Sebuah dongeng rakyat yang sampai sekarang masih cukup terkenal, dan sampai sekarang tetap saya ingat karena telah memberikan inspirasi yang mendalam bagi saya.
Dikisahkan seorang peternak angsa, memiliki begitu banyak angsa di peternakannya. Sang peternak adalah seorang yang rajin memelihara angsa-angsanya, hanya saja karena pengelolaan peternakannya yang sederhana dan tidak pernah diupayakan untuk ditingkatkan, maka hasil telur dari angsa-angsa ini selalu begitu-begitu saja tidak pernah memberikan peningkatan penghasilan bagi sang peternak.
Suatu pagi, seperti biasa sang peternak bangun dari tidurnya dan bergegas menuju kandang-kandang angsanya untuk segera mengumpulkan telur-telur yang dihasilkan si angsa hari itu. Betapa terkejutnya sang peternak ketika mendapati sebuah telur berwarna kuning keemasan dari seekor angsa tua di kandang paling ujung.
“Siapa yang pagi-pagi telah berusaha memperdayai saya?” gumamnya dalam hati sambil memungut telur keemasan tadi. “Mungkinkah ini sebuah telur dari emas?” pikirnya kemudian.
Lama dia berpikir me-logika terhadap apa yang terjadi dengannya pagi itu, sambil terus memandangi telur keemasan digenggamannya. Merasakan beratnya, mengetuk-ngetukkannya pada batu, menggores-goreskannya, sampai pada suatu keyakinan dalam hati pak peternak bahwa dia harus bergegas memastikan benda apa itu.
Bergegas dia menuju ke tempat ahli logam tak jauh dari rumahnya, yang kemudian dia meminta sang ahli logam untuk menganalisa benda apakah yang dia temukan pagi itu. Sang ahli logam mengambil loop-nya, yang kemudian mencermati telur keemasan yang diterimanya.
Beberapa saat kemudian dia memandangi si peternak, sambil menyerahkan telur tersebut dan berkata, “Ini adalah emas murni 24 karat berbentuk bulat telur dengan berat hampir satu kilogram..!”.
Setengah tak percaya si peternak kemudian meminta sang ahli logam untuk menukar telur emas tersebut dengan uang sesuai dengan taksiran harganya.
Segepok uang yang diterimanya kemudian segera dibelanjakan segala barang yang dia impikan selama ini untuk dimiliki dari pakaian-pakaian yang bagus dan mahal, perabot-perabot mahal, dan sebagainya.
Esok harinya, karena masih banyak sisa uang untuk hidupnya hari itu, dengan langkah malas dia menuju ke kandang angsanya untuk memunguti telur-telur hasil pada hari itu. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa kejadian telur emas kemarin hari akan berulang lagi pada hari itu. Dan benar dia kembali menemukan telur emas pada angsa yang sama. Bergegas dia berlari menuju kota untuk kembali menjual telur tersebut.
Esok paginya setelah bangun pagi, dengan berharap-harap cemas dia kembali menuju angsa tua petelur emas. Dan benar! Kembali sang angsa mempersembahkan satu telur emas kepada sang peternak.
Hal yang sama terjadi esok paginya, esok paginya, dan seterusnya, sehingga membuat si peternak menjadi rajin bangun pagi-pagi sekali untuk sekedar segera mendapat telur emas dari angsa tua itu.
Dalam waktu singkat, kehidupan si peternak pun berubah. Si angsa tua juga sudah diberi tempat khusus di sebelah kamar tidur si peternak agar telur emas hasil si angsa tua tiap pagi tidak dicuri orang dan dengan mudah dapat segera diambil oleh sang peternak untuk dijual. Rumahnya kini telah berubah menjadi begitu mewah. Lama kelamaan timbulah sifat tamak dari si peternak.
“Mengapa saya harus menunggu satu butir telur emas setiap harinya dari si angsa tua ini?” pikirnya. "Betapa bodohnya saya... Isi perut angsa tua itu pastilah penuh dengan emas... Kenapa tidak sekarang saja saya ambil semuanya, sehingga saya tidak perlu susah-susah menunggu tiap pagi, serta dalam sekali waktu saya sudah bisa dapatkan semua.” begitulah pikir sang peternak.
