Di hari kiamat kelak malaikat maut akan membentak kepada Iblis: “Berhentilah kamu wahai Iblis laknat... dan rasakanlah kepedihan maut sebagaimana yang dirasakan oleh orang-orang yang engkau sesatkan dalam beberapa abad pada saat kau hidup. Dan inilah hari yang ditentukan oleh Allah terhadap kamu, maka kemanakah kamu hendak lari?”
Ketika Iblis mendengarnya, ia mencoba untuk lari. Tetapi kemana saja ia pergi malaikat maut tetap berada di hadapannya. Tidak ada satu tempat pun untuknya bersembunyi. Kemudian ia berlari hingga mendapatkan kubur Nabi Adam sambil berkata: “Disebabkan kamulah aku mendapat laknat.”
Kemudian Iblis bertanya kepada malaikat maut: “Minuman dan siksaan apakah yang akan dikenakan terhadapku?” Maka jawab malaikat: “Kamu akan diberi minum dari Neraka Ladha, siksa yang akan kamu terima serupa dengan siksa ahli neraka dan berlipat kali pedihnya.”
Mendengar hal itu maka Iblis pun berguling di atas tanah sambil menjerit sekuat suaranya, kemudian ia berlari dari barat ke timur dan akhirnya sampai ke tempat di mana ia semula diturunkan. Di situ dia dihalang oleh malaikat Zabaniah dengan rantai di tangannya.
Tatkala itu bumi bagaikan api kerana dikerumuni oleh malaikat Zabaniah yang menikam dengan senjata dari Neraka Ladha sehingga Iblis merasakan siksa sakaratul maut. Pada saat itu, dipanggillah Nabi Adam dan Siti Hawa untuk melihat Iblis. Maka berdoalah mereka: “Ya Allah, sesungguhnya engkau telah menyempurnakan nikmat-Mu kepada kami.”
Monday, January 31, 2011
Maurice Bucaille, Penelitiannya tentang Mumi Firaun Membawanya pada Kebenaran Al-Qur'an.
Suatu hari di pertengahan tahun 1975, sebuah tawaran dari pemerintah Prancis datang kepada pemerintah Mesir. Negara Eropa tersebut menawarkan bantuan untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun. Tawaran tersebut disambut baik oleh Mesir. Setelah mendapat restu dari pemerintah Mesir, mumi Firaun tersebut kemudian digotong ke Prancis. Bahkan, pihak Prancis membuat pesta penyambutan kedatangan mumi Firaun dengan pesta yang sangat meriah.
Mumi itu pun dibawa ke ruang khusus di Pusat Purbakala Prancis, yang selanjutnya dilakukan penelitian sekaligus mengungkap rahasia di baliknya oleh para ilmuwan terkemuka dan para pakar dokter bedah dan otopsi di Prancis. Pemimpin ahli bedah sekaligus penanggung jawab utama dalam penelitian mumi ini adalah Prof. Dr. Maurice Bucaille.
Bucaille adalah ahli bedah kenamaan Prancis dan pernah mengepalai klinik bedah di Universitas Paris. Ia dilahirkan di Pont-L’Eveque, Prancis, pada 19 Juli 1920. Bucaille memulai kariernya di bidang kedokteran pada 1945 sebagai ahli gastroenterology. Dan, pada 1973, ia ditunjuk menjadi dokter keluarga oleh Raja Faisal dari Arab Saudi.
Tidak hanya anggota keluarga Raja Faisal yang menjadi pasiennya. Anggota keluarga Presiden Mesir kala itu, Anwar Sadat, diketahui juga termasuk dalam daftar pasien yang pernah menggunakan jasanya.
Namanya mulai terkenal ketika ia menulis buku tentang Bibel, Alquran, dan ilmu pengetahuan modern atau judul aslinya dalam bahasa Prancis yaitu La Bible, le Coran et la Science di tahun 1976.
Ketertarikan Bucaille terhadap Islam mulai muncul ketika secara intens dia mendalami kajian biologi dan hubungannya dengan beberapa doktrin agama. Karenanya, ketika datang kesempatan kepada Bucaille untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun, ia mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menguak misteri di balik penyebab kematian sang raja Mesir kuno tersebut.
Ternyata, hasil akhir yang ia peroleh sangat mengejutkan! Sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh sang mumi adalah bukti terbesar bahwa dia telah mati karena tenggelam. Jasadnya segera dikeluarkan dari laut dan kemudian dibalsem untuk segera dijadikan mumi agar awet.
Penemuan tersebut masih menyisakan sebuah pertanyaan dalam kepala sang profesor. Bagaimana jasad tersebut bisa lebih baik dari jasad-jasad yang lain, padahal dia dikeluarkan dari laut?
Prof Bucaille lantas menyiapkan laporan akhir tentang sesuatu yang diyakininya sebagai penemuan baru, yaitu tentang penyelamatan mayat Firaun dari laut dan pengawetannya. Laporan akhirnya ini dia terbitkan dengan judul Mumi Firaun; Sebuah Penelitian Medis Modern, dengan judul aslinya, Les momies des Pharaons et la midecine. Berkat buku ini, dia menerima penghargaan Le prix Diane-Potier-Boes (penghargaan dalam sejarah) dari Academie Frantaise dan Prix General (Penghargaan umum) dari Academie Nationale de Medicine, Prancis.
Terkait dengan laporan akhir yang disusunnya, salah seorang di antara rekannya membisikkan sesuatu di telinganya seraya berkata: ”Jangan tergesa-gesa karena sesungguhnya kaum Muslimin telah berbicara tentang tenggelamnya mumi ini”. Bucaille awalnya mengingkari kabar ini dengan keras sekaligus menganggapnya mustahil.
Menurutnya, pengungkapan rahasia seperti ini tidak mungkin diketahui kecuali dengan perkembangan ilmu modern, melalui peralatan canggih yang mutakhir dan akurat.
Hingga salah seorang di antara mereka berkata bahwa Alquran yang diyakini umat Islam telah meriwayatkan kisah tenggelamnya Firaun dan kemudian diselamatkannya mayatnya.
Ungkapan itu makin membingungkan Bucaille. Lalu, dia mulai berpikir dan bertanya-tanya. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Bahkan, mumi tersebut baru ditemukan sekitar tahun 1898 M, sementara Alquran telah ada ribuan tahun sebelumnya.
Ia duduk semalaman memandang mayat Firaun dan terus memikirkan hal tersebut. Ucapan rekannya masih terngiang-ngiang dibenaknya, bahwa Alquran–kitab suci umat Islam–telah membicarakan kisah Firaun yang jasadnya diselamatkan dari kehancuran sejak ribuan tahun lalu.
Sementara itu, dalam kitab suci agama lain, hanya membicarakan tenggelamnya Firaun di tengah lautan saat mengejar Musa, dan tidak membicarakan tentang mayat Firaun. Bucaille pun makin bingung dan terus memikirkan hal itu.
Ia berkata pada dirinya sendiri. ‘‘Apakah masuk akal mumi di depanku ini adalah Firaun yang akan menangkap Musa? Apakah masuk akal, Muhammad mengetahui hal itu, padahal kejadiannya ada sebelum Alquran diturunkan?”
Prof Bucaille tidak bisa tidur, dia meminta untuk didatangkan Kitab Taurat (Perjanjian Lama). Diapun membaca Taurat yang menceritakan: ”Airpun kembali (seperti semula), menutupi kereta, pasukan berkuda, dan seluruh tentara Firaun yang masuk ke dalam laut di belakang mereka, tidak tertinggal satu pun di antara mereka”.
Kemudian dia membandingkan dengan Injil. Ternyata, Injil juga tidak membicarakan tentang diselamatkannya jasad Firaun dan masih tetap utuh. Karena itu, ia semakin bingung.
Berikrar Islam
Setelah perbaikan terhadap mayat Firaun dan pemumiannya, Prancis mengembalikan mumi tersebut ke Mesir. Akan tetapi, tidak ada keputusan yang mengembirakannya, tidak ada pikiran yang membuatnya tenang semenjak ia mendapatkan temuan dan kabar dari rekannya tersebut, yakni kabar bahwa kaum Muslimin telah saling menceritakan tentang penyelamatan mayat tersebut. Dia pun memutuskan untuk menemui sejumlah ilmuwan otopsi dari kaum Muslimin.
Dari sini kemudian terjadilah perbincangan untuk pertama kalinya dengan peneliti dan ilmuwan Muslim. Ia bertanya tentang kehidupan Musa, perbuatan yang dilakukan Firaun, dan pengejarannya pada Musa hingga dia tenggelam dan bagaimana jasad Firaun diselamatkan dari laut.
Maka, berdirilah salah satu di antara ilmuwan Muslim tersebut seraya membuka mushaf Alquran dan membacakan untuk Bucaille firman Allah SWT yang artinya: ”Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus: 92).
Ayat ini sangat menyentuh hati Bucaille. Ia mengatakan bahwa ayat Alquran tersebut masuk akal dan mendorong sains untuk maju. Hatinya bergetar, dan getaran itu membuatnya berdiri di hadapan orang-orang yang hadir seraya menyeru dengan lantang: ”Sungguh aku masuk Islam dan aku beriman dengan Alquran ini”.
Ia pun kembali ke Prancis dengan wajah baru, berbeda dengan wajah pada saat dia pergi dulu. Sejak memeluk Islam, ia menghabiskan waktunya untuk meneliti tingkat kesesuaian hakikat ilmiah dan penemuan-penemuan modern dengan Alquran, serta mencari satu pertentangan ilmiah yang dibicarakan Alquran.
Semua hasil penelitiannya tersebut kemudian ia bukukan dengan judul Bibel, Alquran dan Ilmu Pengetahuan Modern, judul asli dalam bahasa Prancis, La Bible, le Coran et la Science. Buku yang dirilis tahun 1976 ini menjadi best-seller internasional (laris) di dunia Muslim dan telah diterjemahkan ke hampir semua bahasa utama umat Muslim di dunia.
Karyanya ini menerangkan bahwa Alquran sangat konsisten dengan ilmu pengetahuan dan sains, sedangkan Al-Kitab atau Bibel tidak demikian. Bucaille dalam bukunya mengkritik Bibel yang ia anggap tidak konsisten dan penurunannya diragukan.
Referensi :
SyiarIslam
dia/sya/berbagai sumber
Mumi itu pun dibawa ke ruang khusus di Pusat Purbakala Prancis, yang selanjutnya dilakukan penelitian sekaligus mengungkap rahasia di baliknya oleh para ilmuwan terkemuka dan para pakar dokter bedah dan otopsi di Prancis. Pemimpin ahli bedah sekaligus penanggung jawab utama dalam penelitian mumi ini adalah Prof. Dr. Maurice Bucaille.
Bucaille adalah ahli bedah kenamaan Prancis dan pernah mengepalai klinik bedah di Universitas Paris. Ia dilahirkan di Pont-L’Eveque, Prancis, pada 19 Juli 1920. Bucaille memulai kariernya di bidang kedokteran pada 1945 sebagai ahli gastroenterology. Dan, pada 1973, ia ditunjuk menjadi dokter keluarga oleh Raja Faisal dari Arab Saudi.
Tidak hanya anggota keluarga Raja Faisal yang menjadi pasiennya. Anggota keluarga Presiden Mesir kala itu, Anwar Sadat, diketahui juga termasuk dalam daftar pasien yang pernah menggunakan jasanya.
Namanya mulai terkenal ketika ia menulis buku tentang Bibel, Alquran, dan ilmu pengetahuan modern atau judul aslinya dalam bahasa Prancis yaitu La Bible, le Coran et la Science di tahun 1976.
Ketertarikan Bucaille terhadap Islam mulai muncul ketika secara intens dia mendalami kajian biologi dan hubungannya dengan beberapa doktrin agama. Karenanya, ketika datang kesempatan kepada Bucaille untuk meneliti, mempelajari, dan menganalisis mumi Firaun, ia mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menguak misteri di balik penyebab kematian sang raja Mesir kuno tersebut.
Ternyata, hasil akhir yang ia peroleh sangat mengejutkan! Sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh sang mumi adalah bukti terbesar bahwa dia telah mati karena tenggelam. Jasadnya segera dikeluarkan dari laut dan kemudian dibalsem untuk segera dijadikan mumi agar awet.
Penemuan tersebut masih menyisakan sebuah pertanyaan dalam kepala sang profesor. Bagaimana jasad tersebut bisa lebih baik dari jasad-jasad yang lain, padahal dia dikeluarkan dari laut?
Prof Bucaille lantas menyiapkan laporan akhir tentang sesuatu yang diyakininya sebagai penemuan baru, yaitu tentang penyelamatan mayat Firaun dari laut dan pengawetannya. Laporan akhirnya ini dia terbitkan dengan judul Mumi Firaun; Sebuah Penelitian Medis Modern, dengan judul aslinya, Les momies des Pharaons et la midecine. Berkat buku ini, dia menerima penghargaan Le prix Diane-Potier-Boes (penghargaan dalam sejarah) dari Academie Frantaise dan Prix General (Penghargaan umum) dari Academie Nationale de Medicine, Prancis.
Terkait dengan laporan akhir yang disusunnya, salah seorang di antara rekannya membisikkan sesuatu di telinganya seraya berkata: ”Jangan tergesa-gesa karena sesungguhnya kaum Muslimin telah berbicara tentang tenggelamnya mumi ini”. Bucaille awalnya mengingkari kabar ini dengan keras sekaligus menganggapnya mustahil.
Menurutnya, pengungkapan rahasia seperti ini tidak mungkin diketahui kecuali dengan perkembangan ilmu modern, melalui peralatan canggih yang mutakhir dan akurat.
Hingga salah seorang di antara mereka berkata bahwa Alquran yang diyakini umat Islam telah meriwayatkan kisah tenggelamnya Firaun dan kemudian diselamatkannya mayatnya.
Ungkapan itu makin membingungkan Bucaille. Lalu, dia mulai berpikir dan bertanya-tanya. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Bahkan, mumi tersebut baru ditemukan sekitar tahun 1898 M, sementara Alquran telah ada ribuan tahun sebelumnya.
Ia duduk semalaman memandang mayat Firaun dan terus memikirkan hal tersebut. Ucapan rekannya masih terngiang-ngiang dibenaknya, bahwa Alquran–kitab suci umat Islam–telah membicarakan kisah Firaun yang jasadnya diselamatkan dari kehancuran sejak ribuan tahun lalu.
