Pak kyai memelihara seekor burung beo. Dengan tekun dan telaten burung beo tersebut dilatihnya mengucapkan 'Laa ilaaha illallah'. Akhirnya dalam beberapa bulan beo itu sudah pandai mengucapkan kalimat tayyibah di atas.
Suatu hari seekor kucing memangsa burung beo tersebut dan ‘keak... keak... keak!!’ burung beo itu bersuara parau lalu mati diterkam si kucing.
Alangkah sedihnya hati pak kyai mendengar burung beonya mati. Sejak kematian burung beo itu, pak kyai sering kelihatan murung dan banyak mengunci dirinya dalam kamar. Kontan saja hal itu membuat santri-santrinya bersedih pula, lalu di antara mereka bermufakat untuk membelikan burung beo yang baru untuk pak kyai agar ia tidak sedih lagi. Maka, maksud para santri ini pun diutarakan terlebih dahulu ke pak kyai.
Seorang utusan perwakilan para santri datang menghadap pak kyai dan mengetuk pintu kamarnya. "Pak kyai... kami turut bersedih dengan kematian burung beo itu... Izinkanlah kami membeli burung beo baru agar pak kyai tidak terus menerus bersedih hati!"
Sambil memberi isyarat kepada para santrinya pak kyai menuju ruang utama tempat biasa mengaji. "Ketahuilah wahai santri-santriku... , beberapa hari ini aku mengurung diri di kamar sebenarnya bukan semata-mata sedih karena kematian burung beo itu tempo hari. Yang aku sedihkan adalah isyarat yang diberikan Allah SWT lewat kematian burung beo tersebut. Coba kalian pikirkan, burung beo itu telah dengan fasih mengucapkan ‘laa ilaaha illallah’ tetapi saat diterkam kucing yang keluar dari mulutnya adalah bunyi ‘keak...keak. ..keak!’.
Aku takut nasibku ketika meninggal dunia seperti burung beo itu. Semasa hidup biasa mendzikirkan kalimat thayyibah itu, tetapi ketika meninggal dunia yang terucap dari mulutku ini justeru ucapan selain kalimat itu. Padahal tidak ada jaminan apapun dari Allah SWT kepada orang yang saat matinya tidak mengucapkan ‘Laa ilaaha illallah’.”
By : Forum Majelis Rasulullah
No comments:
Post a Comment