Wednesday, November 30, 2011

Ujian Terberatku

Namanya Yasin. Ia penjual nasi yang tinggal di Jl. Keputih, Surabaya, tak jauh dari kampus tehnik Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS). Warung dagangannya sederhana. Ukuranya sekitar 2 x 3 meter. Terbuat dari papan dan beratap seng. Menu yang dijual seperti rawon, sop, telor bali, dan krengsengan. Ia juga menjual gorengan dan minuman ringan. Banyak mahasiswa ITS yang menjadi langganan. Warung bapak paruh baya asal Gresik ini terletak pas dibibir jalan. Ramai dilalui kendaraan.

Bulan puasa lalu, tepatnya hari ke-25 ia hendak melaksanakan shalat magrib berjamaah di mushola tak jauh dari rumahnya. Pas di jalan raya, ia melihat sebuah tas tergeletak di pinggir jalan. Tak berfikir panjang, ia pun mengambil tas itu dan melemparkannya begitu saja ke teras rumah untuk mengamankannya. Ia tak sempat membukannya. Karena itu, tak tahu apa isi di dalamnya. Hanya terasa berat saja.

Usai magrib, ia membuka tas tersebut. Mendadak, ia kaget bukan kepalang. Uang jutaan rupiah di dalamnya. Mungkin pula ratusan juta. Baru-baru lagi. Sepertinya dari Bank. Ada juga yang di dalam amplop. Isinya tebal-tebal. Karena takut, ia pun langsung menutupnya kembali. Pikiranya kalut. Kenapa uang sebanyak itu bisa di pinggir jalan? Jangan-jangan nanti dituduh macam-macam. Ia pun bingung. Hingga datang waktu isya', tas itu ia biarkan saja tak disentuhnya lagi.

Selama shalat ia tidak bisa tenang. Hatinya berdebar-debar. Selalu terbayang uang tersebut. Merasa tak enak, ia kembali membuka tas tersebut. Ternyata ada handphone di dalamnya. Dan terlihat bila ada bekas telpon dan SMS yang masuk. Isinya meminta agar penemu tas tersebut menghubunginya. Tanpa pikir panjang, Yasin pun menghubunginya. Ada suara seorang lelaki di ujung sana.

“Bener ini penemu tas, saya? Boleh saya ambil sekarang? Di mana alamatnya?” terdengar pertanyaan bertubi-tubi di ujung sana dengan suara terengah-engah. Tampaknya sedang kalut.

Dengan santai Yasin menjawab, “Iya, boleh. Ambil saja sekarang. Saya tinggal di Keputih, Surabaya. Tanya saja warung Yasin yang deket belokan itu,” jawabnya.

Selang beberapa menit kemudian, datang seorang laki-laki. Ia tak mengenakan sandal. Bajunya sedikit acak-acakan. Kekalutan tanpa tergambar di wajahnya.

“Hampir semalaman saya nggak bisa tidur. Saya memikirkan uang ini. Ini uang untuk membayar gaji karyawan, bukan milik saya,” terangnya sesunggukan. Lelaki itu pun berterimakasih luar biasa kepada Yasin.

“Terimakasih, pak. Terimakasih. Saya tidak tahu bagaimana membalas budi baik bapak ini,” imbuhnya lagi dengan air mata yang masih menetes. Ia memeluk kaki Yasin. Yasin masih tergagap.

“Sudah, pak. Nggak apa-apa, yang penting sudah ketemu,” ujar ayah dua anak ini.
Kata lelaki itu, uang tersebut baru diambilnya dari bank. Rencananya untuk gaji karyawan. Tas itu jatuh saat mengendarai sepeda motor di tikungan jalan tak jauh dari warung Yasin.

“Terimakasih, pak. Saya nggak tahu andai tas ini ditemukan orang tak bertanggungjawab. Apalagi ada beberapa kartu ATM yang berisi banyak uang,” terangnya. Usai berterimakasih, lelaki itu pamit dan memberi Yasin Rp 200 ribu. “Ini sedikit uang,” ujarnya sambil pamit.

Melihat kejadian itu, Yasin hanya bengong. Betapa kalutnya orang tersebut. Andai uang itu raib, entah bagaimana nasibnya.

Meski demikian, Yasin menilai, uang temuan itu ujian sangat berat baginya. Selain jumlahnya banyak, sebentar lagi lebaran. Setidaknya bisa untuk THR dan keperluan lebaran. Apalagi uang sejumlah itu baginya sangat besar. Pendapat setahun warungnya belum cukup jika untuk mendapat uang sebanyak itu. Tapi, karena takut dosa, ia pun tidak mengambil sepersen pun.

“Takut dosa saya, mas. Bisa kualat saya nanti,” terangnya.

Yasin masih ingat pesan gurunya waktu ngaji dulu. "Bila menemukan barang atau uang, maka harus dikembalikan ke pemiliknya," demikian kata-kata gurunya.

Apa yang dilakukan Yasin ternyata membawa berkah tersendiri. Menurutnya, setelah itu, warungnya makin ramai. Tidak hanya itu, keharmonisan keluarganya terasa makin terasa.

“Istri saya sekarang sering senyum bahagia,” ujarnya. Iya yakin jika itu buah dari mengembalikan uang tadi.

Suatu saat, datang seorang tetangganya. Ia bertanya soal uang yang ditemukannya itu. “Apa kau kembalikan uang itu, Sin?” tanyanya.

“Iya”

“Untung kamu, Sin! Andai kamu ambil, kau bisa celaka. Dulu saya pernah menemukan emas. Emas itu lalu saya jual. Ternyata, tak lama setelah itu istri saya sakit. Uang tersebut ludes bahkan kurang untuk mengobati sakit istri saya,” ceritanya.

Yasin hanya tersenyum. Ia gembira, akhirnya bisa lolos menghadapi ujian cukup berat ini.

“Iya, untung saja saya bisa lepas dari ujian berat itu,” ungkapnya.*

http://www.hidayatullah.com/read/19074/29/09/2011/ujian-terberatku,-ketika-menemukan-uang-satu-tas.html

No comments:

Post a Comment