MELBOURNE (voa-islam.com) – Natal alias Christmas yang dirayakan umat Kristen seluruh dunia, hampir tak bisa dipisahkan dari sosok Sinterklas (Santa Claus). Tokoh ini selalu dinanti oleh anak-anak setiap perayaan Natal di akhir tahun. Namun, di balik penampilannya yang tambun, bermuka merah dan riang gembira, sosok khas Sinterklas itu justru bisa memberi pendidikan buruk bagi anak-anak.
Demikian menurut hasil penelitian seorang akademisi Australia, Dr. Nathan Grills dari Universitas Melbourne. Diterbitkan dalam British Medical Journal,
Gills menyatakan bahwa karakter unik Sinterklas kini bisa dipandang
sebagai tokoh yang mempromosikan gaya hidup yang tidak sehat.
...Sinterklas dianggap tokoh yang terlalu banyak makan, minum, dan kurang berolahraga. Sifat-sifat malas ini tidak bagus untuk anak-anak...
Menurut
Grills, dengan tubuhnya yang selalu digambarkan tambun, Sinterklas
dianggap tokoh yang terlalu banyak makan, minum, dan kurang berolahraga.
Sifat-sifat malas ini tidak bagus untuk anak-anak, yang selalu senang
dengan Sinterklas karena selalu memberi hadiah natal - walau itu berasal
dari orang tua mereka.
Seperti
dikutip laman stasiun televisi ABC News, dengan penampilan saat ini,
Grills meyakini bahwa Sinterklas kemungkinan telah menjadi figur yang
paling populer dan kini sering dimanfaatkan menjadi alat pemasaran
berbagai produk, termasuk makanan cepat saji hingga minuman keras.
...Sinterklas yang telah menjadi figur paling populer, kini sering dimanfaatkan menjadi alat pemasaran berbagai produk minuman keras...
Di masa lalu, menurut Grills,
Sinterklas bahkan digunakan untuk mengiklankan produk-produk rokok.
Penampilan itu bisa menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat. Selalu
digambarkan tokoh yang suka makan kue dan minum susu - bahkan bir - maka
sulit untuk membantah pandangan bahwa Sinterklas memiliki perut yang
tambun.
Mengajarkan kebohongan kepada anak-anak dengan Dongeng Sinterklas
Untuk melacak asal-usul Sinterklas
(Santa Claus), kita bisa membaca penelitian ilmuwan Kristen terkemuka di
dunia. Setelah melakukan penelitian yang mendalam dari berbagai
literatur dunia, Herbert W Armstrong (1892-1986), Pastur Worldwide
Church of God dan pendiri Ambassador College membongkar kebohongan
tentang Natal dalam buku The Plain Truth About Christmas.
Tulisan tentang Sinterklas ditulis secara khusus dalam sub bab “Yes, And
Even Santa Clause.” Berikut kutipan yang diterjemahkan oleh Masyhud SM
dalam buku Misteri Natal terbitan Pustaka Dai Surabaya:
Santa Claus bukan ajaran yang berasal
dari paganisme, tetapi juga bukan ajaran Kristen. Sinterklas ini adalah
ciptaan (baca: kebohongan) seorang pastur yang bernama “Santo Nicolas”
yang hidup pada abad ke empat Masehi. Hal ini dijelaskan oleh Encyclopedia Britannica, volume 19 halaman 648-649, edisi kesebelas, yang berbunyi sebagai berikut:
“St. Nicholas, bishop of Myra, a
saint honored by the Greeks and Latins on the 6th of December... A
legend of his surreptitious bestowal of dowries on the three daughters
of an impoverished citizen...is said to have originated the old custom
of giving presents in secret on the Eve of St. Nicholas [Dec. 6],
subsequently transferred to Christmas day. Hence the association of
Christmas with Santa Claus...”
(St. Nicholas, adalah seorang pastur
di Myra yang amat diagung-agungkan oleh orang-orang Yunani dan Latin
setiap tanggal 6 Desember… Legenda ini berawal dari kebiasaannya yang
suka memberikan hadiah secara sembunyi-sembunyi kepada tiga anak wanita
miskin… untuk melestarikan kebiasaan lama dengan memberikan hadiah
secara tersembunyi itu digabungkan ke dalam malam Natal. Akhirnya
tarkaitlah antara hari Natal dan Santa Claus…).
...Sungguh merupakan kejanggalan! Orang tua menghukum anaknya yang berkata bohong. Tetapi di saat menjelang Natal, mereka membohongi anak-anak dengan cerita Sinterklas...
Sungguh merupakan kejanggalan! Orang
tua menghukum anaknya yang berkata bohong. Tetapi di saat menjelang
Natal, mereka membohongi anak-anak dengan cerita Sinterklas yang
memberikan hadiah di saat mereka tidur. Bukankah ini suatu keanehan,
ketika anak-anak menginjak dewasa dan mengenal kebenaran, pasti akan
beranggapan bahwa Tuhan hanyalah mitos atau dongeng belaka?
Dengan cara ini tidak sedikit orang yang merasa tertipu, dan mereka pun mengatakan:
“Ya, saya akan membongkar pula tentang mitos Yesus Kristus!”
Inikah ajaran Kristen yang mengajarkan mitos dan kebohongan kepada anak-anak? Padahal Tuhan sudah mengatakan: “Janganlah menjadi saksi palsu. Dan ada cara yang menurut manusia betul, tetapi sebenarnya itu adalah ke jalan kematian dan kesesatan.”
Inikah ajaran Kristen yang mengajarkan mitos dan kebohongan kepada anak-anak? Padahal Tuhan sudah mengatakan: “Janganlah menjadi saksi palsu. Dan ada cara yang menurut manusia betul, tetapi sebenarnya itu adalah ke jalan kematian dan kesesatan.”
Oleh karena itu, upacara “Si Santa
Tua” itu juga merupakan Setan. Di dalam kitab suci telah dijelaskan
dalam kitab 2 Korintus 11:14.
...Perayaan Natal atau Christmas itu bukanlah ajaran Kristen yang sebenarnya, melainkan kebiasaan para penyembah berhala warisan Babilonia ribuan tahun yang lampau...
Dalam penutup tulisannya tentang
Sinterklas, Herbert W Armstrong menyimpulkan bahwa perayaan Natal adalah
tradisi penyembah berhala warisan Babilonia ribuan tahun yang lalu:
“And so when we examine the
facts, we are astonished to learn that the practices of observing
Christmas is not, after all, a true Christian practice, but a pagan
custom - one of the ways of Babylon our people have fallen into.”
Dari bukti-bukti nyata yang telah
kita ungkap tadi dapatlah diambil kesimpulan, bahwa perayaan Natal atau
Christmas itu bukanlah ajaran Kristen yang sebenarnya, melainkan
kebiasaan para penyembah berhala (Paganis). Ia warisan dari kepercayaan
kuno Babilonia ribuan tahun yang lampau. [taz/viva]
http://www.voa-islam.com/islamia/christology/2010/12/01/2164/kontroversi-natal-kebohongan-sinterklas-sosok-pemalas/
No comments:
Post a Comment