Sementara itu, dalam kitab suci agama lain, hanya membicarakan tenggelamnya Firaun di tengah lautan saat mengejar Musa, dan tidak membicarakan tentang mayat Firaun. Bucaille pun makin bingung dan terus memikirkan hal itu.
Ia berkata pada dirinya sendiri. ‘‘Apakah masuk akal mumi di depanku ini adalah Firaun yang akan menangkap Musa? Apakah masuk akal, Muhammad mengetahui hal itu, padahal kejadiannya ada sebelum Alquran diturunkan?”
Prof Bucaille tidak bisa tidur, dia meminta untuk didatangkan Kitab Taurat (Perjanjian Lama). Diapun membaca Taurat yang menceritakan: ”Airpun kembali (seperti semula), menutupi kereta, pasukan berkuda, dan seluruh tentara Firaun yang masuk ke dalam laut di belakang mereka, tidak tertinggal satu pun di antara mereka”.
Kemudian dia membandingkan dengan Injil. Ternyata, Injil juga tidak membicarakan tentang diselamatkannya jasad Firaun dan masih tetap utuh. Karena itu, ia semakin bingung.
Berikrar Islam
Setelah perbaikan terhadap mayat Firaun dan pemumiannya, Prancis mengembalikan mumi tersebut ke Mesir. Akan tetapi, tidak ada keputusan yang mengembirakannya, tidak ada pikiran yang membuatnya tenang semenjak ia mendapatkan temuan dan kabar dari rekannya tersebut, yakni kabar bahwa kaum Muslimin telah saling menceritakan tentang penyelamatan mayat tersebut. Dia pun memutuskan untuk menemui sejumlah ilmuwan otopsi dari kaum Muslimin.
Dari sini kemudian terjadilah perbincangan untuk pertama kalinya dengan peneliti dan ilmuwan Muslim. Ia bertanya tentang kehidupan Musa, perbuatan yang dilakukan Firaun, dan pengejarannya pada Musa hingga dia tenggelam dan bagaimana jasad Firaun diselamatkan dari laut.
Maka, berdirilah salah satu di antara ilmuwan Muslim tersebut seraya membuka mushaf Alquran dan membacakan untuk Bucaille firman Allah SWT yang artinya: ”Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS Yunus: 92).
Ayat ini sangat menyentuh hati Bucaille. Ia mengatakan bahwa ayat Alquran tersebut masuk akal dan mendorong sains untuk maju. Hatinya bergetar, dan getaran itu membuatnya berdiri di hadapan orang-orang yang hadir seraya menyeru dengan lantang: ”Sungguh aku masuk Islam dan aku beriman dengan Alquran ini”.
Ia pun kembali ke Prancis dengan wajah baru, berbeda dengan wajah pada saat dia pergi dulu. Sejak memeluk Islam, ia menghabiskan waktunya untuk meneliti tingkat kesesuaian hakikat ilmiah dan penemuan-penemuan modern dengan Alquran, serta mencari satu pertentangan ilmiah yang dibicarakan Alquran.
Semua hasil penelitiannya tersebut kemudian ia bukukan dengan judul Bibel, Alquran dan Ilmu Pengetahuan Modern, judul asli dalam bahasa Prancis, La Bible, le Coran et la Science. Buku yang dirilis tahun 1976 ini menjadi best-seller internasional (laris) di dunia Muslim dan telah diterjemahkan ke hampir semua bahasa utama umat Muslim di dunia.
Karyanya ini menerangkan bahwa Alquran sangat konsisten dengan ilmu pengetahuan dan sains, sedangkan Al-Kitab atau Bibel tidak demikian. Bucaille dalam bukunya mengkritik Bibel yang ia anggap tidak konsisten dan penurunannya diragukan.
Referensi :
SyiarIslam
dia/sya/berbagai sumber
Dua Kemalangan
Seorang pengunjung rumah sakit jiwa melihat seorang pasien sedang menggoyang-goyangkan kursi ke depan dan ke belakang, sambil terus menerus mengucap pelan, "Lulu... Lulu..."
Merasa kasihan bercampur heran, ia bertanya pada dokter yang mendampinginya, "Apa yang menyebabkan dia jadi seperti itu?"
"Penyebabnya adalah Lulu. Cintanya ditolak oleh seorang perempuan bernama Lulu." jawab dokter.
Mereka lalu meneruskan perjalanan menyusuri koridor. Sampailah mereka di blok berikutnya. Di sana, ada sebuah kamar yang dindingnya diberi lapisan empuk. Penghuninya terus menerus membenturkan kepalanya ke dinding sambil merintih, "Lulu... Lulu..."
"Apakah Lulu juga yang membuatnya jadi seperti ini?" tanya pengunjung itu lagi.
"Ya..." kata dokter. "Dialah orang yang akhirnya dipilih Lulu sebagai suaminya."
(Anthony de Mello)
Hikmah cerita :
Kadang kita merasa adalah orang yang paling sial di dunia. Kita sangat menginginkan sesuatu dalam hidup, tapi justru orang lain yang mendapatkannya.
Tetapi, kita sering lupa bahwa meskipun kita mendapatkan apa yang kita inginkan, bukan berarti kita bebas dari masalah. Karena, masalah selalu terjadi di sepanjang jalan kehidupan. Belum tentu juga kita akan merasa bahagia setelah mendapatkan apa yang kita inginkan. Bahkan orang yang telah mendapatkan semua yang ia inginkan, bisa sama menderitanya dengan orang yang tidak mendapatkan apapun.
Tolok ukur kebahagiaan bukan pada apa yang telah atau belum didapatkan, tetapi bagaimana sikap kita menghadapi segala hal dalam hidup ini dengan positif.
Ditulis ulang dari Buku "Ternyata Kita bisa Mengubah Arah Angin" oleh Necy Tanudibyo
Merasa kasihan bercampur heran, ia bertanya pada dokter yang mendampinginya, "Apa yang menyebabkan dia jadi seperti itu?"
"Penyebabnya adalah Lulu. Cintanya ditolak oleh seorang perempuan bernama Lulu." jawab dokter.
Mereka lalu meneruskan perjalanan menyusuri koridor. Sampailah mereka di blok berikutnya. Di sana, ada sebuah kamar yang dindingnya diberi lapisan empuk. Penghuninya terus menerus membenturkan kepalanya ke dinding sambil merintih, "Lulu... Lulu..."
"Apakah Lulu juga yang membuatnya jadi seperti ini?" tanya pengunjung itu lagi.
"Ya..." kata dokter. "Dialah orang yang akhirnya dipilih Lulu sebagai suaminya."
(Anthony de Mello)
Hikmah cerita :
Kadang kita merasa adalah orang yang paling sial di dunia. Kita sangat menginginkan sesuatu dalam hidup, tapi justru orang lain yang mendapatkannya.
Tetapi, kita sering lupa bahwa meskipun kita mendapatkan apa yang kita inginkan, bukan berarti kita bebas dari masalah. Karena, masalah selalu terjadi di sepanjang jalan kehidupan. Belum tentu juga kita akan merasa bahagia setelah mendapatkan apa yang kita inginkan. Bahkan orang yang telah mendapatkan semua yang ia inginkan, bisa sama menderitanya dengan orang yang tidak mendapatkan apapun.
Tolok ukur kebahagiaan bukan pada apa yang telah atau belum didapatkan, tetapi bagaimana sikap kita menghadapi segala hal dalam hidup ini dengan positif.
Ditulis ulang dari Buku "Ternyata Kita bisa Mengubah Arah Angin" oleh Necy Tanudibyo
Thursday, January 27, 2011
Al Qur'an sebagai Pembela di Hari Akhir
Abu Umamah r.a. berkata : “Rasulullah S.A.W telah menganjurkan supaya kami semua mempelajari Al-Qur’an, setelah itu Rasulullah S.A.W memberitahu tentang kelebihan Al-Qur’an.”
Telah bersabda Rasulullah S.A.W : "Belajarlah kamu akan Al-Qur’an, di akhirat nanti dia akan datang kepada ahli-ahlinya, yang mana di kala itu orang sangat memerlukannya."
Ia akan datang dalam bentuk seindah-indahnya dan ia bertanya, 'Kenalkah kamu kepadaku?' Maka orang yang pernah membaca akan menjawab: 'Siapakah kamu?'
Maka berkata Al-Qur’an: 'Akulah yang kamu cintai dan kamu sanjung, dan kamu juga telah bangun malam untukku dan kamu juga pernah membacaku di waktu siang hari.'
Kemudian berkata orang yang pernah membaca Al-Qur’an itu : 'Apakah kamu Al-Qur’an?'
Lalu Al-Qur’an mengakui dan menuntun orang yang pernah membacanya menghadap Allah SWT. Lalu orang itu diberi kerajaan di tangan kanan dan kekal di tangan kirinya, kemudian dia meletakkan mahkota di atas kepalanya.
Pada kedua ayah dan ibunya pula yang muslim diberi perhiasan yang tidak dapat ditukar dengan dunia walau berlipat ganda, sehingga keduanya bertanya : 'Dari manakah kami memperoleh ini semua padahal amal kami tidak sampai ini?'
Lalu dijawab: 'Kamu diberi ini semua karena anak kamu telah mempelajari Al-Qur’an.'"
http://duniaislam.site50.net/?p=18
Telah bersabda Rasulullah S.A.W : "Belajarlah kamu akan Al-Qur’an, di akhirat nanti dia akan datang kepada ahli-ahlinya, yang mana di kala itu orang sangat memerlukannya."
Ia akan datang dalam bentuk seindah-indahnya dan ia bertanya, 'Kenalkah kamu kepadaku?' Maka orang yang pernah membaca akan menjawab: 'Siapakah kamu?'
Maka berkata Al-Qur’an: 'Akulah yang kamu cintai dan kamu sanjung, dan kamu juga telah bangun malam untukku dan kamu juga pernah membacaku di waktu siang hari.'
Kemudian berkata orang yang pernah membaca Al-Qur’an itu : 'Apakah kamu Al-Qur’an?'
Lalu Al-Qur’an mengakui dan menuntun orang yang pernah membacanya menghadap Allah SWT. Lalu orang itu diberi kerajaan di tangan kanan dan kekal di tangan kirinya, kemudian dia meletakkan mahkota di atas kepalanya.
Pada kedua ayah dan ibunya pula yang muslim diberi perhiasan yang tidak dapat ditukar dengan dunia walau berlipat ganda, sehingga keduanya bertanya : 'Dari manakah kami memperoleh ini semua padahal amal kami tidak sampai ini?'
Lalu dijawab: 'Kamu diberi ini semua karena anak kamu telah mempelajari Al-Qur’an.'"
http://duniaislam.site50.net/?p=18
Kesalahan Fatwa Abu Hurairah, Tentang Wanita Berzina
Sedih. Sampai jatuh pingsan. Tak kuasa mendengar ucapan ulama itu. Betapa beratnya menanggung beban dosa besar. Dalam kitab ‘Tanbighul Ghafilin’, bahwa Abu Hurairah rahdiyallahu anhu berkata : ”Di suatu malam saya bertemu seorang wanita memakai cadar sedang berdiri di jalan". Tampaknya sangat aneh.
Lalu wanita itu berkata : “Wahai Abu Hurairah, saya telah berbuat dosa besar. Apakah saya ada kesempatan bertobat”, ucap wanita itu. “Apa dosamu?”, tanya Hurairah. “Sungguh aku telah berbuat zina dan anak hasil zina ini telah saya bunuh”, jawab wanita itu. “Engkau telah binasa, dan membinasakan, demi Allah tidak ada tobat untukmu”, jawab ulama itu.
Maka, wanita itu, ketika ia mendengar fatwa Abu Hurairah itu, menjerit dan langsung pingsan, ketika sadar lalu ia pergi. Ketika wanita itu pergi, Abu Hurairah menjadi gundah. Kegundahan itu, tak pelak membuat ulama yang terkenal itu, menangisi dirinya sendiri. Abu Hurairah menanyakan kepada dirinya sendiri : ”Bagaimana saya memberi fatwa, sedangkan Rasulullah Shallahu alaihi wa salam masih hidup?”, tukasnya.
Keesokan harinya Abu Hurairah datang kepada Rasulullah Shallahu alaihi was salam, dan menyampaikan kepada beliau : “Wahai Rasulullah, ada seorang wanita tadi malam meminta fatwa, bahwa dirinya telah berbuat zina, kemudian membunuh bayinya dari hasil perbuatannya itu. Dan, saya mengatakan engkau telah binasa, dan membinasakan, demi Allah tidak ada tobatmu”, ucap Hurairah. “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, demi Allah kamu telah celaka dan mencelakakan orang lain, tidakkah kamu memahami ayat ini”, jawab Rasulullah.
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain berserta Allah tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dlam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal sholih, maka kejahatan mreka diganti Allah dengan kebajikan. Dan, adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (al-Qur’an, al-Furqan : 68-70).
Selanjutnya, Abu Hurairah bekata, "Maka saya keluar dari kediaman Rasulullah shallahu alaihi was salam, dan sambil berlari-lari dari gang ke gang lain di kota Madinah, sambil saya bertanya : “Siapakah yang dapat menunjukkan saya pada seorang wanita yang meminta fatwa pada saya tadi malam?”, tanya Hurairah. Tapi, anak-anak kecil yang melihat Abu Hurairah itu, menganggap dia sudah gila. Karena, melihat perilaku Hurairah, yang lari kesana kemari, tanpa tentu arah, dan selalu menanyakan seorang wanita.
Kemudian, malam harinya, Hurairah menemukan wanita itu, dan berada di tempatnya semula. Maka, Hurairah memberitahukan pada wanita itu perihal sabda Rasulullah shallahu alaihi was salam, bahwa ia ada kesempatan untuk bertobat. Wanita yang malang itu, berteriak gembira, dan berkata : “Saya mempunyai sebuah kebun, akan saya sedekahkan kepada fakir miskin untuk menebus dosaku”, ucap wanita itu. Padahal, kebun itu, menghasilkan seribu kwintal korma, sedangkan dia sudah tidak memiliki apa-apa lagi.
