Mengisahkan Nabi Harun AS tidak bisa lepas dari kisah Nabi Musa, karena ia adalah juru bicara Nabi Musa ketika menghadapi Fir’aun ataupun umat Nabi Musa sendiri. Kisahnya dimulai ketika Nabi Musa berhasil membawa umatnya keluar dari Mesir dan selamat dari kejaran Fir’aun yang ingin membunuh mereka.
Tibalah saatnya bagi Nabi Musa untuk menerima wahyu dari Allah SWT. Ia memerintahkan Nabi Harun untuk menjaga umatnya, jangan sampai mereka kufur. Lalu Nabi Musa naik ke Gunung Thursina untuk berkhalwat dan berpuasa selama 40 hari.
Di atas gunung itu Nabi Musa memohon kepada Allah, “Ya Allah, dapatkah aku melihat Engkau?”
Allah berfirman, “Engkau tidak akan sanggup melihat-Ku, tetapi cobalah lihat bukit itu, jika ia tetap berdiri tegak di tempatnya maka kau akan dapat melihat-Ku.”
Lalu Nabi Musa menoleh ke arah gunung yang dimaksud. Seketika itu gunung yang dilihat hancur luluh berantakan tanpa meninggalkan bekas, masuk kedalam perut bumi.
Nabi Musa terperanjat, gemetar seluruh tubuhnya dan jatuh pingsan. Setelah sadar ia bertasbih dan bertahmid seraya memohon ampun atas kelancangannya itu, “Maha Besar Engkau wahai Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah tobatku dan aku akan menjadi orang pertama yang beriman kepada-Mu."
Selanjutnya Allah menurunkan kitab Taurat yang berupa kepingan-kepingan batu. Di dalamnya tertulis pedoman hidup dan penuntun beribadah kepada Allah SWT.
Patung Anak Sapi
Ketika Nabi Musa turun dari gunung Thursina ia terkejut, kaumnya telah tersesat. Mereka berpesta pora dan menyembah patung anak sapi yang terbuat dari emas.
Nabi Musa menegur saudaranya yaitu Nabi Harun yang telah dititipi agar menjaga umatnya. Nabi Harun berkata, bahwa ia telah memperingatkan mereka, namun mereka tidak memperdulikannya, Nabi Harun dianggap orang yang lemah. Ia telah bersusah payah melarang mereka menyembah patung anak sapi itu, tetapi mereka tidak mau mengindahkan nasehatnya, bahkan semakin keras tindakan Nabi Harun kepada mereka, makin keras pula perlawanan mereka, bahkan Nabi Harun diancam akan dibunuhnya.
Nabi Musa marah kepada kaumnya, “Alangkah buruknya perbuatan yang kalian lakukan sesudah kepergianku.” Lalu Nabi Musa meletakkan papan Taurat di atas tanah, dan bergegas mendatangi Nabi Harun. “Hai Harun apa yang menghalangi kamu ketika melihat mereka telah sesat, sehingga kamu tidak mengikuti aku?”
Nabi Harun menjawab, “Hai putra ibuku, janganlah engkau pegang jenggotku dan jangan pula kepalaku.”
Nabi Harun memberi pengertian kepada Nabi Musa bahwa ia sama sekali tidak bermaksud menentang perintahnya, dan tidak juga menunjukkan sikap merestui penyembahan patung anak sapi tersebut. Tetapi ia merasa khawatir, jika bani Israel ditinggalkannya, Nabi Musa akan bertanya kepadanya, mengapa mereka ditinggalkan, mengapa orang yang seharusnya bertanggung jawab justru meninggalkan mereka?
Di sisi lain, Nabi Harun juga khawatir, jika perbuatan bani Israel dihadapi dengan kekerasan, akan terjadi peperangan di antara mereka, dan Nabi Musa tentu akan bertanya, mengapa ia menciptakan perpecahan di antara mereka dan mengapa pula tidak menunggu kembalinya Nabi Musa?
Nabi Musa akhirnya menyadari bahwa Nabi Harun telah melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Ia meminta ampun kepada Allah SWT bagi dirinya dan juga saudaranya Nabi Harun.
Setelah diselidiki ternyata Samiri-lah orang yang mengajak mereka membuat patung anak sapi dan menyembahnya. Nabi Musa marah sekali. Samiri di usir, tidak boleh bergaul dengan masyarakat, sebab Samiri terkena kutukan, jika ia disentuh atau menyentuh manusia, maka badannya akan menjadi demam-panas, itulah siksa di dunia, adapun nanti di akherat akan dimasukkan ke dalam neraka.
Kemudian Nabi Musa memerintahkan kaumnya yang telah tersesat menyembah patung anak sapi itu supaya bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya tobat.
Tujuh puluh orang diantara kaumnya diajak ke gunung Thursina, mereka adalah orang-orang terbaik, diajak Nabi Musa untuk memohon ampun buat kaumnya yang berdosa.
Setibanya di atas gunung, datanglah awan tebal yang meliputi seluruh gunung. Nabi Musa dan kaumnya masuk ke dalam awan itu dan mereka segera bersujud. Selagi bersujud itu mereka mendengar percakapan Nabi Musa dengan Tuhannya. Pada saat itu timbullah keinginan di benak mereka untuk melihat Allah secara langsung.
Setelah Nabi Musa selesai bercakap-cakap dengan Allah, mereka berkata kepada Nabi Musa, “Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami dapat melihat Allah dengan jelas.”
Sebagai jawaban, kontan atas kelancangan mereka itu Allah mengirim Halilintar yang menyambar dan merenggut nyawa mereka sekaligus.
Nabi Musa sedih melihat nasib mereka itu. Mereka adalah orang-orang terbaik yang dikumpulkan dari kaumnya. Ia memohon kepada Allah agar mereka diampuni dosanya dan dihidupkan kembali.
Allah mengabulkan doanya. 70 orang yang sudah meninggal itu dihidupkan lagi. Nabi Musa kemudian menyuruh orang-orang itu bersumpah untuk berpegang teguh pada kitab Taurat sebagai pedoman hidup. Melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
* Kisah ini diadaptasi dari Kitab Qishashul Anbiya
Sumber:
http://www.sufiz.com/kisah-nabi/nabi-harun-as-dan-patung-anak-sapi.html
No comments:
Post a Comment