunani, pernah menunjukkan sikap rendah hati itu sewaktu ia berkata, "I only know that I don't know." (Aku hanya tahu bahwa aku tidak tahu). Imam Syafii, pendiri Mazhab Syafii, lebih tawadhu lagi. Disebutkan, setiap kali beliau memperoleh tambahan ilmu, beliau selalu menangis, karena makin sadar betapa banyak ilmu yang belum diketahuinya.

Agar tidak seperti katak dalam tempurung, para ilmuwan harus belajar dan menumbuhkan sikap rendah hati, persis seperti pesan doa yang diajarkan oleh Allah SWT kepada Nabi Musa AS di atas. Logikanya begini, kalau sifat rendah hati datang, maka segala bentuk kesombongan dan arogansi pasti menghilang. Wallahu a`lam.

Oleh Dr A Ilyas Ismail
Tulisan ini telah dimuat di Republika cetak dengan judul Kesombongan Intelektual
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/09/20/lrtvu7-nabi-musa-pernah-ditegur-karena-lakukan-kesombongan-intelektual

Tuesday, September 20, 2011

Shalat Berjamaah selama Empat Puluh Subuh

Lelaki itu mati-matian menggoda dan merayu seorang wanita agar mau berzina dengannya. Segala jurus tipu daya ia keluarkan untuk meruntuhkan keteguhan iman sang wanita yang sangat cantik itu.

Memang, lelaki itu tampan sekali. Ditambah lagi ia terkenal sangat kaya di kampungnya. Tentu saja tidak sedikit wanita yang menaruh hati padanya dan jatuh ke dalam pelukannya. Bagaimana dengan wanita yang dirayu-rayunya itu?

Wanita itu sebetulnya sudah bersuami. Ia seorang istri yang taat kepada suaminya. Suaminya adalah seorang yang begitu taat kepada agamanya. Karena sering dirayu laki-laki itu, ia pun mengadukan hal itu kepada suaminya.

"Mas, laki-laki kaya yang tinggal di sebelah sana itu sering menggodaku. Godaannya sudah keterlaluan, ia bahkan berusaha merayuku untuk bisa memenuhi keinginan syahwatnya. Ia masih tinggal sekampung dengan kita. Tiap kali ia berpapasan denganku atau kebetulan saja bertemu dengannya, pasti ia menggodaku dan mengajakku agar mau berzina dengannya. Ia terus-terusan melakukan itu kepadaku. Apa yang harus aku perbuat?"

Dengan tenang sang suami menanggapi istrinya, "Katakan pada lelaki itu bahwa kamu bersedia menuruti kemauannya, asal ia harus memenuhi satu syarat."

Dengan rasa heran namun penuh kepatuhan, istrinya mendengarkan terus apa yang dikatakan oleh suaminya. Setelah itu pergilah ia menemui lelaki yang sering mengganggunya itu.

Begitu tahu si wanita yang selalu diincarnya datang mencarinya, bukan main gembiranya laki-laki itu. "Akhirnya tercapai juga apa yang selama ini menjadi keinginanku pada wanita cantik itu." ujarnya.

Dengan tidak sabar, ia menanti apa yang akan dikatakan sang wanita.

"Wahai, saudara! Aku bersedia berzina denganmu, sebagaimana yang selalu engkau katakan kepadaku dalam rayuan manismu selama ini."

Mendengar kesediaan wanita itu, si laki-laki langsung berseri-seri wajahnya. Pikirnya, "Apapun yang dikehendaki wanita ini akan kupenuhi asalkan ia mau berzina denganku. Sungguh aku tidak tahan melihat kecantikan dan keelokan tubuhnya yang aduhai."

"Apapun akan kupenuhi demi kamu. Seandainya engkau mempunyai permintaan, cepatlah katakan. Apakah kamu butuh uang atau apa saja. Pendeknya, aku akan penuhi apa saja yang kamu inginkan dariku."

"Baiklah, aku tidak meminta uang atau materi apapun. Permintaanku sederhana dan mudah saja."

Dengan tidak sabar, laki-laki itu terus mendesak si wanita agar ia mengutarakan persyaratan yang ia kehendaki.

"Ayo katakan saja apa itu... Aku pasti akan memenuhinya untukmu, sayangku."

"Sebelum kita sama-sama berzina, kuminta agar kamu mau shalat berjamah dengan suamiku. Tidak banyak, hanya empat puluh subuh saja secara terus-menerus, tidak boleh putus!"

"Hah..?! Shalat subuh berjamaah selama empat puluh kali secara terus menerus?"

"Iya, hanya itu."

"Baiklah kalau begitu. Itu permintaan yang cukup mudah bagiku."

Mulai sejak itu ia berjanji shalat subuh berjama bersama suami si wanita itu. Ia melakukannya dengan tekun, hari demi hari, hingga akhirnya ia berhasil tidak putus satu hari pun.

Setelah genap 40 subuh, pergilah si wanita itu menemui lelaki itu. Setelah bertemu, si wanita itupun bersiap menyerahkan dirinya kepada lelaki yang telah selesai melakukan shalat berjamaah sebanyak empat puluh subuh dengan suaminya. Wanita itu memenuhi janjinya karena lelaki itu berhasil melaksanakan permintaannya.

Melihat kedatangan si wanita itu untuk menyerahkan dirinya, lelaki itupun berujar, "Aku kini sudah bertobat kepada Allah... Aku tidak mau melakukan perbuatan terkutuk itu lagi!"

Mendengar jawaban laki-laki itu, berlarilah wanita itu kepada suaminya dan dengan penuh kegembiraan menceritakannya. Mendengar cerita sang istri, sang suami pun memanjatkan puji, "Mahabenar Allah! Firman-Nya adalah benar bahwa shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar."

***

Shalat subuh adalah standar keimanan seorang mukmin. Hanya orang-orang munafik yang enggan mengerjakannya.

Shalat subuh adalah aktifitas mengumpulkan cahaya. Rasulullah saw bersabda, "Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang suka berjalan ke masjid di malam yang gelap karena cahaya yang Allah akan berikan kepadanya pada hari kiamat." (Al-Bukhari)

Ditulis ulang dari Buku "Lelaki Akhirat dari Sudut Kota Madinah" karya Muhamad Yasir

Thursday, September 15, 2011

Cinta Allah Kepada Orang yang Bertobat

"Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An-Nuur [24]:31).

Allah memerintahkan kepada kita untuk bertobat dengan sebanyak tujuh kali di dalam Al Quran (Al Baqarah: 54, Huud: 3, 52, 61, 90, At Tahrim: 8 dan An Nuur: 31).
Sesungguhnya pengulangan perintah kepada kita untuk bertobat menunjukkan bahwasanya kebanyakan manusia berbuat kesalahan.

Manusia diistilahkan oleh para ulama sebagai tempatnya salah dan khilaf. Istilah tersebut disandarkan pada sebuah hadis riwayat Imam Muslim, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat dosa di waktu siang dan malam, dan Aku mengampuni dosa-dosa itu semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku, pasti Aku mengampuni kalian.” (HR. Muslim ).

