Wednesday, December 2, 2009

Cincin Perak Bertuah

Di sebuah rumah besar di pinggir kota, seorang pengusaha yang sangat sukses telah meninggal dunia. Rupanya beliau sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum menghadapi hari-hari terakhirnya, termasuk pembagian harta warisan untuk kedua putranya.

Semua harta peninggalannya dibaginya secara adil, sama rata. Kedua putranya pun puas dengan pembagian harta warisan itu. Masing-masing mendapatkan sebidang tanah beserta rumah dengan luas dan bentuk yang sama, perhiasan dan batu permata pun dibagi dua dengan nilai yang sepadan.

Namun di antara semua harta benda yang dibagi secara adil itu, kedua putranya heran melihat 2 buah bingkisan yang belum ditentukan siapa pemiliknya. Ternyata keduanya masing-masing berisi sebuah cincin. Cincin pertama terbuat dari emas murni yang bertahtakan beberapa berlian yang sangat berkilauan, yang sudah pasti nilainya sangat mahal. Pada cincin bermata berlian ini terikat selembar kertas yang bertuliskan “Cincin ini akan sangat membantu pada masa-masa sulit”.

Cincin kedua adalah cincin sederhana yang terbuat dari perak, yang tentunya harganya jauh lebih murah di bawah cincin pertama tadi. Di bagian dalam cincin tersebut bertuliskan “Masa-masa ini pasti akan segera berlalu”. Sebagaimana cincin pertama, pada cincin kedua ini pun terikat selembar kertas yang bertuliskan “Cincin ini akan sangat membantu pada masa-masa sulit”.

Melihat kedua cincin tersebut, sang kakak pun berkata kepada adiknya,” Adikku, barangkali aku lebih membutuhkan cincin yang pertama ini daripada kamu... Kalau ada apa-apa di antara kita berdua, sudah pasti cincin pertama ini akan banyak membantu kita.” Adiknya pun mengangguk, “Baiklah kak... aku akan mengambil cincin yang kedua. Mudah-mudahan cincin kedua ini pun bisa membantu kita berdua pada saat-saat sulit nanti.”

Setelah sama-sama puas dengan pembagian harta warisan tersebut, keduanya pun menjalani hidupnya masing-masing. Sang kakak lebih memilih pindah ke negara lain untuk meneruskan usaha orangtuanya di negara tersebut, sedangkan sang adik memilih melanjutkan usaha orangtuanya di kota tempat orangtuanya mulai merintis usahanya.

Belasan tahun berlalu, kesibukan kedua kakak beradik itu sebagai pengusaha muda telah menjadikan komunikasi antar keduanya sangat tidak berjalan baik. Masing-masing hidup bersama keluarganya dan tidak pernah berhubungan satu sama lain. Baru pada saat memasuki tahun ke-20 sejak meninggalnya sang ayah, sang adik mulai merindukan untuk bertemu kakaknya. Diputuskannya untuk mencari kakaknya. Setelah pamit dengan istri dan anak-anaknya, pergilah sang adik ke negara tempat kakaknya berada.

Cukup sulit bagi sang adik untuk menemukan alamat rumah kakaknya, yang ternyata sudah berpindah rumah beberapa kali. Terakhir, dia mendapatkan petunjuk bahwa kakaknya tinggal di pinggiran kota di sebuah rumah sederhana. Didatanginya rumah tersebut, dan betapa sedihnya dia melihat sang kakak hidup sangat sederhana dengan kondisi tubuh yang kurus kering tak terawat.

Dipeluknya dengan sangat erat tubuh kakaknya, yang terguncang-guncang karena menangis tak tahan menanggung beban yang cukup berat. “Apa yang terjadi denganmu, kak? Kenapa tidak menghubungiku?” Sang adik pun tak tahan menahan tangisnya.
Setelah keduanya bisa mengendalikan emosi, sang kakak pun berkata lirih, “Maafkan aku, dik... Sepuluh tahun yang lalu sebetulnya aku ingin pulang menemuimu.. Hanya saja aku tak memiliki cukup uang untuk pulang. Usahaku bangkrut.. dan istriku pun meninggalkan aku sendiri. Cincin berlian ayah sebagai peninggalan terakhirnya pun tidak banyak membantuku mengatasi keterpurukanku.

Ini semua salahku... pada masa-masa awal aku di sini aku merasa memiliki banyak harta untuk membiayai gaya hidupku yang mewah.. Aku pun terhanyut dalam kemewahan hidup dan bermalas-malasan... Sampai akhirnya aku menyadari setelah semuanya habis dan istriku pun meninggalkanku... lari bersama pria lain yang lebih kaya. Andai saja aku bisa mengulanginya lagi, pasti aku akan mulai dengan cara yang berbeda.” Ujar sang kakak penuh penyesalan.

“Kak, aku pun sempat jatuh bangun pada awal usahaku... Hanya saja cincin perak peninggalan ayah inilah yang selalu mengingatkanku. Pada saat-saat sulit aku selalu membaca tulisan di bagian dalam cincin ini... “Masa-masa ini pasti akan segera berlalu”, maka aku pun merasa optimis untuk bekerja lebih keras agar bisa merubah kondisi sulit menjadi lebih baik. Pada saat-saat kondisi baik pun aku selalu membaca tulisan itu... sehingga aku pun merasa harus bekerja keras untuk mengantisipasi kondisi buruk yang akan terjadi. Alhamdulillah, usahaku sekarang berkembang pesat dan sudah mulai berkembang di kota-kota lain. Pulanglah kak... aku butuh bantuanmu untuk mengelola usaha kita ini agar lebih besar lagi.” Dipeluknya lagi sang kakak dengan penuh kerinduan.

“Ya... masa-masa ini pasti akan segera berlalu...” ujar sang kakak menyambut hangat permintaan adiknya. “Aku akan mulai lagi dengan cara berbeda bersamamu. Terima kasih, adikku.”

No comments:

Post a Comment