Friday, October 28, 2011

Ombak Besar, Ombak Kecil

Alkisah, di tengah samudra yang luas, saat air laut pasang, tampak ombak besar bergulung-gulung dengan gemuruh suaranya yang menggelegar, seakan ingin menyatakan keberadaan dirinya yang besar dan gagah perkasa. Sementara itu, jauh di belakang gelombang ombak besar, terdengar gemericik suara ombak kecil bersusah payah mengikuti jejak si ombak besar.

Tertatih-tatih, mengekor hempasan ombak besar. Si ombak kecil merasa dirinya begitu kecil, lemah, tidak berdaya, dan tersisih di belakang. Sungguh, terasa menyakitkan. Dengan suaranya yang lemah, kurang percaya diri, ombak kecil bertanya kepada ombak besar. Maka sayup-sayup, terdengar serangkaian percakapan di antara mereka. "Hai ombak besar...! Aku ingin bertanya kepadamu...!! Mengapa engkau begitu besar, begitu kuat, dan gagah perkasa? Sementara lihatlah diriku... begitu kecil, lemah, dan tidak berdaya. Aku ingin seperti kamu!"

Ombak besar pun menjawab, "Sahabatku, kamu mengganggap dirimu kecil dan tidak berdaya. Sebaliknya, kamu mengganggap aku begitu hebat dan luar biasa. Anggapanmu itu muncul karena kamu belum sadar dan belum mengerti jati dirimu yang sebenarnya!"

"Jati diri? Kalau jati diriku bukan ombak kecil, lalu apa...?" timpal ombak kecil.

Ombak besar meneruskan, "Memang di antara kita terasa berbeda, tetapi sebenarnya jati diri kita adalah sama! Kamu bukan ombak kecil, aku pun juga bukan ombak besar. Ombak kecil dan ombak besar adalah sifat kita yang sementara. Jati diri kita yang sejati adalah air. Bila kamu bisa menyadari bahwa kita sama-sama air, maka kamu tidak akan menderita lagi. Kamu adalah air, setiap waktu kamu bisa menikmati menjadi ombak besar seperti aku: kuat, gagah, dan perkasa."

Sahabat, sebagai manusia sering kali kita terjebak dalam kebimbangan akibat situasi sulit yang kita hadapi. Yang sesungguhnya, itu hanyalah pernak-pernik atau tahapan dalam perjalanan kehidupan. Seringkali kita memvonis (keadaan itu) sebagai suratan takdir, lalu muncullah mitos: "Aku tidak beruntung", "Nasibku jelek", "Aku orang gagal". Bahkan ada yang menganggap kondisi tersebut sebagai bentuk ketidakadilan Tuhan!

Dengan memahami bahwa jati diri kita adalah sama-sama manusia, tidak ada alasan untuk merasa kecil dan kerdil dibandingkan dengan orang lain. Karena sesungguhnya, kesuksesan, kesejahteraan, dan kebahagiaan bukan monopoli orang-orang tertentu. Jika orang lain bisa sukses, kita pun juga bisa sukses! Kesadaran tentang jati diri, bila telah ditemukan, maka di dalam diri kita akan timbul daya dorong dan semangat hidup yang penuh gairah; sedahsyat ombak besar di samudra nan luas, siap menghadapi setiap tantangan dan mengembangkan potensi terbaik demi menapaki puncak tangga kesuksesan.

SUMBER: Andrie Wongso - andriewongso.com
http://inspirasipagi.blogspot.com/2011/09/ombak-besar-ombak-kecil.html

Thursday, October 27, 2011

Pahlawan Perang yang Masuk Neraka

Pada suatu hari, sebuah pertempuran telah terjadi antara kaum Muslimin dan kaum Musyrikin. Kedua belah pihak berjuang mati-matian mengalahkan satu sama lain. Tiba saat pertempuran itu diberhentikan dan kedua pihak kembali pulang ke wilayahnya masing-masing.

Di wilayah kaum muslimin, Nabi Muhammad saw dan para sahabat sedang membicarakan pertempuran yang baru terjadi. Peristiwa yang baru mereka alami itu masih terbayang-bayang di kelopak mata. Dalam perbincangan itu, mereka begitu kagum dengan salah seorang dari sahabat mereka yaitu Qotzman. Sewaktu bertempur menghadapi musuh, dia kelihatan seperti seekor singa yang lapar menelan mangsanya. Dengan keberaniannya itu, dia telah menjadi buah bibir saat itu.

"Tidak seorang pun di antara kita yang dapat menandingi kehebatan Qotzman." kata salah seorang sahabat.

Mendengar perkataan itu, Rasulullah saw pun menjawab, "Sebenarnya dia itu adalah golongan penduduk neraka."

Para sahabat menjadi heran mendengar jawaban Rasulullah itu. Bagaimana mungkin seorang yang telah berjuang dengan begitu gagah menegakkan Islam bisa masuk ke dalam golongan penduduk neraka. Para sahabat saling berpandangan satu sama lain menunjukkan kebingungan mereka mendengar jawaban Rasulullah saw itu.

Rasulullah saw pun sadar para sahabatnya tidak begitu mengerti dengan jawabannya. Lantas beliau berkata, "Pada saat Qotzman dan Aktsam hendak keluar dari medan peperangan, Qotzman telah mengalami luka parah akibat ditikam pedang oleh pihak musuh. Badannya dipenuhi dengan darah. Qotzman pun mengarahkan pedangnya ke arah dadanya, lalu dia terus membenamkan mata pedang itu ke dalam dadanya."

"Dia melakukan perbuatan itu karena sudah tidak tahan menanggung sakit akibat luka yang dialaminya. Akhirnya dia mati bukan karena melawan musuh, melainkan karena membunuh dirinya sendiri. Melihat keadaan lukanya yang parah, banyak orang yang menyangka dia akan masuk surga. Padahal dengan membunuh dirinya sendiri dia telah menunjukkan dirinya sebagai penduduk neraka."

Menurut Rasulullah saw, sebelum mati Qotzman sempat berkata, "Demi Allah, aku berperang bukan karena agama, tetapi hanya sekedar menjaga kehormatan kota Madinah supaya tidak dihancurkan oleh kaum Quraisy. Aku berperang hanyalah untuk membela kehormatan kaumku. Kalau tidak karena itu, aku tidak akan berperang."

(Riwayat ini telah dirawikan oleh Luqman Hakim)

Sumber:
Buku 'The Secret, Kisah-Kisah Teladan' karya Abdul Aziz Saefudin

Seekor Unta yang Menjadi Hakim

Pada zaman Rasulullah saw, ada seorang Yahudi yang menuduh seorang muslim mencuri untanya. Untuk itu, ia mendatangkan empat orang saksi palsu dari golongan munafik. Nabi saw memutuskan hukum bahwa unta itu milik orang Yahudi dan memotong tangan muslim tersebut sehingga membuat orang muslim tersebut kebingungan. Ia menengadahkan kepalanya ke arah langit seraya berkata, "Tuhanku, Engkau Maha Mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak mencuri unta itu."

Selanjutnya orang muslim itu berkata kepada Nabi saw, "Wahai Rasulullah saw, sungguh keputusanmu itu adalah benar, akan tetapi mintalah keterangan terlebih dulu dari unta ini."

Kemudian Nabi saw bertanya kepada unta tersebut, "Hai unta, milik siapakah engkau ini sebenarnya?"

Unta itu menjawab dengan kata-kata yang fasih dan terang, "Wahai Rasulullah saw, aku adalah milik orang muslim ini. Sesungguhnya para saksi itu berkata dusta."

Akhirnya, Rasulullah saw berkata kepada orang muslim tersebut, "Hai orang muslim, beritahukan kepadaku, apakah yang menjadi amal perbuatanmu sehingga Allah swt menjadikan unta ini dapat berbicara tentang permasalahan ini dengan benar."

"Wahai Rasulullah saw, aku tidak tidur di waktu malam sehingga lebih dulu aku membaca shalawat atas engkau sebanyak sepuluh kali." jawab orang muslim itu.

Rasulullah saw bersabda, "Engkau telah selamat dari hukuman potong tangan di dunia dan selamat juga dari siksaan di akhirat nanti karena keberkahan yang engkau dapatkan dengan membaca shalawat untukku."

***

Memang membaca shalawat itu sangat dianjurkan oleh Islam, sebab pahalanya sangat tinggi di sisi Allah swt. Selain itu, bershalawat dapat melindungi diri dari segala macam bencana yang menimpa, baik di dunia maupun di akhirat nanti, sebagaimana kisah di atas.

Sumber :
Buku 'The Secret, Kisah-kisah Teladan' karya Abdul Aziz Saefudin.

Amalan Menjelang Tidur

Ummul Mukminin 'Aisyah meriwayatkan hadis mulia ini:

Rasulullah saw berkata kepadaku pada suatu malam, "Ya 'Aisyah, jangan berbaring tidur sebelum engkau melakukan empat ibadah ini: Pertama, membaca keseluruhan Al-Qur'an; Kedua, memperoleh ridha dari para Nabi yang mulia agar mereka memberi syafaat untukmu pada Hari Kebangkitan; Ketiga, menjadikan kaum beriman ridha terhadapmu; Dan keempat, menunaikan ibadah haji kecil." Kemudian beliau bangkit untuk mendirikan shalat dan berdoa tanpa memberiku waktu untuk bertanya.

Aku duduk di ranjang dan berpikir bagaimana mungkin melakukan empat amal yang diberkahi itu dalam waktu semalam. Ketika beliau selesai shalat dan berdoa, aku pun bertanya, "Ya Rasulullah, engkau lebih kucintai daripada kedua orangtuaku. Engkau melarangku tidur sebelem melakukan empat hal tadi. Bagaimana mungkin semua itu dapat diselesaikan dalam waktu yang sangat singkat?"

Beliau tersenyum dan menjawab, "Hai 'Aisyah, bacalah surat Al Ikhlas yang mulia sebanyak tiga kali, pahalanya sama dengan membaca seluruh Al Qur'an. Jika engkau mewiridkan sholawat dan salam kepadaku dan para Nabi sebelumku, maka engkau akan mendapatkan syafaatku dan syafaat mereka pada Hari Kebangkitan. Agar seluruh Mukminin ridha kepadamu, mintalah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sedangkan haji kecil, engkau akan mendapatkan pahala yang sama dengannya jika engkau mewiridkan Subhaanallaah, Alhamdulillaah, Laa hawla walaa quwwata illa billaah, dan Allaahu Akbar."

Sumber:
Buku 'Allah, Nabi Adam & Siti Hawa' karangan Syaikh Muzaffer Ozak Al-Jerrahi

Tuesday, October 25, 2011

Sahabat Kaum Dhuafa

Namanya Jundub bin Junadah, tetapi lebih dikenal dengan panggilan Abu Dzar al-Ghiffari. Sahabat Nabi ini terkenal dengan sikap zuhudnya serta pandangan khasnya tentang harta. Bagi Abu Dzar, menyimpan harta dalam jumlah yang berlebih dari kebutuhan keluarga adalah haram. Ayat yang sering dikutip Abu Dzar: "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, beritahukanlah kepada mereka, (mereka akan mendapat) siksa yang pedih." (QS at-Taubah [9]: 34).

Abu Dzar tidak pernah menyimpan harta lebih dari persiapan hidup tiga hari. Tidak jarang dia berhari-hari hanya makan beberapa biji kurma dan air. Sewaktu tinggal di Damaskus, pada zaman Khalifah Usman bin Affan, Gubernur Muawiyah bin Abi Sufyan pernah mengujinya dengan mengirimkan uang 100 dinar pada satu malam dan besok paginya memintanya kembali dengan alasan salah kirim. Ternyata uang tersebut sudah habis dibagikan malam itu juga kepada fakir miskin. Abu Dzar berjanji akan mengumpulkannya kembali dalam tiga hari jika Muawiyah menginginkannya.

