Bimbim, demikian anak muda yang sakaw itu, tak dapat melupakan pengalaman tersebut. Pengalaman itu, tak sekadar membekas di bilik hatinya, tetapi memicunya untuk mendekatkan diri pada-Nya sekaligus lebih menghayati agama Islam. Sepotong doa, baginya di puncak kritis, menjadi obat yang mengeluarkannya dari jerat narkoba.
Bimbim, siapa tak mengenal nama itu? Nama itu terpahat di benak para slanker, penggemar grup rock Slank. Bimbim bersama personel Slank, seperti jamaknya bagi sebagaian rocker pada kala itu, memang sempat menjadi budak narkoba. Narkoba bagaikan setan. Awalnya, mengiming-iming kebebasan berekspresi dan kekayaan kreativitas, sehingga mereka menggunakan narkoba untuk eksis di blantika musik Indonesia. ''Dulu dengan menggunakan narkoba memang bisa membantu,'' kisah Bimbim.
Tak mengherankan, narkoba menjadi gaya hidup, awak Slank. Tak hanya Bimbim, Kaka dan Irfan pun mengonsumsinya.Maka dengan mata celong, kelakukan tak terkontrol, mereka lebih mirip monster di panggung. Ironisnya, penggemarnya mengelu-elukannya. ''Yang ganjil malahan orang luar yang melihat kita. Kita sih ngerasa benar juga,'' kenang Bimbim.
Namun, narkoba itu laiknya setan. Setelah terjerumus kepada narkoba, Bimbim maupun Kaka belakangan merasa daya 'sihir' narkoba, berkurang. Sebaliknya, mereka merasa fisik dan jiwa kian layu, bahkan, mengutip istilah mereka, ''hampir mati.'' Merasakan dampak buruknya, awak Slank pun sepakat untuk keluar dari jebakan narkoba. Semula, mereka mencoba mengurangi dosis, dengan harapan kelak dapat berhenti.
Kenyataannya? Hingga lima tahun, mereka tak kunjung berhenti. ''Jadi kalau mau berhenti harus mendadak. Hari ini mau berhenti, ya hari itu juga nggak lagi mau bersentuhan dengan narkoba,'' jelas penabuh drum itu. Kaka, sang vokalis, berpendapat demikian. Ia melukiskan, obat dan dokter hanya pembantu, yang utama ialah niat untuk berhenti. Irfan, pemain bass, menambahkan dari semua itu kemauan memohon petunjuk Allah. ''Tanpa berdoa nggak mungkin kita bebas dari narkoba.'' Mereka yang tak percaya Allah mustahil keluar dari jerat narkoba.
Tanpa bantuan Allah dan dukungan keluarga, para awak Slank itu meyakini, mustahil dapat sembuh. ''Kita nggak lupa berdoa. Ya berdoa untuk karier kita dan supaya lepas dari narkoba. Alhamdulillah akhirnya dijawab oleh Allah dan kita diberi kesempatan sekali lagi,'' kisah Bimbim.
Di sisi lain, menurut Kaka, peran keluarga terutama Bunda (orangtua Bimbim) menyebabkan mereka sembuh. Bunda begitu sabar dan telaten merawat mereka. Menghadapi awak-awak Slank, Bunda memperlakukan mereka, tak ubahnya bayi. Berkat doa mereka sendiri maupun Bunda sekaligus ketawakkalan orangtua tersebut, mereka sembuh dari narkoba, pada 2000.
Kelimanya -- Bimbim, Kaka, Ridho, Abdi dan Ifan -- kini merasa lebih sehat jasmani maupun rohani dibandingkan dulu. Berhasil keluar dari kungkungan 'setan' tersebut, merupakan pengalaman ruhani yang terbesar, bagi awak Slank. ''Kalau dipikir-pikir mustahil kami dapat keluar, tanpa pertolongan Allah.''
Berkat pertolongan-Nya - yang jika Cuma menggunakan logika manusia mustahil mereka mendapatkan hidayah-Nya akibat keburukan perilaku - mereka menyadari betapa Allah maha pengasih. Mereka pun semakin berupaya mendekatkan diri kepada agama. Salah satu bentuknya berdoa sebelum konser. ''Ya bayangin aja, kita sering konser di banyak kota hanya dalam waktu tiga bulan. Kasarnya kalau bukan karena pertolongan Allah, kita pasti nggak akan kuat. Alhamdulillah konser berjalan lancar, '' ujar Bimbim.
