Mendengar bahwa Adam dan Hawa tidak diperkenankan dan dilarang memakan buah Khuldi, Iblis merasa mendapat kesempatan untuk menggoda dan melaksanakan niat jahatnya, yaitu menyesatkan Adam, di mana pada akhirnya tipu dayanya berhasil.
Dengan berpura-pura sakit dan bersedih hati, Iblis mendatangi pasangan Adam dan Hawa. Si Iblis itu mengatakan:
“Saya bersedih hati karena memikirkan kalian berdua, saya tahu dan mendengar bahwa kalian berdua tidak akan lama lagi tinggal bersenang-senang di Surga, apalagi setelah Allah melarang kalian memakan buah pohon ini. Itu merupakan tanda bahwa apa yang saya khawatirkan akan benar-benar terjadi. Oleh karena itu, cepatlah makan buah pohon Khuldi ini supaya kalian berdua tetap bisa hidup dan tidak diusir dari surga ini.”
Tentu saja Adam yang sudah diwanti-wanti oleh Allah, menolak ajakan dan rayuan Iblis itu. Namun dengan berbagai cara, Iblis akhirnya berhasil menipu dan menaklukkan hati Adam, hingga ia tidak hanya bersedia mendapatkan buah khuldi, melainkan juga ikut memakannya. Bahkan Hawa pun kemudian juga ikut-ikutan menikmatinya. Larangan Allah pun mereka langgar. Menyadari perbuatan itu, Adam dan Hawa menyesal bukan main dan mohon ampun kepada Allah.
Allah pun berfirman:
“Bukankah telah aku larang kamu mendekati pohon itu? Bukankah sudah aku peringatkan bahwa Iblis adalah musuh yang nyata bagimu? Turunlah kamu ke bumi, di sana kamu hidup dan di sana pula kamu akan mati.”
Akibat melanggar larangan Allah itulah, maka terlepaslah pakaian yang bagus-bagus itu dan terpaksa mereka berdua menutupi auratnya dengan daun-daun kayu.
Adam dan Hawa diturunkan ke bumi. Mereka diturunkan di tempat yang berbeda, dengan jarak yang sangat berjauhan. Konon, Adam diturunkan di Tanah Hindia, sedang Hawa di Tanah Arab. Mereka pun saling mencari. Sulit dibayangkan bagaimana situasi waktu itu. Namun yang jelas mereka tidak segera dapat saling bertemu.
Di bumi mereka harus menghadapi tantangan berat untuk mempertahankan kehidupan. Wajah bumi yang belum terjamah tangan manusia keadaannya sangat menyeramkan. Gunung-gunung menjulang tinggi, jurang-jurang terjal menganga lebar, pohon-pohon raksasa tumbuh berserakan, binatang-binatang buas baik yang besar maupun yang kecil berkeliaran dimana-mana.
Untuk melindungi tubuhnya dari hawa dingin dan panas serta sengatan serangga, mereka memakai kulit binatang sebagai pakaiannya.
Selama bertahun-tahun keduanya saling mencari dan berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya. Perjalanan yang ditempuh sangat sukar dan penuh bahaya. Derita dan sengsara benar-benar mereka rasakan. Pada akhirnya mereka bertemu di Padang Arafah setelah saling mencari selama 40 tahun.
Pertemuan kakek dan nenek moyang manusia itu diyakini terjadi di sebuah bukit yang disebut Jabal Rahmah, di tengah sebuah padang yang luas yang kini dikenal sebagai Padang Arafah, di kawasan Mekah. Artinya padang tempat kenal-mengenal antara Adam dan Hawa yang sudah lama tidak bertemu. Di musim haji Padang Arafah digunakan sebagai tempat wukuf para jema’ah haji. Tanpa wukuf di Arafah, ibadah haji tidak akan diterima Allah.
Betapa terharunya Adam melihat keadaan istrinya yang telah kepayahan, sengsara menapak jalan yang sulit dan kejam. Mereka berpelukan, menangis penuh haru.
***
Kini mulailah babak baru bagi kehidupan cikal-bakal anak manusia. Adam dan Hawa tinggal di sebuah gua yang besar dan lebar. Gua itu terletak di dataran tinggi, sehingga tak gampang diserang binatang buas.
Dengan bekal pengetahuan yang telah diajarkan Allah semasa di surga, Adam mulai mengelola alam di sekitarnya. Ia menjinakkan binatang liar untuk diternakkan, mengolah lahan pertanian dan perkebunan buah-buahan. Tantangan alam yang sangat keras telah menggerakkan akal pikiran Adam untuk dapat mempertahankan kehidupan dengan keadaan yang lebih baik.
Bersambung
http://www.sufiz.com/kisah-nabi/ketika-adam-dan-hawa-terpedaya-iblis-2.html
No comments:
Post a Comment