Suatu hari, seseorang datang ke kediaman Abu Dzar. Tamu itu melayangkan pandangannya ke setiap pojok rumahnya. Dia tidak melihat apa-apa di rumah itu. "Hai Abu Dzar! Di mana barang-barang Anda?" Abu Dzar menjawab, "Kami mempunyai rumah yang lain. Barang-barang kami yang bagus telah kami kirim ke sana."

Tamu itu rupanya mengerti bahwa yang dimaksud Abu Dzar adalah akhirat. Lalu tamu tadi berkata, "Tetapi, Anda juga memerlukan barang-barang itu di rumah ini?" Maksudnya, di dunia. Abu Dzar dengan tangkas menjawab, "Tetapi yang punya rumah (Allah) tidak membolehkan kami tinggal di sini buat selama-lamanya."

Abu Dzar sering menyampaikan kepada kaum dhuafa bahwa pada harta orang-orang kaya itu ada hak mereka. Sebagai gubernur, Muawiyah khawatir kalau-kalau cara pandang Abu Dzar itu akan mendorong orang-orang miskin merampasi harta kekayaan orang kaya. Dia melaporkan Abu Dzar kepada Khalifah Usman di Madinah. Khalifah memanggil Abu Dzar dan dua sahabat ahli tafsir untuk menguji penafsiran Abu Dzar terhadap surah at-Taubah ayat 34 itu. Keduanya menyatakan bahwa yang diancam oleh ayat tersebut adalah orang-orang yang menimbun kekayaan dan tidak menunaikan kewajibannya membayar zakat.

Setelah peristiwa itu, Abu Dzar tidak mau kembali lagi ke Damaskus dan juga tidak mau menetap di Madinah. Dalam pandangan dia, umat Islam di kedua kota tersebut tidak lagi hidup secara sederhana seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW. Dia minta izin tinggal di Rabdzah, sebuah kampung kecil di luar Kota Madinah.

Suatu hari, Abu Dzar berpesan kepada putrinya. Jika lewat kafilah di kampung kita ini, jamulah mereka makan. Setelah itu tanyakan kepada mereka, apakah Abu Dzar termasuk ahli surga atau bukan. Putrinya heran, karena biasanya pertanyaan itu diajukan setelah seseorang meninggal dunia. Mengetahui ada kafilah datang dan putrinya sudah menyiapkan jamuan, Abu Dzar mengambil air wudhu lalu shalat dua rakaat dengan khusyuk. Setelah shalat, dia berbaring dan melipat kedua tangannya, kemudian tenang. Pada saat itulah Allah SWT memanggilnya. Alangkah indahnya kematian sahabat kaum dhuafa ini.

Oleh Prof Dr Yunahar Ilyas
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/10/20/ltc928-hikmah-pagi-sahabat-kaum-dhuafa

Monday, October 24, 2011

Tuhan Bisa Mati? Mendengar Itu Abdur Raheem Green Serasa Ditinju Mike Tyson di Wajah

Jika bertanya kepada Anthony Vatswaf Galvin Green bagaimana rasanya menjadi seorang muslim, ia akan menjawab seperti menemukan cahaya dalam kegelapan. "Bayangkan jika terjebak di sebuah bangunan yang penuh rintangan meja, kursi, tapi gelap tak bisa melihat apapun," ujarnya, "Tapi tiba-tiba saja menemukan jalan keluar." Dan ia mengaku mencari jalan keluar itu dengan susah payah.

Menemukan jalan itu seperti membuka pintu, lalu menemukan cahaya terang, dan semuanya kemudian terlihat jelas. Ia rela menemukan pintu keluar itu meski harus membenturkan dirinya ke tembok. “Bisa merasakan perbedaan hidup dan mati. Islam membawa kedamaian dan ketentraman,” kesannya.

Lahir dari ibu penganut Katolik Roma yang taat dan ayah seorang agnostik, Anthony dibesarkan sebagai seorang Katolik Roma yang taat. Ayahnya seorang administrator kolonilal kerajaan Inggris. Kini, kerajaan yang terbentang begitu luasnya lebih dari sepertiga permukaan bumi itu telah hancur. Satu-satunya yang tersisa adalah beberapa pulau di Falklands. Begitu banyak hal yang berubah, termasuk Antony, bahkan namanya kini berubah mnejadi Abdur raheem Green.

“Semua itu pelajaran dari Allah. Ia memberitahu kita dalam Alquran untuk berjalan di bumi dan melihat konsekuensinya”, katanya.

Rasa bersalah dari sang ibu yang menikah dengan seorang agnostik, membuat ibu Anthony berambisi menjadikannya menjadi seorang penganut Katolik Roma yang taat. Anthony (10) dan sang adik, Duncan (8) disekolahkan di asrama biara. Setiap hari ia hidup bersama para biarawan di Ampleforth College, di Yorkshire, Inggris Utara.

“Seharusnya ibu juga menikah dengan seorang Katholik, tapi karena ibu menikah dengan ayah yang agnostik, ia merasa menjadi seorang penganut Katolik yang buruk. Maka, ia ingin menjadikanku seorang Katolik yang taat,” ujarnya. Sang ibu menganggap dengan bersekolah di asrama akan membuat Anthony menjadi penganut Katolik yang taat.

Saat Anthony berumur sembilan tahun, sang ibu mengajarinya sebuah doa yang biasa diucapkan oleh umat Katholik. Doa itu dimulai dengan kalimat "Salam maria, ibu Tuhan". Namun, kalimat itu membuat Anthony sangat tidak nyaman. Bahkan dalam usianya yang baru sembilan tahun, kalimat itu seperti pukulan pertama, mendengar ibu berkata salam maria ibu Allah.

“Aku kemudian bertanya pada diri sendiri bagaimana Tuhan bisa memiliki ibu?,” katanya. Ia berpikir Tuhan seharusnya tanpa awal dan tanpa akhir. Bagaimana bisa Tuhan memiliki seorang ibu? Anthony kecil kemudian mengambil kesimpulan, “Jika Maria adalah ibu Tuhan, maka pasti Maria menjadi Tuhan lebih baik daripada Yesus.”

Belum lagi soal pelajaran di sekolahnya yang semakin membuatnya galau. Di sekolah, dalam satu kali setahun selalu ada pengakuan dosa kepada pastor. "Kamu harus mengakui semua dosa, jika tidak maka pengakuan dosa-dosamu tidak akan diampuni,” begitu kata pastur.

Ia mulai berpikir kritis, bagaimana mungkin mengakui dosa kepada seorang pastor. Apalagi mengakui dosa terhadap orang-orang yang notabene tinggal bersama dalam satu asrama. “Dengan kata lain mereka yang bertanggung jawab atas kita?,” begitu pikirnya. Ia mengasumsikan pengakuan ini sebagai adalah konspirasi besar dalam rangka untuk mengontrol orang dengan modus mengakui dosa.

“Mengapa saya harus pergi ke Anda untuk mengakui dosa-dosa saya? Mengapa saya tidak bisa meminta Tuhan untuk mengampuni saya?" katanya kepada pastor. Pastor itu menjawab bisa saja meminta ampun secara langsung kepada Tuhan, tapi tak ada jaminan Tuhan mendengar pengampunan dosanya.

Ia merasakan keimanannya semakin ‘ada dalam masalah’. Pikirannya mulai liar, ia bahkan memiliki ide “Tuhan menjadi manusia”.

Masyarakat barat selalu berpikir jika ingin bahagia dan menikmati hidup, maka hanya ada satu jalan yaitu memiliki banyak uang. Dengan uang dapat membeli mobil bagus dan TV, pergi ke bioskop dan bisa membeli semua hal yang dibutuhkan untuk hidup. Pada kenyataannya Anthony sama sekali tidak merasakan hal itu.

Pikirannya mulai terbuka. Ia sering bertanya mengapa harus sekolah di asrama, jauh dari siapapun dan di manapun. Saat berusia sebelas tahun, sang ayah dipindah tugaskan ke Mesir. Ayahnya menjadi General Manager Barclays Bank di Kairo. Hampir selama sepuluh tahun, ia selalu menghabiskan waktu liburan di Mesir. Sekolah di London, dan liburan di Mesir.

Ia mulai jatuh cinta pada Mesir. Saat kembali ke sekolah seusai liburan, ia bertanya untuk apa kembali ke asrama Yorkshire Moor, ia merasa tak menyukai tempat itu. “Saya mulai bertanya pada diri sendiri mengapa saya ada, apa tujuan hidup saya, hidup ini untuk apa? Apa itu cinta?”

Ia pun mulai mempertanyakan hakikat hidup. Ia menjawab sendiri pertanyaannya. “Aku sekolah di sini dalam rangka belajar untuk mendapatkan hasil yang terbaik, agar bisa pergi ke universitas yang baik. Setelah itu dapat gelar, dapat pekerjaan yang membuat saya punya banyak uang. Jadi, kalau saya punya anak, bisa mengirim anak ke sekolah yang mahal,” begitu pikirnya. Tapi ia masih menanyakan untuk apa semua itu, ia tak yakin apa yang dipikirkannya adalah alasan untuk hidup yang sebenarnya.

Ia lantas mulai mencari jawaban, memulai pecarian. Pencarian itu barangkali bisa ditemukan melalui agama lain yang mungkin bisa memberikan pemahaman tentang tujuan hidup.

Sepuluh tahun waktu yang dia habiskan di Mesir. Ada satu masa saat ia berumur 19 tahun berbincang tentang Islam dengan seseorang. Ia memang meragukan Katholik sebagai agamanya. Tapi saat itu siapapun yang mempertanyakan agamanya itu, ia akan tetap membela keimanannya. Ia merasakan ini sebagai sebuah paradoks yang aneh.

“Aku berbincang dengan orang itu selama 40 menit. Pemuda itu memintaku menjawab beberapa pertanyaan darinya,” katanya.

Si Pemuda menanyakan “Apakah kau mempercayai Yesus?”, Anthoni menjawab “Ya”. Pemuda itu kemudian bertanya lagi, “Apakah kamu percaya Yesus mati disalib”, Anthoni kembali menjawab “Ya”.

Sebuah pukulan telak, seperti mendapatkan tinju dari Mike Tyson ketika mendengar si pemuda mengatakan “Jadi kamu percaya Tuhan mati?”.

Seketika Anthony terperangah, menyadari sebuah ironi. Sambil mengakui kebodohan dirinya, ia menjawab, "Tentu saja saya tidak percaya Tuhan mati. Manusia tidak bisa membunuh Tuhan,” kata Anthony.

“Saya lalu berpikir itu sebagai suatu hal yang menarik,” ujarnya.

Lupakan Agama, Lebih Baik Cari Uang

Ternyata ada satu masa pula dalam hidupnya ketika Anthony tak ingin berpikir lagi tentang agama. “Saya merokok dan minum kopi, tapi pertemuan dengan pemuda di Mesir menjadi titik balik dalam kehidupan saya,” katanya.

Sebelumnya saya tak pernah bermimpi bahkan memikirkan tentang Islam. Saya mulai berkata pada diri sendiri untuk melupakan soal agama, soal spiritualitas. “saya berpikir mungkin tak ada lagi kebahagiaan selain menjadi kaya,” ujarnya. Anthony kemudian bercita-cita bisa naik kapal pesiar atau pesawat jet pribadi agar bisa bahagia.

Ia berpikir bagaimana menghasilkan uang tapi hanya sedikit usaha. “Siapa yang ingin menghabiskan banyak waktu untuk bekerja?” pikirnya. Ia mengingat orang Inggris yang memiliki banyak uang tapi mereka bekerja terlalu keras, bahkan sampai terjadi revolusi industri. Orang Amerika pun harus berjuang keras untuk menjadi kaya. Orang Jepang pun dikenal sebagai penggila kerja.

“Kemudian saya berfikir tentang orang Arab. Mereka duduk di atas unta dan berteriak ‘Allahu Akbar’, tapi mereka kaya,” ujarnya.

Anthony mengira pasti ada sesuatu di sana. Ia lantas bertanya-tanya apa yang menjadi agama mereka dan kitab suci mereka.

