Abu Bakar ra pernah bertanya: "Wahai Rasulullah, sungguh rambutmu telah ditumbuhi uban." Rasul menjawab: "Surat Hud dan saudara-saudaranya yang telah menyebabkan aku beruban." (HR. Turmudzi).
Ada syair Arab yang isinya memuji kemunculan uban di rambut orang-orang yang sudah mulai berumur. Syair itu menganalogikan tumbuhnya uban yang menyelingi hitamnya rambut seseorang, sebagai cahaya dan tanda kemuliaan. Kata syair itu, "maa khairu lailin laisafiihi nujuum", malam takkan menjadi indah tanpa cahaya bintang. Bintang yang dimaksud adalah uban. Malam yang kelam itu, adalah warna rambut yang dominan masih hitam.
Saudaraku, dengarkanlah kisah uban-uban putih di rambut Rasulullah saw seperti yang dituturkannya sendiri. Abu Bakar ra pernah bertanya: "Wahai Rasulullah, sungguh rambutmu telah ditumbuhi uban." Rasul menjawab: "Surat Hud dan saudara-saudaranya yang telah menyebabkan aku beruban" (HR. Turmudzi).
Helai-helai rambut putih yang muncul di antara rambut hitam Rasulullah saw, menandakan bobot perhatian dan pikiran Rasul yang begitu terkuras untuk urusan keimanan. Surat Hud dan saudara-saudaranya, menurut tafsir Ibnu Katsir adalah surat Al-Waqi'ah, surat Al-Mursalat, surat An Naba dan surat At Takwir. Seluruh surat itu bercerita tentang dahsyat dan kerasnya hari kiamat yang sudah pasti tiba. Rasulullah saw sangat dalam menyelami kandungan firman-firman Allah swt itu. Maka, tumbuhnya uban, selama dalam urusan keimanan, adalah simbol yang patut dibanggakan. Seperti kebanggaan Rasulullah yang jelas diterangkan dalam sabdanya, "Barang siapa yang tumbuh uban di dalam keislaman, ia akan memperoleh cahaya di hari kiamat." (HR, Turmudzi dan Nasa-i, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih al Jami�).
Bukan hanya itu saudaraku, Rasulullah dalam hadits lainnya juga menyebutkan ungkapan yang hampir mirip.
Katanya, "Barangsiapa yang tumbuh uban di jalan Allah, ia pasti akan mendapatkan cahaya di hari kiamat." (HR. Ahmad, Turmudzi dan Nasa-i). Perhatikanlah bagaimana Rasulullah saw dalam sabda-sabdanya, mengibaratkan uban putih dalam rambut di kepala orang beriman itu sebagai cahaya di tengah gelapnya hari kiamat. Cahaya itu, adalah uban yang tumbuh dari orang yang mencurahkan pikiran, tenaga, jiwa dan raganya untuk jalan iman.
Bahkan Rasulullah juga yang menegaskan bahwa di antara bentuk penghormatan Allah kepada hamba-Nya adalah, memuliakan dzii syaibatil muslim atau orang Muslim yang beruban, orang yang hafal Al Qur'an, dan memuliakan penguasa yang adil (HR. Abu Daud). Maka, biarkanlah jika uban yang sudah pasti tumbuh itu kelak atau telah menghiasi kepala kita. Selama kita berada dalam golongan orang beriman dan tumbuh berjuang dalam keimanan, kita tidak perlu terlalu menghiraukan tumbuhnya uban demi uban yang kelak menjadi cahaya di kegelapan itu.
Saudaraku, uban kerap diidentikkan dengan usia lanjut. Usia lanjut yang menandakan orang sudah tidak lagi bisa berperan seperti mereka yang masih muda usia. Fisik yang menua lalu dianggap tidak mampu lagi memainkan fungsinya seperti mereka yang masih muda dan fisiknya tampak segar.
Tidak saudaraku, mari kita lihat prestasi besar para tokoh lanjut usia yang penuh uban di kepalanya itu dalam lembar-lembar sejarah kita.