Akan tetapi Allah adalah Maha Bijaksana dan Maha Adil. Ketika kita melakukan kesalahan, Allah pun memberikan solusi terbaik untuk menebus kesalahan kita, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Setiap anak Adam (manusia) berbuat kesalahan dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah yang bertobat.” (HR At Tirmidzi).

Dari sini kita seharusnya sadar bahwa Allah itu sangat dekat dengan kita walaupun kita dilumuri dengan berbagai macam dosa. Kita diperintahkan untuk mendekat kepada-Nya dengan mengakui setiap dosa dan kesalahan kita, bukan dengan menjauhi-Nya dan menambah dosa.

Sebagaimana ajaran Rasulullah dalam berdoa yang masyhur dengan sayyidul istighfar: “Allahumma Anta Robbi Laa Illaha Illa Anta, Kholaqtani wa Anna ‘Abduka wa Anna ‘Ala ‘Ahdika wa Wa’dika mastatho’tu. A’udzu Bika Min Syarri Maa Shona’tu, Abuu-u Laka Bini’matika ‘Alayya, Wa Abuu-u Bi Dzanbi, Faghfirli Fainnahu Laa Yaghfirudz Dzunuuba Illa Anta”.

Artinya: Ya Allah, Engkau adalah Rabbku, tidak ada Rabb yang berhak disembah kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku oleh karena itu ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.” (HR Bukhari).

Allah sangat mencintai dan 'memanjakan' orang-orang yang bertobat. “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan Taubatan Nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia. Sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (At Tahrim 66: 8).

Itulah kecintaan Allah bagi orang yang bertobat, di mana Allah akan menutupi (menghapus) setiap kesalahan kita dan memasukkan kita ke dalam surga-Nya. Wallahu a’lam.

Oleh : Imran Nurtsani Lc
http://id.custom.yahoo.com/ramadan/artikel-article/cinta-allah-kepada-orang-yang-bertobat-1374#mwpphu-container

Wednesday, September 14, 2011

Sholahuddin Al Ayyubi (532–589 H)

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M) Jerussalam dapat dikuasai oleh kaum muslimin dalam suatu penyerahan kuasa secara damai. Sayidina Umar sendiri datang ke Jerussalem untuk menerima penyerahan kota Suci itu atas desakan dan persetujuan Uskup Agung Sophronius.

Berabad abad lamanya kota itu berada di bawah pentadbiran Islam, tapi penduduknya bebas memeluk agama dan melaksanakan ajaran agamanya masing-masing tanpa ada gangguan. Orang-orang Kristian dari seluruh dunia juga bebas datang untuk mengerjakan haji di kota Suci itu dan mengerjakan upacara keagamaannya. Orang-orang Kristian dari Eropah datang mengerjakan haji dalam jumlah rombongan yang besar dengan membawa obor dan pedang seperti tentara. Sebahagian dari mereka mempermainkan pedang dengan dikelilingi pasukan gendang dan seruling dan diiringkan pula oleh pasukan bersenjata lengkap.

Sebelum Jerussalem ditadbir Kerajaan Seljuk pada tahun 1070, upacara seperti itu dibiarkan saja oleh umat Islam, karena dasar toleransi agama. Setelah Kerajaan Seljuk memerintah, upacara seperti itu dilarang dengan alasan keselamatan. Mungkin karena upacara tersebut semakin berbahaya. Lebih-lebih lagi kelompok-kelompok yang mengambil bagian dalam upacara itu sering menyebabkan kegaduhan dan huruhara. Disebutkan bahwa pada tahun 1064 ketua Uskup memimpin pasukan sebanyak 7000 orang jemaah haji yang terdiri dari kumpulan Baron-baron dan para pahlawan telah menyerang orang-orang Arab dan orang-orang Turki.

Tindakan Seljuk itu disalah-pahami oleh orang-orang Eropah. Pemimpin-pemimpin agama mereka menganggap bahwa kebebasan agamanya diganggu oleh orang-orang Islam dan menyeru agar Tanah Suci itu dibebaskan dari genggaman umat Islam. Patriach Ermite adalah paderi yang paling lantang membangkitkan kemarahan umat Kristian. Dalam usahanya untuk menarik simpati umat Kristian, Ermite telah berkeliling Eropah dengan mengenderai seekor keledai sambil memikul kayu Salib besar, berkaki ayam dan berpakaian compang camping. Dia telah berpidato di hadapan orang banyak dalam gereja-gereja, di jalan-jalan raya atau di pasar-pasar. Katanya, dia melihat penistaan kesucian ke atas kubur Nabi Isa oleh Kerajaan Turki Seljuk. Diceritakan bahwa jemaah haji Kristian telah dihina, dizalimi dan dinista oleh orang-orang Islam di Jerussalem. Serentak dengan itu, dia menyerukan banyak orang agar bangkit menyertai perang untuk membebaskan Jerussalem dari tangan orang Islam. Hasutan Ermite berhasil dengan menggalakkan

Paus Urbanus II mengumumkan ampunan seluruh dosa bagi yang bersedia dengan suka rela mengikuti Perang Suci itu, sekalipun sebelumnya dia merupakan seorang perompak, pembunuh, pencuri dan sebagainya. Maka keluarlah ribuan umat Kristian untuk mengikuti perang dengan memikul senjata untuk menyertai perang Suci. Mereka yang ingin mengikuti perang ini diperintahkan agar meletakkan tanda Salib di badannya, oleh karena itulah perang ini disebut Perang Salib.

Paus Urbanus menetapkan tarikh 15 Ogos 1095 bagi pemberangkatan tentera Salib menuju Timur Tengah, tapi kalangan awam sudah tidak sabar menunggu lebih lama lagi setelah dijanjikan dengan berbagai kebebasan, kemewahan dan habuan. Mereka mendesak Paderi Patriach Ermite agar berangkat memimpin mereka. Maka Ermite pun berangkat dengan 60,000 orang pasukan, kemudian disusul oleh kaum tani dari Jerman seramai 20.000, datang lagi 200,000 orang menjadikan jumlah keseluruhannya 300,000 orang lelaki dan perempuan. Sepanjang perjalanan, mereka di izinkan merompak, memperkosa, berzina dan mabuk-mabuk. Setiap penduduk negeri yang dilaluinya, selalu mengalu-alukan dan memberikan bantuan seperlunya.

Akan tetapi sesampainya di Hongaria dan Bulgaria, sambutan sangat dingin, menyebabkan pasukan Salib yang sudah kekurangan makanan ini marah dan merampas harta benda penduduk. Penduduk di dua negeri ini tidak tinggal diam. Walau pun mereka sama-sama beragama Kristian, mereka tidak senang dan bertindak balas. Terjadilah pertempuran sengit dan pembunuhan yang mengerikan. Dari 300,000 orang pasukan Salib itu hanya 7000 sahaja yang selamat sampai di Semenanjung Thracia di bawah pimpinan sang Rahib.

Ketika pasukan Salib itu telah mendarat di pantai Asia kecil, pasukan kaum Muslimin yang di pimpin oleh Sultan Kalij Arselan telah menyambutnya dengan hayunan pedang. Maka terjadilah pertempuran sengit antara kaum Salib dengan pasukan Islam yang berakhir dengan hancur binasanya seluruh pasukan Salib itu.

