Bahz bin Hakim, dari ayah dan eyangnya, katanya : ”Aku bertanya kepada Nabi saw, ”Ya Rasul, siapakah yang harus aku taati ?” Beliau menjawab : ”Ibumu.”, ”Kemudian siapa ?” Beliau menjawab : ”Ibumu,” Lalu siapa lagi ? Jawabnya : ”Ibumu,” Dan siapa lagi ? Jawabnya : ”Bapakmu,” dan yang terdekat serta yang dekat dengan famili.”
Aban dari Anas ra. Katanya : ”Di zaman Rasul saw. ada seorang pemuda yang sangat tekun beribadah, dan banyak amalnya (ia bernama) Al Qamah. Tiba-tiba sakit keras dan istrinya mengirim utusan untuk memanggil Rasul saw. Lalu beliau mengutus Bilal, S. Ali, Salman dan Amr melihatnya dari dekat, ketika itu Al Qamah tengah sakaratul maut, oleh mereka ditalkin dengan kalimat thayyibah, tetapi ia tidak mampu mengucapkannya.
Lalu mereka menyuruh Bilal pergi menyampaikan beritanya kepada Rasul saw. Beliau bertanya : ”Ia masih punya ayah Ibu ?” Jawabnya : ”Tinggal ibunya sangat tua,” Kata beliau : ”Hai Bilal temui ibunya, salamku kepadanya, katakanlah : Apakah kau datang menemui Rasul atau Rasul yang menemui (datang) kepadamu ?”. Jawabnya : ”Akulah yang harus menemui beliau”, dan setelah sampai kepada Nabi, beliau bertanya : ”Sampaikan berita yang benar kepadaku tentang anakmu ?” Jawabnya : ”Ia tekun beribadah, shalat, puasa dan bersedekah sebanyak-banyaknya sampai aku tidak mengetahuinya”, Lalu hubunganmu dengannya ? Jawabnya : ”Ia membuatku marah (menyakiti hatiku)”, Kata beliau : ”Apa sebabnya ?” Jawabnya : ”Ia terlalu menuruti kemauan istrinya, sehingga mengabaikan aku serta menentang kepadaku.”
Lalu beliau bersabda : ”Karena marahnya Ibu, ia sulit mengucapkan kalimah thayyibah.” Alkisah Bilal diperintah mengumpulkan kayu bakar untuk membakarnya. Dan Ibunya bertanya : ”Ya Rasul, anakku tersayang akan kau bakar dimuka mataku ? Siapa yang merelakannya ?” Beliau menjawab : ”Hai Ibu Al Qamah, siksa Allah lebih pedih lagi kekal, oleh karena itu maafkanlah dia, berilah keridlaanmu padanya, pasti Allah memberi ampun kepada anakmu, demi Allah, shalat dan sedekahnya tiada berguna, selama kau marah kepadanya.” Kemudian dia mengangkat kedua tangannya dan berkata : ”Ya Rasul, aku bersaksi kepada Allah di langit, dan engkau Ya Rasul, dan para hadirin, bahwa : ”Kumaafkan dia, dan aku ridla kepadanya”.
Sesudah itu Bilal diperintah kembali ke tempat Al Qamah, dan ketika menginjak pintu rumahnya, terdengar suaranya mengucapkan kalimat Thayyibah, Lalu kata Bilal : ”Hai sekalian manusia, kemarahan ibu Al Qamah itulah yang menyulitkan Al Qamah membaca kalimah syahadat, terbukti setelah ibunya memaafkan/meridlainya, maka dengan mudah Al Qamah mengucapkannya, dan matilah ia pada hari itu.”
Kemudian Rasul saw datang, memerintahkan agar segera dimandikan, dikafankan, dan dishalati oleh beliau. Sesudah selesai ditanam, beliau berdiri di atas tepi makamnya seraya bersabda : ”Hai sekalian shahabat Muhajirin – Anshar, barangsiapa terlalu mengutamakan istri daripada ibunya, pasti dikutuk oleh Allah, semua ibadahnya baik fardlu ataupun sunnah tidak diterima.” (Al Hadits).
Kata seseorang (shahabat Nabi) : Salah satu dari antara penyebab kesulitan penghidupan ialah tidak mendo’akan kedua orang tuanya. Dan apakah yang memuaskan kedua orang tua sesudah matinya ? Jawabnya 3 perkara, yaitu :
1.Dia menjadi orang baik, sebab menggembirakan keduanya.
2.Menyambung famili dan kawan-kawan kedua orang tuanya.
3.Beristighfar untuknya, dan memohonkan untuk keduanya, serta bersedekah untuk keduanya.
Seorang suku bani Salimah datang dan bertanya kepada Nabi saw : ”Ya Rasul, orang tuaku sudah mati keduanya, apakah bisa aku berbakti kepada keduanya sesudah mati ?” Beliau menjawab : ”Ya bisa, beristighfarlah untuk keduanya, dan menghubungi famili dari keduanya.”
Sumber : Tanbihul Ghafilin ; Al Faqih Abu Laits Samarqandi
No comments:
Post a Comment