Kehadiran Musa di tengah keluarga Fir’aun yang kafir telah mematahkan kehendak manusia seberkuasa apapun manusia itu. Kehadiran Musa di tengah keluarga fir’aun yang kafir adalah sebuah bukti skenario-Nya. Skenario yang menggenggam setiap gerak kemahlukkan manusia. Di tengah kekuasaan Fir’aun dan antek-anteknya, Musa hadir dan lolos dari hukum penggal. Ini sebuah ironisme bagi kekuasaan Fir’aun.
Kehendak Allah inillah yang menumbuhkan cahaya iman seorang perempuan sederhana. Dia hanya seorang tukang sisir istana keluarga Fir’aun, Masyitah namanya. Dia seorang Ibrani. Mula-mula, tidak seorang pun tahu siapa sebenarnya Masyitah dan mengapa tindak-tanduknya berbeda dengan pelayan istana lainnya. Perempuan salehah ini tekun beribadah dan dilindungi oleh istri Fir’aun sendiri yang juga perempuan solehah.
Tumbuhnya iman Masyitah seiring tumbuh dan berkembangnya Musa sebagai seorang anak laki-laki. Dan selama itu, tidak seorang pun mengetahui bahwa dalam istana megah itu hidup beberapa hamba Allah yang kelak akan tertoreh dalam sejarah mesir.
Pada suatu hari, seperti biasa Masyitah melaksanakan tugasnya menyisiri rambut putri-putri Fir’aun. Tidak seperti biasanya, hari itu, Masyitah agak sedikit gugup-seolah dia menerima firasat buruk. Tanpa sengaja sisir yang dia pegang terjatuh dan meluncur dari mulutnya, “Mahasuci Allah!.”
Bagai disambar petir telinga putri Fir’aun mendengar ucapan juru sisirnya yang bertentangan dengan keyakinannya. “Apa yang kamu sebut itu, inang? Kau berani menyebut Tuhan selain Fir’aun? Kau akan segera menemui kematianmu!” hardik putri Fir’aun itu.
Putri Fir’aun beranjak dari duduknya dan mengadukannya hal itu kepada ayahandanya. Masyitah tepekur akan nasib yang akan menimpanya. Dan betul saja, tiba-tiba seorang pengawal istana memerintahkannya menghadap Fir’aun. Masyitah pasrah dan dikuatkan hatinya menghadapi siksaan itu nanti.
“Apa yang kamu sebut tadi, keparat?!” hardik Fir’aun. Sejenak, perempuan salehah itu terbungkam. Kemudian, seorang pengawal maju dan menghempaskannya pecutnya ke tubuh Masyitah.
“Jawab! apa yang kamu sebut tadi?” hardik Firaun lagi.
“Hamba menyebut Mahasuci Allah…” jawab Masyitah yang tiba-tiba di anugrahi keberanian. Dia tidak lagi tunduk walaupun cemeti berkali-kali mendera tubuhnya.
”Berani benar kau menentang aku, heh! Akulah Tuhanmu, Tuhan rakyat Mesir. Akulah yang menentukan hidup matimu. Akulah Tuhan tertinggi dari seluruh jagat ini. Berani-beraninya kau menyebut tuhan selain Aku Tuhanmu!”
”Mahasuci Allah, tiada sesembahan lain selain kecuali Dia. Allah lah yang menciptakan langit bumi dan segalah isinya. Allah yang menentukan rizki bagi hamba-hambaNya. Tiada sesuatu yang sempurna kecuali Allah,” kata Masyitah kemudian dengan tegas.
Berbarengan dengan ucapannya itu, dua orang pengawal menyeretnya ke tempat penyiksaan. Sebuah kuali raksasa sedang terjerang di atas api yang menjilat-jilat. Dalam kuali itu terisi minyak yng mendidih. Algojo yang membawanya, menuju ke arah beberapa orang yang tengah diborgol dengan belenggu besi. "Kau kenal siapa orang-orang itu?”
Masyitah melihat dua orang anaknya dalam genggaman para pengawal itu. Dia hampir tidak percaya bahwa kedua anak yang masih kecil-kecil itu pun akan menerima siksaan seperti dia.
Algojo bertanya lagi, “Masihkah kau mengingkari Tuhan Fir’aun, hai budak?!”
“Tuhanku adalah Allah yang Mahatunggal, Allahu Ahad, Ahad!” Air mata Masyitah bagai menyembur. Dia menyaksikan anaknya yang tua memanggil-manggil. Namun, suaranya tiba-tiba terenyap tertelan kobaran api yang memanggang kuali yang berminyak mendidih itu.
”Sekarang, sebut Fir’aun adalah Tuhanmu!”. ancam algojo lagi.
“Rabbiyallah. Hanya Allah Tuhanku. Allah yang menentukan hidup matiku.”
”Masih tegakah kamu melihat anak bayimu digoreng dalam panggangan api itu?”
“Api tidak mematikan, kecuali jika ajal memanggil. Allah-lah yang menghidupkan dan Allah-lah pula yang mematikan, kemudian Allah pula yang menghidupkan kembali.”
Tiba-tiba, Masyitah menyaksikan anak bayinya itu dilemparkan ke dalam kobaran api. Sejenak ia memejamkan matanya, tapi kemudian dengan lantangnya dia berseru, ”Wahai Anak-anakku…, kalian adalah syuhada pengisi surga. Tunggulah ibumu. Aku akan menyusul kalian!”
Lalu kepada algojo Fir’aun, Masyitah berseru, “Wahai budak kekuasaan, kalian adalah setan-setan bermuka manusia. Sampaikan pesan terakhirku ini kepada rajamu, manusia yang kalian anggap Tuhan bahwa sudah kehendak Allah tidak akan lama lagi negeri ini akan musnah. Fir’aun dan pengikutnya akan ditelan Laut Merah. Camkanlah bahwa tiada kekuasaan, melainkan kekuasaan Allah. Kini aku siap menghadapi kematian. Lemparkan diriku kedalam belanga yang berapi itu!”
Kejadian itu demikian cepatnya. Dua orang algojo mengangkatnya, lalu melemparkan perempuan itu ked alam kobaran api pembakaran itu. Sekilas, tampak wajah Masyitah menyunggingkan senyum. Sesungguhnya dia telah melihat gerbang surga serta para malaikat yang menyambut kedatangannya.
http://ibnoe.com/kisah-nyata-perempuan-bersayap-di-surga.html
No comments:
Post a Comment