Membaca Alquran

Alquran! Ya, Anthoni merasakan ketertarikan luar biasa untuk membeli Alquran. Ia mengambil terjemahannya. “Aku tak ingin mencari kebenaran. Aku hanya ingin tahu apa isi kitab suci ini,” katanya.

Anthony adalah pembaca yang cukup cepat. Ia membaca Alquran saat berada di kereta api.

Seketika itu pula ia menyimpulkan dan berkata pada diri sendiri, "Jika saya pernah membaca buku yang berasal dari Tuhan, maka ini dia bukunya.”

Ia menyakini Alquran itu berasal dari Allah. Ketika menyadari itu ia mulai bergerak lebih jauh, tak hanya membaca Alquran saja, tapi untuk mengamalkannya juga. “Sama saja seperti kita melihat apel yang terlihat harum, kita tak akan pernah tahu rasanya kalau tidak mencicipinya,” katanya.

Tertarik dengan pengamalan Alquran ia pun mulai mencoba untuk shalat meski saat itu ia belum resmi mengucap syahadat. Tak tahu bagaimana cara shalat, ia mengingat-ingat bagaimana seseorang yang pernah ia temui di Mesir melakukan shalat. “Saya mengingat seorang lelaki shalat dengan cara yang lebih indah dibandingan saya ketika masih menjadi Katholik,” katanya.

Suatu hari Anthony pergi ke toko buku yang kebetulan berada di dalam masjid. Toko itu memiliki koleksi buku tentang Muhammad dan tata cara shalat. Seorang pria menanyakan apakah ia seorang Muslim. Anthony lantas menjawab, “Apakah saya Muslim, apa yang ia maksud dengan itu?" Saya bilang, "Ya, saya bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusannya."

"Ah, bila demikian, anda Muslim. Ini waktunya shalat, mari kita shalat," ajak si lelaki itu.

Anthony kebetulan datang ke toko buku itu saat hari Jumat. Ia yang tak paham gerakan shalat hanya berusaha shalat dengan gerakan yang ia tahu saja. Masih salah di sana-sini. “Setelah itu orang-orang mengelilingi saya dan mengajarkan saya cara shalat yang benar.” Ia merasakan seperti berada di awan. "Rasanya Fantastis."

Namun butuh dua tahun lagi sebelum akhirnya ia resmi bersyahadat dan menjadi Muslim. Terlepas dari kenyataan ia kini telah masuk Islam, ia mengaku menyesal telah menyia-nyiakan waktu dua tahun sebelum menjalani Islam dengan baik.

“Aku tahu kebenaran tapi tak segera menjalankannya. Itu adalah kondisi yang buruk. Jika kita tidak tahu, maka tidak dikenai dosa. Tapi masalahnya saya tahu apa yang benar,” katanya. Setelah itu ia tak pernah menoleh ke belakang. Kini ia mengaku belajar banyak dari pengalaman itu untuk ber-Islam dengan lebih baik.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/11/10/20/ltc5h1-tuhan-bisa-mati-mendengar-itu-abdur-raheem-green-serasa-ditinju-mike-tyson-di-wajah

Iblis dan Ibnu Ummi Maktum

Abdullah bin Ummi Maktum adalah salah seorang sahabat yang mulia. Dia menjadi salah satu sebab turunnya surah 'Abasa. Suatu hari, Abdullah bin Ummi Maktum mengikuti pengajian Rasulullah SAW. Dalam kesempatan itu, Rasul menyampaikan akan kewajiban setiap Muslim yang mendengar azan untuk segera menunaikan shalat. Karena kondisi fisiknya, yakni matanya yang buta, ia memberanikan diri bertanya kepada Rasulullah SAW.

"Wahai Rasulullah SAW, apakah saya juga diwajibkan kendati saya tidak bisa melihat?" tanya Ibnu Ummi Maktum. Rasul menjawab, "Apakah kamu mendengar seruan azan?" Ibnu Ummi Maktum menjawab, "Ya, saya mendengarnya." Rasul pun memerintahkannya agar ia tetap pergi ke masjid meskipun sambil merangkak.

Maka, dengan penuh keimanan, setiap azan berkumandang dan waktu shalat tiba, ia pun segera pergi ke masjid dan berjamaah dengan Rasulullah SAW. Suatu ketika di waktu Subuh, saat azan dikumandangkan, Ibnu Ummi Maktum pun bergegas ke masjid. Di tengah jalan, kakinya tersandung batu hingga akhirnya mengeluarkan darah. Namun, tekadnya sudah bulat untuk tetap berjamaah ke masjid.

Waktu Subuh berikutnya, ia bertemu dengan seorang pemuda. Pemuda tersebut bermaksud menolongnya dan menuntunnya ke masjid. Selama berhari-hari, sang pemuda ini selalu mengantarnya ke masjid. Ibnu Ummi Maktum pun kemudian ingin membalas kebaikannya. "Wahai saudaraku, siapakah gerangan namamu. Izinkan aku mengetahuimu agar aku bisa mendoakanmu kepada Allah," ujarnya.

"Apa untungnya bagi Anda mengetahui namaku dan aku tak mau engkau doakan," jawab sang pemuda. "Jika demikian, cukuplah sampai di sini saja engkau membantuku. Aku tak mau engkau menolongku lagi sebab engkau tak mau didoakan," tutur Ibnu Ummi Maktum kepada pemuda itu.

Maka, sang pemuda ini pun akhirnya mengenalkan diri. "Wahai Ibnu Ummi Maktum, ketahuilah sesungguhnya aku adalah iblis," ujarnya. "Lalu mengapa engkau menolongku dan selalu mengantarkanku ke masjid. Bukankah engkau semestinya mencegahku untuk ke masjid?" tanya Ibnu Ummi Maktum lagi.

Sang pemuda yang bernama iblis itu kemudian membuka rahasia atas pertolongannya selama ini. "Wahai Ibnu Ummi Maktum, masih ingatkah engkau beberapa hari yang lalu tatkala engkau hendak ke masjid dan engkau terjatuh? Aku tidak ingin hal itu terulang lagi. Sebab, karena engkau terjatuh, Allah telah mengampuni dosamu yang separuh. Aku takut kalau engkau jatuh lagi Allah akan menghapuskan dosamu yang separuhnya lagi sehingga terhapuslah dosamu seluruhnya. Maka, sia-sialah kami menggodamu selama ini," jawab iblis tersebut.

Kisah di atas menggambarkan kepada kita bahwa sesungguhnya iblis tak akan pernah berhenti untuk menggoda dan menyesatkan manusia. Dalam hal yang baik pun, iblis selalu berusaha untuk membelokkan orang yang beriman ke arah yang dimurkai Allah. Ketahuilah, sesungguhnya iblis itu adalah musuh yang nyata bagi kita. (QS Fatir [35]: 6). Semoga Allah senantiasa membimbing dan meridai setiap ibadah kita. Amin. Wallahu a'lam.

Oleh Syahruddin El-Fikri
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/10/19/ltauo8-hikmah-siang-iblis-dan-ibnu-ummi-maktum

Friday, October 21, 2011

Nabi Harun AS dan Patung Anak Sapi

Mengisahkan Nabi Harun AS tidak bisa lepas dari kisah Nabi Musa, karena ia adalah juru bicara Nabi Musa ketika menghadapi Fir’aun ataupun umat Nabi Musa sendiri. Kisahnya dimulai ketika Nabi Musa berhasil membawa umatnya keluar dari Mesir dan selamat dari kejaran Fir’aun yang ingin membunuh mereka.

Tibalah saatnya bagi Nabi Musa untuk menerima wahyu dari Allah SWT. Ia memerintahkan Nabi Harun untuk menjaga umatnya, jangan sampai mereka kufur. Lalu Nabi Musa naik ke Gunung Thursina untuk berkhalwat dan berpuasa selama 40 hari.

Di atas gunung itu Nabi Musa memohon kepada Allah, “Ya Allah, dapatkah aku melihat Engkau?”

Allah berfirman, “Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cobalah lihat bukit itu, jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya maka kau akan dapat melihat-Ku.”

Lalu Nabi Musa menoleh ke arah gunung yang dimaksud. Seketika itu gunung yang dilihat hancur luluh berantakan tanpa meninggalkan bekas, masuk kedalam perut bumi.

Nabi Musa terperanjat, gemetar seluruh tubuhnya dan jatuh pingsan. Setelah sadar ia bertasbih dan bertahmid seraya memohon ampun atas kelancangannya itu, “Maha Besar Engkau wahai Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah tobatku dan aku akan menjadi orang pertama yang beriman kepada-Mu."

Selanjutnya Allah menurunkan kitab Taurat yang berupa kepingan-kepingan batu. Di dalamnya tertulis pedoman hidup dan penuntun beribadah kepada Allah SWT.

Patung Anak Sapi

Ketika Nabi Musa turun dari gunung Thursina ia terkejut, kaumnya telah tersesat. Mereka berpesta pora dan menyembah patung anak sapi yang terbuat dari emas.

Nabi Musa menegur saudaranya yaitu Nabi Harun yang telah dititipi agar menjaga umatnya. Nabi Harun berkata, bahwa ia telah memperingatkan mereka, namun mereka tidak memperdulikannya, Nabi Harun dianggap orang yang lemah. Ia telah bersusah payah melarang mereka menyembah patung anak sapi itu, tetapi mereka tidak mau mengindahkan nasehatnya, bahkan semakin keras tindakan Nabi Harun kepada mereka, makin keras pula perlawanan mereka, bahkan Nabi Harun diancam akan dibunuhnya.

Nabi Musa marah kepada kaumnya, “Alangkah buruknya perbuatan yang kalian lakukan sesudah kepergianku.” Lalu Nabi Musa meletakkan papan Taurat di atas tanah, dan bergegas mendatangi Nabi Harun. “Hai Harun apa yang menghalangi kamu ketika melihat mereka telah sesat, sehingga kamu tidak mengikuti aku?”

Nabi Harun menjawab, “Hai putra ibuku, janganlah engkau pegang jenggotku dan jangan pula kepalaku.”

Nabi Harun memberi pengertian kepada Nabi Musa bahwa ia sama sekali tidak bermaksud menentang perintahnya, dan tidak juga menunjukkan sikap merestui penyembahan patung anak sapi tersebut. Tetapi ia merasa khawatir, jika bani Israel ditinggalkannya, Nabi Musa akan bertanya kepadanya, mengapa mereka ditinggalkan, mengapa orang yang seharusnya bertanggung jawab justru meninggalkan mereka?

Di sisi lain, Nabi Harun juga khawatir, jika perbuatan bani Israel dihadapi dengan kekerasan, akan terjadi peperangan di antara mereka, dan Nabi Musa tentu akan bertanya, mengapa ia menciptakan perpecahan di antara mereka dan mengapa pula tidak menunggu kembalinya Nabi Musa?

Nabi Musa akhirnya menyadari bahwa Nabi Harun telah melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Ia meminta ampun kepada Allah SWT bagi dirinya dan juga saudaranya Nabi Harun.

Setelah diselidiki ternyata Samiri-lah orang yang mengajak mereka membuat patung anak sapi dan menyembahnya. Nabi Musa marah sekali. Samiri di usir, tidak boleh bergaul dengan masyarakat, sebab Samiri terkena kutukan, jika ia disentuh atau menyentuh manusia, maka badannya akan menjadi demam-panas, itulah siksa di dunia, adapun nanti di akherat akan dimasukkan ke dalam neraka.

Kemudian Nabi Musa memerintahkan kaumnya yang telah tersesat menyembah patung anak sapi itu supaya bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya tobat.

Tujuh puluh orang diantara kaumnya diajak ke gunung Thursina, mereka adalah orang-orang terbaik, diajak Nabi Musa untuk memohon ampun buat kaumnya yang berdosa.

Setibanya di atas gunung, datanglah awan tebal yang meliputi seluruh gunung. Nabi Musa dan kaumnya masuk ke dalam awan itu dan mereka segera bersujud. Selagi bersujud itu mereka mendengar percakapan Nabi Musa dengan Tuhannya. Pada saat itu timbullah keinginan di benak mereka untuk melihat Allah secara langsung.