Mengaku telah memulai ritual doa sebelum manggung sejak awal, Kaka mengisahkan, dengan semua awak Slank muslim, justru membuat kompak. ''Doanya bismillah dan baca fatihah,'' kisah Kaka. Slank pun lebih dewasa, bahkan, kini berupaya menanamkan kesadaran bagi penggemarnya di sela-sela pertunjukan.
Pengalaman berkesan lainnya bagi para rocker ini saat turut memeriahkan Konser Hijriyah yang diselenggarakan Republika pada dua tahun silam. ''Tanpa pikir panjang kami iyakan, ini berkah tersendiri,'' kenang Bimbim. Merupakan pengalaman musikal relijius pertama Slank, pada perhelatan keislaman itu, grup rock ini berkolaborasi dengan Hadad Alwi.
Apa yang dipetik dari pengalaman musikal relijius itu? mengandaikan konser itu merupakan bentuk lain ibadah Slank, Kaka mengakui ada nuansa berbeda karena sebelumnya tidak pernah menyanyikan lagu religius. Penjiwaan terhadap lagu inilah yang agak sulit dilakukan dalam tempo singkat. Bila untuk tembang pop rock biasanya hanya butuh waktu satu hari, tetapi menjiwai lagu religius baru bisa dua hari. Itupun setelah banyak bertanya kepada Hadad Alwi dan sejumlah orang yang memahami bahasa Arab.
Keseharian mereka pun kini kian islami terutama karena semua personelnya pemeluk Islam. Ini menciptakan suasana kondusif bagi Slank. Masing-masing menjadi bisa saling memberitahu dan memberi arah. Kadang salah satu dari kelimanya mengingatkan untuk shalat. Kendati kegiatan rutin keagamaan belum dilaksanakan, namun ada momen-momen tertentu yang mereka gunakan untuk berkumpul bersama. Semisal berbuka puasa, sahur dan takbiran bersama.
Bimbim pun kini lebih bening membandingkan masyarakat maju di negara sekuler. Di sana, menurutnya, sebagian penduduknya memang tak percaya Tuhan. Di Indonesia? Kendati hidup modern, masyarakatnya masih mengingat Allah. Bimbim pun berharap, mereka dapat mewujudkan impian di masa datang, yaitu menyelipnya nuansa reliji pada album-album barunya. Namun, Bimbim menegaskan, Islam tak harus identik dengan Arab, begitupun dengan musiknya. ''Bagi Slank, musik Islam dapat dibungkus dengan corak apapun, pop modern misalnya,'' ujarnya. (Yusuf Assidiq/Republika Online)
Bimbim, siapa tak mengenal nama itu? Nama itu terpahat di benak para slanker, penggemar grup rock Slank. Bimbim bersama personel Slank, seperti jamaknya bagi sebagaian rocker pada kala itu, memang sempat menjadi budak narkoba. Narkoba bagaikan setan. Awalnya, mengiming-iming kebebasan berekspresi dan kekayaan kreativitas, sehingga mereka menggunakan narkoba untuk eksis di blantika musik Indonesia. ''Dulu dengan menggunakan narkoba memang bisa membantu,'' kisah Bimbim.
Tak mengherankan, narkoba menjadi gaya hidup, awak Slank. Tak hanya Bimbim, Kaka dan Irfan pun mengonsumsinya.Maka dengan mata celong, kelakukan tak terkontrol, mereka lebih mirip monster di panggung. Ironisnya, penggemarnya mengelu-elukannya. ''Yang ganjil malahan orang luar yang melihat kita. Kita sih ngerasa benar juga,'' kenang Bimbim.
Namun, narkoba itu laiknya setan. Setelah terjerumus kepada narkoba, Bimbim maupun Kaka belakangan merasa daya 'sihir' narkoba, berkurang. Sebaliknya, mereka merasa fisik dan jiwa kian layu, bahkan, mengutip istilah mereka, ''hampir mati.'' Merasakan dampak buruknya, awak Slank pun sepakat untuk keluar dari jebakan narkoba. Semula, mereka mencoba mengurangi dosis, dengan harapan kelak dapat berhenti.
Kenyataannya? Hingga lima tahun, mereka tak kunjung berhenti. ''Jadi kalau mau berhenti harus mendadak. Hari ini mau berhenti, ya hari itu juga nggak lagi mau bersentuhan dengan narkoba,'' jelas penabuh drum itu. Kaka, sang vokalis, berpendapat demikian. Ia melukiskan, obat dan dokter hanya pembantu, yang utama ialah niat untuk berhenti. Irfan, pemain bass, menambahkan dari semua itu kemauan memohon petunjuk Allah. ''Tanpa berdoa nggak mungkin kita bebas dari narkoba.'' Mereka yang tak percaya Allah mustahil keluar dari jerat narkoba.
