Wednesday, December 2, 2009

Arsitek dan Rumahnya

Seorang arsitek senior yang berusia 45 tahun bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan kontraktor bangunan. Selama bekerja, prestasinya bisa dibilang mengagumkan. Banyak sekali rumah-rumah indah hasil buah karyanya.

Pada suatu pagi di kantornya Ia bermaksud menyampaikan keinginannya untuk pensiun tersebut pada pemilik perusahaan. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Mendengar permintaan salah satu karyawan terbaiknya tersebut pemilik perusahaan sangat sedih dan merasa kehilangan. Dengan berat hati, ia terpaksa menuruti keinginan sang arsitek tersebut dengan mengajukan satu syarat bahwa sang arsitek harus membangunkan sebuah rumah untuknya sebagai buah karya terakhirnya.

Dengan berat hati pula, sang arsitek menyanggupinya. Ia berpikir bahwa itu berarti dia harus menunda pensiunnya sekitar 6 hingga 8 bulan lagi. Namun demi menghargai orang yang selama ini memberikan pekerjaan kepadanya dan memperlakukan diri dan keluarganya dengan sangat baik, maka ia pun bertekad melakukan pekerjaan terakhirnya tersebut dengan secepatnya.

Namun karena keinginannya untuk segera pensiun begitu menggelora, sang arsitek pun tidak bisa mencurahkan perhatian sepenuhnya kepada pekerjaan terakhirnya tersebut. Terbayang dalam pikirannya untuk segera mendapatkan kebebasannya mengisi waktu bersama istri dan anak-anaknya. Terbayang olehnya bahwa sebentar lagi ia akan mengajak istri dan anak-anaknya berlibur ke tempat-tempat indah yang selama ini belum sempat dikunjunginya.

Tak terasa dalam waktu 4 bulan rumah itu pun selesai dibangun. Lebih cepat dari perkiraannya. Dan sang arsitek pun dengan bangga segera mengabarkan kepada pemilik perusahaan bahwa pekerjaan terakhirnya itu bisa diselesaikan lebih cepat dari biasanya.

Pemilik perusahaan sangat takjub mendengar bahwa rumah yang dipesannya sudah selesai dibangun dalam waktu cepat dan ia segera mengajak sang arsitek untuk memeriksa hasil pekerjaannya.

Pada saat memeriksa rumah baru tersebut itulah, sang arsitek mulai melihat ekspresi pemilik perusahaan agak muram seperti menyimpan kecewa dalam hatinya. Ia tidak berkata apa-apa, namun sang arsitek mulai menyadari bahwa selama 4 bulan ini ia tidak bekerja dengan sungguh-sungguh. Ia tidak seteliti sebelumnya. Ia tidak seketat biasanya dalam mengawasi para tukangnya. Banyak detil-detil bangunan yang berkesan asal-asalan. Ada terdapat tembok yang miring dan tidak rata. Kusen-kusen dan daun pintu pun tidak halus pengerjaannya. Sang arsitek mulai menyadari kesalahanannya dan ia sudah mengecewakan pemilik perusahaan dengan karya terakhirnya.

“Maaf pak, barangkali ini adalah bangunan rumah terburuk yang pernah saya kerjakan.” Ungkapnya dengan penuh penyesalan. Ia pun menunduk malu, menyayangkan bahwa ia harus mengakhiri karier gemilangnya dengan prestasi yang mengecewakan.

“Sebetulnya ini adalah rumah untukmu. Hadiah dan ungkapan terima kasih dari kami untuk kesetiaanmu selama ini.” Pemilik perusahaan itu pun menyerahkan kunci rumah tersebut pada sang arsitek.

Betapa terkejutnya sang arsitek mendengar perkataan pemilik perusahaan tersebut. Ia merasa malu dan sangat menyesal. Seandainya saja ia tahu bahwa rumah itu untuk dirinya sendiri, tentu akan dikerjakannya dengan sepenuh hati. Terbayang bahwa dia dan keluarganya harus tinggal di sebuah rumah yang tidak terlalu bagus hasil buah karyanya sendiri.


Teman-teman, inilah yang sering terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita tidak menyadari bahwa apa yang kita lakukan dan kerjakan selama ini sebenarnya sangat menentukan indah tidaknya kehidupan kita dan keluarga kita. Banyak dari kita memilih untuk mengarungi kehidupan dengan cara asal-asalan dan kurang bertanggung jawab. Tidak memiliki tujuan hidup yang pasti dan terkesan mengikuti arus. Bahkan sering pula kita lebih memilih melakukan ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang terbaik.

Pada akhir perjalanan, kita akan sangat terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan, dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah kehidupan yang tidak menyenangkan yang kita ciptakan sendiri.

Seandainya kita menyadarinya sejak semula, tentunya kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkan bahwa kita adalah sang arsitek kehidupan kita sendiri. Renungkan 'rumah kehidupan' yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan 'rumah' kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup.

No comments:

Post a Comment