Setelah kaum itu musnah sama sekali, muncullah pasukan Salib yang dipimpin oleh anak-anak Raja Godfrey dari Lorraine Perancis, Bohemund dari Normandy dan Raymond dari Toulouse. Mereka berkumpul di Konstantinopel dengan kekuatan 150,000 laskar, kemudian menyeberang selat Bosfur dan melanggar wliayah Islam bagaikan air bah. Pasukan kaum Muslimin yang hanya berkekuatan 50,000 orang bertahan mati-matian di bawah pimpinan Sultan Kalij Arselan.

Satu persatu kota dan Benteng kaum Muslimin jatuh ke tangan kaum Salib, memaksa Kalij Arselan berundur dari satu benteng ke benteng yang lain sambil menyusun kekuatan dan taktik baru. Bala bantuan kaum Salib datang mencurah-curah dari negara-negara Eropah. Sedangkan Kalij Arselan tidak dapat mengharapkan bantuan dari wilayah-wilayah Islam yang lain, kerana mereka sibuk dengan kemelut dalaman masing-masing.
Setelah berlaku pertempuran sekian lama, akhirnya kaum Salib dapat mengepung Baitul Maqdis, tapi penduduk kota Suci itu tidak mahu menyerah kalah begitu saja. Mereka telah berjuang dengan jiwa raga mempertahankan kota Suci itu selama satu bulan.

Akhirnya pada 15 Julai 1099, Baitul Maqdis jatuh ke tangan pasukan Salib, tercapailah cita-cita mereka. Berlakulah keganasan luar biasa yang belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia. Kaum kafir Kristian itu telah menyembelih penduduk awam Islam lelaki, perempuan dan kanak-kanak dengan sangat ganasnya. Mereka juga membantai orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristian yang enggan bergabung dengan kaum Salib. Keganasan kaum Salib Kristian yang sangat melampau itu telah dikutuk dan diperkatakan oleh para saksi dan penulis sejarah yang terdiri dari berbagai agama dan bangsa.

Seorang ahli sejarah Perancis, Michaud berkata: “Pada saat penaklukan Jerussalem oleh orang Kristian tahun 1099, orang-orang Islam dibantai di jalan-jalan dan di rumah-rumah. Jerussalem tidak punya tempat lagi bagi orang-orang yang kalah itu. Beberapa orang mencoba mengelak dari kematian dengan cara menghendap-hendap dari benteng, yang lain berkerumun di istana dan berbagai menara untuk mencari perlindungan terutama di masjid-masjid. Namun mereka tetap tidak dapat menyembunyikan diri dari pengejaran orang-orang Kristian itu.

Tentera Salib yang menjadi tuan di Masjid Umar, di mana orang-orang Islam cuba mempertahankan diri selama beberapa lama menambahkan lagi adegan-adegan yang mengerikan yang menodai penaklukan Titus. Tentera infanteri dan kaveleri lari tunggang langgang di antara para buruan. Di tengah huru-hara yang mengerikan itu yang terdengar hanya rintihan dan jeritan kematian. Orang-orang yang menang itu memijak-mijak tumpukan mayat ketika mereka lari mengejar orang yang cuba menyelamatkan diri dengan sia-sia.

Raymond d’Agiles, yang menyaksikan peristiwa itu dengan mata kepalanya sendiri mengatakan: “Di bawah serambi masjid yang melengkung itu, genangan darah dalamnya mencecah lutut dan mencapai tali kekang kuda.”

Michaud berkata: “Semua yang tertangkap yang disisakan dari pembantaian pertama, semua yang telah diselamatkan untuk mendapatkan upeti, dibantai dengan kejam. Orang-orang Islam itu dipaksa terjun dari puncak menara dan bumbung-bumbung rumah, mereka dibakar hidup -hidup , diheret dari tempat peersembunyian bawah tanah, diheret ke hadapan umum dan dikurbankan di tiang gantungan.

Air mata wanita, tangisan kanak-kanak, begitu juga pemandangan dari tempat Yesus Kristus memberikan ampun kepada para algojonya, sama sekali tidak dapat meredhakan nafsu membunuh orang-orang yang menang itu. Penyembelihan itu berlangsung selama seminggu. Beberapa orang yang berhasil melarikan diri, dimusnahkan atau dikurangkan bilangannya dengan perhambaan atau kerja paksa yang mengerikan.”
Gustav Le Bon telah mensifatkan penyembelihan kaum Salib Kristian sebagaimana kata-katanya: “Kaum Salib kita yang “bertakwa” itu tidak memadai dengan melakukan berbagai bentuk kezaliman, kerosakan dan penganiayaan, mereka kemudian mengadakan suatu mesyuarat yang memutuskan supaya dibunuh saja semua penduduk Baitul Maqdis yang terdiri dari kaum Muslimin dan bangsa Yahudi serta orang-orang Kristian yang tidak memberikan pertolongan kepada mereka yang jumlah mencapai 60,000 orang. Orang-orang itu telah dibunuh semua dalam masa 8 hari saja termasuk perempuan, kanak-kanak dan orang tua, tidak seorang pun yang terkecuali.

Ahli sejarah Kristian yang lain, Mill, mengatakan: “Ketika itu diputuskan bahawa rasa kasihan tidak boleh diperlihatkan terhadap kaum Muslimin. Orang-orang yang kalah itu diheret ke tempat-tempat umum dan dibunuh. Semua kaum wanita yang sedang menyusu, anak-anak gadis dan anak-anak lelaki dibantai dengan kejam. Tanah padang, jalan-jalan, bahkan tempat-tempat yang tidak berpenghuni di Jerusssalem ditaburi oleh mayat-mayat wanita dan lelaki, dan tubuh kanak-kanak yang koyak-koyak. Tidak ada hati yang lebur dalam keharuan atau yang tergerak untuk berbuat kebajikan melihat peristiwa mengerikan itu.”

Jatuhnya kota Suci Baitul Maqdis ke tangan kaum Salib telah mengejutkan para pemimpin Islam. Mereka tidak menyangka kota Suci yang telah dikuasainya selama lebih 500 tahun itu boleh terlepas dalam sekelip mata. Mereka sedar akan kesilapan mereka kerana berpecah belah. Para ulama telah berbincang dengan para Sultan, Emir dan Khalifah agar mengambil berat dalam perkara ini.

Usaha mereka berhasil. Setiap penguasa negara Islam itu bersedia bergabung tenaga untuk merampas balik kota Suci tersebut. Di antara pemimpin yang paling gigih dalam usaha menghalau tentera Salib itu ialah Imamuddin Zanki dan diteruskan oleh anaknya Emir Nuruddin Zanki dengan dibantu oleh panglima Asasuddin Syirkuh.