Setelah Nabi Musa selesai bercakap-cakap dengan Allah, mereka berkata kepada Nabi Musa, “Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami dapat melihat Allah dengan jelas.”

Sebagai jawaban, kontan atas kelancangan mereka itu Allah mengirim Halilintar yang menyambar dan merenggut nyawa mereka sekaligus.

Nabi Musa sedih melihat nasib mereka itu. Mereka adalah orang-orang terbaik yang dikumpulkan dari kaumnya. Ia memohon kepada Allah agar mereka diampuni dosanya dan dihidupkan kembali.

Allah mengabulkan doanya. 70 orang yang sudah meninggal itu dihidupkan lagi. Nabi Musa kemudian menyuruh orang-orang itu bersumpah untuk berpegang teguh pada kitab Taurat sebagai pedoman hidup. Melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

* Kisah ini diadaptasi dari Kitab Qishashul Anbiya
Sumber:
http://www.sufiz.com/kisah-nabi/nabi-harun-as-dan-patung-anak-sapi.html

Abu Bakar dan Umar Saling Berbantah

dakwatuna.com - "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. Janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal-amal kamu dan kamu tidak menyadarinya.” (Al-Hujurat 1-2).

HARI itu seperti hari-hari yang lainnya juga. Yang tidak biasa hanyalah rencana kedatangan rombongan Bani Tamim kepada Rasulullah. Ada apakah? Itulah yang menjadi pertanyaan di benak Rasulullah. Tapi Rasulullah tetap saja berlaku tenang.

Dan, saat yang ditunggu-tunggu oleh Rasul pun datang. Kebiasaan Rasul memang selalu mengagungkan tamunya. Jika ia sudah mempunyai janji, maka akan ia dahulukan janji itu. Apalagi jika itu mengenai pertemuan yang sepertinya terasa penting ini.

Rasul mempersilakan mereka semua duduk dengan tertib. Tak satupun dari tamu itu yang ia lewatkan. Semuanya disalaminya dan mendapat senyuman yang paling lembut. Sahabat-sahabat yang lain sering merasa heran, bagaimana bisa Muhammad menghafal nama-nama orang di dekatnya satu per satu tanpa pernah sekalipun melupakannya? Jika sudah begini, masing-masing mereka selalu menganggap bahwa mereka adalah orang yang paling penting dalam kehidupan Rasul.

Ketika semua sudah duduk dan menyantap hidangan ala kadarnya yang dihidangkan oleh Rasulullah karena itulah yang dipunyainya, maka Rasulullah pun berkata, “Semoga Allah swt senantiasa memberkahi kita semua. Apakah maksud kedatangan kalian ini, wahai sahabat-sahabatku semua?”

“Kami semua baik-baik saja ya Rasulullah. Terima kasih telah menerima kami semua. Sesungguhnya kami sekarang ini sedang berada dalam keadaan yang sangat pelik. Kami membutuhkan bantuanmu sekali, jika engkau sekiranya tidak keberatan.”

Rasulullah mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia menunggu saja.

Salah seorang dari mereka bicara lagi, “Sesungguhnya kami ini hendak memilih pemimpin di antara kami….”

“Dan?” Rasulullah berkata ketika ia tidak melanjutkan bicaranya.

“Dan kami tidak punya pengetahuan yang sebagus engkau. Kami sebelumnya telah berselisih siapa kiranya yang akan dan harus jadi pemimpin kami……”

“Begitu ya….?”

Semua orang diam sekarang. Mereka menundukkan kepala mereka. Ada sejumput perasaan malu karena mereka telah melibatkan Rasul dalam urusan yang tampaknya tidak seberapa itu. Rasul masih terus mengangguk-angguk kepalanya. Beliau terdiam. Cukup lama.

Dan ketika Rasulullah hendak membuka mulut, tiba-tiba Abu bakar yang berada bersama rombongan berkata cukup keras, “Angkat Al-Qa’qa bin Ma’bad sebagai pemimpin!”

Semua kepala mendongak memandang Abu Bakar. Ada mata yang setuju namun ada juga yang kelihatannya menentang.

Umar yang juga datang bersama Abu Bakar berdiri, “Tidak, angkatlah Al-Aqra bin Habis.”

Kedua orang itu kini berdiri. Suasana tampak tegang. Rasulullah hanya diam saja. Apakah Abu Bakar dan Umar akan bertengkar?

Abu Bakar dengan sedikit mendelik berkata, “Kau hanya ingin membantah aku saja, hai Sahabatku!”

“Aku tidak bermaksud membantahmu!” jawab Umar.

Keduanya untuk beberapa saat masih saja saling berkata-kata sehingga suara mereka terdengar makin keras. Mereka tampaknya tidak peduli bahwa di situ ada orang lain. Tidak peduli bahwa di tempat itu pun ada Rasulullah, panutan mereka.

Waktu itu, turunlah ayat, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. Janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal-amal kamu dan kamu tidak menyadarinya.” (Al-hujurat: 1-2).

Setelah mendengar teguran itu langsung dari Allah, semua orang di situ tertegun. Sebaliknya Abu Bakar langsung menangis. Setelah ia meminta maaf kepada sahabatnya Umar, ia menghadap Rasulullah. “Ya Rasul Allah, demi Allah, sejak sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali seperti seorang saudara yang membisikkan rahasia.”

Rasulullah yang mendengar itu hanya mengelus-elus punggung Abu Bakar. Ia tersenyum kepadanya. Sedangkan Umar bin Khattab setelah itu berbicara kepada Nabi hanya dengan suara yang lembut. Bahkan kabarnya setelah peristiwa itu Umar banyak sekali bersedekah, karena takut amal yang lalu telah terhapus. Para sahabat Nabi takut akan terhapus amal mereka karena melanggar etiket berhadapan dengan Nabi.

Rasulullah bersyukur dalam hati mempunyai sahabat-sahabat yang hatinya begitu lembut. Memang, apalah yang lebih menyedihkan dan mengerikan daripada ditegur oleh Allah secara langsung? Itulah gunanya mempunyai sahabat yang bersedia selalu mengingatkan.

Oleh: Mochamad Bugi
Sumber :
http://www.dakwatuna.com/2008/abu-bakar-dan-umar-saling-berbantah/
http://pembinaanpribadi.blogspot.com/2011/10/abu-bakar-dan-umar-saling-berbantah.html

Thursday, October 20, 2011

Sedekah Menghilangkan Penyakitnya

Seorang wanita penderita ginjal sudah berulang-ulang memeriksakan dan mengobati sakit yang dideritanya. Ia pun mencari sekiranya ada orang yang mau mendonorkan ginjalnya dengan tebusan 20.000 riyal. Berita itu menarik perhatian seorang wanita. Ia datang ke rumah sakit dan menyetujui seluruh ketentuan yang diajukan kepadanya sebelum menjalani operasi.

Pada hari yang telah ditentukan, wanita yang sakit tersebut menemui sang pendonor. Wanita yang merelakan ginjalnya ditukar dengan 20.000 riyal itu ternyata sedang menangis pilu. Heran melihat keadaannya, wanita yang sakit itu pun bertanya, apakah wanita tersebut keberatan dengan kesepakatan awal mereka? Wanita pendonor tersebut menjawab, "Sebenarnya tidak ada yang mendorongku untuk mendonorkan ginjal selain kemiskinan yang menimpa diriku dan karena aku sangat membutuhkan uangnya." Lantas ia kembali menangis tersedu-sedu.

Wanita yang sedang sakit tersebut menenangkannya dengan mengatakan, "Silahkan engkau ambil uang ini, dan engkau pun tidak perlu mendonorkan ginjalmu padaku. Aku ikhlas."

Beberapa hari kemudian, wanita yang sakit tersebut kembali ke rumah sakit. Ketika tim dokter memeriksa penyakitnya, betapa terkejut mereka karena tidak mendapati sedikit pun bekas sakit pada ginjalnya.

Disadur dari buku "Sang Mahadekat" karya Dini Nuris Nuraini.

Tuesday, October 18, 2011

Yusuf Motloung: Berawal dari Lembaran Brosur di Tempat Pembuangan

Meski latar belakang pendidikan Ntsane Motloung adalah Studi Alkitab dan pendidikan keagamaan, ia merasa kecewa karena isi Alkitab tidak menjawab banyak pertanyaan di kepalanya. Untuk bertanya pada gurunya pun percuma, karena agama Kristen menolak "pemikiran kritis" penganutnya. Buku-buku teks yang dibacanya pun tidak memberikan jawaban yang memuaskan.

Di tengah kegamangannya itu, Motloung mulai mencari informasi tentang agama secara umum. Ketika hampir putus asa mencari informasi yang diinginkannya, ia menemukan sebuah brosur bertajuk "Is Bible God's Word?' yang diterbutkan oleh Islamic Propagation Center International (IPCI) Durban.

Motloung tertarik dengan isi brosur itu dan akhirnya berkorespondensi dengan IPCI Durban. "Meski beberapa halaman dalam brosur yang saya temukan hilang, saya masih bisa mengakses dua hal penting; alamat IPCI Durban dan beberapa informasi di halaman brosur yang masih tersisa menginspirasi saya dan membuat saya ingin bertanya lebih banyak lagi," kata Motloung.

Moutlong makin bersemangat untuk menanyakan banyak hal ke IPCI Durban, setelah ketua misionarisnya menemukan brosur itu --ketika itu Motloung sudah bertugas mengajar agama Kristen di sekolah milik pemerintah sebagai salah satu mata kuliah wajib yang harus diambilnya-- dan sangat marah pada Motloung begitu tahu isi brosur tersebut, apalagi ia adalah bakal menjadi seorang guru agama Kristen.

Sang ketua misionarisnya dengan nada marah malah mengatakan pada Motloung bahwa Islam adalah agama yang musyrik karena para penganutnya menyembah berhala bernama "Allah" dan Nabi Muhammad (Saw.) Namun Motloung mengabaikan perkataan itu. Ia malah berkorespondensi dengan IPCI Durban dan meminta dikirimi brosur lebih banyak lagi. Dari korespondensi dan brosur-brosur dakwah yang dikirim IPCI Durban itulah Motloung mengenal agama Islam.

"Saya pertama kali tahu banyak tentang agama Islam lewat brosur IPCI yang saya pungut dari tumpukan bacaan di sebuah tempat pembuangan. Saya menemukan brosur itu di saat saya benar-benar putus asa mencari sumber informasi untuk mencari tahu lebih banyak tentang agama secara umum.

Namun ada cerita lain yang akhirnya membuat Motloung memutuskan masuk Islam, meninggalkan agama Kristen Lutheran yang dianutnya, serta pekerjaannya sebagai guru agama di sekolah minggu.

"Saya memutuskan masuk Islam setelah seorang muslim menyarankannya untuk menjadi seorang muslim. Waktu itu, saya kebetulan menumpang mobil muslim itu ketika akan berkunjung ke salah satu guru saya pada tahun 1986. Saya tidak langsung mengiyakannya, karena tidak ada seorang muslim pun di kota kami yang bisa menjadi tempat buat saya belajar dan menjalankan kewajiban-kewajiban saya sebagai muslim," ungkap Motloung.

Selama tiga tahun --dari 1986 sampai 1989-- Motloung hanya bisa membayangkan bahagianya menjadi seorang muslim. Keinginannya untuk mengucap dua kalimat syahadat tercapai pada tahun 1989, dan ia menambahkan nama islami Yusuf di depan namanya.

Sampai tahun 1992, Yusuf Ntsane Motloung belajar Islam pada organisasi Gerakan Dakwah di Durban dan sampai sekarang aktif berdakwah di pusat-pusat dakwah Gerakan itu, yang ada di sekitar Durban. (kw/TTT)

http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/yusuf-ntsane-motloung-berawal-dari-lembaran-brosur-di-tempat-pembuangan.htm

Thursday, October 13, 2011

Kisah Ibu Janda Yang Bersedekah Rp. 1 Juta

Seorang ibu berusia 59 tahun bernama Hastuti di Jati Asih Bekasi saat itu sedang gamang. Ia tengah berdiri di sebuah konter bank setelah menarik dana sebesar 1 juta rupiah dari Teller. Rasa sedih menghinggapinya lagi. Hampir saja ia menangis meratapi jumlah saldo tabungannya yang kini tersisa 7 juta sekian.