Diambilnya parang besar miliknya, dan dalam sekejap dibelahlah dada si angsa tua. Tapi apa yang terjadi? Tak ada secuil pun telur emas di dalam perut si angsa tua. Dan yang lebih buruk, si angsa tua saat itu juga mati digenggaman sang peternak. Telur emas tiap pagi pun tinggal kenangan.
***
Cerita ini terkenal dengan sebutan Aesop’s fable dengan judul `The goose and the golden eggs’. Mengapa cerita ini begitu menarik bagi saya? Seseorang yang telah menginjak dewasa dan mulai harus menghidupi dirinya tentunya mulai sadar bahwa dia harus memiliki `sesuatu’ yang bisa dijadikan semacam modal agar dia bisa selalu terus menerus menghasilkan *sesuatu* yang bisa menghidupi dirinya. Apalagi kalau orang tersebut sudah memutuskan untuk membangun sebuah rumah tangga.
`Sesuatu’ (dengan tanda kutip) yang saya maksud bisa berupa keahlian, kepandaian, pengetahuan, ketrampilan, ketekunan,keberanian, dsb. Sedang sesuatu (dengan huruf tebal) di atas adalah bisa berupa uang, penghargaan, pengakuan, kesempatan, dsb.
Sesuatu (dengan huruf tebal) tadi adalah sebuah `telur emas’ bagi kita. Ketika kita mulai menekuni sebuah profesi, ketika kita mulai merintis sebuah usaha, ketika kita mulai meniti karir, hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, sedikit demi sedikit akan muncul `telur emas-telur emas’ bagi kita.
Lalu dimanakah letak angsanya? Tak lain adalah `Sesuatu’ (dengan tanda kutip) yang saya sebutkan di atas. `Sesuatu’ yang semua itu bermuara kepada diri kita, baik badan kita secara fisik, pemikiran kita, serta jiwa, emosi dan rohani kita. Dan bila dikembangkan, keluarga adalah juga merupakan bagian dari `angsa’ kita, baik itu manusianya, suasananya, semangatnya, kebersamaannya, rasa cita kasihnya, keteduhannya dan semua hal yang bisa memastikan bahwa kita bisa akan selalu menghasilkan `telur emas’, hari demi hari, sedikit demi sedikit.
Kisah fabel yang saya ceritakan di atas sepertinya bisa terlihat sebagai kisah yang terlalu ekstrim. Tapi bila kita mau berkaca pada kehidupan di sekitar kita, kita mungkin akan sadar bahwa perumpamaan sang peternak membelah dada angsa untuk segera memperoleh semua telur emas sekaligus dalam sekejap ternyata banyak terjadi di sekitar kita.
Kita lihat di sekitar kita bagaimana sesorang yang ingin mengejar karir sampai ke puncak dengan segera, justru mengabaikan kesehatan dirinya sendiri, pola makannya, jam istirahatnya. Tak lain dia pelan-pelan membelah dada angsanya sendiri.
Masih banyak diantara kita, dalam menjalankan profesinya, atau dalam melakukan usahanya, ingin mendapatkan keuntungan yang berlipat dalam sekejap. Sehingga sampai lupa waktu mengabaikan saat-saat istri dan anak-anaknya membutuhkan sebuah kebersamaan dengannya. Tanpa dia sadari, dalam mencoba dia mendapatkan telur emas, justru dia berusaha `membunuh’ si angsa.
Bisa jadi kita sebagai manusia yang memiliki keahlian, ketrampilan, pengetahuan, semangat, keberanian adalah manusia-manusia yang akan selalu menghasilkan telur emas-telur emas setiap harinya. Dan hari demi hari kita selalu bangga akan telur emas yang kita hasilkan. Tapi yakinkah kita akan selalu ada telur emas ketika kita justru mulai tidak begitu menghiraukan angsa-angsa kita. Ketika kita lupa untuk memperhatikan kesehatan fisik diri kita, ketika kita mulai mengabaikan kesehatan rohani kita, ketika kita melalaikan sumber daya manusia di keluarga kita.
Itulah yang saya selalu coba untuk mengingatkan diri saya, bahwa untuk menjamin selalu adanya telur emas, begitu penting usaha untuk memberdayakan diri dan keluarga kita.
Sumber: ‘Telur Emas’ dari Diri dan Keluarga oleh Pitoyo Amrih
No comments:
Post a Comment