Setelah hampir empat puluh tahun kaum Salib menduduki Baitul Maqdis, Shalahuddin Al-Ayyubi baru lahir ke dunia. Keluarga Shalahuddin taat beragama dan berjiwa pahlawan. Ayahnya, Najmuddin Ayyub adalah seorang yang termasyhur dan beliau pulalah yang memberikan pendidikan awal kepada Shalahuddin. Sholahuddin Yusuf bin Najmuddin Ayyub dilahirkan di Takrit Irak pada tahun 532 Hijrah /1138 Masihi dan wafat pada tahun 589 H/1193 M di Damsyik. Sholahuddin terlahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit (140km barat laut kota Baghdad) dekat sungai Tigris pada tahun 1137M. Masa kecilnya selama sepuluh tahun dihabiskan belajar di Damaskus di lingkungan anggota dinasti Zangid yang memerintah Syria, yaitu Nuruddin Zangi.

Selain belajar Islam, Sholahuddin pun mendapat pelajaran kemiliteran dari pamannya Asaddin Shirkuh, seorang panglima perang Turki Seljuk. Kekhalifahan. Bersama dengan pamannya Sholahuddin menguasai Mesir, dan mendeposisikan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimiah (turunan dari Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW).

Pada tahun 549 H/1154 M, panglima Asasuddin Syirkuh memimpin tenteranya merebut dan menguasai Damsyik. Shalahuddin yang ketika itu baru berusia 16 tahun turut serta sebagai pejuang. Pada tahun 558 H/1163 Masihi, panglima Asasuddin membawa Shalahuddin Al-Ayyubi yang ketika itu berusia 25 tahun untuk menundukkan Daulat Fatimiyah di Mesir yang diperintah oleh Aliran Syiah Ismailiyah yang semakin lemah.Usahanya berhasil. Khalifah Daulat Fatimiyah terakhir Adhid Lidinillah dipaksa oleh Asasuddin Syirkuh untuk menandatangani perjanjian. Akan tetapi, Wazir besar Shawar merasa cemburu melihat Syirkuh semakin popular di kalangan istana dan rakyat.

Dengan senyap-senyap dia pergi ke Baitul Maqdis dan meminta bantuan dari pasukan Salib untuk menghalau Syirkuh daripada berkuasa di Mesir. Pasukan Salib yang dipimpin oleh King Almeric dari Jerussalem menerima baik jemputan itu. Maka terjadilah pertempuran antara pasukan Asasuddin dengan King Almeric yang berakhir dengan kekalahan Asasuddin. Setelah menerima syarat-syarat damai dari kaum Salib, panglima Asasuddin dan Shalahuddin dibenarkan balik ke Damsyik.

Kerjasama Wazir besar Shawar dengan orang kafir itu telah menimbulkan kemarahan Emir Nuruddin Zanki dan para pemimpin Islam lainnya termasuk Baghdad. Lalu dipersiapkannya tentera yang besar yang tetap dipimpin oleh panglima Syirkuh dan Shalahuddin Al-Ayyubi untuk menghukum si pengkhianat Shawar. King Almeric terburu-buru menyiapkan pasukannya untuk melindungi Wazir Shawar setelah mendengar kemaraan pasukan Islam. Akan tetapi Panglima Syirkuh kali ini bertindak lebih pantas dan berhasil membinasakan pasukan King Almeric dan menghalaunya dari bumi Mesir dengan aib sekali.

Panglima Shirkuh dan Shalahuddin terus mara ke ibu kota Kaherah dan mendapat tentangan dari pasukan Wazir Shawar. Akan tetapi pasukan Shawar hanya dapat bertahan sebentar saja, dia sendiri melarikan diri dan bersembunyi. Khalifah Al-Adhid Lidinillah terpaksa menerima dan menyambut kedatangan panglima Syirkuh buat kali kedua.
Suatu hari panglima Shalahuddin Al-Ayyubi berziarah ke kuburan seorang wali Allah di Mesir, ternyata Wazir Besar Shawar dijumpai bersembunyi di situ. Shalahuddin segera menangkap Shawar, dibawa ke istana dan kemudian dihukum bunuh.

Khalifah Al-Adhid melantik panglima Asasuddin Syirkuh menjadi Wazir Besar menggantikan Shawar. Wazir Baru itu segera melakukan perbaikan dan pembersihan pada setiap institusi kerajaan secara berperingkat. Sementara anak saudaranya, panglima Shalahuddin Al-Ayyubi diperintahkan membawa pasukannya mengadakan pembersihan di kota-kota sepanjang sungai Nil sehingga Assuan di sebelah utara dan bandar-bandar lain termasuk bandar perdagangan Iskandariah.

Wazir Besar Syirkuh tidak lama memegang jawatannya, kerana beliau wafat pada tahun 565 H/1169 M. Khalifah Al-Adhid melantik panglima Shalahuddin Al-Ayyubi menjadi Wazir Besar menggantikan Syirkuh dengan mendapat persetujuan pembesar-pembesar Kurdi dan Turki. Walaupun berkhidmat di bawah Khalifah Daulat Fatimiah, Shalahuddin tetap menganggap Emir Nuruddin Zanki sebagai ketuanya.

Nuruddin Zanki berulang kali mendesak Shahalahuddin agar menangkap Khalifah Al-Adhid dan mengakhiri kekuasaan Daulat Fatimiah untuk seterusnya diserahkan semula kepada Daulat Abbasiah di Baghdad. Akan tetapi Shalahuddin tidak mahu bertindak terburu-buru, beliau memperhatikan keadaan sekelilingnya sehingga musuh-musuh dalam selimut betul-betul lumpuh.

Barulah pada tahun 567 H/1171 Masihi, Shalahuddin mengumumkan penutupan Daulat Fatimiah dan kekuasaan diserahkan semula kepada Daulat Abbasiah. Maka doa untuk Khalifah Al-Adhid pada khutbah Jumaat hari itu telah ditukar kepada doa untuk Khalifah Al-Mustadhi dari Daulat Abbasiah.

Ketika pengumuman peralihan kuasa itu dibuat, Khalifah Al-Adhid sedang sakit kuat, sehingga beliau tidak mengetahui perubahan besar yang berlaku di dalam negerinya dan tidak mendengar bahawa Khatib Jumaat sudah tidak mendoakan dirinya lagi. Sehari selepas pengumuman itu, Khalifah Al-Adhid wafat dan dikebumikan sebagaimana kedudukan sebelumnya, yakni sebagai Khalifah.

Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Daulat Fatimyah yang dikuasai oleh kaum Syi’ah selama 270 tahun. Keadaan ini sememangnya telah lama ditunggu-tunggu oleh golongan Ahlussunnah di seluruh negara Islam lebih-lebih lagi di Mesir sendiri. Apalagi setelah Wazir Besar Shawar berkomplot dengan kaum Salib musuh Islam. Pengembalian kekuasaan kepada golongan Sunni itu telah disambut meriah di seluruh wilayah-wilayah Islam, lebih-lebih di Baghdad dan Syiria atas restu Khalifah Al-Mustadhi dan Emir Nuruddin Zanki.

