Sebelum menjadi salah satu ulama yang populer, Buya HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) hidup di dalam kesederhanaan bersama istri dan anak-anaknya. Rumah mereka sangat sederhana.
Pada suatu hari, Buya HAMKA sedang pergi untuk sebuah urusan. Hujan turun menyirami rumahnya. Atap rumahnya bocor. Mereka tahu itu dan berencana memperbaikinya segera setelah terkumpul uang yang cukup. Hari itu, mereka masih harus bertahan dengan atap yang bocor.
Tetes demi tetes air jatuh dari lubang-lubang di atap rumah. Istri Buya segera mengambil ember dan abskom untuk menampung tetesan air. Semakin deras hujan di luar, semakin banyak air yang mengalir ke dalam baskom.
Terlintas perasaan iba terhadap keadaan yang harus dihadapi anak-anaknya dengan tinggal di rumah yang kurang layak itu. Namun, menurut beliau ini bukanlah saatnya untuk meratapi hidup.
Istri Buya mengambil selembar kertas bekas, lalu mulai melipatnya membentuk sebuah kapal-kapalan. Ia menaruhnya di atas baskom penampung air, mengajak anak-anaknya bermain. Jadilah sekeluarga itu bermain kapal-kapalan, dan bukannya meratapi nasib dan rumah mereka yang atapnya bocor.
(Disadur dari buku "101 Kisah Inspiratif" karya Assep Purna.)
No comments:
Post a Comment