Sejak itu, wanita yang sangat berbahagia itu, terus bertobat siang malam, tanpa henti, sampai saat senja menjelang Isya’, ia menemui ajalnya, sambil wajahnya nampak tersenyum. Karena telah terbebas dari dosa. Wallahu ‘alam.
http://www.eramuslim.com/syariah/bercermin-salaf/kesalahan-fatwa-abu-hurairah-tentang-wanita-berzina.htm
Lalu wanita itu berkata : “Wahai Abu Hurairah, saya telah berbuat dosa besar. Apakah saya ada kesempatan bertobat”, ucap wanita itu. “Apa dosamu?”, tanya Hurairah. “Sungguh aku telah berbuat zina dan anak hasil zina ini telah saya bunuh”, jawab wanita itu. “Engkau telah binasa, dan membinasakan, demi Allah tidak ada tobat untukmu”, jawab ulama itu.
Maka, wanita itu, ketika ia mendengar fatwa Abu Hurairah itu, menjerit dan langsung pingsan, ketika sadar lalu ia pergi. Ketika wanita itu pergi, Abu Hurairah menjadi gundah. Kegundahan itu, tak pelak membuat ulama yang terkenal itu, menangisi dirinya sendiri. Abu Hurairah menanyakan kepada dirinya sendiri : ”Bagaimana saya memberi fatwa, sedangkan Rasulullah Shallahu alaihi wa salam masih hidup?”, tukasnya.
Keesokan harinya Abu Hurairah datang kepada Rasulullah Shallahu alaihi was salam, dan menyampaikan kepada beliau : “Wahai Rasulullah, ada seorang wanita tadi malam meminta fatwa, bahwa dirinya telah berbuat zina, kemudian membunuh bayinya dari hasil perbuatannya itu. Dan, saya mengatakan engkau telah binasa, dan membinasakan, demi Allah tidak ada tobatmu”, ucap Hurairah. “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, demi Allah kamu telah celaka dan mencelakakan orang lain, tidakkah kamu memahami ayat ini”, jawab Rasulullah.
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain berserta Allah tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dlam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal sholih, maka kejahatan mreka diganti Allah dengan kebajikan. Dan, adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (al-Qur’an, al-Furqan : 68-70).
Selanjutnya, Abu Hurairah bekata, "Maka saya keluar dari kediaman Rasulullah shallahu alaihi was salam, dan sambil berlari-lari dari gang ke gang lain di kota Madinah, sambil saya bertanya : “Siapakah yang dapat menunjukkan saya pada seorang wanita yang meminta fatwa pada saya tadi malam?”, tanya Hurairah. Tapi, anak-anak kecil yang melihat Abu Hurairah itu, menganggap dia sudah gila. Karena, melihat perilaku Hurairah, yang lari kesana kemari, tanpa tentu arah, dan selalu menanyakan seorang wanita.
Kemudian, malam harinya, Hurairah menemukan wanita itu, dan berada di tempatnya semula. Maka, Hurairah memberitahukan pada wanita itu perihal sabda Rasulullah shallahu alaihi was salam, bahwa ia ada kesempatan untuk bertobat. Wanita yang malang itu, berteriak gembira, dan berkata : “Saya mempunyai sebuah kebun, akan saya sedekahkan kepada fakir miskin untuk menebus dosaku”, ucap wanita itu. Padahal, kebun itu, menghasilkan seribu kwintal korma, sedangkan dia sudah tidak memiliki apa-apa lagi.
Sejak itu, wanita yang sangat berbahagia itu, terus bertobat siang malam, tanpa henti, sampai saat senja menjelang Isya’, ia menemui ajalnya, sambil wajahnya nampak tersenyum. Karena telah terbebas dari dosa. Wallahu ‘alam.
http://www.eramuslim.com/syariah/bercermin-salaf/kesalahan-fatwa-abu-hurairah-tentang-wanita-berzina.htm
Wednesday, January 26, 2011
Semut Pun Berzikir
Barangkali di antara kita menganggap remeh mahluk Allah yang mungil ini, yaitu semut. Tidak jarang kita jengkel ketika semut mulai menggerogoti makanan atau mencicipi minuman segar yang kita simpan atau siap untuk dihidangkan dengan rapi. Dengan aktivitas semut ini, sebagian kita menganggap mereka mahluk yang selalu menyusahkan dan berbagai ekspresi lainnya.
Namun pernahkah kita menyadari bahwa semut terkadang lebih baik dari segolongan manusia? Mungkin kita bertanya-tanya dan sebagian ada yang menentang perkataan ini, bahkan ada yang menyatakan, "Manusia adalah mahluk Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang paling baik di dunia ini di antara berbagai mahluk Allah lainnya, apalagi jika dibandingkan dengan sekelompok semut."
Marilah kita perhatikan 2 kisah berikut:
Dari Abu Hurairah ra, Rosulullah bersabda, "Ada salah seorang Nabi yang singgah di bawah pohon lalu digigit oleh seekor semut. Kemudian ia membinasakannya dan mencari tempat persembunyian semut tersebut. Setelah itu, ia menyuruh untuk membakar tempat tinggal semut tersebut. Kemudian Allah menanyakan kepadanya, "Apakah hanya karena gigitan seekor semut engkau membakar satu umat yang senantiasa bertasbih, mengapa tidak satu semut saja yang engkau bunuh?" (Shahih, HR. Bukhari dan yang lainnya)
Dalam kisah yang lain, Ahmad menceritakan bahwa Waki' memberitahukan kami, Mus'ir memberitahukan kami, dari Zaid Al-Ami, dari Abu Shadiq Al-Naji. Dia bercerita, Sulaiman bin Dawud pernah hendak pergi mencari air (maksudnya sholat Istisqo', meminta hujan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala), lalu ia melihat seekor semut dengan bersandar ke punggungnya dan mengangkat ke dua kaki depannya ke langit mengucapkan, "Sesungguhnya kami adalah satu mahluk dari mahluk-mahlukMu, kami sangat butuh siraman dan rejekiMu. Baik Engkau akan mengucurkan air dan rejeki kepada kami atau membinasakan kami." Kemudian Sulaiman bertutur (kepada kaumnya), "Kembalilah pulang, kalian akan diberi air (hujan) melalui doa dari mahluk selain kalian" (HR. Imam Ahmad)
Dari 2 kisah tadi, Maha Suci Allah, Allah telah memberi petunjuk kepada semut untuk senantiasa bertasbih kepadaNya. Ketika semut membutuhkan bantuan dan pertolongan, ia meminta kepada Allah semata. Lalu bagaimana dengan kita yang merupakan mahluk yang paling baik yang telah diciptakan Allah? Kita senantiasa melupakan Allah karena terlena dengan kenikmatan dunia, jarang bersyukur atas karuniaNya, serta jarang berdoa kepadaNya. Sebagian besar di antara kita masih saja menyekutukan Allah dengan meminta bantuan kepada jin, tukang sihir, paranormal, orang yang telah meninggal, tempat atau benda yang dianggap keramat. Bahkan ketika tertimpa musibah bencana alam sebagian kita tetap saja melakukan ritual yang tidak ada dalam ajaran Islam serta menyekutukan Allah.
Hendaknya kita sebagai manusia merasa malu kepada semut yang selama ini kita anggap sepele, apalagi kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Wallahu a'lam ....
Sumber:
http://www.eramuslim.com/
Namun pernahkah kita menyadari bahwa semut terkadang lebih baik dari segolongan manusia? Mungkin kita bertanya-tanya dan sebagian ada yang menentang perkataan ini, bahkan ada yang menyatakan, "Manusia adalah mahluk Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang paling baik di dunia ini di antara berbagai mahluk Allah lainnya, apalagi jika dibandingkan dengan sekelompok semut."
Marilah kita perhatikan 2 kisah berikut:
Dari Abu Hurairah ra, Rosulullah bersabda, "Ada salah seorang Nabi yang singgah di bawah pohon lalu digigit oleh seekor semut. Kemudian ia membinasakannya dan mencari tempat persembunyian semut tersebut. Setelah itu, ia menyuruh untuk membakar tempat tinggal semut tersebut. Kemudian Allah menanyakan kepadanya, "Apakah hanya karena gigitan seekor semut engkau membakar satu umat yang senantiasa bertasbih, mengapa tidak satu semut saja yang engkau bunuh?" (Shahih, HR. Bukhari dan yang lainnya)
Dalam kisah yang lain, Ahmad menceritakan bahwa Waki' memberitahukan kami, Mus'ir memberitahukan kami, dari Zaid Al-Ami, dari Abu Shadiq Al-Naji. Dia bercerita, Sulaiman bin Dawud pernah hendak pergi mencari air (maksudnya sholat Istisqo', meminta hujan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala), lalu ia melihat seekor semut dengan bersandar ke punggungnya dan mengangkat ke dua kaki depannya ke langit mengucapkan, "Sesungguhnya kami adalah satu mahluk dari mahluk-mahlukMu, kami sangat butuh siraman dan rejekiMu. Baik Engkau akan mengucurkan air dan rejeki kepada kami atau membinasakan kami." Kemudian Sulaiman bertutur (kepada kaumnya), "Kembalilah pulang, kalian akan diberi air (hujan) melalui doa dari mahluk selain kalian" (HR. Imam Ahmad)
Dari 2 kisah tadi, Maha Suci Allah, Allah telah memberi petunjuk kepada semut untuk senantiasa bertasbih kepadaNya. Ketika semut membutuhkan bantuan dan pertolongan, ia meminta kepada Allah semata. Lalu bagaimana dengan kita yang merupakan mahluk yang paling baik yang telah diciptakan Allah? Kita senantiasa melupakan Allah karena terlena dengan kenikmatan dunia, jarang bersyukur atas karuniaNya, serta jarang berdoa kepadaNya. Sebagian besar di antara kita masih saja menyekutukan Allah dengan meminta bantuan kepada jin, tukang sihir, paranormal, orang yang telah meninggal, tempat atau benda yang dianggap keramat. Bahkan ketika tertimpa musibah bencana alam sebagian kita tetap saja melakukan ritual yang tidak ada dalam ajaran Islam serta menyekutukan Allah.
Hendaknya kita sebagai manusia merasa malu kepada semut yang selama ini kita anggap sepele, apalagi kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Wallahu a'lam ....
Sumber:
http://www.eramuslim.com/
Tuesday, January 25, 2011
Usaha dan Nasib
Sang Usaha dan sang Nasib saling berdebat:
Usaha : "Hasil kerja saya lebih besar dan lebih berguna dari kamu."
Nasib : "Apa yang telah kamu lakukan untuk mengalahkan saya?"
Usaha : "Apakah manusia itu berumur panjang maupun pendek, kaya maupun miskin, gagal atau berhasil, semuanya ditentukan oleh saya?"
Nasib : "Banyak orang baik berumur pendek, sedangkan yang jahat berumur panjang. Orang yang korupsi lebih kaya dari pada orang yang bekerja lebih keras. Yang malas lebih beruntung dari yang rajin. Yang pintar menjadi penganggur dan yang bodoh mendapatkan pekerjaan. Jika kamu benar-benar berpengaruh, kenapa kamu tidak membuat yang baik berumur lebih panjang, yang kerja keras lebih kaya, yang rajin lebih beruntung dan si pintar mendapatkan pekerjaan?"
Mendengar semua ini, Usaha tidak bisa membantah semua yang dikemukakan oleh Nasib.
Usaha : "Kamu benar, saya tidak mempunyai kuasa banyak untuk mempengaruhi semua ini. Ini semua terjadi karena kamu selalu salah memberikan petunjuk, dan kamu selalu memutar-balikkan nasib orang. Tampaknya kamu menyukainya apa yang kamu lakukan."
Nasib : "Sebenarnya saya sendiri tidak dapat memaksa perjalan hidup manusia. Saya hanya mengantarkan mereka hingga di awal tangga agar mereka dapat menaiki tangga kehidupannya. Jika segalanya lancar tanpa halangan, saya antarkan agar mereka dengan mudah dapat menaiki tangga kehidupannya. Tetapi jika ditengah jalan mereka berubah pikiran, saya sendiri tidak dapat memaksakan kehendaknya. Akhirnya saya biarkan saja mereka mengikuti jalan pikirannya sendiri."
Usaha : "Kalau demikian, kita berdua harus mengakui bahwa sebenarnya kita tidak dapat memaksakan jalan hidup manusia. Kita hanya dapat mengantar dan mendampinginya diawal tangga dan manusia sendiri yang memutuskan berapa anak tangga kehidupan yang akan mereka naiki."
Nasib : "Memang benar. Walaupun kita telah bekerja secara maksimal, ternyata gambaran pikiran manusia memegang peranan yang lebih kuat. Sungguh kasihan, manusia tidak menyadari bahwa dirinya tidak lagi menjadi master kehidupannya. Mereka hanya sebagai budak dari pikirannya."
Kemudian sang Nasib dan sang Usaha saling merangkul dan berpelukan. Mereka sadar bahwa apa yang telah mereka lakukan selama ini tidak lagi dihargai oleh manusia, dan akhirnya jerih payah mereka menjadi sia-sia.
(Kumpulan cerita klasik para master Tao, dikutip dari buku "Kisah-Kasih Spiritual Bagian 6").
Usaha : "Hasil kerja saya lebih besar dan lebih berguna dari kamu."
Nasib : "Apa yang telah kamu lakukan untuk mengalahkan saya?"
Usaha : "Apakah manusia itu berumur panjang maupun pendek, kaya maupun miskin, gagal atau berhasil, semuanya ditentukan oleh saya?"
Nasib : "Banyak orang baik berumur pendek, sedangkan yang jahat berumur panjang. Orang yang korupsi lebih kaya dari pada orang yang bekerja lebih keras. Yang malas lebih beruntung dari yang rajin. Yang pintar menjadi penganggur dan yang bodoh mendapatkan pekerjaan. Jika kamu benar-benar berpengaruh, kenapa kamu tidak membuat yang baik berumur lebih panjang, yang kerja keras lebih kaya, yang rajin lebih beruntung dan si pintar mendapatkan pekerjaan?"
Mendengar semua ini, Usaha tidak bisa membantah semua yang dikemukakan oleh Nasib.
Usaha : "Kamu benar, saya tidak mempunyai kuasa banyak untuk mempengaruhi semua ini. Ini semua terjadi karena kamu selalu salah memberikan petunjuk, dan kamu selalu memutar-balikkan nasib orang. Tampaknya kamu menyukainya apa yang kamu lakukan."
Nasib : "Sebenarnya saya sendiri tidak dapat memaksa perjalan hidup manusia. Saya hanya mengantarkan mereka hingga di awal tangga agar mereka dapat menaiki tangga kehidupannya. Jika segalanya lancar tanpa halangan, saya antarkan agar mereka dengan mudah dapat menaiki tangga kehidupannya. Tetapi jika ditengah jalan mereka berubah pikiran, saya sendiri tidak dapat memaksakan kehendaknya. Akhirnya saya biarkan saja mereka mengikuti jalan pikirannya sendiri."