Mereka sangat berterima kasih kepada Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi yang dengan kebijaksanaan dan kepintarannya telah menukar suasana itu secara aman dan damai. Serentak dengan itu pula, Wazir Besar Shalahuddin Al-Ayyubi telah merasmikan Universiti Al-Azhar yang selama ini dikenal sebagai pusat pengajian Syiah kepada pusat pengajian Ahlussunnah Wal Jamaah. Semoga Allah membalas jasa-jasa Shalahuddin.
Walaupun sangat pintar dan bijak mengatur strategi dan berani di medan tempur, Shalahuddin berhati lembut, tidak mahu menipu atasan demi kekuasaan dunia. Beliau tetap setia pada atasannya, tidak mahu merampas kuasa untuk kepentingan peribadi. Kerana apa yang dikerjakannya selama ini hanyalah mencari peluang untuk menghalau tentera Salib dari bumi Jerussalem. Untuk tujuan ini, beliau berusaha menyatu padukan wilayah-wilyah Islam terlebih dahulu, kemudian menghapuskan para pengkhianat agama dan negara agar peristiwa Wazir Besar Shawar tidak berulang lagi.

Di Mesir, beliau telah berkuasa penuh, tapi masih tetap taat setia pada kepimpinan Nuruddin Zanki dan Khalifah di Baghdad. Tahun 1173 M, Emir Nuruddin Zanki wafat dan digantikan oleh puteranya Ismail yang ketika itu baru berusia 11 tahun dan bergelar Mulk al Shalih. Para ulama dan pembesar menginginkan agar Emir Salahudin mengambil alih kuasa kerana tidak suka kepada Mulk al-Shalih keran selalu cuai melaksanakan tanggungjawabnya dan suka bersenang-senang. Akan tetapi Shalahuddin tetap taat setia dan mendoakan Mulk al Saleh dalam setiap khutbah Jumaat, bahkan mengabadikannya pada mata wang syiling.

Apabila Damsyik terdedah pada serangan kaum Salib, barulah Shalahudin menggerakkan pasukannya ke Syiria untuk mempertahankan kota itu daripada jatuh. Tidak lama kemudian Ismail wafat, maka Shalahuddin menyatukan Syria dengan Mesir dan menubuhkan Emirat Al-Ayyubiyah dengan beliau sendiri sebagai Emirnya yang pertama. Tiada berapa lama kemudian, Sultan Shalahuddin dapat menggabungkan negeri-negeri An-Nubah, Sudan, Yaman dan Hijaz ke dalam kekuasaannya yang besar. Negara di Afirka yang telah diduduki oleh askar Salib dari Normandy, juga telah dapat direbutnya dalam masa yang singkat. Dengan ini kekuasaan Shalahuddin telah cukup besar dan kekuatan tenteranya cukup ramai untuk mengusir tentera kafir Kristian yang menduduki Baitul Maqdis selama berpuluh tahun.

Sifatnya yang lemah lembut, zuhud, wara’ dan sederhana membuat kaum Muslimin di bawah kekuasaannya sangat mencintainya. Demikian juga para ulama sentiasa mendoakannya agar cita-cita sucinya untuk merampas semula Tanah Suci berhasil dengan segera.

Setelah merasa kuat, Sultan Shalahuddin menumpukan perhatiannya untuk memusnahkan tentera Salib yang menduduki Baitul Maqdis dan merebut kota Suci itu semula. Banyak rintangan dan problem yang dialami oleh Sultan sebelum maksudnya tercapai. Siasah yang mula-mula dijalankannya adalah mengajak tentera Salib untuk berdamai. Pada lahirnya, kaum Salib memandang bahawa Shalahuddin telah menyerah kalah, lalu mereka menerima perdamaian ini dengan sombong. Sultan sudah menjangka bahawa orang-orang kafir Kristian itu akan mengkhianati perjanjian, maka ini akan menjadi alasan bagi beliau untuk melancarkan serangan. Untuk ini, beliau telah membuat persiapan secukupnya.

Ternyata memang betul, baru sebentar perjanjian ditandatangani, kaum Salib telah mengadakan pelanggaran. Maka Sultan Shalahuddin, segera bergerak melancarkan serangan, tapi kali ini masih gagal dan beliau sendiri hampir kena tawan. Beliau kembali ke markasnya dan menyusun kekuatan yang lebih besar.

Suatu kejadian yang mengejutkan Sultan dalam suasana perdamaian adalah tindakan seorang panglima Salib Count Rainald de Chatillon yang bergerak dengan pasukannya untuk menyerang kota Suci Makkah dan Madinah. Akan tetapi pasukan ini hancur binasa digempur mujahid Islam di laut Merah dan Count Rainald dan sisa pasukannya balik ke Jerussalem. Dalam perjalanan, mereka telah berjumpa dengan satu iring-iringan kafilah kaum Muslimin yang didalamnya terdapat seorang saudara perempuan Sultan Shalahuddin. Tanpa berfikir panjang, Count dan kuncu-kuncunya menyerang kafilah tersebut dan menawan mereka termasuk saudara perempuan kepada Shalahuddin.
Dengan angkuh Count berkata: “Apakah Muhammad, Nabi mereka itu mampu datang untuk menyelamatkan mereka?”

Seorang anggota kafilah yang dapat meloloskan diri terus lari dan melapor kepada Sultan apa yang telah terjadi. Sultan sangat marah terhadap pencabulan gencatan senjata itu dan mengirim perutusan ke Jerussalem agar semua tawanan dibebaskan. Tapi mereka tidak memberikan jawapan. Ekoran kejadian ini, Sultan keluar membawa pasukannya untuk menghukum kaum Salib yang sering mengkhianati janji itu. Terjadilah pertempuran yang sangat besar di gunung Hittin sehingga dikenal dengan Perang Hittin.

Dalam pertempuran ini, Shalahuddin menang besar. Pasukan musuh yang berjumlah 45,000 orang hancur binasa dan hanya tinggal beberapa ribu saja yang sebagian besarnya menjadi tawanan termasuk Count Rainald de Chatillon sendiri. Semuanya diangkut ke Damaskus. Count Rainald yang telah menawan saudara perempuan Sultan dan mempersendakan Nabi Muhammad itu digiring ke hadapan beliau.
“Nah, bagaimana jadinya yang telah nampak oleh engkau sekarang? Apakah saya tidak cukup menjadi pengganti Nabi Besar Muhammad untuk melakukan pembalasan terhadap berbagai penghinaan engkau itu?” tanya Sultan Shalahuddin.

Shalahuddin mengajak Count agar masuk Islam, tapi dia tidak mahu. Maka dia pun dihukum bunuh kerana telah menghina Nabi Muhammad.
Setelah melalui berbagai peperangan dan menaklukkan berbagai benteng dan kota, sampailah Sultan Shalahuddin pada matlamat utamanya iaitu merebut Baitul Maqdis. Kini beliau mengepung Jerussalem selama empat puluh hari membuat penduduk di dalam kota itu tidak dapat berbuat apa-apa dan kekurangan keperluan asas. Waktu itu Jerussalem dipenuhi dengan kaum pelarian dan orang-orang yang selamat dalam perang Hittin. Tentera pertahanannya sendiri tidak kurang dari 60,000 orang.