Bukan masalah duit yang tersisa yang sebenarnya yang membuat ia hampir menangis. Namun, sungguh saldo itu semakin jauh saja dari Biaya Setoran Haji yang berjumlah 28 juta.

Sudah berkali-kali ia mencoba menyisihkan uang yang ia miliki untuk dapat berhaji. Namun sudah berulang kali angka saldo itu tidak pernah lebih dari Rp 8 juta. Setiap kali sampai angka tersebut, selalu ada saja keperluan mendesak yang harus ia tutupi. Jadi, saldo di tabungan bukannya makin bertambah, yang ada selalu kurang dan berkurang. Semalam Hastuti tak kuasa menahan gundahnya. Ia laporkan kegalauannya kepada Tuhan Yang Maha Mendengar dalam doa & munajat.

Seolah mendapat ilham dari Allah, paginya ia menarik dana sebesar 1 juta. Kali ini dana yang ia tarik bukan untuk keperluannya pribadi, namun uang sejumlah itu akan ia infakkan kepada anak-anak yatim yang berada di lingkungannya.

Sejak pagi, ibu Hastuti sudah keluar dari rumah. Menjelang sore, baru ia kembali setelah mengambil uang di bank dan kemudian membagikannya kepada anak-anak yatim di sekitar.

Ia tiba di rumah pada pukul setengah empat sore. Ia langsung menuju kamar. Usai ganti baju dan shalat Ashar, ia panggil pembantunya yang bernama Ijah untuk membuatkan secangkir teh.

Ijah pun datang dan membawakan teh untuk sang Majikan. Dalam rumah seluas 200 meter itu, hanya mereka berdua yang mendiami. Ibu Hastuti adalah seorang perempuan yang sudah belasan tahun menjanda. Ia memilik 3 orang putra dan 2 putri. Kini semuanya telah berkeluarga dan meninggalkan rumah. Ibu Hastuti tinggal sendiri bersama Ijah dalam masa tuanya. Hal ini mungkin adalah sebuah potret lumrah masyarakat modern Indonesia zaman sekarang.

Saat Ijah datang membawa teh pesanan majikannya. Setelah meletakkan cangkir teh di meja, Ijah mendekat ke arah majikannya untuk memyampaikan sebuah berita.

"Bu..., tadi saat ibu pergi, den Bagus datang kira-kira jam 9. Ia tadinya mencari ibu, tapi karena ibu gak ada di rumah, ia nulis surat dan nitipkan sebuah amplop cokelat."

Ibu Hastuti pun kemudian mengatakan, "Oalah... Kok nggak bilang-bilang kalau mau datang. Aku khan juga kangen. Sudah lama gak ketemu. Ayo, mana Jah suratnya. Mungkin dia juga kesel sudah datang jauh-jauh tapi gak ketemu dengan bundanya."

Ijah pun masuk kembali untuk mengambil surat den Bagus dan amplop yang dititipkan. Amplop cokelat itu seperti berisikan sejumlah uang. Bentuknya pun tebal. Apalagi dalam amplop tersebut bertuliskan logo sebuah bank. Namun hasrat untuk membuka amplop itupun ditahan oleh Bu Hastuti. Tangannya kemudian bergerak ke selembar kertas yang disebut sebagai surat oleh Ijah.

Bu Hastuti mulai membacanya. Diawali dengan basmalah dan salam, surat itu dibuka. Tak lupa ucapan dan doa kesehatan untuk bunda dari anak-anaknya.

Tak lebih dari 2 menit, surat itu telah selesai dibaca oleh ibu Hastuti. Namun dalam masa yang singkat itu, air mata membanjiri kedua matanya, mengalir deras menetesi pipi dan beberapa bulir terlihat jatuh di surat yang ia pegang. Kemudian ia pun mengintip uang yang berada dalam amplop cokelat itu. Kemudian ia berucap kata "Subhanallah!" berulang-ulang seraya memanjatkan rasa syukur yang mendalam kepada Tuhan atas anugerah yang tiada terkira.

Seusai mengontrol hatinya, ia segera menelpon Bagus, anak pertamanya. Saat nada sambung terdengar, ia menarik nafas yang dalam. Begitu tersambung, bu Hastuti langsung mengucapkan salam dan mengatakan,

"Terima kasih ya Nak... Subhanallah, padahal baru semalam ibu berdoa mengadu kepada Allah kepingin berhaji, tapi ibu malu mau cerita kepada kalian semua. Takut ngerepotin... Eh, kok malah pagi-pagi kalian semua sudah nganterin duit sebanyak itu. Makasih ya, Nak... Nanti ibu juga mau telponin adik-adikmu yang lain. Semoga murah rezeki dan tambah berkah!"

Di seberang sana, Bagus putra pertamanya berkata, "Sama-sama bu... Itu hanya kebetulan kok. Beberapa hari lalu, saya ajak adik-adik untuk rembugan supaya dapat menghajikan ibu. Kebetulan kami semua lagi diberi kelapangan, maka Alhamdulillah uang itu dapat terkumpul. Mudah-mudahan ibu bisa berhaji selekas mungkin...."

Nada suara Bagus terdengar ceria oleh ibunya. Seceria hati Hastuti kini. Sudah lama ia bersabar untuk dapat berhaji ke Baitullah.

Alhamdulillah setelah penantian sekian lama, Allah lapangkan jalan bu Hastuti untuk datang ke rumah-Nya dengan begitu mudah. Dengan dana Rp 30 juta dari anak-anaknya, niat untuk berhaji pun ia wujudkan pada tahun 2004. Walillahil Hamd!

"Sungguh dalam setiap kesulitan ada kemudahan. Sungguh dalam setiap kesulitan, ada kemudahan!" (QS: Al - Insyirah [94] : 5-6)

Salam
Bobby Herwibowo
Sumber : http://al-kauny.com/index.php?option=com_k2&view=item&id=389:kisah-ibu-janda-yang-bersedekah-rp-1-juta&Itemid=152

Tuesday, October 11, 2011

Yohanes Paulus, Mualafnya Seorang Anti Islam

Hari ini gw mendengar 2 kali kisah mualaf di fajri FM tentang seorang yang dulunya Anti Islam bernama Yohanes Paulus (Bambang Sukamto) yang kisah mualafnya mirip dengan Salman al farisi yaitu mendapat tantangan dari Ibu kandungnya..Inspiratif menurut gw, coba simak :

NAMA saya Yohanes Paulus. Saya lahir di Yogyakarta. Tepatnya pada 26 September 1944. Saya berasal dari keluarga yang beragama Kristen Katolik. Keluarga saya sangat dikenal sebagai penganut Kristen yang taat dan fanatik. Ayah saya, Laksamana Pertama (Purn.) R.M.B. Suparto dan ibu saya, Maria Agustine Kamtinah. (Red : Dr. H. Bambang Sukamto, saat ini aktif di kegiatan sosial Harian Republika / Dompet Dhuafa Republika dan Ketua Yayasan Masjid Namira (Al Manthiq) Jl Tebet Barat Dalam V Jakarta Selatan, yang secara khusus melakukan pembinaan kepada para mualaf)

Latar belakang pendidikan saya adalah pendidikan yang berbasis agama Kristen Katolik, baik itu pendidikan formal maupun pendidikan di lingkungan keluarga. Sejak kecil saya sudah dididik menjadi penganut agama yang fanatik. Oleh orang tua, saya disekolahkan di sekolah Kristen. Mereka memasukkan saya ke Taman Kanak-kanak Santa Maria Yogya. Kemudian dilanjutkan pada Sekolah Dasar Kanisius Yogya. Lalu dimasukkan ke sekolah menengah pertama hingga menengah atas di sekolah Kanisius Jakarta.

Untuk lebih memantapkan agama dalam diri saya, pada umur 12 tahun saya dipermandikan atau dibaptis. Oleh gereja, saya diberi nama Yohanes. Pada umur 17 tahun, saya pun mendapat nama tambahan lagi yakni Paulus. Nama itu d iberikan setelah saya mengikuti upacara sakramen penguatan yang dilakukan oleh pihak gereja. Jadi, sekarang nama Kristen saya adalah Yohanes Paulus. Nama ini menggantikan nama pemberian orang tua saya, yaitu Bambang Sukamto.

Anti Islam

Karena latar belakang pendidikan dan pergaulan selalu dalam lingkaran agama Kristen Katolik, maka sejak kecil saya selalu diberi pandangan bahwa agama Islam itu agama yang sesat. Orang-orang Islam itu adalah domba-domba yang perlu diselamatkan. Setiap kali mendengar suara mereka mengaji, selalu saya anggap mereka sedang memanggil setan.

Begitu pun setiap saya melihat mereka shalat, saya beranggapan mereka sedang menyembah iblis. Perasaan anti Islam terasa begitu kuatdalam diri saya, sehingga saya berniat untuk menyerang teman-teman yang beragama Islam. Kepada mereka, saya selalu mempromosikan bahwa agama sayalah yang paling benar.

Setelah lulus sekolah lanjutan atas, saya melanjutkan studi ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Di lingkungan kampus ini saya kembali bergabung dalam kelompok aktivis gereja. Dalam kelompok ini saya juga bergabung dalam sebuah kelompok yang sangat militan. Dalam kelompok militan ini saya berjuang sebagai prajurit Perang Salib yang bertujuan menghadapi syiar agama Islam di Indonesia.

Setelah bergabung dalam kelompok ini, saya semakin yakin bahwa umat Islam yang mayoritas ini merupakan domba-domba yang harus diselamatkan. Saya akan menyelamatkan dan mengajak mereka untuk ikut dalam ajaran Yesus Kristus, khususnya masuk dalam agama Kristen Katolik.

Dalam studi kedokteran ini, saya juga bergabung dalam sebuah kelompok studi. Kelompok ini beranggotakan empat orang mahasiswa. Tiga orang teman saya beragama Islam, sedangkan yang Kristen cuma saya. Kami selalu belajar bersama di rumah saya. Bila tiba waktu shalat, mereka pamit sebentar untuk shalat berjamaah. Usai shalat, mereka saya ajak untuk berdiskusi mengenai masalah agama.

Dalam diskusi itu, saya mulai menyerang mereka. Saya selalu mendiskreditkan agama mereka. Misalnya, mengapa shalat itu harus menghadap kiblat dan harus berbahasa Arab dalam membacanya. Saya katakan pada mereka, kalau begitu Tuhan kalian tidak sempurna, karena hanya ada di Arab.

Setelah itu, saya membandingkan dengan Tuhan agama saya yang ada di mana-mana. Mendapat serangan itu, teman-teman saya tenang saja. Mereka menjawab bahwa di mana pun berada, orang Islam dapat shalat berjamaah dan selalu sama bahasanya dalam beribadah. Ini menunjukkan bahwa agama Islam itu agama yang benar dan universal (untuk semua manusia). Mereka malah balik bertanya, mengapa orang Kristen itu kalau bangun gereja tidak satu arah? Malah terkesan berantakan ke segala arah? Itu, kata mereka, menunjukkan bahwa Tuhan saya akan bingung ke mana harus berpaling.

Mereka juga mengatakan, bahasa agama saya itu tidak sama, bergantung wilayah. Jadi, kesimpulannya, mereka mengatakan bahwa agama saya itu hanya agama lokal. Saya kaget dan tersentak mendengar jawaban itu. Ternyata mereka pandai-pandai, tidak seperti dugaan saya selama ini.

