Dia adalah seorang budak. Berprofesi sebagai pandai besi yang ahli membuat pedang dan senjata tajam tersohor sampai ke negeri tetangga kota Mekkah. Dialah Khabab bin Arats, yang termasuk salah seorang sahabat yang paling awal memeluk Islam.
Semenjak hari pertama keislamannya di Mekkah, hampir tak ada hari yang dilalui Khabab bin Arats tanpa penyekapan dan penyiksaan. Statusnya sebagai budak seorang wanita musyrik, Ummu Anmar, membuat posisinya sangat sulit dan memprihatinkan. Ummu Anmar memperlakukannya sangat buruk dan kejam. Kepalanya pernah ditusuk dengan besi yang dipanaskan.
Suatu hari datanglah serombongan orang musyrik menuju rumah Khabab bin Arats untuk menanyakan pesanan pedang mereka kepada Khabab. Kebetulan Khabab tidak berada di rumah. Mereka menunggu agak lama. Beberapa saat kemudian muncullah Khabab dengan wajah terlihat sumringah tanda sukacita. Khabab menyapa para tamunya. Mereka bertanya, “Apakah sudah engkau selesaikan pedang pesanan kami?”
Khabab tidak menjawab, namun ia bergumam, "Sungguh sangat menakjubkan keadaan ini," seolah-olah ia berbicara sendiri, dan para tamunya merasa keheranan melihat kelakuan Khabab.
"Hai Khabab, keadaan apa yang kamu maksudkan? Yang kami tanyakan apakah pedang kami sudah selesai kamu buat?”
Dengan pandangan menerawang seolah mimpi, Khabab lalu bertanya, “Apakah kalian sudah melihatnya? Apakah kalian juga sudah pernah mendengar ucapannya?”
Ternyata yang dimaksud Khabab adalah Rasulullah Muhammad Saw. Maka marahlah para tamunya. Mereka kemudian menyiksa dan menganiaya Khabab sampai berdarah-darah hingga pingsan. Ketika siuman Khabab tidak mendapati lagi orang-orang yang menyiksanya, dan ia pun mengobati lukanya sendiri. Penyiksaan itu berulang-ulang terjadi, dan bukan hanya menimpa dirinya saja tapi juga sahabat-sahabatnya yang lain.
Hingga kemudian Khabab datang menemui Rasulullah Saw yang sedang beribadah di Ka'bah. Ia mengadukan ketidakmampuannya menghadapi penyiksaan yang bertubi-tubi. "Wahai Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran?! Lalu mengapa Allah tidak segera memberikan kemenangan?” Khabab mendesak Rasulullah untuk segera berdo'a kepada Allah, meminta kemenangan.
Mendengar keluhan Khabab, wajah Rasulullah memerah, beliau berkata, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman sebelum kalian, ada yang ditanam hidup-hidup separuh badannya, lalu kepalanya digergaji hingga terbelah menjadi dua bagian. Ada pula yang disisir kepalanya dengan sisir besi yang dipanggang dengan api, hingga tulang dan otot kepala mereka kelihatan, tapi hal itu tidak membuat mereka meninggalkan agama dan keyakinannya. Demi Allah, sungguh akan datang suatu masa di mana para pengendara bisa berjalan dari Shan'a ke Hadramaut tidak merasakan takut selain pada Allah dan serigala yang akan menerkam gembalaannya. Tetapi kalian sungguh tergesa-gesa."
Mendengar ucapan Rasulullah Saw, keimanan Khabab dan sahabat-sahabat lainya makin teguh dan masing-masing berikrar untuk membuktikan kepada Allah dan Rasulnya.
Pada suatu hari Rasulullah Saw lewat di hadapan Khabab yang sedang disiksa dengan besi panas yang ditaruh di atas kepalanya, membakar dan menghanguskannya. Qolbu Rasulullah menjadi pilu dan iba hati. Pada saat itu jumlah musuh sangat banyak dan Rasul pun tidak dapat berbuat banyak dan hanya mampu berdo'a, "Ya Allah limpahkanlah pertolonganmu kepada Khabab!"
Dan do'a Rasulullah pun terkabul. Ummu Anmar mendapatkan balasan penyakit panas yang aneh dan mengerikan, melonglong seperti anjing yang kepanasan yang obatnya hanya dengan diseterika. Sampai akhir hayatnya penyakit itu tidak pernah sembuh.
Akhir Wafatnya
Ketika Khabab sedang sakit mendekati ajal, banyak para sahabat yang menengoknya. Khabab melihat pada kain kafan yang telah disediakan untuknya. Kain kafan itu mewah dan berlebihan. Khabab kemudian menangis seraya berkata, "Lihatlah ini kain kafanku yang sangat berlebihan dan mewah. Bukankah kain kafan Hamzah bin Abdul Mutholib sebagai syuhada Uhud hanyalah burdah berwarna abu-abu yang apabila ditarik ke bawah kepalanya kelihatan dan apabila ditarik ke atas kakinya kelihatan?" Dan ia pun meminta nanti apabila wafat dikafani kain biasa saja.
Khabab bin Arats akhirnya Wafat di tahun ke 37 H dengan meninggalkan pelajaran yang sangat berharga sebagai sahabat yang memiliki banyak penderitaan dan kesengsaraan hidup di dunia, tetapi Allah Swt membayarnya dengan kesenangan di akhirat, dengan Surga!
http://www.suara-islam.com/tabloid.php?tab_id=42
No comments:
Post a Comment