Pada mulanya Sultan menyerukan seruan agar kota Suci itu diserahkan secara damai. Beliau tidak ingin bertindak seperti yang dilakukan oleh Godfrey dan orang-orangnya pada tahun 1099 untuk membalas dendam. Akan tetapi pihak Kristian telah menolak tawaran baik dari Sultan, bahkan mereka mengangkat Komandan Perang untuk mempertahankan kota itu. Kerana mereka menolak seruan, Sultan Shalahuddin pun bersumpah akan membunuh semua orang Kristian di dalam kota itu sebagai membalas dendam ke atas peristiwa 90 tahun yang lalu. Mulailah pasukan kaum Muslimin melancarkan serangan ke atas kota itu dengan anak panah dan manjanik.

Kaum Salib membalas serangan itu dari dalam benteng. Setelah berlangsung serangan selama empat belas hari, kaum Salib melihat bahawa pintu benteng hampir musnah oleh serangan kaum Muslimin. Para pemimpin kaum Salib mulai merasa takut melihat kegigihan dan kekuatan pasukan Muslim yang hanya tinggal menunggu masa untuk melanggar masuk. Beberapa pemimpin Kristian telah keluar menemui Sultan Shalahuddin menyatakan hasratnya untuk menyerahkan kota Suci secara aman dan minta agar nyawa mereka diselamatkan.

Akan tetapi Sultan menolak sambil berkata: “Aku tidak akan menaklukkan kota ini keculai dengan kekerasan sebagaimana kamu dahulu menaklukinya dengan kekerasan. Aku tidak akan membiarkan seorang Kristian pun melainkan akan kubunuh sebagaimana engkau membunuh semua kaum Muslimin di dalam kota ini dahulu.”
Setelah usaha diplomatik mereka tidak berhasil, Datuk Bandar Jerussalem sendiri datang menghadap Sultan dengan merendah diri dan minta dikasihani, memujuk dan merayu dengan segala cara. Sultan Shalahuddin tidak menjawabnya.

Akhirnya ketua Kristian itu berkata: “Jika tuan tidak mahu berdamai dengan kami, kami akan balik dan membunuh semua tahanan (terdiri dari kaum Muslimin seramai 4000 orang) yang ada pada kami. Kami juga akan membunuh anak cucu kami dan perempuan-perempuan kami. Setelah itu kami akan binasakan rumah-rumah dan bangunan-bangunan yang indah-indah, semua harta dan perhiasan yang ada pada kami akan dibakar. Kami juga akan memusnahkan Kubah Shahra’, kami akan hancurkan semua yang ada sehingga tidak ada apa-apa yang boleh dimanfaatkan lagi. Selepas itu, kami akan keluar untuk berperang mati-matian, kerana sudah tidak ada apa-apa lagi yang kami harapkan selepas ini. Tidak seorang pun boleh membunuh kami sehingga sebilangan orang-orang tuan terbunuh terlebih dahulu. Nah, jika demikian keadaannya, kebaikan apalagi yang tuan boleh harapkan?”

Setelah mendengar kata-kata nekat dan ugutan itu, Sultan Shalahuddin menjadi lembut dan kasihan dan bersedia untuk memberikan keamanan. Beliau meminta nasihat para ulama yang mendampinginya mengenai sumpah berat yang telah diucapkannya. Para ulama mengatakan bahawa beliau mesti menebus sumpahnya dengan membayar Kifarat sebagaimana yang telah disyariatkan.

Maka berlangsunglah penyerahan kota secara aman dengan syarat setiap penduduk mesti membayar wang tebusan. Bagi lelaki wajib membayar sepuluh dinar, perempuan lima dinar dan kanak-kanak dua dinar sahaja. Barangsiapa yang tidak mampu membayar tebusan, akan menjadi tawanan kaum Muslimin dan berkedudukan sebagai hamba. Semua rumah, senjata dan alat-alat peperangan lainnya mesti ditinggalkan untuk kaum Muslimin. Mereka boleh pergi ke mana-mana tempat yang aman untuk mereka. Mereka diberi tempo selama empat puluh hari untuk memenuhi syarat-syaratnya, dan Barangsiapa yang tidak sanggup menunaikannya sehinnga lewat dari waktu itu, ia akan menjadi tawanan. Ternyata ada 16,000 orang Kristian yang tidak sanggup membayar wang tebusan. Semua mereka ditahan sebagai hamba.

Maka pada hari Jumaat 27 Rajab 583 Hijrah, Sultan Shalahuddin bersama kaum Muslimin memasuki Baitul Maqdis. Mereka melaungkan “Allahu Akbar” dan bersyukur kehadirat Allah s.w.t. Air mata kegembiraan menitis di setiap pipi kaum Muslimin sebaik saja memasuki kota itu. Para ulama dan solehin datang mengucapkan tahniah kepada Sultan Shalahuddin di atas perjuangannya yang telah berhasil. Apalagi tarikh tersebut bersamaan dengan tarikh Isra’ Nabi S.A.W dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Pada hari Jumaat tersebut, kaum Muslimin tidak sempat melaksankan solat Jumaat di Masjidil Aqsa kerana sempitnya waktu. Mereka terpaksa membersihkan Masjid Suci itu dari babi, kayu-kayu salib, gambar-gambar rahib dan patung-patung yang dipertuhan oleh kaum Kristian. Barulah pada Jumaat berikutnya mereka melaksanakan solat Jumaat di Masjidil Aqsa buat pertama kalinya dalam masa 92 tahun. Kadi Muhyiddin bin Muhammad bin Ali bin Zaki telah bertindak selaku khatib atas izin Sultan Shalahuddin.

Kejatuhan Jerussalem ke tangan kaum Muslimin telah membuat Eropah marah. Mereka melancarkan kutipan yang disebut “Saladin tithe”, yakni derma wajib untuk melawan Shalahuddin yang hasilnya digunakan untuk membiayai perang Salib. Dengan angkatan perang yang besar, beberapa orang raja Eropah berangkat untuk merebut kota Suci itu semula. Maka terjadilah perang Salib ketiga yang sangat sengit. Namun demikian, Shalahuddin masih dapat mempertahankan Jerussalem sehingga perang tamat. Setahun selepas perang Salib ke tiga itu, Sultan Shalahuddin pulang kerahmatullah. Semoga Allah mencucuri rahmat ke atasnya, amin.

Pribadi Seorang Panglima

Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi terbilang sebagai pahlawan dan Panglima Islam yang besar. Pada beliau terkumpul sifat-sifat berani, wara’, zuhud, khusyu’, pemurah, pemaaf, tegas dan lain-lain sifat terpuji. Para ulama dan penulis sejarah telah memberikan kepujian yang melangit. Sifat pemurah dan pemaafnya diakui oleh lawan mahupun kawan.