Usaha : "Kalau demikian, kita berdua harus mengakui bahwa sebenarnya kita tidak dapat memaksakan jalan hidup manusia. Kita hanya dapat mengantar dan mendampinginya diawal tangga dan manusia sendiri yang memutuskan berapa anak tangga kehidupan yang akan mereka naiki."
Nasib : "Memang benar. Walaupun kita telah bekerja secara maksimal, ternyata gambaran pikiran manusia memegang peranan yang lebih kuat. Sungguh kasihan, manusia tidak menyadari bahwa dirinya tidak lagi menjadi master kehidupannya. Mereka hanya sebagai budak dari pikirannya."
Kemudian sang Nasib dan sang Usaha saling merangkul dan berpelukan. Mereka sadar bahwa apa yang telah mereka lakukan selama ini tidak lagi dihargai oleh manusia, dan akhirnya jerih payah mereka menjadi sia-sia.
(Kumpulan cerita klasik para master Tao, dikutip dari buku "Kisah-Kasih Spiritual Bagian 6").
Friday, January 21, 2011
Tawadhu
Alkisah, Jablah bin Aiham, raja dari Kerajaan Gassanah melakukan perjalanan ke Madinah. Menurut para sejarawan, ia datang bersama rombongan ke kota suci kedua bagi umat Islam itu untuk masuk Islam. Begitu sampai di Madinah, rombongan itu diterima dengan penuh suka cita oleh Khalifah Umar bin Khathab.
Saat musim haji tiba, Jablah menunaikan haji bersama Umar. Saat ber-tawaf, sarung raja Gassanah itu terinjak hingga terlepas. Jablah pun murka dan memukul lelaki yang menginjak sarungnya hingga berdarah. Pria yang berasal dari suku Fuzarah itu mengadu kepada Umar.
"Mengapa kamu memukul lelaki ini?" tanya Umar. "Dia telah menginjak sarungku hingga terlepas," jawab Jablah. Umar berkata, "Bukankah kamu telah menyatakan masuk Islam? Sebagai balasannya, kamu harus berusaha membuatnya rela atau dia melakukan tindakan seperti tindakan yang telah kamu lakukan terhadapnya."
Dengan penuh kesombongan, Jablah berkat, "Apakah hal ini pantas aku lakukan! Aku adalah raja, sedangkan dia adalah rakyat jelata." Umar dengan tegas berseru, "Islam memandang sama antara dirimu (raja) dan dirinya (rakyat jelata). Tidak ada hal yang membuatmu memiliki derajat lebih tinggi daripada dia, selain amal kebaikan."
"Demi Allah, aku masuk Islam dan berharap dapat menjadi lebih mulia daripada masa jahiliah."
Umar berkata, "Kamu akan seperti itu." Jablah berkata, "Tangguhkanlah aku sampai besok agar aku dapat berpikir tentang hal ini, wahai Amirul Mukminin." Umar berkata, "Silakan."
Namun pada malam hari, Jablah dan rombongannya malah melarikan diri hingga sampai di Konstantinopel dan bertemu dengan Heraklius. Ia tak mau bersikap tawadhu dan memilih keluar dari ajaran Islam yang mengajarkan persamaan derajat.
Kisah yang tercantum dalam Sirah Umar bin al-Khaththab karya Ahmad at-Taji itu mengandung pesan bahwa Islam mengajarkan sikap tawadhu seperti dicontohkan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Tawadhu adalah sikap tunduk kepada Allah dan rendah hati serta sayang terhadap hamba-Nya. Insan yang tawadhu adalah hamba-hamba Allah yang yang berjalan di bumi dengan rendah hati. (QS Al-Furqan [25]:63).
Orang yang tawadhu adalah mereka yang tak pernah sombong dan bersikap angkuh serta tak pernah menyombongkan diri. Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sungguh Allah tak menyukai orangorang yang sombong dan membanggakan diri." (QS asy-Syu'ara [31]:18). Sesunguhnya, orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. (QS Al-Hujurat [49]:13).
Mudah-mudahan bangsa ini dapat mengembangkan budaya tawadhu, antara pejabat dan rakyat, rakyat dengan rakyat, sehingga tumbuh menjadi bangsa kuat yang ditopang oleh budaya kebersamaan dan saling menghormati.
Oleh Prof Nanat Fatah Natsir
Saat musim haji tiba, Jablah menunaikan haji bersama Umar. Saat ber-tawaf, sarung raja Gassanah itu terinjak hingga terlepas. Jablah pun murka dan memukul lelaki yang menginjak sarungnya hingga berdarah. Pria yang berasal dari suku Fuzarah itu mengadu kepada Umar.
"Mengapa kamu memukul lelaki ini?" tanya Umar. "Dia telah menginjak sarungku hingga terlepas," jawab Jablah. Umar berkata, "Bukankah kamu telah menyatakan masuk Islam? Sebagai balasannya, kamu harus berusaha membuatnya rela atau dia melakukan tindakan seperti tindakan yang telah kamu lakukan terhadapnya."
Dengan penuh kesombongan, Jablah berkat, "Apakah hal ini pantas aku lakukan! Aku adalah raja, sedangkan dia adalah rakyat jelata." Umar dengan tegas berseru, "Islam memandang sama antara dirimu (raja) dan dirinya (rakyat jelata). Tidak ada hal yang membuatmu memiliki derajat lebih tinggi daripada dia, selain amal kebaikan."
"Demi Allah, aku masuk Islam dan berharap dapat menjadi lebih mulia daripada masa jahiliah."
Umar berkata, "Kamu akan seperti itu." Jablah berkata, "Tangguhkanlah aku sampai besok agar aku dapat berpikir tentang hal ini, wahai Amirul Mukminin." Umar berkata, "Silakan."
Namun pada malam hari, Jablah dan rombongannya malah melarikan diri hingga sampai di Konstantinopel dan bertemu dengan Heraklius. Ia tak mau bersikap tawadhu dan memilih keluar dari ajaran Islam yang mengajarkan persamaan derajat.
Kisah yang tercantum dalam Sirah Umar bin al-Khaththab karya Ahmad at-Taji itu mengandung pesan bahwa Islam mengajarkan sikap tawadhu seperti dicontohkan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Tawadhu adalah sikap tunduk kepada Allah dan rendah hati serta sayang terhadap hamba-Nya. Insan yang tawadhu adalah hamba-hamba Allah yang yang berjalan di bumi dengan rendah hati. (QS Al-Furqan [25]:63).
Orang yang tawadhu adalah mereka yang tak pernah sombong dan bersikap angkuh serta tak pernah menyombongkan diri. Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sungguh Allah tak menyukai orangorang yang sombong dan membanggakan diri." (QS asy-Syu'ara [31]:18). Sesunguhnya, orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. (QS Al-Hujurat [49]:13).
Mudah-mudahan bangsa ini dapat mengembangkan budaya tawadhu, antara pejabat dan rakyat, rakyat dengan rakyat, sehingga tumbuh menjadi bangsa kuat yang ditopang oleh budaya kebersamaan dan saling menghormati.
Oleh Prof Nanat Fatah Natsir
Kepala Ikan
Alkisah pada suatu hari, diadakan sebuah pesta emas peringatan 50 tahun pernikahan sepasang kakek-nenek. Pesta ini pun dihadiri oleh keluarga besar kakek dan nenek tersebut beserta kerabat dekat dan kenalan. Pasangan kakek-nenek ini dikenal sangat rukun, tidak pernah terdengar oleh siapapun bahkan pihak keluarga mengenai berita mereka perang mulut. Singkat kata mereka telah mengarungi bahtera pernikahan yang cukup lama bagi kebanyakan orang. Mereka telah dikaruniai anak-anak yang sudah dewasa dan mandiri baik secara ekonomi maupun pribadi. Pasangan tersebut merupakan gambaran sebuah keluarga yang sangat ideal.
Disela-sela acara makan malam yang telah tersedia, pasangan yang merayakan peringatan ulang tahun pernikahan mereka ini pun terlihat masih sangat romantis. Di meja makan, telah tersedia hidangan ikan yang sangat menggiurkan yang merupakan kegemaran pasangan tersebut. Sang kakek pun, pertama kali melayani sang nenek dengan mengambil kepala ikan dan memberikannya kepada sang nenek, kemudian mengambil sisa ikan tersebut untuknya sendiri.
Sang nenek melihat hal ini, perasaannya terharu bercampur kecewa dan heran. Akhirnya sang nenek berkata kepada sang kakek : "Suamiku, kita telah melewati 50 tahun bahtera pernikahan kita. Ketika engkau memutuskan untuk melamarku, aku memutuskan untuk hidup bersamamu dan menerima dengan segala kekurangan yang ada untuk hidup sengsara denganmu walaupun aku tahu waktu itu kondisi keuangan engkau pas-pasan. Aku menerima hal tersebut karena aku sangat mencintaimu.Sejak awal pernikahan kita, ketika kita mendapatkan keberuntungan untuk dapat menyantap hidangan ikan, engkau selalu hanya memberiku kepala ikan yang sebetulnya sangat tidak aku suka, namun aku tetap menerimanya dengan mengabaikan ketidaksukaanku tersebut karena aku ingin membahagiakanmu.Aku tidak pernah lagi menikmati daging ikan yang sangat aku suka selama masa pernikahan kita. Sekarang pun, setelah kita berkecukupan, engkau tetap memberiku hidangan kepala ikan ini. Aku sangat kecewa, suamiku. Aku tidak tahan lagi untuk mengungkapkan hal ini."
Sang kakek pun terkejut dan bersedihlah hatinya mendengarkan penuturan sang nenek. Akhirnya,sang kakek pun menjawab : "Istriku, ketika engkau memutuskan untuk menikah denganku, aku sangat bahagia dan aku pun bertekad untuk selalu membahagiakanmu dengan memberikan yang terbaik untukmu. Sejujurnya, hidangan kepala ikan ini adalah hidangan yang sangat aku suka. Namun, aku selalu menyisihkan hidangan kepala ikan ini untukmu, karena aku ingin memberikan yang terbaik bagimu. Semenjak menikah denganmu, tidak pernah lagi aku menikmati hidangan kepala ikan yang sangat aku suka itu. Aku hanya bisa menikmati daging ikan yang tidak aku suka karena banyak tulangnya itu. Aku minta maaf, istriku."
Mendengar hal tersebut, sang nenek pun menangis. Mereka pun akhirnya berpelukan. Percakapan pasangan ini didengar oleh sebagian undangan yang hadir sehingga akhirnya mereka pun ikut terharu.
Kadang kala kita terkejut mendengar atau mengalami sendiri suatu hubungan yang sudah berjalan cukup lama dan tidak mengalami masalah yang berarti, kandas di tengah-tengah karena hal yang sepele, seperti masalah pada cerita di atas. Kualitas suatu hubungan tidak terletak pada lamanya hubungan tersebut, melainkan terletak sejauh mana kita mengenali pasangan kita masing- masing. Hal itu dapat dilakukan dengan komunikasi yang dilandasi dengan keterbukaan. Oleh karena itu, mulailah kita membina hubungan kita berlandaskan pada kejujuran, keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain.
http://inspirasipagi.blogspot.com/2006/04/kepala-ikan.html
Disela-sela acara makan malam yang telah tersedia, pasangan yang merayakan peringatan ulang tahun pernikahan mereka ini pun terlihat masih sangat romantis. Di meja makan, telah tersedia hidangan ikan yang sangat menggiurkan yang merupakan kegemaran pasangan tersebut. Sang kakek pun, pertama kali melayani sang nenek dengan mengambil kepala ikan dan memberikannya kepada sang nenek, kemudian mengambil sisa ikan tersebut untuknya sendiri.
Sang nenek melihat hal ini, perasaannya terharu bercampur kecewa dan heran. Akhirnya sang nenek berkata kepada sang kakek : "Suamiku, kita telah melewati 50 tahun bahtera pernikahan kita. Ketika engkau memutuskan untuk melamarku, aku memutuskan untuk hidup bersamamu dan menerima dengan segala kekurangan yang ada untuk hidup sengsara denganmu walaupun aku tahu waktu itu kondisi keuangan engkau pas-pasan. Aku menerima hal tersebut karena aku sangat mencintaimu.Sejak awal pernikahan kita, ketika kita mendapatkan keberuntungan untuk dapat menyantap hidangan ikan, engkau selalu hanya memberiku kepala ikan yang sebetulnya sangat tidak aku suka, namun aku tetap menerimanya dengan mengabaikan ketidaksukaanku tersebut karena aku ingin membahagiakanmu.Aku tidak pernah lagi menikmati daging ikan yang sangat aku suka selama masa pernikahan kita. Sekarang pun, setelah kita berkecukupan, engkau tetap memberiku hidangan kepala ikan ini. Aku sangat kecewa, suamiku. Aku tidak tahan lagi untuk mengungkapkan hal ini."
Sang kakek pun terkejut dan bersedihlah hatinya mendengarkan penuturan sang nenek. Akhirnya,sang kakek pun menjawab : "Istriku, ketika engkau memutuskan untuk menikah denganku, aku sangat bahagia dan aku pun bertekad untuk selalu membahagiakanmu dengan memberikan yang terbaik untukmu. Sejujurnya, hidangan kepala ikan ini adalah hidangan yang sangat aku suka. Namun, aku selalu menyisihkan hidangan kepala ikan ini untukmu, karena aku ingin memberikan yang terbaik bagimu. Semenjak menikah denganmu, tidak pernah lagi aku menikmati hidangan kepala ikan yang sangat aku suka itu. Aku hanya bisa menikmati daging ikan yang tidak aku suka karena banyak tulangnya itu. Aku minta maaf, istriku."
Mendengar hal tersebut, sang nenek pun menangis. Mereka pun akhirnya berpelukan. Percakapan pasangan ini didengar oleh sebagian undangan yang hadir sehingga akhirnya mereka pun ikut terharu.
