Al-Shadiq meriwayatkan bahwa suatu kali pada masa Fir’aun berkuasa Sungai Nil pernah surut airnya. Orang-orang pun pulai mendatangi istana Fir’aun dan berseru, “Wahai Raja, alirkanlah untuk kami air Sungai Nil.” Fir’aun menjawab, “Sesungguhnya aku sedang tidak rela terhadap kalian.” Mereka pun pergi.
Selang beberapa waktu setelah itu, mereka pun kembali mendatangi Fir’aun seraya berkata, “Wahai Raja, kematian dan kebinasaan telah menimpa kami; dan jika kamu tidak mengalirkan untuk kami air Sungai Nil, niscaya kami benar-benar akan menyembah tuhan selain kamu.”
Fir’aun menjawab, “Pergilah kalian ke dataran yang lebih tinggi!” Mereka pun pergi. Kemudian Fir’aun menyendiri ke tempat yang tidak diketahui orang dan tidak dapat didengar perkataannya. Fir’aun menempelkan wajahnya ke tanah dan menengadahkan tangannya seraya berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku datang kepada-Mu sebagai seorang hamba yang hina kepada Tuannya, dan sesungguhnya aku menyadari bahwa Engkau mengetahui tidak seorang pun yang dapat mengalirkan air Sungai Nil kecuali Engkau, maka alirkanlah air Sungai Nil ini.”
Tak lama kemudian, mengalirlah air Sungai Nil itu lebih deras dari sebelumnya. Fir’aun menemui rakyatnya dan berkata kepada mereka, “Sesungguhnya aku telah mengalirkan untuk kalian air Sungai Nil.” Mereka pun menyungkurkan diri seraya sujud kepada Fir’aun.
Setelah kejadian itu, Jibril a.s. (dengan menjelma sebagai seorang manusia) mendatangi Fir’aun seraya berkata kepadanya, “Wahai Raja, tolonglah aku berkenaan dengan seorang budak milikku.”
Fir’aun bertanya, “Apa masalahnya?”
Jibril a.s. menjawab, “Aku memiliki seorang budak yang aku beri kepercayaan dan kekuasaan terhadap budak-budakku yang lainnya. Aku serahkan kepadanya kunci-kunciku, tetapi dia memusuhiku dan menyukai orang yang memusuhiku dan memusuhi orang yang aku cintai.”
Fir’aun berkata, “Seburuk-buruk budak adalah budakmu; seandainya aku dapat menangkapnya, niscaya akan aku tenggelamkan dia ke dalam Laut Qalzam.”
Jibril a.s. berkata, “Wahai Raja, tuliskanlah untukku sebuah surat tentang hal itu.” Maka Fir’aun minta diambilkan kertas dan pena, lalu dia menuliskan di dalamnya hukuman terhadap seorang budak yang menentang tuannya, menyukai orang yang memusuhi tuannya, dan memusuhi orang yang menyukai tuannya. Hukumannya adalah dia harus ditenggelamkan di Laut Qalzam (laut yang menenggelamkan apa saja yang melintasi permukaannya).
Jibril a.s. kembali berkata, “Wahai Raja, tanda tanganilah surat ini.” Fir’aun pun menandatangani surat tersebut dan menyerahkannya kembali ke Jibril a.s. yang menyamar sebagai manusia.
Pada hari Fir’aun tenggelam di laut, Jibril a.s. mendatanginya dengan membawa surat tersebut seraya berkata kepadanya, “Ambillah surat ini. Kamulah yang paling patut mendapatkannya, karena ia merupakan ketetapan hukummu yang telah kamu jatuhkan terhadap dirimu sendiri.”
Sumber:
‘Ilal Al-Syaraa’i’, jilid 1 bab 53. Dari Adam hingga Isa a.s., Al-Jaza’iri, bab 12, pasal 4.
Buku ‘Jibril alaihis salam, Menjejak Langkah Malaikat Pembawa Wahyu’ oleh Muhammad Syahir Alaydrus.
No comments:
Post a Comment