Lihatlah bagaimana Abu Ayyub Al Anshari, laki-laki penuh uban di rambutnya, dalam usia 80 tahun tetap terlibat dalam ekspansi dakwah Islam ke berbagai wilayah. Saat jatuh sakit menjelang wafat di antara pasukan Muslimin yang tengah dalam perjalanan berperang, ia dengan sepenuh keyakinan mengatakan, "Jika aku mati maka bawalah jenazahku. Jika kalian bertemu dengan musuh, kuburkanlah jasadku di sana. Aku ingin jasadku dikubur di tengah medan pertempuran atau yang dekat dengannya, sehingga rohku bergerak di atas medan tempur." Abu Ayyub menginginkan kehidupan akhiratnya dalam keadaan berjihad sebagaimana semasa hidupnya di dunia, Jenazah Abu Ayyub akhiniya memang dibawa oleh pasukan kaum Muslimin. Dan di jantung Konstantinopel, ketika pasukan Islam berperang melawan pasukan musuh, di sanalah jasad Abu Ayyub yang mulia itu dimakamkan.
Lihatlah bagaimana tokoh sepuh Yusuf bin Tasyfin, yang memimpin peperangan saat ia berusia 80 tahun. Ketika itu, uban juga telah menghiasi kepala dan janggutnya. Adalagi, Musa bin Nushair yang menaklukkan Andalus saat usianya 74 tahun. Itu terjadi saat kepemimpinan Al Walid bin Abdul Malik. Ketika Al Walid bin Abdul Malik menjenguknya di akhir usianya, 95 tahun, Musa bin Nushair telah mempunyai 120 anak dan cucu yang masih kecil. Musa bin Nushair lah yang mengatakan, "Tak pernah ada panji-panji pasukanku yang direbut oleh musuh sejak aku terlibat berjihad pada usia 40 tahun hingga 80 tahun."
Saudaraku, masih banyak deretan para tokoh besar dan pemikir yang memutih rambutnya tapi mereka telah menyumbangkan perjuangan luar biasa untuk kita. Seorang salafushalih bernama Tsabit Al Bunani, usianya 86 tahun. Bakr Al Mazni mengatakan, "Siapa yang ingin melihat orang yang paling banyak ibadah lihatlah kepada Tsabit Al Bunani. Tak ada orang yang lebih abid daripada dia." Bahkan, Anas bin Malik ra mengatakan, "Sesungguhnya setiap kebaikan itu punya kunci-kunci. Dan Tsabit Al Bunani adalah kunci-kunci kebaikan. Seorang ulama bernama An Naisaburi bahkan menuliskan sebuah kitab berjudul "Al Mustadrak Ala Shahihain" pada saat ia berusia lebih dari 90 tahun. Mereka telah menjadi manusia yang hidup di "alam lain" dan tak lagi terbelenggu dengan jerat-jerat usia yang biasanya membelenggu banyak orang.
Saudaraku, kita sudah banyak merugi dengan anggapan bahwa orang yang usianya mencapai 60 tahun sudah tinggal menanti ajal. Karena anggapan itu, tidak sedikit orang yang berasumsi, bahwa mereka sudah selesai peran-perannya dalam hidup.
Uban sebagai bagian tanda keletihan berpikir, atau pertanda usia bertambah tua, tidak pernah menjadi alasan untuk berhenti dan memutuskan peran-peran besar dalam hidup ini. Jika kita mau, meski berusia lanjut dan banyak ditumbuhi uban, kita bisa melukiskan sejarah agung dalam hidup ini dengan pertolongan Allah swt. Jika desakan cita-cita telah meninggi, didukung semangat yang kuat, tidak ada lagi yang membedakan orang muda ataupun orang berusia tua.[]
(Mencari Mutiara di Dasar Hati - Muhammad Nursani)
Sumber : http://www.hudzaifah.org/Article305.phtml
No comments:
Post a Comment