Kadang kala kita terkejut mendengar atau mengalami sendiri suatu hubungan yang sudah berjalan cukup lama dan tidak mengalami masalah yang berarti, kandas di tengah-tengah karena hal yang sepele, seperti masalah pada cerita di atas. Kualitas suatu hubungan tidak terletak pada lamanya hubungan tersebut, melainkan terletak sejauh mana kita mengenali pasangan kita masing- masing. Hal itu dapat dilakukan dengan komunikasi yang dilandasi dengan keterbukaan. Oleh karena itu, mulailah kita membina hubungan kita berlandaskan pada kejujuran, keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain.
http://inspirasipagi.blogspot.com/2006/04/kepala-ikan.html
Bagian Tubuh yang Paling Penting
Ibuku selalu bertanya padaku apa bagian tubuh yang paling penting. Bertahun-tahun, aku selalu menebak dengan jawaban yang aku anggap benar.
Ketika aku muda, aku pikir suara adalah yang paling penting bagi kita sebagai manusia, jadi aku jawab, "Telinga, Bu." Jawabnya, "Bukan. Banyak orang yang tuli, mereka masih bisa hidup nyaman dan beberapa dia antaranya menjadi sukses. Tapi, teruslah memikirkannya dan aku akan menanyakannya lagi nanti."
Beberapa tahun kemudian sebelum dia bertanya padaku lagi. Sejak jawaban pertama, kini aku yakin jawaban kali ini pasti benar. Jadi, kali ini aku memberitahukannya, "Bu, penglihatan sangat penting bagi semua orang, jadi pastilah mata kita."
Dia memandangku dan berkata, "Kamu belajar dengan cepat, tapi jawabanmu masih salah karena banyak orang yang buta. Dan banyak sekali orang buta yang mencapai kesuksesan."
Gagal lagi, aku meneruskan usahaku mencari jawaban baru dan dari tahun ke tahun, Ibu terus bertanya padaku beberapa kali dan jawaban dia selalu, "Bukan. Tapi, kamu makin pandai dari tahun ke tahun, anakku."
Akhirnya tahun lalu, kakekku meninggal. Semua keluarga sedih. Semua menangis. Bahkan, ayahku menangis. Aku sangat ingat itu karena itulah saat kedua kalinya aku melihatnya menangis. Ibuku memandangku ketika tiba giliranku untuk mengucapkan selamat tinggal pada kakek.
Dia bertanya padaku, "Apakah kamu sudah tahu apa bagian tubuh yang paling penting, sayang?"
Aku terkejut ketika Ibu bertanya pada saat seperti ini. Aku sering berpikir, ini hanyalah permainan antara Ibu dan aku.
Ibu melihat kebingungan di wajahku dan memberitahuku, "Pertanyaan ini penting. Ini akan menunjukkan padamu apakah kamu sudah benar-benar "hidup". Untuk semua bagian tubuh yang kamu beritahu padaku dulu, aku selalu berkata kamu salah dan aku telah memberitahukan kamu kenapa. Tapi, hari ini adalah hari di mana kamu harus belajar pelajaran yang sangat penting."
Dia memandangku dengan wajah keibuan. Aku melihat matanya penuh dengan air mata. Dia berkata, "Sayangku, bagian tubuh yang paling penting adalah bahumu."
Aku bertanya, "Apakah karena fungsinya untuk menahan kepala?" Ibu membalas, "Bukan, tapi karena bahu dapat menahan kepala seorang teman atau orang yang kamu sayangi ketika mereka menangis. Kadang-kadang dalam hidup ini, semua orang perlu bahu untuk menangis. Aku cuma berharap, kamu punya cukup kasih sayang dan teman-teman agar kamu selalu punya bahu untuk menangis kapan pun kamu membutuhkannya."
Akhirnya, aku tahu, bagian tubuh yang paling penting adalah tidak menjadi orang yang mementingkan diri sendiri. Tapi, simpati terhadap penderitaan yang dialami oleh orang lain. Orang akan melupakan apa yang kamu katakan... Orang akan melupakan apa yang kamu lakukan... Tapi, orang TIDAK akan pernah lupa bagaimana kamu membuat mereka berarti.
Sumber: http://www.mail-archive.com/airputih@yahoogroups.com/msg00071.html
Ketika aku muda, aku pikir suara adalah yang paling penting bagi kita sebagai manusia, jadi aku jawab, "Telinga, Bu." Jawabnya, "Bukan. Banyak orang yang tuli, mereka masih bisa hidup nyaman dan beberapa dia antaranya menjadi sukses. Tapi, teruslah memikirkannya dan aku akan menanyakannya lagi nanti."
Beberapa tahun kemudian sebelum dia bertanya padaku lagi. Sejak jawaban pertama, kini aku yakin jawaban kali ini pasti benar. Jadi, kali ini aku memberitahukannya, "Bu, penglihatan sangat penting bagi semua orang, jadi pastilah mata kita."
Dia memandangku dan berkata, "Kamu belajar dengan cepat, tapi jawabanmu masih salah karena banyak orang yang buta. Dan banyak sekali orang buta yang mencapai kesuksesan."
Gagal lagi, aku meneruskan usahaku mencari jawaban baru dan dari tahun ke tahun, Ibu terus bertanya padaku beberapa kali dan jawaban dia selalu, "Bukan. Tapi, kamu makin pandai dari tahun ke tahun, anakku."
Akhirnya tahun lalu, kakekku meninggal. Semua keluarga sedih. Semua menangis. Bahkan, ayahku menangis. Aku sangat ingat itu karena itulah saat kedua kalinya aku melihatnya menangis. Ibuku memandangku ketika tiba giliranku untuk mengucapkan selamat tinggal pada kakek.
Dia bertanya padaku, "Apakah kamu sudah tahu apa bagian tubuh yang paling penting, sayang?"
Aku terkejut ketika Ibu bertanya pada saat seperti ini. Aku sering berpikir, ini hanyalah permainan antara Ibu dan aku.
Ibu melihat kebingungan di wajahku dan memberitahuku, "Pertanyaan ini penting. Ini akan menunjukkan padamu apakah kamu sudah benar-benar "hidup". Untuk semua bagian tubuh yang kamu beritahu padaku dulu, aku selalu berkata kamu salah dan aku telah memberitahukan kamu kenapa. Tapi, hari ini adalah hari di mana kamu harus belajar pelajaran yang sangat penting."
Dia memandangku dengan wajah keibuan. Aku melihat matanya penuh dengan air mata. Dia berkata, "Sayangku, bagian tubuh yang paling penting adalah bahumu."
Aku bertanya, "Apakah karena fungsinya untuk menahan kepala?" Ibu membalas, "Bukan, tapi karena bahu dapat menahan kepala seorang teman atau orang yang kamu sayangi ketika mereka menangis. Kadang-kadang dalam hidup ini, semua orang perlu bahu untuk menangis. Aku cuma berharap, kamu punya cukup kasih sayang dan teman-teman agar kamu selalu punya bahu untuk menangis kapan pun kamu membutuhkannya."
Akhirnya, aku tahu, bagian tubuh yang paling penting adalah tidak menjadi orang yang mementingkan diri sendiri. Tapi, simpati terhadap penderitaan yang dialami oleh orang lain. Orang akan melupakan apa yang kamu katakan... Orang akan melupakan apa yang kamu lakukan... Tapi, orang TIDAK akan pernah lupa bagaimana kamu membuat mereka berarti.
Sumber: http://www.mail-archive.com/airputih@yahoogroups.com/msg00071.html
Markus, Sejak Kecil Sering Main di Masjid
Bagi penggemar sepak bola dalam negeri, nama Markus Horison pastilah sudah tidak asing lagi. Sejak dipercaya menjadi penjaga gawang Tim Merah Putih pada babak penyisihan grup Piala Asia 2007 lalu, menggantikan Jendri Pitoy, nama Markus mulai banyak dikenal di jagad sepak bola Indonesia. Meskipun waktu itu Indonesia kalah 1-0 dari Korea Selatan, dan tersingkir dari gelaran kompetisi, tapi justru sejak itu, Markus kerap dipercaya berada di bawah mistar gawang Tim Nasional Indonesia.
Markus kecil lahir di Pangkalan Brandan, Medan, 14 Maret 1981. Hobinya bermain bola membawa ia bercita-cita untuk menjadi penjaga gawang Tim Nasional Merah Putih ketika ia menjalani karir profesionalnya suatu hari nanti. Perawakannyanya yang memang lebih tinggi dari rekan-rekan sebayanya, membuat anak bungsu dari empat bersaudara ini kerap dipercaya menjadi penjaga gawang setiap kali ia bermain bola dengan kawan-kawannya.
Menekuni hobinya bermain bola dimulai saat Markus berusia 13 tahun dengan masuk ke sekolah sepak bola, Brandan Putra. Tahun 2000, Markus yang juga memiliki hobi berenang ini memulai karir profesionalnya sebagai seorang pemain bola pada Divisi II PSKB Binjai. Setahun kemudian, karirnya merambat naik dengan mulai bermain bersama klub yang berada di Divisi I, Persiraja Banda Aceh. Dua tahun kemudian, tepatnya pada 2003, Markus bergabung dengan klub asal tanah kelahirannya, PSMS Medan.
Bersama klub yang dijuluki ‘Ayam Kinantan’ ini, Markus sempat berpeluang menjadi kampiun pada Liga Indonesia 2007-2008, sebelum akhirnya dikalahkan oleh klub satu pulaunya, Sriwijaya FC. Seiring dengan permasalahan internal yang terjadi dalam tubuh PSMS Medan, menjelang masa dimulainya Liga Super Indonesia 2008-2009, Markus bersama dengan rekan-rekannya di PSMS seperti Mahyadi Panggabean, memutuskan untuk hijrah ke kesebelasan Persik Kediri.
Waktu ternyata mempertemukan kembali Markus dengan klub lama yang sempat lama dibelanya, PSMS Medan. Terjadinya krisis dalam tubuh Persik Kediri pada pertengahan musim Liga Super, membawa Markus kembali menjadi penjaga gawang PSMS selama putaran kedua kompetisi tertinggi sepak bola di Indonesia. Tidak seperti kepindahannya yang disertai oleh beberapa rekan-rekannya, kepulangan Markus ke PSMS kali ini hanya seorang diri.
Sejak menekuni kariernya sebagai pesepakbola profesional, sejumlah prestasi telah ditorehkannya, baik untuk level klub maupun pribadi. Bersama klubnya kala itu, PSMS Medan, Markus menjuarai turnamen ‘Piala Emas Bang Yos’ selama tiga tahun berturut-turut (2004, 2005, 2006). Bahkan pada akhir turnamen pada 2006, Markus memperoleh gelar sebagai ‘Pemain Terbaik’.
Mendapat Hidayah
Dibesarkan di keluarga yang semua anggotanya beragama Kristen, Markus yang merupakan anak dari pasangan Julius Ririhina, dan Yenny Rosmawati, banyak memperoleh gambaran mengenai agama Islam dari keluarga pihak ibu. ”Ibu saya awalnya Islam. Sejak menikah dengan ayah, Ibu berganti kepercayaan mengikuti kepercayaan ayah,” tutur pemilik nama lengkap Markus Horison Ririhina ini.
Menurut Markus, kedekatan, dan keakraban yang ia miliki dengan kerabat dari pihak ibu, membuat Markus sejak kecil sudah tidak asing lagi dengan hal-hal yang berbau Islam, seperti shalat, puasa, dan mengaji. ”Sejak duduk di sekolah dasar, saya sering menghabiskan liburan sekolah dengan berkunjung ke rumah saudara dari pihak ibu yang tinggal di Aceh. Dari situ, saya sering ikut mereka ke masjid. Tidak benar-benar masuk sih, tapi yah saya banyak memperoleh gambaran tentang Islam, dan shalat dari situ,” cerita ‘Penjaga Gawang Terbaik’ versi gelaran Liga Indonesia musim 2007-2008 yang lalu ini.
Pada tahun 2004, ketika ia berusia 25 tahun, Markus mendapatkan hidayah dari Allah SWT, dan akhirnya memutuskan untuk memeluk agama Islam. ”Saya memutuskan untuk masuk Islam, tanpa ada paksaan dari siapapun. Jadi, ini benar-benar keinginan saya sendiri,” tuturnya. Semenjak menjadi muallaf, Markus memiliki nama lain yang lebih bernafaskan Islam, yaitu Muhammad Haris. Namun, ia lebih sering menggunakan nama aslinya, karena memang ia telah lebih dulu dikenal dengan nama Markus Horison.
Keputusan Markus untuk menjadi muallaf bukannya tanpa rintangan. Di masa-masa awal perjalanannya memeluk Islam, ayah beserta ketiga kakaknya menentang keputusan tersebut. ”Awalnya tentu mereka semua merasa keberatan. Hal tersebut wajar, dan saya sangat bisa mengerti. Tapi, pada akhirnya mereka menyadari bahwa saya sudah cukup dewasa dan bisa menentukkan jalan hidup yang saya rasa terbaik untuk saya sendiri,” ujar Markus yang setia dengan model rambut bergaya plontos ini.
Sebagai satu-satunya muslim di keluarga, membuat Markus terbiasa beribadah sendirian. Di kala bulan Ramadhan tiba, Markus biasa sahur, berbuka, menjalankan tarawih, dan merayakan lebaran Idul Fitri dan Idul Adha sendirian. ”Awalnya memang berat, tapi hal tersebut harus saya jalani,” kata Markus. Meskipun begitu, atlet yang ikut memperkuat tim Sumatera Utara pada pagelaran PON XVI di Palembang pada 2004 lalu ini, mengaku tetap senang, dan bahagia menjalaninya.
Menurutnya, dalam menjalani agama yang ia anut sebelumnya, dengan yang ia anut kini, Markus tidak menemukan adanya sebuah perbedaan yang teramat besar. ”Buat saya sebenarnya semua agama tidak terlalu berbeda. Semuanya mengajarkan kita untuk selalu ingat kepada Tuhan. Hal terpenting sebenarnya hanyalah bagaimana kita menjalankan kewajiban kita sebagai umat beragama,” lanjutnya.
Kebersamaan, dan dukungan sejak awal ia menjadi muallaf, justru diperoleh Markus dari rekan-rekannya di kesebelasan PSMS Medan yang kebanyakan beragama Islam. ”Saya sering shalat, belajar, dan bertanya hal-hal seputar Islam kepada mereka,” cerita Markus. Ramadhan pertama yang harus ia lalui pun bersamaan dengan kewajiban Markus menjalani latihan bersama dengan rekan-rekan satu klubnya. ”Haus bukan halangan, karena puasa itu kan kewajiban,” tegas Markus yang mengidolakan Rasullulah SAW ini.