Tanpa bantuan Allah dan dukungan keluarga, para awak Slank itu meyakini, mustahil dapat sembuh. ''Kita nggak lupa berdoa. Ya berdoa untuk karier kita dan supaya lepas dari narkoba. Alhamdulillah akhirnya dijawab oleh Allah dan kita diberi kesempatan sekali lagi,'' kisah Bimbim.
Di sisi lain, menurut Kaka, peran keluarga terutama Bunda (orangtua Bimbim) menyebabkan mereka sembuh. Bunda begitu sabar dan telaten merawat mereka. Menghadapi awak-awak Slank, Bunda memperlakukan mereka, tak ubahnya bayi. Berkat doa mereka sendiri maupun Bunda sekaligus ketawakkalan orangtua tersebut, mereka sembuh dari narkoba, pada 2000.
Kelimanya -- Bimbim, Kaka, Ridho, Abdi dan Ifan -- kini merasa lebih sehat jasmani maupun rohani dibandingkan dulu. Berhasil keluar dari kungkungan 'setan' tersebut, merupakan pengalaman ruhani yang terbesar, bagi awak Slank. ''Kalau dipikir-pikir mustahil kami dapat keluar, tanpa pertolongan Allah.''
Berkat pertolongan-Nya - yang jika Cuma menggunakan logika manusia mustahil mereka mendapatkan hidayah-Nya akibat keburukan perilaku - mereka menyadari betapa Allah maha pengasih. Mereka pun semakin berupaya mendekatkan diri kepada agama. Salah satu bentuknya berdoa sebelum konser. ''Ya bayangin aja, kita sering konser di banyak kota hanya dalam waktu tiga bulan. Kasarnya kalau bukan karena pertolongan Allah, kita pasti nggak akan kuat. Alhamdulillah konser berjalan lancar, '' ujar Bimbim.
Mengaku telah memulai ritual doa sebelum manggung sejak awal, Kaka mengisahkan, dengan semua awak Slank muslim, justru membuat kompak. ''Doanya bismillah dan baca fatihah,'' kisah Kaka. Slank pun lebih dewasa, bahkan, kini berupaya menanamkan kesadaran bagi penggemarnya di sela-sela pertunjukan.
Pengalaman berkesan lainnya bagi para rocker ini saat turut memeriahkan Konser Hijriyah yang diselenggarakan Republika pada dua tahun silam. ''Tanpa pikir panjang kami iyakan, ini berkah tersendiri,'' kenang Bimbim. Merupakan pengalaman musikal relijius pertama Slank, pada perhelatan keislaman itu, grup rock ini berkolaborasi dengan Hadad Alwi.
Apa yang dipetik dari pengalaman musikal relijius itu? mengandaikan konser itu merupakan bentuk lain ibadah Slank, Kaka mengakui ada nuansa berbeda karena sebelumnya tidak pernah menyanyikan lagu religius. Penjiwaan terhadap lagu inilah yang agak sulit dilakukan dalam tempo singkat. Bila untuk tembang pop rock biasanya hanya butuh waktu satu hari, tetapi menjiwai lagu religius baru bisa dua hari. Itupun setelah banyak bertanya kepada Hadad Alwi dan sejumlah orang yang memahami bahasa Arab.
Keseharian mereka pun kini kian islami terutama karena semua personelnya pemeluk Islam. Ini menciptakan suasana kondusif bagi Slank. Masing-masing menjadi bisa saling memberitahu dan memberi arah. Kadang salah satu dari kelimanya mengingatkan untuk shalat. Kendati kegiatan rutin keagamaan belum dilaksanakan, namun ada momen-momen tertentu yang mereka gunakan untuk berkumpul bersama. Semisal berbuka puasa, sahur dan takbiran bersama.
Bimbim pun kini lebih bening membandingkan masyarakat maju di negara sekuler. Di sana, menurutnya, sebagian penduduknya memang tak percaya Tuhan. Di Indonesia? Kendati hidup modern, masyarakatnya masih mengingat Allah. Bimbim pun berharap, mereka dapat mewujudkan impian di masa datang, yaitu menyelipnya nuansa reliji pada album-album barunya. Namun, Bimbim menegaskan, Islam tak harus identik dengan Arab, begitupun dengan musiknya. ''Bagi Slank, musik Islam dapat dibungkus dengan corak apapun, pop modern misalnya,'' ujarnya. (Yusuf Assidiq/Republika Online)
No comments:
Post a Comment