Masuk Islam

Saat duduk di tingkat IV FKUI, saya menjalin hubungan dengan gadis muslimah. Gadis itu ingin serius kalau saya sudah beragama Islam. Tawaran ini tidak saya penuhi, karena sikap anti-Islam saya kala itu sangat kuat. Akhirnya kami putus. Sikap keras gadis ini membuat saya penasaran. Mengapa gadis itu tidak goyah keyakinannya? Rasa penasaran ini mendorong saya untuk banyak membaca dan mempelajari Islam.

Saya coba melahap buku-buku Islam, seperti Akidah dan Tauhid Islam, Api Islam, Soal Jawab tentang Islam, dan Islam Jalan Lurus. Untuk hal yang tidak jelas, saya sering bertanya kepada teman teman. Saya juga sering menghadiri kuliah dan diskusi agama Islam.

Dari sinilah, tanpa saya sadari, muncul ketertarikan terhadap Islam. Saya begitu kagum dan hormat kepada pribadi Nabi Muhammad saw yang telah membawa dan memperjuangkan agama agung dan mulia ini. Dari sini pula, saya dapat memperoleh jawaban dari berbagai persoalan yang selama ini menjadi ganjalan dalam agama saya. Saya mulai percaya, Islam adalah agama yang rasional, mengajarkan disiplin, bersifat sosial, dan menjunjung tinggi kesusilaan.

Pengalaman seperti ini membuat keimanan saya goyah. Saya sering lupa pergi ke gereja. Saya sering terbangun jika mendengar azan subuh. Saya sering mendengar suara yang memanggil untuk beriman secara benar. Dalam hati, saya ingin meniatkan untuk masuk agama Islam. Tapi, saya belum beraru mengutarakannya kepada keluarga dan teman-teman seagama.

Tahun 1971, keinginan untuk masuk Islam semakin kuat. Teman-teman kuliah dulu mendukung keinginan itu. Akhirnya pada bulan Ramadhan tahun itu juga, saya berikrar menjadi seorang muslim. Di bawah bimbingan cendekiawan muslim Doktor Nurcholish Madjid, saya mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat di rumah Bapak Syaaf di Kramat Kwitang.

Rasa haru dan gembira pada saat itu tidak terlupakan. Teman-teman menyambut baik keislaman saya itu. Saya merasakan betapa sejuk dan nikmatnya persaudaraan Islam ini. Nama baptis dan sakremen, Yohanes Paulus, segera saya ganti dengan nama pemberian orang tua saya semula, yakni Bambang Sukamto.

Keislaman saya ini mendapat tantangan dari keluarga dan teman-teman gereja. Mereka menyindir, mencela, dan bahkan menuduh saya sesat. Mereka juga berusaha untuk menarik saya kembali ke agama lama. Yang paling berat adalah tantangan dari ibu kandung saya. Saya dimarahi dan dicaci maki habis-habisan, karena dianggap telah berkhianat. Ibu juga mengancam akan bunuh diri jika saya tidak kembali ke agama Kristen. Tantangan ini saya hadapi dengan sabar dan tabah.

Lama-kelamaan tantangan ibu saya itu reda juga. Akhirnya, saya dapat menjalankan ibadah ini dengan baik dan tenang. Saya banyak belajar tentang Islam. Alhamdulillah, pada tahun 1991, saya bersama istri dapat menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Dan untuk membantu para mualaf dalam mempelajari Islam, saya bersama teman-teman mendirikan sebuah pengajian/majelis taklim Al-Mantiq. (Maulana/Albaz)


Inspiratif ya?
Tulisan ini gw kopas dari mualaf center OL. Bagaimana mukmin selalu mendapat cobaan
Semoga kita semua masup dalam golongan yang diselamatkan Alloh SWt
Amin ya Alloh

wallahualam bissawab
http://andreiarshavine.multiply.com/journal/item/127?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem#

Tunda Duniamu, Segerakan Akhiratmu

dakwatuna.com - “Yah, aku boleh nanya nda?” tanya seorang anak pada ayahnya. Saat itu mereka baru saja shalat Ashar di mushalla salah satu tempat wisata.

Sang Ayah tersenyum. Ada yang tak biasa dengan putrinya.” Kamu itu lho! Beli jajan nda pakai ijin Ayah dulu, giliran nanya pakai minta ijin segala. Mau tanya apa?”

“Tapi Ayah janji, nda boleh marah ya?” sang bocah berusaha mensejajarkan langkahnya.

“Insya Allah. Ayo, mau tanya apa?”

“Ayah kalau nolong orang suka pilih-pilih, ya?” tanya sang anak, ragu-ragu.

Sang ayah menghentikan langkahnya, terkejut.” Maksudnya?”

“Iya, suka mbeda-bedain!” jawab sang anak santai.”Buktinya tadi waktu ada ibu-ibu mau pinjam mukena, Ayah nyuruh aku shalat dulu, baru meminjamkan mukenaku.”

“Oh, itu!”

“Tadi siang, waktu aku antri di kamar mandi, Ayah minta aku ngalah, memberikan antrianku pada mbak-mbak yang pakai baju biru. Mentang-mentang dia lebih muda dan cantik ya, Yah?”

“Astaghfirullah! Bukan begitu, anakku!”

“Lalu?”

“Begini. Ayah menyuruhmu mengalah saat antri di depan kamar mandi karena Ayah melihat orang itu sudah sangat kepayahan menahan sakit perutnya. Ayah tidak memperhatikan usia ataupun wajahnya, tapi Ayah bisa merasakan kecemasannya. Sejak datang, ia sudah memegangi perutnya. Ayah khawatir, jika kamu tidak memberikan antrianmu, dia tak bisa lagi menahan. Kalau itu sampai terjadi, apa kamu tega? Sementara kamu masih bisa menahan untuk berkemih.”

“Ibu-ibu yang di mushalla? Apa tidak lebih baik jika aku meminjamkan mukena padanya dulu. Pahalaku kan jadi berlipat ganda!”

“Anakku, jika aku menyuruhmu shalat dulu baru meminjamkan mukenamu, sungguh bukan karena yang meminjam adalah seorang ibu-ibu. Bukan! Bukan itu. Ketahuilah, anakku. Sama-sama menolong, tapi untuk urusan dunia berbeda dengan urusan akhirat, atau ibadah. Untuk urusan dunia, kita dianjurkan mengutamakan kepentingan orang lain, kepentingan umum bahkan di atas kepentingan pribadi. Tapi untuk urusan ibadah, jika tidak bisa dilakukan bersama-sama, karena tidak membawa mukena seperti yang terjadi pada ibu tadi misalnya, tunaikan kewajiban sendiri dulu, baru orang lain.”

“Kok, begitu?”

“Begini, seumpama kamu diberi pilihan, siapakah yang akan memasuki pintu syurga pertama kali, apakah kamu akan memberikan kesempatan itu pada orang lain?”

“Tidak! Aku dulu”

“Nah, begitulah gambarannya. Ini bukan akal-akalan Ayah, ini yang Rasulullah contohkan. Untuk urusan ibadah, jika tidak bisa bersama-sama, kita utamakan diri sendiri dulu. Bukan egois, bukan pula tidak peduli dengan orang lain, tapi agar kita selalu bersegera melakukan kebaikan (ibadah). Bisa dimengerti?”

Sang anak hanya mengangguk.

“Masih menuduh Ayah pilih-pilih?”

Sang anak hanya menggeleng, tersipu malu.

“Untuk urusan dunia, kau boleh menunda keperluanmu, tapi untuk urusan ibadah, jangan tunda waktumu!”

Oleh: Abi Sabila
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/10/15192/tunda-duniamu-segerakan-akhiratmu/#ixzz1aStYRlYS

Muhammad Syafii Antonio, MSc. (d/h Nio Cwan Chung)

Saya lahir di Sukabumi, Jawa Barat, 12 mei 1965. Nama asli saya Nio Cwan Chung. Saya adalah WNI keturunan Tionghoa. Sejak kecil saya mengenal dan menganut ajaran Konghucu, karena ayah saya seorang pendeta Konghucu. Selain mengenal ajaran Konghucu, saya juga mengenal ajaran Islam melalui pergaulan di lingkungan rumah dan sekolah. Saya sering memperhatikan cara-cara ibadah orang-orang muslim. Kerena terlalu sering memperhatikan tanpa sadar saya diam-diam suka melakukan shalat. Kegiatan ibadah orang lain ini saya lakukan walaupun saya belum mengikrarkan diri menjadi seorang muslim.

Kehidupan keluarga saya sangat memberikan kebebasan dalam memilih agama, sehingga saya memilih agama Kristen Protestan menjadi agama saya. Setelah itu saya berganti nama menjadi Pilot Sagaran Antonio. Kepindahan saya ke agama Kristen Protestan tidak membuat ayah saya marah. Ayah akan sangat kecewa jika saya sekeluarga memilih Islam sebagai agama.

Sikap ayah saya ini berangkat dari image gambaran buruk terhadap pemeluk Islam. Ayah saya sebenarnya melihat ajaran Islam itu bagus. Apalagi dilihat dari sisi Al Qur’an dan hadits. Tapi, ayah saya sangat heran pada pemeluknya yang tidak mencerminkan kesempurnaan ajaran agamanya.

Gambaran buruk tentang kaum muslimin itu menurut ayah saya terlihat dari banyaknya umat Islam yang berada dalam kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan. Bahkan, sampai mencuri sandal di mushola pun dilakukan oleh umat Islam sendiri. Jadi keindahan dan kebagusan ajaran Islam dinodai oleh prilaku umatnya yang kurang baik.

Kendati demikian buruknya citra kaum muslimin di mata ayah, tak membuat saya kendur untuk mengetahui lebih jauh tentang agama islam. Untuk mengetahui agama Islam, saya mencoba mengkaji Islam secara komparatif (perbandingan) dengan agama-agama lain. Dalam melakukan studi perbandingan ini saya menggunakan tiga pendekatan, yakni pendekatan sejarah, pendekatan alamiah, dan pendekatan nalar rasio biasa. Sengaja saya tidak menggunakan pendekatan kitab-kitab suci agar dapat secara obyektif mengetahui hasilnya.

Berdasarkan tiga pendekatan itu, saya melihat Islam benar-benar agama yang mudah dipahami ketimbang agama-agama lain. Dalam Islam saya temukan bahwa semua rasul yang diutus Tuhan ke muka bumi mengajarkan risalah yang satu, yaitu Tauhid. Selain itu, saya sangat tertarik pada kitab suci umat Islam, yaitu Al-Qur’an. Kitab suci ini penuh dengan kemukjizatan, baik ditinjau dari sisi bahasa, tatanan kata, isi, berita, keteraturan sastra, data-data ilmiah, dan berbagai aspek lainnya.

Ajaran Islam juga memiliki system nilai yang sangat lengkap dan komprehensif, meliputi system tatanan akidah, kepercayaan, dan tidak perlu perantara dalam beribadah. Dibanding agama lain, ibadah dalam islam diartikan secara universal. Artinya, semua yang dilakukan baik ritual, rumah tangga, ekonomi, sosial, maupun budaya, selama tidak menyimpang dan untuk meninggikan siar Allah, nilainya adalah ibadah. Selain itu, dibanding agama lain, terbukti tidak ada agama yang memiliki system selengkap agama Islam. Hasil dari studi banding inilah yang memantapkan hati saya untuk segera memutuskan bahwa Islam adalah agama yang dapat menjawab persoalan hidup.

Masuk Islam

Setelah melakukan perenungan untuk memantapkan hati, maka di saat saya berusia 17 tahun dan masih duduk di bangku SMA, saya putuskan untuk memeluk agama Islam. Oleh K.H. Abdullah bin Nuh al-Ghazali saya dibimbing untuk mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat pada tahun 1984. Nama saya kemudian diganti menjadi Syafii Antonio.

Keputusan yang saya ambil untuk menjadi pengikut Nabi Muhammad saw. Ternyata mendapat tantangan dari pihak keluarga. Saya dikucilkan dan diusir dari rumah. Jika saya pulang, pintu selalu tertutup dan terkunci. Bahkan pada waktu shalat, kain sarung saya sering diludahi. Perlakuan keluarga terhadap diri saya tak saya hadapi dengan wajah marah, tapi dengan kesabaran dan perilaku yang santun. Ini sudah konsekuensi dari keputusan yang saya ambil.