Pengalamannya berpuasa pada Ramadhan pertamanya juga merupakan salah satu pengalaman paling berkesan yang ia rasakan semenjak menjadi muallaf. Pada tahun pertamanya berpuasa, ternyata ia mampu menjalankan ibadah puasa, tanpa ada bolong satu haripun.
”Rasanya saya tidak percaya bahwa saya bisa, karena pada hari-hari biasa saya termasuk orang yang paling tidak tahan lapar. Ternyata saya memang bisa, dan bahagianya saya ketika akhirnya berhasil mencapai Hari Kemenangan,” kenang Markus.
Kini, memasuki tahun keempatnya sebagai seorang muslim membuat Markus kian rajin mempelajari seluk beluk dunia Islam. Ia kerap membaca, dan mempelajari sendiri buku mengenai Islam yang ia beli untuk memperluas pengetahuan keislamannya. Buku-buku panduan shalat, dan berbagai buku bacaan doa pun sering ia beli untuk menyempurnakan ibadahnya. ”Saya biasanya membaca tulisan latinnya saja, karena memang bacaan arab saya masih kurang lancar,” akunya.
Sedikit-sedikit Markus pun belajar untuk menjalankan berbagai ibadah Sunnah seperti belajar berpuasa Senin-Kamis. Seperti juga kebanyakan umat muslim lainnya, memiliki harapan untuk dapat menginjakkan kaki di rumah Allah (menunaikan ibadah haji) hari nanti. ”Pastilah sebagai muslim saya ingin sekali bisa menjalankan ibadah umroh, ataupun haji. Selain itu, masih begitu banyak hal yang harus saya lakukan untuk menyempurnakan keislaman saya, seperti memperlancar belajar mengaji,” ujarnya. (ci2/sya/republika)
Markus kecil lahir di Pangkalan Brandan, Medan, 14 Maret 1981. Hobinya bermain bola membawa ia bercita-cita untuk menjadi penjaga gawang Tim Nasional Merah Putih ketika ia menjalani karir profesionalnya suatu hari nanti. Perawakannyanya yang memang lebih tinggi dari rekan-rekan sebayanya, membuat anak bungsu dari empat bersaudara ini kerap dipercaya menjadi penjaga gawang setiap kali ia bermain bola dengan kawan-kawannya.
Menekuni hobinya bermain bola dimulai saat Markus berusia 13 tahun dengan masuk ke sekolah sepak bola, Brandan Putra. Tahun 2000, Markus yang juga memiliki hobi berenang ini memulai karir profesionalnya sebagai seorang pemain bola pada Divisi II PSKB Binjai. Setahun kemudian, karirnya merambat naik dengan mulai bermain bersama klub yang berada di Divisi I, Persiraja Banda Aceh. Dua tahun kemudian, tepatnya pada 2003, Markus bergabung dengan klub asal tanah kelahirannya, PSMS Medan.
Bersama klub yang dijuluki ‘Ayam Kinantan’ ini, Markus sempat berpeluang menjadi kampiun pada Liga Indonesia 2007-2008, sebelum akhirnya dikalahkan oleh klub satu pulaunya, Sriwijaya FC. Seiring dengan permasalahan internal yang terjadi dalam tubuh PSMS Medan, menjelang masa dimulainya Liga Super Indonesia 2008-2009, Markus bersama dengan rekan-rekannya di PSMS seperti Mahyadi Panggabean, memutuskan untuk hijrah ke kesebelasan Persik Kediri.
Waktu ternyata mempertemukan kembali Markus dengan klub lama yang sempat lama dibelanya, PSMS Medan. Terjadinya krisis dalam tubuh Persik Kediri pada pertengahan musim Liga Super, membawa Markus kembali menjadi penjaga gawang PSMS selama putaran kedua kompetisi tertinggi sepak bola di Indonesia. Tidak seperti kepindahannya yang disertai oleh beberapa rekan-rekannya, kepulangan Markus ke PSMS kali ini hanya seorang diri.
Sejak menekuni kariernya sebagai pesepakbola profesional, sejumlah prestasi telah ditorehkannya, baik untuk level klub maupun pribadi. Bersama klubnya kala itu, PSMS Medan, Markus menjuarai turnamen ‘Piala Emas Bang Yos’ selama tiga tahun berturut-turut (2004, 2005, 2006). Bahkan pada akhir turnamen pada 2006, Markus memperoleh gelar sebagai ‘Pemain Terbaik’.
Mendapat Hidayah
Dibesarkan di keluarga yang semua anggotanya beragama Kristen, Markus yang merupakan anak dari pasangan Julius Ririhina, dan Yenny Rosmawati, banyak memperoleh gambaran mengenai agama Islam dari keluarga pihak ibu. ”Ibu saya awalnya Islam. Sejak menikah dengan ayah, Ibu berganti kepercayaan mengikuti kepercayaan ayah,” tutur pemilik nama lengkap Markus Horison Ririhina ini.
Menurut Markus, kedekatan, dan keakraban yang ia miliki dengan kerabat dari pihak ibu, membuat Markus sejak kecil sudah tidak asing lagi dengan hal-hal yang berbau Islam, seperti shalat, puasa, dan mengaji. ”Sejak duduk di sekolah dasar, saya sering menghabiskan liburan sekolah dengan berkunjung ke rumah saudara dari pihak ibu yang tinggal di Aceh. Dari situ, saya sering ikut mereka ke masjid. Tidak benar-benar masuk sih, tapi yah saya banyak memperoleh gambaran tentang Islam, dan shalat dari situ,” cerita ‘Penjaga Gawang Terbaik’ versi gelaran Liga Indonesia musim 2007-2008 yang lalu ini.
Pada tahun 2004, ketika ia berusia 25 tahun, Markus mendapatkan hidayah dari Allah SWT, dan akhirnya memutuskan untuk memeluk agama Islam. ”Saya memutuskan untuk masuk Islam, tanpa ada paksaan dari siapapun. Jadi, ini benar-benar keinginan saya sendiri,” tuturnya. Semenjak menjadi muallaf, Markus memiliki nama lain yang lebih bernafaskan Islam, yaitu Muhammad Haris. Namun, ia lebih sering menggunakan nama aslinya, karena memang ia telah lebih dulu dikenal dengan nama Markus Horison.
Keputusan Markus untuk menjadi muallaf bukannya tanpa rintangan. Di masa-masa awal perjalanannya memeluk Islam, ayah beserta ketiga kakaknya menentang keputusan tersebut. ”Awalnya tentu mereka semua merasa keberatan. Hal tersebut wajar, dan saya sangat bisa mengerti. Tapi, pada akhirnya mereka menyadari bahwa saya sudah cukup dewasa dan bisa menentukkan jalan hidup yang saya rasa terbaik untuk saya sendiri,” ujar Markus yang setia dengan model rambut bergaya plontos ini.
Sebagai satu-satunya muslim di keluarga, membuat Markus terbiasa beribadah sendirian. Di kala bulan Ramadhan tiba, Markus biasa sahur, berbuka, menjalankan tarawih, dan merayakan lebaran Idul Fitri dan Idul Adha sendirian. ”Awalnya memang berat, tapi hal tersebut harus saya jalani,” kata Markus. Meskipun begitu, atlet yang ikut memperkuat tim Sumatera Utara pada pagelaran PON XVI di Palembang pada 2004 lalu ini, mengaku tetap senang, dan bahagia menjalaninya.
Menurutnya, dalam menjalani agama yang ia anut sebelumnya, dengan yang ia anut kini, Markus tidak menemukan adanya sebuah perbedaan yang teramat besar. ”Buat saya sebenarnya semua agama tidak terlalu berbeda. Semuanya mengajarkan kita untuk selalu ingat kepada Tuhan. Hal terpenting sebenarnya hanyalah bagaimana kita menjalankan kewajiban kita sebagai umat beragama,” lanjutnya.
Kebersamaan, dan dukungan sejak awal ia menjadi muallaf, justru diperoleh Markus dari rekan-rekannya di kesebelasan PSMS Medan yang kebanyakan beragama Islam. ”Saya sering shalat, belajar, dan bertanya hal-hal seputar Islam kepada mereka,” cerita Markus. Ramadhan pertama yang harus ia lalui pun bersamaan dengan kewajiban Markus menjalani latihan bersama dengan rekan-rekan satu klubnya. ”Haus bukan halangan, karena puasa itu kan kewajiban,” tegas Markus yang mengidolakan Rasullulah SAW ini.
Pengalamannya berpuasa pada Ramadhan pertamanya juga merupakan salah satu pengalaman paling berkesan yang ia rasakan semenjak menjadi muallaf. Pada tahun pertamanya berpuasa, ternyata ia mampu menjalankan ibadah puasa, tanpa ada bolong satu haripun.
”Rasanya saya tidak percaya bahwa saya bisa, karena pada hari-hari biasa saya termasuk orang yang paling tidak tahan lapar. Ternyata saya memang bisa, dan bahagianya saya ketika akhirnya berhasil mencapai Hari Kemenangan,” kenang Markus.
Kini, memasuki tahun keempatnya sebagai seorang muslim membuat Markus kian rajin mempelajari seluk beluk dunia Islam. Ia kerap membaca, dan mempelajari sendiri buku mengenai Islam yang ia beli untuk memperluas pengetahuan keislamannya. Buku-buku panduan shalat, dan berbagai buku bacaan doa pun sering ia beli untuk menyempurnakan ibadahnya. ”Saya biasanya membaca tulisan latinnya saja, karena memang bacaan arab saya masih kurang lancar,” akunya.
Sedikit-sedikit Markus pun belajar untuk menjalankan berbagai ibadah Sunnah seperti belajar berpuasa Senin-Kamis. Seperti juga kebanyakan umat muslim lainnya, memiliki harapan untuk dapat menginjakkan kaki di rumah Allah (menunaikan ibadah haji) hari nanti. ”Pastilah sebagai muslim saya ingin sekali bisa menjalankan ibadah umroh, ataupun haji. Selain itu, masih begitu banyak hal yang harus saya lakukan untuk menyempurnakan keislaman saya, seperti memperlancar belajar mengaji,” ujarnya. (ci2/sya/republika)
Thursday, January 20, 2011
Berhaji Tanpa Pahala
Di akhir zaman ramai orang
Pergi Haji tiada pahala
Bahkan apa yang mereka dapat
Ialah dosa-dosa...
(Senandung Nasyid Nada Murni)
Seorang Laki-laki mengunjungi Bisyr Ibn al-Harits untuk berpamitan haji. Ia berkata,”Aku berniat pergi haji, adakah sesuatu yang hendak Anda perintahkan kepadaku untuk dikerjakan?”
“Berapa banyak yang Anda sediakan untuk bekal?” Tanya Bisyr.
“Dua Ribu dirham.”
“Apa yang menjadi tujuan Anda berangkat haji kali ini? Apakah karena zuhud terhadap dunia, atau untuk melepas kerinduan kepada Baitullah, ataukah demi meraih keridhaan-Nya?
“Demi meraih ridha ALLAH,” kata laki-laki itu mantap.
“sekiranya Anda dapat meraih keridhaan ALLAH, sementara anda tetap tinggal di rumah Anda, dengan menginfakkan dua ribu dirham dan anda merasa yakin akan meraihnya, apakah Anda bersedia melakukannya?” Tanya Bisyr.
“Ya.”
“Kalau begitu, pergilah dan berikanlah uang Anda itu untuk menolong sepuluh jiwa; seorang yang terbebani hutang, agar ia membayar hutangnya dengan harta yang engkau berikan; seorang miskin, agar ia dapat memperbaiki keadaannya; seorang kepala keluarga yang dibebani banyak anak; dan seorang pengasuh anak yatim, agar dapat menggembirakan si yatim yang diasuhnya. Sekiranya hati anda cukup kuat untuk memberikan uang itu kepada satu orang saja diantara mereka lakukanlah! Sungguh perbuatan anda mendatangkan kegembiraan di hati seorang muslim, menolong orang yang dalam penderitaan, membantunya keluar dari kesusahannya dan menolong orang yang lemah; semua itu jauh lebih utama daripada ibadah haji seratus kali, setelah hajjatul Islam (haji yang diwajibkan sekali seumur hidup).”
Bisyr Ibn al-Harits kemudian berkata, ”Kini pergilah dan infakkan uang bekal anda itu, sebagaimana yang telah kuperintahkan kepada Anda. Atau kalau tidak ungkapkan isi hati Anda sekarang juga!.”
Laki-laki itu termenung sebentar, lalu berkata, ”Wahai Abu Nashr (panggilan Bisyr Ibn al-Harits) niat kepergian berhaji tetap lebih kuat dalam hatiku.”
Mendengar jawaban itu, Bisyr tersenyum dan berkata kepadanya, ”Memang apabila harta diperoleh melalui kotoran perdagangan atau syubhat, tertariklah hati untuk memenuhi keinginan hawa nafsu, dengan menampakkan dan menonjolkan amal-amal saleh (agar dapat diketahui oleh orang banyak). Sedangkan ALLAH SWT telah bersumpah demi diri-Nya sendiri, bahwa Ia tidak akan menerima amalan selain amalan orang-orang yang bertakwa.”
Seperti laki-laki yang datang menemui Bisyr Ibn al-Harits, banyak diantara kita yang berulangkali menunaikan ibadah haji setelah Hajjatul-Islam, padahal tidak ada alasan syar’i. Mereka berangkat haji bukanlah mencari ridha ALLAH, tetapi hanya untuk mengobati jiwanya yang gersang. Mereka ingin mendapatkan pengalaman eksotis dengan menangis di tanah suci, lalu mengira bahwa yang demikian itu merupakan pencerahan ruhani. Mereka menghabiskan uang yang sangat besar jumlahnya, sementara banyak urusan kaum muslimin yang tidak bisa berjalan karena tak ada dana yang bisa menopang. Lebih mengenaskan lagi, ada yang menunaikan Hajjatul-Islam, tetapi sebenarnya mereka belum terkenai kewajiban. Mereka berangkat ke tanah suci, tetapi tangannya terkotori oleh harta yang sebenarnya merupakan hak dari orang-orang yang menjadi tanggungannya, misalnya orangtuanya yang miskin. Alhasil ia berangkat ke tanah suci dengan airmata, bukan karena haru, tetapi airmata kesedihan pengantarnya karena ada yang terbengkalai, tidak terurusi. Mereka inilah yang menangis di tanah suci, tetapi kembali dengan jiwa yang gersang dan hati yang kosong.
