Thursday, December 3, 2009

Renungan tentang Ibu

Kangen Ibu.......

Setelah 15 tahun menikah, saya tiba-tiba menemukan suatu cara untuk menyalakan api cinta kami. Demikian tulis seorang pria yang ingin berbagi pengalaman. Beberapa waktu lalu istri saya mengusulkan agar saya berkencan dengan seorang perempuan lain, “Besok malam. Kamu akan mencintainya,” kata
istri. “Apa-apaan sih,” protes saya. “Mengapa kamu tidak ikut?” “Itu acara kamu berdua,” jawab istri.

Perempuan yang dimaksudnya adalah ibu saya yang telah menjanda selama 10 tahun belakangan ini. Saya jarang menemuinya karena kesibukan kerja dan mengurus tiga anak kami.

Malam itu saya telepon ibu, mengajaknya makan malam dan nonton film. Berdua saja. “Ada apa dengan istrimu?” kata ibu dari ujung telepon. “Tidak ada apa-apa, hanya saja menantumu adalah tipe yang selalu curiga kalau menerima telepon di tengah malam atau undangan yang datangnya tiba-tiba. Bagi dia, itu pasti akan membawa berita buruk.” Kata saya. “Bu lama saya tak pernah bertemu, saya pikir, pasti akan menyenangkan kalau kita sekali-sekali keluar berdua saja,”. “Ibu mau sekali,” jawabnya lalu terdiam beberapa lama.

“Besok malam, sepulang kantor saya ke rumah ibu.” Pinta saya.

Ibu tampak berdandan rapi, dan ia jelas telah menata rambutnya di salon, dan dia memakai gaunnya yang terbaik. Gaun yang dipakai pada pesta ulang tahun perkawinan yang terakhir ketika ayah masih hidup. Ibu menyambut saya dengan senyum lebar. “Saya bilang ke kawan-kawan tentang rencana kita ini. Mereka semua kaget dan merasa ikut senang seperti ibu sekarang,” kata ibu seraya masuk mobil. “Mereka bilang besok pagi ingin tahu ceritanya.”

Kami pergi ke restoran yang agak mahal. Suasananya elegan, menyenangkan. Ibu menggandeng lengan saya ketika memasuki ruangan dengan anggun, persis seperti First Lady. Saya harus membacakan daftar menu karena ibu tak bisa lagi membacanya walau dengan kacamata tebal. Ketika sedang membaca daftar itu, saya berhenti sejenak menengok ke ibu. Dia sedang memandangi saya dengan senyum kasih.
“Dulu, ibu yang membacakan kamu daftar menu ketika kau masih kecil,” katanya. “Sekarang ibu santai saja. Giliran saya yang melayani ibu,” jawab saya. Sambil makan, kami membincangkan banyak hal sehari-hari. Tidak ada topik yang istimewa tapi obrolan mengalir saja sampai-sampai kami terlambat
untuk menonton film.

Mengantarnya pulang, di muka pintu ibu berkata, “Ibu mau pergi lagi dengan kamu, tapi lain kali ibu yang bayar.” Saya setuju.

“Bagaimana kencanmu?” tanya istri saya di rumah. ”Sangat menyenangkan. Lebih dari yang saya duga. Tadinya tidak tahu mau ngomong apa.”

Beberapa hari kemudian, ibu meninggal karena serangan jantung. Kejadiannya begitu tiba-tiba, saya tidak sempat berbuat apa-apa untuk menolongnya. Satu minggu berlalu, sepucuk surat tiba dari restoran tempat ibu dan saya makan malam. Surat itu dilampiri copy tanda lunas. Ada selembar kertas diselipkan di situ, tertuliskan: “Ibu sudah bayar makan malam kita karena rasanya tak mungkin kita makan bersama lagi. Walaupun begitu, ibu sudah bayarkan untuk dua orang, barangkali untuk kau dan istrimu. Anakku, besar sekali arti undanganmu malam itu.”

Pada detik itulah saya mengerti arti pentingnya mengunjungi orang tua kita, mencurahkan kasih sayang kita, walaupun saat ini telah berkeluarga. Tidak ada hal yang lebih penting dalam hidup ini daripada menyayangi kedua orang tua sebagai bukti kita sayang dan cinta kepada dzat yang memiliknya. Allah
SWT telah melimpahkan sebagian kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya sehingga saya masih sempat mencium tangan ibu.

Sobat..... temuilah orang tua kita jangan sampai terlambat untuk mengatakan bahwa kita mencintai mereka. Saya kangen Bu....

No comments:

Post a Comment