Alhamdulillah,perlakuan dan sikap saya terhadap mereka membuahkan hasil. Tak lama kemudian mama menyusul jejak saya menjadi pengikut Nabi Muhammad saw. Setelah mengikrarkan diri, saya terus mempelajari Islam, mulai dari membaca buku, diskusi, dan sebagainya. Kemudian saya mempelajari bahasa Arab di Pesantren an-Nidzom, Sukabumi, di bawah pimpinan K.H. Abdullah Muchtar.

Lulus SMA saya melanjutkan ke ITB dan IKIP, tapi kemudian pindah ke IAIN Syarif Hidayatullah. Itupun tidak lama, kemudian saya melanjutkan sekolah ke University of yourdan (Yordania). Selesai studi S1 saya melanjutkan program S2 di international Islamic University (IIU) di Malaysia, khusus mempelajari ekonomi Islam.

Selesai studi, saya bekerja dan mengajar pada beberapa universitas. Segala aktivitas saya sengaja saya arahkan pada bidang agama. Untuk membantu saudara-saudara muslim Tionghoa, Saya aktif pada Yayasan Haji Karim Oei. Di yayasan inilah para mualaf mendapat informasi dan pembinaan. Mulai dari bimbingan shalat, membaca Al-Qur’an, diskusi, ceramah, dan kajian Islam, hingga informasi mengenai agama Islam. (Hamzah, mualaf.com)

Redaksi : Saat ini M Syafii Antonio aktif diberbagai Lembaga Keuangan Islam/Syariah baik Bank maupun Non Bank, dan membina berbagai pendidikan syariah

Dr. Muhammad Syafii Antonio, MSc
- Doktor Banking & Micro Finance, University of Melbourne, 2004
- Master of Economic, International Islamic University, Malayasia, 1992
- Sarjana Syariah, University of Jordan, 1990
- Komite Ahli Pengembangan Perbankan Syariah pada Bank Indonesia
- Dewan Komisaris Bank Syariah Mega Indonesia
- Dewan Syariah BSM
- Dewan Syariah Takaful
- Dewan Syariah PNM
- Dewan Syariah Nasional, MUI

Perbankan dan Syariah serta Pesantren

Muhammad Syafii Antonio adalah seorang alumni pesantren yang tercebur ke dunia perbankan. Masuk pesantren dengan alasan ingin mendalami Islam sebagai agama yang baru dianutnya, Syafii menapak sukses hingga menjadi pakar ekonomi syariah nasional saat ini.

Ia memulai pendidikan pesantrennya pada 1985, ketika lulus dari SMU. Ia masuk pesantren tradisional An-Nizham, Sukabumi. Alasannya ketika itu ingin mendalami ilmu keislaman secara utuh. “Jika ingin menjadi muslim yang komprehensif, pesantren adalah tempat yang ideal.”

Tiga tahun di pesantren, ia melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ia mendaftar ke ITB, IKIP, dan IAIN. Meski diterima, karena ia ingin lebih besar untuk mempelajari Islam, Syafii memilih belajar ke luar negeri. Lewat Muhammadiyah, ia mendapat kesempatan belajar di Yordania untuk studi Islam bidang syariah.

Di saat yang sama ia juga mengambil kuliah ekonomi. Lalu ia melanjutkan ke Al-Azhar untuk memperdalam studi Islam. Perjalanan hidupnya berbelok ketika ia batal melanjutkan ke Manchester University karena Perang Teluk. Akhirnya, ia mendaftar ke International Islamic University Malaysia. Ia mengambil studi Banking and Finance dan selesai pada 1992.

Syafii berkecimpung di perbankan syariah mulai tahun itu juga saat ia bertemu delegasi Indonesia yang akan mendirikan bank syariah setelah melihat contoh bank syariah di Malaysia.

Kembali ke Indonesia, ia bergabung dengan Bank Muamalat, bank dengan sistem syariah pertama di Indonesia. Dua tahun setelah itu, ia mendirikan Asuransi Takaful, lalu berturut-turut reksa dana syariah. Empat tahun membesarkan Bank Muamalat, ia mundur dan mendirikan Tazkia Group yang memiliki beberapa unit usaha dengan mengembangkan bisnis dan ekonomi syariah.

Sebagai alumni pesantren, Syafii mengungkapkan ketidakyakinannya bahwa kurikulum pesantren bisa menghasilkan seseorang dengan mental teroris. “Apalagi pesantren tradisional atau salafi,” katanya. Pada pesantren ini, tuntutan untuk tasawufnya cukup tinggi sehingga mereka menekankan pada akhlak dan etika. “Bahkan saya melihat beberapa pesantren bisa terjerumus pada zuhud yang negatif dan sangat berseberangan dengan apa yang saya dorong sekarang,” katanya.

Begitu pula di beberapa pesantren modern dan progresif seperti Gontor, Darunnajah, dan lain-lain, pendekatan metode belajarnya sudah diperbarui. “Santrinya sudah menggunakan dua bahasa asing dan tidak terlalu terikat pada mazhab tertentu dari sisi fiqih dan akidah.”

Kemudian ada jenis pesantren lainnya, yaitu yang mencoba tidak hanya berkutat pada aspek teologi dan teori, tapi mungkin mereka mencoba untuk merespons tantangan modernisasi dan westernisasi sebagai realisasi amar ma’ruf nahi munkar. “Kalau yang terakhir ini yang dikembangkan beberapa pesantren di Indonesia, tanpa saya berhak menyebut nama, mungkin itu bisa jadi yang paling dekat pada pergerakan-pergerakan yang lebih progresif,” katanya. Toh, kalau pun ada tersangka teroris, itu tak bisa disebut mewakili pesantren dan ajaran Islam.

Sebagai alumni pesantren, Syafii juga memiliki kritik terhadap pendidikan pesantren saat ini. “Saya lihat kurikulumnya harus ditinjau ulang,” katanya. Ia mencontohkan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren. “Konteks dan contohnya sudah sangat klasik dan belum tentu selesai dipelajari dalam dua-tiga tahun,” katanya. Ia mengimbau agar kurikulum pesantren memadatkan apa saja yang harus dipelajari santri. “Ada target yang harus dirancang untuk santri,” katanya.

Selain itu, gaya belajar pesantren juga masih terpusat pada satu-dua kiai. “Tak ada regenerasi dan tentu sangat berat bagi para kiai itu untuk mengajar sekian banyak santri,” katanya. Karenanya, tak heran jika terdapat jarak yang jauh dalam penguasaan ilmu antara kiai dan asistennya.

Syafii melihat para kiai ilmunya sangat banyak dan ikhlas, tapi kurang responsnya terhadap masalah-masalah sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan. Dalam media apa pun, tulisan kiai sangat jarang sekali. Ketika muncul pemikiran frontal, mereka cenderung reaktif, bukan proaktif. “Seharusnya jika ada ide-ide jernih langsung dituliskan dan disampaikan ke masyarakat,” katanya. (dari berbagai sumber)

http://indrawidjaja.wordpress.com/2008/11/21/muhammad-syafii-antonio-msc-dh-nio-cwan-chung/

Pendeta Hindu: "Saya Rela Melepas Kenyamanan Hidup Demi Islam"

"Ini adalah nikmat Allah yang tiada tara. Dia telah melimpahkan kekayaan yang tak ternilai harganya pada saya, sebuah agama yang benar, yaitu Islam. Saya merasa menjadi orang yang paling beruntung dan paling sukses di dunia," demikian ungkapan Dr. Saroopji Maharaj saat ditanya bagaimana perasaannya setelah masuk Islam.

Dr. Maharaj adalah seorang tokoh Hindu terkemuka di Achariya Mahant, India. Ia beserta istri dan anak perempuannya masuk Islam pada bulan Ramadhan tahun 1986 di kota Bhopal, India. Setelah menjadi muslim, Maharaj menggunakan nama islami Islamul Haq.

"Setelah bersyahadat dan menjadi seorang muslim, saya merasa menemukan kehidupan yang lebih terarah dan terlepas dari liarnya kehidupan duniawi selama ini," ujarnya.

Tokoh terpandang, kaya dan berpendidikan di lingkungannya ini mengaku masuk Islam atas kemauan sendiri, setelah melakukan pencarian dan mempelajari beragam ajaran agama. Dalam pencariannya itu, Dr Maharaj akhirnya menemukan kebenaran Islam dan ia ingin menjadikan dirinya contoh untuk menolak pandangan masyarakat dunia yang selama ini menuding Islam disebarluaskan dengan kekerasan, dengan pedang.

Dr. Maharaj lahir dan dibesarkan di tengah keluarga Hindu yang taat. Ia sendiri pernah bekerja sebagai pendeta agama Hindu di beberapa institusi agama Hindu di India. Tugasnya, selain menyebarkan ajaran Hindu, mendata dan melatih para siswa calon pendeta.

Sebagai seorang doktor di bidang ilmu agama dan orientalisme, Dr Maharaj pernah diundang Paus Santo Paulus VI berkunjung ke Vatikan. Dalam kunjungannya, ia mengaku mendapat tekanan kuat agar ia mau menerima ajaran Katolik. Ia diminta untuk memberikan ceramah dengan tujuh topik berbeda. Namun ia berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik. Paus memberikan penilaian terbaik atas topik kekristenan yang dipaparkan Maharaj, dan untuk itu ia diberi penghargaan kehormatan berupa pengakuan sebagai warga kota Vatikan.

"Meski demikian, saya sama sekali tidak tertarik dengan ajaran Kristen. Saya pulang ke India dan melanjutkan pekerjaan saya sebagai pendeta agama Hindu," ujar Maharaj yang menguasai 12 bahasa asing ini.

Dr. Maharaj mempelajari 10 ajaran agama yang ada di dunia. Tapi, jauh sebelum memutuskan masuk Islam, Maharaj mengakui kebenaran ajaran Islam. Pada tahun 1981, ia diundang oleh Dada Dharam, seorang tokoh agama Hindu yang cukup dikenal masyarakat internasional. Dhram tiba-tiba menanyakan pada Maharaj, "Engkau sudah mempelajari berbagai agama di dunia. Agama mana yang menurutmu terbaik untuk manusia?" Jawaban Maharaj atas pertanyaan itu adalah "Islam".

Dharam lalu berkata, "Tapi Islam adalah agama yang terlalu mengekang umatnya".

Maharaj menjawab, "Agama yang disebut sangat mengekang itu, juga memberikan kebebasan. Justru agama yang dianggap tidak mengekang manusia malah memperbudak manusia. Manusia membutuhkan agama yang tetap 'mengekang'nya, agama yang mengatur manusia dengan ketat dalam masalah kehidupan duniawi, tapi membebaskannya dalam kehidupan akhirat kelak. Menurut saya, cuma Islam yang memenuhi kualifikasi sebagai agama yang paling baik."

"Islam memiliki akar yang kuat dan abadi. Takkan ada kekuatan di bumi yang bisa menghancurkan atau melenyapkannya. Islam mungkin bisa hilang dari kehidupan seorang muslim yang imannya lemah. Tapi Islam, biar bagaimanapun juga, akan terus tumbuh dan berkembang sepanjang masih ada seorang muslim yang memiliki semangat hijrah dan kemenangan, sepanjang dalam diri seorang muslim masih ada antusiasme untuk bersyukur dan bertakwa," papar Maharaj.

Setelah menjadi seorang muslim, Dr Maharaj melepas semua kekayaan harta benda dan kenyamanan hidup yang ia miliki selama ini. Ia rela melepas itu semua demi Islam. "Menjadi orang terkaya tidak akan memberikan kebahagiaan dan kepuasan pada diri saya, seperti yang saya dapatkan dari agama Islam," ujarnya.