Saya teringat dengan Ibnu Mas’ud RA, sahabat Nabi SAW ini pernah berkata, ”Di akhir zaman akan bertambah banyak orang pergi haji tanpa sebab tertentu. Perjalanan ke sana sangat dimudahkan bagi mereka, dan rezeki mereka pun dilapangkan, namun mereka pulang dari sana dalam keadaan kosong dari pahala dan terlepas dari kebaikan, dan adakalanya seorang dari mereka diperosokkan oleh ontanya di padang pasir dan belantara, sementara tetangganya sendiri dalam kesusahan, tidak diberinya pertolongan.”
Sumber : "Membuka Jalan Kesurga, Menyempurnakan Nikmat Mmenuju Hidup Penuh Rahmat" oleh Mohammad Fauzil Adhim
Pergi Haji tiada pahala
Bahkan apa yang mereka dapat
Ialah dosa-dosa...
(Senandung Nasyid Nada Murni)
Seorang Laki-laki mengunjungi Bisyr Ibn al-Harits untuk berpamitan haji. Ia berkata,”Aku berniat pergi haji, adakah sesuatu yang hendak Anda perintahkan kepadaku untuk dikerjakan?”
“Berapa banyak yang Anda sediakan untuk bekal?” Tanya Bisyr.
“Dua Ribu dirham.”
“Apa yang menjadi tujuan Anda berangkat haji kali ini? Apakah karena zuhud terhadap dunia, atau untuk melepas kerinduan kepada Baitullah, ataukah demi meraih keridhaan-Nya?
“Demi meraih ridha ALLAH,” kata laki-laki itu mantap.
“sekiranya Anda dapat meraih keridhaan ALLAH, sementara anda tetap tinggal di rumah Anda, dengan menginfakkan dua ribu dirham dan anda merasa yakin akan meraihnya, apakah Anda bersedia melakukannya?” Tanya Bisyr.
“Ya.”
“Kalau begitu, pergilah dan berikanlah uang Anda itu untuk menolong sepuluh jiwa; seorang yang terbebani hutang, agar ia membayar hutangnya dengan harta yang engkau berikan; seorang miskin, agar ia dapat memperbaiki keadaannya; seorang kepala keluarga yang dibebani banyak anak; dan seorang pengasuh anak yatim, agar dapat menggembirakan si yatim yang diasuhnya. Sekiranya hati anda cukup kuat untuk memberikan uang itu kepada satu orang saja diantara mereka lakukanlah! Sungguh perbuatan anda mendatangkan kegembiraan di hati seorang muslim, menolong orang yang dalam penderitaan, membantunya keluar dari kesusahannya dan menolong orang yang lemah; semua itu jauh lebih utama daripada ibadah haji seratus kali, setelah hajjatul Islam (haji yang diwajibkan sekali seumur hidup).”
Bisyr Ibn al-Harits kemudian berkata, ”Kini pergilah dan infakkan uang bekal anda itu, sebagaimana yang telah kuperintahkan kepada Anda. Atau kalau tidak ungkapkan isi hati Anda sekarang juga!.”
Laki-laki itu termenung sebentar, lalu berkata, ”Wahai Abu Nashr (panggilan Bisyr Ibn al-Harits) niat kepergian berhaji tetap lebih kuat dalam hatiku.”
Mendengar jawaban itu, Bisyr tersenyum dan berkata kepadanya, ”Memang apabila harta diperoleh melalui kotoran perdagangan atau syubhat, tertariklah hati untuk memenuhi keinginan hawa nafsu, dengan menampakkan dan menonjolkan amal-amal saleh (agar dapat diketahui oleh orang banyak). Sedangkan ALLAH SWT telah bersumpah demi diri-Nya sendiri, bahwa Ia tidak akan menerima amalan selain amalan orang-orang yang bertakwa.”
Seperti laki-laki yang datang menemui Bisyr Ibn al-Harits, banyak diantara kita yang berulangkali menunaikan ibadah haji setelah Hajjatul-Islam, padahal tidak ada alasan syar’i. Mereka berangkat haji bukanlah mencari ridha ALLAH, tetapi hanya untuk mengobati jiwanya yang gersang. Mereka ingin mendapatkan pengalaman eksotis dengan menangis di tanah suci, lalu mengira bahwa yang demikian itu merupakan pencerahan ruhani. Mereka menghabiskan uang yang sangat besar jumlahnya, sementara banyak urusan kaum muslimin yang tidak bisa berjalan karena tak ada dana yang bisa menopang. Lebih mengenaskan lagi, ada yang menunaikan Hajjatul-Islam, tetapi sebenarnya mereka belum terkenai kewajiban. Mereka berangkat ke tanah suci, tetapi tangannya terkotori oleh harta yang sebenarnya merupakan hak dari orang-orang yang menjadi tanggungannya, misalnya orangtuanya yang miskin. Alhasil ia berangkat ke tanah suci dengan airmata, bukan karena haru, tetapi airmata kesedihan pengantarnya karena ada yang terbengkalai, tidak terurusi. Mereka inilah yang menangis di tanah suci, tetapi kembali dengan jiwa yang gersang dan hati yang kosong.
Saya teringat dengan Ibnu Mas’ud RA, sahabat Nabi SAW ini pernah berkata, ”Di akhir zaman akan bertambah banyak orang pergi haji tanpa sebab tertentu. Perjalanan ke sana sangat dimudahkan bagi mereka, dan rezeki mereka pun dilapangkan, namun mereka pulang dari sana dalam keadaan kosong dari pahala dan terlepas dari kebaikan, dan adakalanya seorang dari mereka diperosokkan oleh ontanya di padang pasir dan belantara, sementara tetangganya sendiri dalam kesusahan, tidak diberinya pertolongan.”
Sumber : "Membuka Jalan Kesurga, Menyempurnakan Nikmat Mmenuju Hidup Penuh Rahmat" oleh Mohammad Fauzil Adhim
Perilaku Aneh tapi Menguntungkan
Sebuah kisah nyata tentang William Henry Harrison, presiden Amerika ke-9.
Pada waktu William masih kecil dia sering mengamen dengan membuat sebuah pertunjukan kecil. Hari itu ia pergi ke sebuah taman yang ramai dikunjungi oleh banyak orang.
Melihat tingkah lakunya banyak orang yang berpikir bahwa William kecil itu begitu dungunya. Apa pasal? Ternyata ketika orang-orang memberikan pecahan uang dollar ia selalu mengambil hanya pecahan 1 dollar. Meskipun pada waktu itu banyak yang memberikan pecahan 5, 10 dollar, ia menolaknya dan hanya mengambil pecahan 1 dollarnya saja.
Orang-orang pun merasa si William itu begitu bodohnya, dan banyak orang yang mencoba menguji kebodohannya. Dan ternyata memang setiap uang yang dilemparkan ke arahnya, si William kecil hanya mengambil pecahan 1 dollar saja!
Hingga suatu hari, lewatlah guru William di sana dan mencoba menjelaskan kepada William, "William, uang 10 dollar itu lebih besar dari 5 dollar, dan 5 dollar itu lebih besar dari 1 dollar"
"Saya tahu Bu guru, tetapi kalau saya mengambil selain 1 dollar maka tidak ada lagi yang aneh pada diri saya... Lihatlah mereka justru senang dengan perilaku saya dan terus mencoba memberikan uang, dan sayapun senang."
Ada pelajaran menarik disini, bahwa Ia mungkin terlihat bodoh tetapi justru kecerdasan emosinya membuatnya tidak memperdulikan dirinya ditertawakan orang. Dan sebenarnya justru ia sedang menertawakan kebodohan orang lain.
Pada waktu William masih kecil dia sering mengamen dengan membuat sebuah pertunjukan kecil. Hari itu ia pergi ke sebuah taman yang ramai dikunjungi oleh banyak orang.
Melihat tingkah lakunya banyak orang yang berpikir bahwa William kecil itu begitu dungunya. Apa pasal? Ternyata ketika orang-orang memberikan pecahan uang dollar ia selalu mengambil hanya pecahan 1 dollar. Meskipun pada waktu itu banyak yang memberikan pecahan 5, 10 dollar, ia menolaknya dan hanya mengambil pecahan 1 dollarnya saja.
Orang-orang pun merasa si William itu begitu bodohnya, dan banyak orang yang mencoba menguji kebodohannya. Dan ternyata memang setiap uang yang dilemparkan ke arahnya, si William kecil hanya mengambil pecahan 1 dollar saja!
Hingga suatu hari, lewatlah guru William di sana dan mencoba menjelaskan kepada William, "William, uang 10 dollar itu lebih besar dari 5 dollar, dan 5 dollar itu lebih besar dari 1 dollar"
"Saya tahu Bu guru, tetapi kalau saya mengambil selain 1 dollar maka tidak ada lagi yang aneh pada diri saya... Lihatlah mereka justru senang dengan perilaku saya dan terus mencoba memberikan uang, dan sayapun senang."
Ada pelajaran menarik disini, bahwa Ia mungkin terlihat bodoh tetapi justru kecerdasan emosinya membuatnya tidak memperdulikan dirinya ditertawakan orang. Dan sebenarnya justru ia sedang menertawakan kebodohan orang lain.
Tuesday, January 18, 2011
Dahsyatnya Cita-Cita
Suatu pagi yang cerah, di dekat rukun Yamani, duduklah empat remaja yang tampan rupa, berasal dari keluarga yang mulia. Mereka adalah Abdullah bin Zubair, Mus'ab bin Zubair, Urwah bin Zubeir, dan satu lagi adalah Abdul Malik bin Marwan.
Mereka saling mengungkapkan apa yang menjadi obsesinya.
Abdullah bin Zubair angkat bicara, "Cita-citaku adalah menguasai seluruh Hijaz dan menjadi khalifahnya." Saudaranya, Mus'ab menyusulnya, "Keinginanku adalah dapat menguasai dua wilayah Irak dan tak ada yang merongrong kekuasaanku." Adapaun Abdul Malik bin Marwan berkata, "Bila kalian berdua merasa cukup dengan itu, maka aku tidak akan puas sebelum bisa menguasai seluruh dunia dan menjadi khalifah setelah Mu'awiyah bin Abi Sufyan."
Sementara itu Urwah diam seribu bahasa, lalu semua mendekati dan bertanya, "Bagaimana denganmu, apa cita-citamu kelak wahai Urwah?" Beliau berkata, "Semoga Allah memberkati cita-cita kalian dari urusan dunia, aku ingin menjadi alim (orang berilmu yang mau beramal), sehingga orang-orang akan belajar dan mengambil ilmu tentang kitab Rabbnya, sunnah Nabinya dan hukum-hukum agamanya dariku, lalu aku berhasil di akhirat dan memasuki jannah dengan ridla Allah."
Hari-hari berganti serasa cepat. Pada gilirannya, Abdullah bin Zubair menjadi penguasa atas Hijaz, Mesir, Yaman, Khurasan dan Irak yang pada akhirnya terbunuh di ka'bah, tak jauh dari tempatnya mengungkapkan cita-citanya dahulu. Mus'ab bib Zubair telah menguasai Irak sepeninggal saudaranya Abdullah, dan akhirnya juga terbunuh ketika mempertahankan wilayah kekuasaannya.
Adapaun Abdul Malik bin Marwan, akhirnya menjadi khalifah setelah ayahnya wafat dan bersatulah suara kaum muslimin, dia berhasil menjadi raja dunia terbesar pada masanya. (Shuawaru min Hayaatit Taabi'in, karya Ra'fat Bsya)
Begitupun dengan Urwah bin Zubeir. Beliau menjadi ulama panutan di zamannya. Ibnu Sa'ad dalam Thabaqat kedua dari penduduk Madinah menyebutkan, "Urwah adalah seorang yang tsiqah, banyak meriwayatkan hadits, faqih, alim, tsabit dan bisa dipercaya." (Kitab At Tahdzib). Bahkan tidak sedikit dari kalangan sahabat Nabi SAW yang bertanya kepada beliau tentang ilmu, meskipun beliau seorang tabi'in.
Realita Tak Jauh dari Cita-cita
Kisah keempat remaja itu membuka mata kita, bahwa apa yang didapatkan manusia, tak akan jauh dengan apa yang menjadi obsesinya. Karena obsesi dan cita-cita itu akan menggerakkan pemiliknya menuju tujuannya. Fokus pikiran, tenaga dan potensi yang dimilikinya akan tercurah untuk meraih apa yang menjadi impiannya.
Karena itu, jangan tanggung-tanggung menentukan cita-cita, jangan merendahkan diri untuk menetapkan target dan tujuan. Cita-cita yang biasa saja, akan menjelma menjadi usaha yang apa adanya, dan pada gilirannya hanya akan memanen hasil yang biasa-biasa pula. Padahal Allah menyukai urusan yang tinggi-tinggi.
"Sesungguhnya Allah menyukai permasalahan yang tinggi-tinggi dan Allah tidak menyukai hal-hal yang rendah." (HR. Thabrani)
Dalam banyak dalil, Allah dan Rasul-Nya telah memotivasi kita untuk optimis dalam bercita-cita. Jiwa yang mulia pun tak akan ridla dengan hal-hal yang bisa saja, perhatikanlah doa-doa orang-orang yang dipuji oleh Allah.
"Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al Furqan : 74)"
Kedudukan muttaqin memang sudah istimewa. Tapi ternyata, doa yang dipanjatkan bukan saja menjadi muttaqin, tapi imam atau pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. Ini menunjukkan optimisme yang tinggi, himmah dan semangat yang luar biasa untuk meraih derajat yang agung.
Nabi SAW juga menganjurkan kita, "Jika engkau memohon jannah kepada Allah, maka mohonlah Firdaus, karena Firdaus adalah jannah yang paling tengah dan paling tinggi, di atasnya adalah Arsy Ar-Rahman, dan darinya pula sungai-sungai jannah mengalir." (HR. Bukhari)
Sungguh beruntung orang yang masuk jannah, tak ada sedikitpun yang membuatnya susah atau menderita, meskipun sesorang mendapatkan jannah pada tingkatan yang paling bawah. Tapi, ternyata Nabi SAW menghasung kita memohon kepada kita jannah yang paling tinggi derajatnya. Karena permohonan yang merupakan ungkapan dari cita-cita itu akan memndorong seseorang untuk berusaha mencurahkan segala potensinya untuk meraih tujuannya yang mulia.