Seorang penulis sejarah mengatakan: “Hari kematiannya merupakan kehilangan besar bagi agama Islam dan kaum Muslimin, kerana mereka tidak pernah menderita semenjak kehilangan keempat-empat Khalifah yang pertama (Khulafaurrasyidin). Istana, kerajaan dan dunia diliputi oleh wajah-wajah yang tertunduk, seluruh kota terbenam dalam dukacita, dan rakyat mengikuti keranda jenazahnya dengan tangisan dan ratapan.”
Sultan Shalahuddin adalah seorang pahlawan yang menghabiskan waktunya dengan bekerja keras siang dan malam untuk Islam. Hidup nya sangat sederhana. Minumnya hanya air kosong, makanannya sederhana, pakaiannya dari jenis yang kasar. Beliau sentiasa menjaga waktu-waktu solat dan mengerjakannya secara berjamaah. Dikatakan bahawa beliau sepanjang hayatnya tidak pernah terlepas dari mengerjakan solat jamaah, bahkan ketika sakit yang membawa pada ajalnya, beliau masih tetap mengerjakan solat berjamaah. Sebaik saja imam masuk berdiri di tempatnya, beliau sudah siap di dalam saf. Beliau suka mendengarkan bacaan Al-Quran, Hadis dan ilmu pengetahuan. Dalam bidang Hadis, beliau memang mendengarkannya secara teratur, sehingga beliau boleh mengenal jenis-jenis hadis. Hatinya sangat lembut dan pemurah, sering menangis apabila mendengarkan hadis.

Di dalam buku The Historians’ History of the World disebutkan sifat-sifat Shalahuddin sebagai berikut: “Keberanian dan keberhasilan Sultan Shalahuddin itu terjelma seluruhnya pada perkembangan keperibadian yang luar biasa. Sama seperti halnya dengan Emir Imamuddin Zanki dan Emir Nuruddin Zanki, beliau juga merupakan seorang Muslim yang taat. Sudah menjadi kebiasaan bagi Sultan Shalahuddin membacakan Kitab Suci Al-Quran kepada pasukannya menjelang pertempuran berlangsung. Beliau juga sangat disiplin mengqada setiap puasanya yang tertinggal dan tidak pernah lalai mengerjakan solat lima waktu sampai pada akhir hayatnya. Minumannya tidak lain dari air kosong saja, memakai pakaian yang terbuat dari bulu yang kasar, dan mengizinkan dirinya untuk dipanggil ke depan pengadilan. Beliau mengajar sendiri anak-anaknya mengenai agama Islam…….” Seluruh kaum Muslimin yang menyaksikan kewafatannya menitiskan air mata apabila Sultan yang mengepalai negara yang terbentang luas dari Asia hingga ke Afrika itu hanya meninggalkan warisan 1 dinar dan 36 dirham. Tidak meninggalkan emas, tidak punya tanah atau kebun. Padahal berkhidmat pada kerajaan berpuluh tahun dan memegang jawatan sebagai panglima perang dan Menteri Besar sebelum menubuhkan Emirat Ayyubiyah.

Kain yang dibuat kafannya adalah betul-betul dari warisan beliau yang jelas-jelas halal dan sangat sederhana. Anak beliau yang bernama Fadhal telah masuk ke liang lahad meletakkan jenazah ayahnya. Dikatakan bahawa beliau dikebumikan bersama-sama pedangnya yang dipergunakan dalam setiap peperangan agar dapat menjadi saksi dan dijadikannya tongkat kelak pada hari kiamat. Rahimahullahu anh.
Salahudin Al-Ayubi, beliaulah yang meneladankan satu konsep dan budaya yaitu perayaan hari lahir Nabi Muhammad SAW yang kita kenal dengan sebutan maulud atau maulid, berasal dari kata milad yang artinya tahun, bermakna seperti pada istilah ulang tahun. Berbagai perayaan ulang tahun di kalangan/organisasi muslim sering disebut sebagai milad atau miladiyah, meskipun maksudnya adalah ulang tahun menurut penanggalan kalender Masehi.

Sumber : http://www.darulnuman.com/mkisah/kisah019.html

Tuesday, September 13, 2011

Raksasa dan Guru Sufi

Seorang Guru Sufi sedang berkelana seorang diri melewati daerah pegunungan yang tandus, tiba-tiba ada raksasa perampok menghadangnya, "Akan kuhabisi kau," ancam makhluk itu.

"Begitukah? Coba kalau bisa," jawab Sang Guru, "Aku lebih kuat dari dugaanmu, dan akan mengalahkanmu."

"Banyak cakap," kata raksasa itu. "Kau seorang Guru Sufi, hanya mengerti hal-hal spiritual. Mana mungkin kau bisa menghentikanku, sebab tenagaku dahsyat dan aku tiga puluh kali lebih besar darimu,"

"Kalau kau sungguh ingin adu kuat," tantang Sufi itu, "Mari kita lihat siapa yang sanggup memeras air dari batu."

Diambilnya batu kecil dan diberikannya kepada setan itu. Betapa kerasnya mencoba, raksasa itu gagal. "Hal itu mustahil, tak ada air dalam batu ini. Tunjukkan padaku jika ada."

Dalam keadaan remang-remang, guru itu menggenggam batu itu, mengambil sebutir telur dari sakunya, lalu membenturkan keduanya; ia bersikap seolah-olah sedang memeras batu. Raksasa itu ternganga: sebab orang sering kali takjub pada hal-hal yang tak mereka pahami, dan benar-benar menilainya tinggi, lebih tinggi dari semestinya.

"Aku harus memikirkan kembali peristiwa ini," kata raksasa itu, "Singgahlah sebentar saja di guaku, malam ini kujamu kau!"

Sang Sufi mengikutinya ke sebuah gua yang luas sekali, penuh dengan barang-barang berharga milik ribuan musafir yang terbunuh oleh raksasa itu, laksana keadaan dalam gua Aladin.

"Berbaring dan tidurlah di sampingku," kata raksasa itu, "Besok pagi baru kita berbincang-bincang." Makhluk itu juga berbaring dari sekejap tertidur pulas.

Guru itu—menyadari adanya muslihat—bergegas bangkit dan bersembunyi di tempat yang aman dari raksasa itu. Sebelumnya, ia mengatur tempat tidurnya agar tampak seakan ia masih rebah.

Tidak lama kemudian, raksasa itu bangun. Dengan sebelah tangan, dipungutnya batang pohon yang ada di dekat tempat itu, lalu tiba-tiba dihantamkannya batang pohon itu sebanyak tujuh kali dengan keras pada sosok di tempat tidur sang Sufi. Kemudian, ia tidur lagi.

Guru itu kembali ke tempatnya, berbaring, dan berseru pada raksasa itu, "Hoi raksasa! Memang gua ini nyaman, tetapi seekor nyamuk telah menggigitku tujuh kali. Lakukanlah sesuatu untuk menangkap nyamuk itu."

Keluhan ringan tersebut menggentarkan si raksasa dan muncul keraguan untuk menyerang Sufi itu lagi. Bagaimanapun, bila seorang dipukul tujuh kali sekuat tenaga dengan batang pohon oleh raksasa, orang itu seharusnya sudah...

Pagi harinya, raksasa itu melemparkan sebuah kantong air dari kulit lernbu pada Sang Sufi lalu berkata, "Pergilah mengambil air untuk sarapan, supaya kita bisa minum teh."

Alih-alih menggunakan kantong air itu (yang tentu sangat berat untuk diangkat), guru itu berjalan ke sungai yang terdekat dan mulai menggali saluran kecil menuju gua.

Raksasa sudah kehausan, dan bertanya "Mengapa kau tidak bawa airnya?"