Ditanya soal pendapatnya tentang sosok muslim yang baik. Maharaj menjawab bahwa tidak ada muslim yang lebih baik daripada Nabi Muhammad Saw. Namun ia mengatakan bahwa muslim yang baik seperti lebah yang hanya mau hinggap di bunga-bunga yang indah dan wangi, bukan di tempat-tempat yang kotor. Lebah memberikan madu, dan bukan racun. Madu yang bermanfaat bukan hanya untuk mereka sendiri, tapi juga makhluk lain seperti manusia dan hewan lainnya.

"Itulah sebabnya, saya bersungguh-sungguh mengajak semua muslim di dunia agar tetap berpegang dan mematuhi apa yang telah diwariskan oleh Nabi Muhammad Saw, berjalan menyeberangi sungai dunia dan sampai ke seberang dengan aman ..."

"Masih banyak waktu bagi kaum Muslimin untuk memperbaiki diri dan berkonsentrasi pada visi mereka pada kebenaran. Jika kaum Muslimin memiliki sikap seperti itu, Insha Allah, kita akan sukses dalam hal apapun yang kita lakukan," tukas Maharaj.

Dr Maharaj berencana untuk membuat gerakan dakwah yang kegiatannya mencakup upaya membela dan melindungi Islam, memberikan dukungan dan menggalang persatuan kaum Muslimin dan menyebarkan ajaran Islam yang mulia ke seluruh dunia dengan damai. (kw/TTT)

http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/pendeta-hindu-saya-rela-melepas-kenyamanan-hidup-demi-islam.htm

Nurkamil Saskeev, Berhaji Menggunakan Sepeda

Seorang jamaah haji yang berangkat dari Kirgistan dengan bersepeda akhirnya berhasil melewati Ankara pada hari Kamis, setelah berada di jalan selama sebulan.

Nurkamil Saskeev (56) memulai perjalanan dari ibu kota Kirgistan, Bishkek hanya membawa beberapa potong roti dan pakaian. Perjalanan Saskeev masih panjang. ia harus melewati banyak negara lagi untuk bisa sampai ke Makkah.

“Saya sudah melewati Kazakstan, Rusia dan Chechnya. Saya datang ke Trabzon dari Rusia menggunakan kapal. lalu melanjutkan dari Tranbzon ke Ankara naik sepeda,” katanya.

Setelah dari Turki, ia akan melewati iran dan Kuwait, barulah ia bisa sampai ke Arab Saudi. “Saya berencana untuk pergi melalui Suriah, tapi ada konflik internal disana. Jadi, saya memutuskan untuk lewat Kuwait saja,” katanya kepada kantor berita Anatolis, Selasa.

Saskeev akan berada di Ankara selama beberapa hari untuk mendapAtkan visa ke Kuwait dan Arab. Ia mengatakan tak ingin kehilangan waktu. Segera setelah visanya selesai, ia akan melanjutkan perjalanan.

Ia memilih naik haji menggunakan sepeda karena ia pikir niak haji menggunakan pesawat itu terlalu mudah. “Saya pikir tiba di Arab Saudi setelah beberapa jam naik pesawat terlalu mudah, bagi perjalanan ke Makkah yang dianggap sebagai kota suci. Dengan naik sepeda, saya bisa berhenti untuk istirahat dimanapun dan bertemu dengan orang lain,” ungkapnya. Ia mengaku sering bertemu dengan banyak orang dan menitip salam kepada nabi Muhammad.

Ia tersentuh dengan kisah Uwais al-Qarani, seorang sufi yang lahir di tahun 594. Al-Qarani melakukan perjalanan dari Yaman ke Makkah berjalan kaki hanya untuk melihat nabi Muhammad. “Saya tidak akan pernah menyerah,” katanya.

Ini bukan kali pertama Saskeev berada di Istanbul. Ia pernah datang ke Ankara dan Istanbul pada tahun 1993, bahkan sempat bertemu dengan Perdana Menteri Erdogan. Waktu itu, Erdogan menjabat sebagai walikota. Saskeev pernah meminta dibuatkan masjid di desanya. Erdogan sempat mencatat permintaan itu, tapi masjid belum dibangun samapi sekarang. (Dwi Murdaningsih)

http://www.jurnalhaji.com/2011/10/08/nurkamil-saskeev-berhaji-menggunakan-sepeda/

Jadi Tukang Sapu, Cita-cita Nuryanto Berhaji Tercapai

MAKKAH – Namanya Nuryanto. Republika Online bertemu secara tak sengaja di pelataran selatan Masjidil Haram, dekat Maulid Nabi, bangunan yang diyakini sebagai tempat Rasulullah SAW dilahirkan.

Ia mengenakan seragam warna biru. Di bagian depan bajunya, saya lupa di dada kiri atau kanan, tertulis emblem bertulis “Bin Ladin Group”. Sapu di tangan kirinya. Tak usah saya sebutkan profesinya, Anda pasti bisa menebak apa pekerjaan sehari-hari Nuryanto.

Ya, dia adalah satu dari ribuan petugas cleaning service Masjidil Haram –Bin Ladin Group adalah salah satu kontraktor kebersihan masjid itu. Saat kami bertemu, dia baru mengakhiri pekerjaannya: tengah asyik menikmati setangkup roti dan kopi kental dengan gelas kertas. Dia kebagian shift tengah hari itu: bekerja mulai pukul 14.00 hingga pukul 22.00.

Nuryanto sudah tiga bulan menekuni pekerjaannya. Ia datang Agustus lalu, berbarengan dengan orang berduit Jakarta yang mau melakukan umrah Ramadhan. “Saya juga umrah bersama mereka,” ujarnya.

Anda pasti menduga Nuryanto mentok mencari pekerjaan di Tanah Air, dan karenanya “hijrah” ke negeri orang menjadi pekerja kasar. Anda salah jika menebak demikian. Nuryanto adalah transmigran sukses di Sumatera Selatan. Lahannya hampir 13 hektare, sebagian ditanami padi dan sisanya untuk bertanam kelapa sawit. Ia mempunyai empat penggilingan padi, membuka usaha persewaan traktor, dan tenda pernikahan.

Suatu hari di bulan Maret, usai pulang dari sebuah pengajian, ia tergerak untuk menunaikan ibadah haji. Dengan tabungan yang dimiliki, ia pergi mendaftar. “Ternyata baru bisa berangkat tiga tahun lagi,” ujarnya.

Ia tak sabar menunggu tiga tahun lagi. “Secara fisik dan finansial, saya mampu tahun ini,” ujar pria 50 tahun ini.

Ia berdiskusi dengan istrinya, hingga ketemulah ide ini: menjadi Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi. Para tetangganya banyak yang bekerja di negeri ini, apa salahnya?

Ia mencari informasi di mana bisa mendaftar. Ada satu biro perekrutan TKI yang menjanjikan bisa segera berangkat asal menyetor sejumlah uang. Ia sepakat. “Hitung-hitung bayar ONH,” ujarnya. Yang menarik, pekerjaan yang ditawarkan padanya sifatnya sementara saja, hanya hingga musim haji berakhir.

Maka Agustus ia berangkat. Sebagai petugas cleaning service di tempat wudhu pria, ia digaji 600 riyal (sekitar Rp 1,5 juta). Kalau dihitung dengan uang yang lebih dulu disetornya, jumlahnya tak sampai separuhnya. “Tapi saya dapat hajinya, dan tiap hari bisa thawaf serta mencium Hajar Aswad sepuasnya,” ujarnya. (Siwi Tri Puji)

http://www.jurnalhaji.com/2011/10/08/jadi-tukang-sapu-cita-cita-nuryanto-berhaji-tercapai/

Monday, October 10, 2011

Doa Bisa Mengubah Taqdir

Dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan bahwa taqdir yang Allah ta’aala telah tentukan bisa berubah. Dan faktor yang dapat mengubah taqdir ialah doa seseorang.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلَّا الدُّعَاءُ وَلَا يَزِيدُ فِي الْعُمْرِ إِلَّا الْبِرُّ (الترمذي)

Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Tidak ada yang dapat menolak taqdir (ketentuan) Allah ta’aala selain do’a. Dan Tidak ada yang dapat menambah (memperpanjang) umur seseorang selain (perbuatan) baik.” (HR Tirmidzi 2065)

Subhanallah…! Betapa luar biasa kedudukan do’a dalam ajaran Islam. Dengan do'a seseorang bisa berharap bahwa taqdir yang Allah ta’aala tentukan atas dirinya berubah. Hal ini merupakan sebuah berita gembira bagi siapapun yang selama ini merasa hidupnya hanya diwarnai penderitaan dari waktu ke waktu. Ia akan menjadi orang yang optimis. Sebab keadaan hidupnya yang selama ini dirasakan hanya berisi kesengsaraan dapat berakhir dan berubah. Asal ia tidak berputus asa dari rahmat Allah ta’aala dan ia mau bersungguh-sungguh meminta dengan do’a yang tulus kepada Allah ta’aala Yang Maha Berkuasa.

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah ta’aala mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS Az-Zumar 53-54)

Demikianlah, hanya orang yang tetap berharap kepada Allah ta’aala saja yang dapat bertahan menjalani kehidupan di dunia betapapun pahitnya taqdir yang ia jalani. Ia akan senantiasa menanamkan dalam dirinya bahwa jika ia memohon kepada Allah ta’aala dalam keadaan apapun, maka derita dan kesulitan yang ia hadapi sangat mungkin berakhir dan bahkan berubah.

Sebaliknya, orang yang tidak pernah kenal Allah ta’aala dengan sendirinya akan meninggalkan kebiasaan berdo’a dan memohon kepada Allah ta’aala. Ia akan terjatuh pada salah satu dari dua bentuk ekstrimitas. Pertama, ia akan mudah berputus asa. Atau kedua, ia akan lari kepada fihak lain untuk menjadi sandarannya demi merubah keadaan. Padahal begitu ia bersandar kepada sesuatu selain Allah ta’aala –termasuk bersandar kepada dirinya sendiri- maka pada saat itu pulalah Allah ta’aala akan mengabaikan orang itu dan membiarkannya berjalan mengikuti situasi dan kondisi yang tersedia. Sedangkan orang tersebut dinilai sebagai seorang yang mempersekutukan Allah ta’aala dengan yang lain. Berarti orang tersebut telah jatuh ke dalam kategori seorang musyrik...!

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Dan Tuhanmu berfirman, "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (QS Al-Mu’min 60)

Dan yang tidak kalah pentingnya bahwa seorang muslim tidak boleh pernah berhenti meminta kepadaNya, karena sikap demikian merupakan suatu kesombongan yang akan menjebloskannya ke dalam siksa Allah ta’aala yang pedih. Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يَدْعُ اللَّهَ غَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ

“Barangsiapa tidak berdo’a kepada Allah ta’aala, maka Allah ta’aala murka kepadaNya.” (HR Ahmad 9342)


Saudaraku, janganlah berputus asa dari rahmat Allah ta’aala. Bila Anda merasa taqdir yang Allah ta’aala tentukan bagi hidup Anda tidak memuaskan, maka tengadahkanlah kedua tangan dan berdo’alah kepada Allah ta’aala. Allah ta’aala Maha Mendengar dan Maha Berkuasa untuk mengubah taqdir Anda. Barangkali di antara do’a yang baik untuk diajukan sebagai bentuk harapan agar Allah ta’aala mengubah taqdir ialah sebagai berikut:

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي فِيهَا مَعَاشِي وَأَصْلِحْ لِي آخِرَتِي الَّتِي فِيهَا مَعَادِي وَاجْعَلْ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلْ الْمَوْتَ رَاحَةً لِي مِنْ كُلِّ شَرٍّ

“Ya Allah, perbaikilah agamaku untukku yang mana ia merupakan penjaga perkaraku. Perbaikilah duniaku yang di dalamnya terdapat kehidupanku. Perbaikilah akhiratku untukku yang di dalamnya terdapat tempat kembaliku. Jadikanlah hidupku sebagai tambahan untukku dalam setiap kebaikan, serta jadikanlah matiku sebagai istirahat untukku dari segala keburukan.” (HR Muslim 4897)

Sumber : http://www.eramuslim.com/suara-langit/ringan-berbobot/doa-bisa-mengubah-taqdir.htm