"Bersabarlah, temanku. Aku sedang membuatkanmu saluran air. Dengan begitu, air segar akan langsung menuju mulut gua, dan kau tidak usah lagi minum air dari kulit lembu."

Tetapi raksasa itu pun sudah terlampau haus untuk menunggu. Ia pergi ke sungai dan mengisi sendiri kantong airnya. Ketika teh selesai dibuat, ia minum beberapa galon, dan kemampuan berpikirnya jadi lebih baik. "Jikalau kau memang demikian perkasa—dan sudah kusaksikan itu—tak sanggupkah kau menggali saluran itu secepat mungkin, bukannya jengkal demi jengkal?"

"Sebab," kilah guru itu, "Sesuatu yang berharga barulah sungguh-sungguh berharga bila dilakukan dengan upaya sekecil mungkin. Semua hal punya ukuran upaya masing-masing. Dan aku melakukan upaya seminim mungkin untuk menggali saluran ini. Lagipula, aku tahu bahwa kau adalah mahluk yang terpenjara dalam kebiasaan sehingga kau akan selalu menggunakan kantor air dari kulit lembu."

Sumber: Kisah Bijak Para Sufi oleh Idries Shah
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/tasawuf/11/08/25/lqhfol-kisah-bijak-para-sufi-raksasa-dan-sufi

Friday, September 9, 2011

Leslie Carter: Hari Itu ke Islamic Center, Hari Itu Pula Ia Bersyahadat

Sejak usia remaja, Leslie Carter sudah menyimpan banyak pertanyaan tentang ajaran Kristen yang dianutnya, terutama "tradisi" pengakuan dosa. Ia merasa tidak nyaman ketika harus masuk ke sebuah ruangan sempit dan menceritakan tentang dosa-dosanya pada seorang pendeta, lalu pendeta itu mengatakan begini dan begitu, kemudian ia dengan mudahnya mengampuni dosa.

"Saya kira, dosa-dosa saya seharusnya adalah urusan saya sendiri dengan Tuhan" kata Carter.

Perempuan asal Irlandia itu baru masuk Islam sekira tiga tahun yang lalu, karena menikah dengan seorang pria muslim. Awalnya, Carter dan suaminya cuma saling kenal saja dan tidak pernah membicarakan agama masing-masing. Lelaki muslim--yang sekarang menjadi suaminya--itu pergi ke masjid, Carter tetap ke gereja.

"Ia merayakan Idul Fitri, saya merayakan Natal. Pokoknya, tidak ada pembicaraan soal agama," ujar Carter.

Carter mengaku mulai banyak bertanya tentang Islam, ketika ia perlahan-lahan mulai menjauh dari ajaran Kristen. Carter mulai membaca buku-buku tentang hak-hak perempuan dalam Islam, bagaimana pandangan Islam tentang Yesus dan dari buku-buku itu Carter merasa pertanyaan-pertanyaannya di masa remaja tentang ajaran Kristen, terjawab oleh agama Islam.

Meski demikian Carter menyatakan ia tidak pernah merencanakan untuk masuk Islam. Semuanya terjadi begitu saja, spontan. Hari itu, Carter tak pernah menyangka akan menjadi seorang muslim. Di hari Carter masuk Islam, lelaki yang menjadi suaminya sekarang hendak ke Islamic Center untuk menunaikan salat. Carter yang tadinya berencana ke pasar, akhirnya ikut dengannya dan menjumpai seorang teman perempuannya yang bekerja di Islamic Center tersebut.

"Saya benar-benar tidak punya rencana untuk menjadi seorang muslim pada hari itu. Saya selalu mengatakan, mungkin saya akan masukk Islam sepuluh tahun kemudian atau apapun. Tapi ketika saya berada di sana (Islamic Center) dan mendengar lantunan azan, saya mulai menangis. Seperti ada cahaya atau sesuatu dalam hati saya. Dan saya tahu, saya tidak bisa meninggalkan masjid tanpa mendeklarasikan keimanan saya," tutur Carter mengungkapkan kisahnya saat masuk Islam.

Hari itu juga, Carter mengucapkan dua kalimat syahadat dan resmi menjadi seorang muslimah. Ditanya soal perbandingan ajaran Kristen dan Islam, Carter mengakui bahwa banyak ajaran kedua agama itu yang serupa. Perbedaan yang paling besar, menurut Carter, pada konsep Trinitas dan pengakuan dosa yang ada dalam ajaran Kristen.

Sebagai orang Irlandia, Carter berusaha membedakan antara latar belakang kebangsaannya dengan agama Islam yang dianutnya. "Saya selalu menganggap diri saya sebagai orang Irlandia tulen, tapi yang memeluk agama Islam. Antara latar belakang kebangsaan dan agama tidak bisa disatukan, karena saya melihat beragam bangsa yang memasukkan unsur budayanya ke dalam agama," jelas Carter.

Setelah menjadi muslim, Carter mengaku tidak selalu mengenakan jilbab, tapi ia selalu menghindari pakaian yang terbuka dan ketat. Sekarang ia bekerja di departemen perempuan di Islamic Cultural Center di Irlandia, yang dibangun dan didanai oleh Yayasan Al-Maktoum dari Dubai.

Carter tidak pernyah menyangka, akhirnya ia akan menjadi seorang muslimah. Sejak masa remaja, yang sering ia dengar adalah perkataan-perkataan bernuansa rasial terhadap komunitas Muslim. Sekarang ia paham, bahwa orang-orang yang mencela Islam karena kuran pendidikan, kurang moralitasnya dan kurang penghormatannya pada kelompok masyarakat lain.

Sekarang, kata Carter, banyak orang yang datang ke Islamic Center tempatnya bekerja, hanya untuk meminta Al-Quran. "Al-Quran itu untuk mengklarifikasi apa yang tidak mereka tahu selama ini," ujar Carter.

Pasca serangan 11 September 2001 di AS, di Irlandia sempat muncul gelombang kecurigaan dan kebencian terhadap muslim. "Tapi banyak juga orang yang akhirnya berpaling ke Islam, mereka masuk Islam. Mereka yang belum masuk Islam melihat begitu banyak orang yang masuk Islam dan berpikir, 'Pasti ada sesuatu yang indah sehingga banyak orang yang pindah agama (Islam)," papar Carter. Irlandia bukan negara yang sangat luas, tapi di negeri itu tercatat terdapat 23.000 orang yang masuk Islam.

Di rumah, Carter berusaha menanamkan gaya hidup islami pada putrinya sejak usia dini. Sekarang, putrinya yang masih berusia lima tahun, saat menonton tv dan melihat perempuan yang mengenakan busana agak terbuka, ia langsung berteriak "Haram, ganti saluran tivi-nya!".

Putri kecil Carter juga tidak suka mengenakan baju yang panjangnya di atas dengkul. Ia lebih suka mengenakan gaun panjang yang menutup kakinya. "Begitulah dia, dan cara telah ia pilih," kata Carter tentang putrinya. (kw/oi)

http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/leslie-carter-hari-itu-ke-islamic-center-hari-itu-pula-ia-bersyahadat.htm