Sehebat Apakah Cita-citamu
Sekarang, kita lihat seberapa hebat cita-cita kita. Mumpung masih ada waktu untuk merevisinya, masih ada peluang untuk menata ulang rencana dan usaha. Dan sebagai akhir kalam, saya cukupkan anda dengan satu contoh yang bisa kita jadikan sebagai referensi dalam memancangkan cita-cita.
Adalah Imam Ibnu Al jauzi, sejak kecil memiliki obsesi yang tinggi dalam hal ilmu, hingga mendorongnya melakukan usaha yang luar biasa, dan hasil yang dicapainya, sulit pula diimbangi oleh orang sezamannya, dan juga setelahnya.
Dia bercerita, "Saya merasakan nikmatnya mencari ilmu, hingga penderitaan di jalan ilmu bagi saya lebih manis dari madu, karena besarnya harapan saya untuk mendapatkan ilmu. Di waktu kecil saya membawa bekal roti kering untuk mencari hadits. Saat istirahat di pinggir sungai, saya tidak bisa makan roti itu saking kerasnya. Satu-satunya cara, saya celupkan roti itu ke sungai, baru aku bisa memakannya. Sekali menelan, saya ikuti dengan meminum air sungai. Kesusahan itu tidak terasa, karena yang ada di benakku hanyalah kelezatan saat mendapatkan ilmu."
Adapun hasilnya, beliau pernah memotivasi puteranya dan berkata, "Dengan jariku ini, aku pernah menulis 2000 jilid buku, seratus ribu orang bertaubat, dan ada 20.000 orang yang masuk Islam dengan sebab dakwahku." Wallahu Alam.
Silahkan selengkapnya berkunjung ke http://saga-islamicnet.blogspot.com/2010/03/dahsyatnya-cita-cita.html#ixzz1BNcoXDXK
Mereka saling mengungkapkan apa yang menjadi obsesinya.
Abdullah bin Zubair angkat bicara, "Cita-citaku adalah menguasai seluruh Hijaz dan menjadi khalifahnya." Saudaranya, Mus'ab menyusulnya, "Keinginanku adalah dapat menguasai dua wilayah Irak dan tak ada yang merongrong kekuasaanku." Adapaun Abdul Malik bin Marwan berkata, "Bila kalian berdua merasa cukup dengan itu, maka aku tidak akan puas sebelum bisa menguasai seluruh dunia dan menjadi khalifah setelah Mu'awiyah bin Abi Sufyan."
Sementara itu Urwah diam seribu bahasa, lalu semua mendekati dan bertanya, "Bagaimana denganmu, apa cita-citamu kelak wahai Urwah?" Beliau berkata, "Semoga Allah memberkati cita-cita kalian dari urusan dunia, aku ingin menjadi alim (orang berilmu yang mau beramal), sehingga orang-orang akan belajar dan mengambil ilmu tentang kitab Rabbnya, sunnah Nabinya dan hukum-hukum agamanya dariku, lalu aku berhasil di akhirat dan memasuki jannah dengan ridla Allah."
Hari-hari berganti serasa cepat. Pada gilirannya, Abdullah bin Zubair menjadi penguasa atas Hijaz, Mesir, Yaman, Khurasan dan Irak yang pada akhirnya terbunuh di ka'bah, tak jauh dari tempatnya mengungkapkan cita-citanya dahulu. Mus'ab bib Zubair telah menguasai Irak sepeninggal saudaranya Abdullah, dan akhirnya juga terbunuh ketika mempertahankan wilayah kekuasaannya.
Adapaun Abdul Malik bin Marwan, akhirnya menjadi khalifah setelah ayahnya wafat dan bersatulah suara kaum muslimin, dia berhasil menjadi raja dunia terbesar pada masanya. (Shuawaru min Hayaatit Taabi'in, karya Ra'fat Bsya)
Begitupun dengan Urwah bin Zubeir. Beliau menjadi ulama panutan di zamannya. Ibnu Sa'ad dalam Thabaqat kedua dari penduduk Madinah menyebutkan, "Urwah adalah seorang yang tsiqah, banyak meriwayatkan hadits, faqih, alim, tsabit dan bisa dipercaya." (Kitab At Tahdzib). Bahkan tidak sedikit dari kalangan sahabat Nabi SAW yang bertanya kepada beliau tentang ilmu, meskipun beliau seorang tabi'in.
Realita Tak Jauh dari Cita-cita
Kisah keempat remaja itu membuka mata kita, bahwa apa yang didapatkan manusia, tak akan jauh dengan apa yang menjadi obsesinya. Karena obsesi dan cita-cita itu akan menggerakkan pemiliknya menuju tujuannya. Fokus pikiran, tenaga dan potensi yang dimilikinya akan tercurah untuk meraih apa yang menjadi impiannya.
Karena itu, jangan tanggung-tanggung menentukan cita-cita, jangan merendahkan diri untuk menetapkan target dan tujuan. Cita-cita yang biasa saja, akan menjelma menjadi usaha yang apa adanya, dan pada gilirannya hanya akan memanen hasil yang biasa-biasa pula. Padahal Allah menyukai urusan yang tinggi-tinggi.
"Sesungguhnya Allah menyukai permasalahan yang tinggi-tinggi dan Allah tidak menyukai hal-hal yang rendah." (HR. Thabrani)
Dalam banyak dalil, Allah dan Rasul-Nya telah memotivasi kita untuk optimis dalam bercita-cita. Jiwa yang mulia pun tak akan ridla dengan hal-hal yang bisa saja, perhatikanlah doa-doa orang-orang yang dipuji oleh Allah.
"Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al Furqan : 74)"
Kedudukan muttaqin memang sudah istimewa. Tapi ternyata, doa yang dipanjatkan bukan saja menjadi muttaqin, tapi imam atau pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. Ini menunjukkan optimisme yang tinggi, himmah dan semangat yang luar biasa untuk meraih derajat yang agung.
Nabi SAW juga menganjurkan kita, "Jika engkau memohon jannah kepada Allah, maka mohonlah Firdaus, karena Firdaus adalah jannah yang paling tengah dan paling tinggi, di atasnya adalah Arsy Ar-Rahman, dan darinya pula sungai-sungai jannah mengalir." (HR. Bukhari)
Sungguh beruntung orang yang masuk jannah, tak ada sedikitpun yang membuatnya susah atau menderita, meskipun sesorang mendapatkan jannah pada tingkatan yang paling bawah. Tapi, ternyata Nabi SAW menghasung kita memohon kepada kita jannah yang paling tinggi derajatnya. Karena permohonan yang merupakan ungkapan dari cita-cita itu akan memndorong seseorang untuk berusaha mencurahkan segala potensinya untuk meraih tujuannya yang mulia.
Sehebat Apakah Cita-citamu
Sekarang, kita lihat seberapa hebat cita-cita kita. Mumpung masih ada waktu untuk merevisinya, masih ada peluang untuk menata ulang rencana dan usaha. Dan sebagai akhir kalam, saya cukupkan anda dengan satu contoh yang bisa kita jadikan sebagai referensi dalam memancangkan cita-cita.
Adalah Imam Ibnu Al jauzi, sejak kecil memiliki obsesi yang tinggi dalam hal ilmu, hingga mendorongnya melakukan usaha yang luar biasa, dan hasil yang dicapainya, sulit pula diimbangi oleh orang sezamannya, dan juga setelahnya.
Dia bercerita, "Saya merasakan nikmatnya mencari ilmu, hingga penderitaan di jalan ilmu bagi saya lebih manis dari madu, karena besarnya harapan saya untuk mendapatkan ilmu. Di waktu kecil saya membawa bekal roti kering untuk mencari hadits. Saat istirahat di pinggir sungai, saya tidak bisa makan roti itu saking kerasnya. Satu-satunya cara, saya celupkan roti itu ke sungai, baru aku bisa memakannya. Sekali menelan, saya ikuti dengan meminum air sungai. Kesusahan itu tidak terasa, karena yang ada di benakku hanyalah kelezatan saat mendapatkan ilmu."
Adapun hasilnya, beliau pernah memotivasi puteranya dan berkata, "Dengan jariku ini, aku pernah menulis 2000 jilid buku, seratus ribu orang bertaubat, dan ada 20.000 orang yang masuk Islam dengan sebab dakwahku." Wallahu Alam.
Silahkan selengkapnya berkunjung ke http://saga-islamicnet.blogspot.com/2010/03/dahsyatnya-cita-cita.html#ixzz1BNcoXDXK
Antara Sabar dan Mengeluh
Abul Hassan berangkat menunaikan ibadah haji ke Baitul Haram. Di waktu tawaf tanpa sengaja dia melihat seorang wanita cantik dengan wajah yang bersinar dan berseri, indah sekali.
"Demi Allah, belum pernah aku melihat wajah secantik dan secerah wanita ini, pasti hidupnya bahagia tidak kurang satu apapun, tanpa masalah yang membebani." Bisik Abul Hasan.
Ternyata wanita tersebut mendengar perkataannya dan menghampiri Abul Hasan lalu dia bertanya, "Apa yang Anda katakan? Demi Allah, kalau engkau tahu, aku masih dalam masa berkabung, berdukacita, dengan duka yang begitu dalam karena musibah yang sungguh berat kuterima dan tidak ada seorangpun ada disisiku untuk berbagi."
Abu Hassan bertanya, "Bagaimana itu bisa terjadi?"
"Suatu hari saat suamiku sedang menyembelih kambing, dua orang anak kami yang masih balita menyaksikan ayahnya menyembelih. Tanpa diduga anakku yang agak besar mengajak adiknya untuk bermain seperti pekerjaan ayahnya, si kakak menyembelih adiknya. Karena melihat darah yang berlumuran si kakak ketakutan dan lari ke atas bukit lalu menghilang."
"Berhari-hari ayah dari anak-anakku mencarinya, bukannya berhasil menemukan anakku malah dia menemui ajalnya di bukit itu karena mati kehausan, sedang anakku yang lari itu pun meninggal diserang serigala."
"Saat aku coba melihat jasad keduanya, bayiku yang masih belajar merangkak kuletakkan di dalam rumah. Tanpa kusadari dia merangkak menuju air yang tengah kudidihkan, dia menarik periuk yang berisi air mendidih lalu tumpah menyiram seluruh tubuhnya hingga menyebabkan kematiannya."
"Dalam waktu yang singkat aku kehilangan semua orang-orang yang paling aku cintai. Dan kini aku tinggal sebatang kara."
Abul Hassan bertanya, "Tapi aku melihat engkau begitu sabar, tidak terlihat keluhan seperti orang pada umumnya yang terkena musibah, sekecil apapun. Bagaimana Anda mengatasi musibah yang begitu berat ini?"
Wanita itu menjawab, "Tiada seorang pun yang dapat membedakan antara sabar dengan mengeluh melainkan ia menemukan di antara keduanya ada jalan yang berbeda. Adapun sabar dengan memperbaiki yang lahir, maka hal itu baik dan terpuji akibatnya. Dan adapun mengeluh, maka orangnya tidak mendapat ganti apapun kecuali sia-sia belaka."
_____________________
"Tidak ada balasan bagi hamba-Ku (Allah) yang Mukmin, jika Aku ambil kekasihnya dari ahli dunia kemudian ia sabar, melainkan surga baginya."
Rasulullah s.a.w bersabda, "Tiga macam tanda kekafiran terhadap Allah adalah merobek baju, mengeluh dan menghina nasab orang."
Dalam hadits yang lain, "Mengeluh merupakan salah satu kebiasaan Jahiliyyah, dan orang yang mengeluh jika sebelum taubat ia meninggal, maka Allah akan memotongkan pakaian baginya dari lap api neraka." (Riwayat oleh Imam Majah)
Semoga kita dijadikan sebagai hamba-hamba-Nya yang senantiasa sabar dalam menghadapi segala musibah. Amien
Silahkan selengkapnya berkunjung ke http://saga-islamicnet.blogspot.com/2010/08/antara-sabar-dan-mengeluh.html#ixzz1BNMxq0ci
"Demi Allah, belum pernah aku melihat wajah secantik dan secerah wanita ini, pasti hidupnya bahagia tidak kurang satu apapun, tanpa masalah yang membebani." Bisik Abul Hasan.
Ternyata wanita tersebut mendengar perkataannya dan menghampiri Abul Hasan lalu dia bertanya, "Apa yang Anda katakan? Demi Allah, kalau engkau tahu, aku masih dalam masa berkabung, berdukacita, dengan duka yang begitu dalam karena musibah yang sungguh berat kuterima dan tidak ada seorangpun ada disisiku untuk berbagi."
Abu Hassan bertanya, "Bagaimana itu bisa terjadi?"
"Suatu hari saat suamiku sedang menyembelih kambing, dua orang anak kami yang masih balita menyaksikan ayahnya menyembelih. Tanpa diduga anakku yang agak besar mengajak adiknya untuk bermain seperti pekerjaan ayahnya, si kakak menyembelih adiknya. Karena melihat darah yang berlumuran si kakak ketakutan dan lari ke atas bukit lalu menghilang."
"Berhari-hari ayah dari anak-anakku mencarinya, bukannya berhasil menemukan anakku malah dia menemui ajalnya di bukit itu karena mati kehausan, sedang anakku yang lari itu pun meninggal diserang serigala."
"Saat aku coba melihat jasad keduanya, bayiku yang masih belajar merangkak kuletakkan di dalam rumah. Tanpa kusadari dia merangkak menuju air yang tengah kudidihkan, dia menarik periuk yang berisi air mendidih lalu tumpah menyiram seluruh tubuhnya hingga menyebabkan kematiannya."
"Dalam waktu yang singkat aku kehilangan semua orang-orang yang paling aku cintai. Dan kini aku tinggal sebatang kara."
Abul Hassan bertanya, "Tapi aku melihat engkau begitu sabar, tidak terlihat keluhan seperti orang pada umumnya yang terkena musibah, sekecil apapun. Bagaimana Anda mengatasi musibah yang begitu berat ini?"
Wanita itu menjawab, "Tiada seorang pun yang dapat membedakan antara sabar dengan mengeluh melainkan ia menemukan di antara keduanya ada jalan yang berbeda. Adapun sabar dengan memperbaiki yang lahir, maka hal itu baik dan terpuji akibatnya. Dan adapun mengeluh, maka orangnya tidak mendapat ganti apapun kecuali sia-sia belaka."
_____________________
"Tidak ada balasan bagi hamba-Ku (Allah) yang Mukmin, jika Aku ambil kekasihnya dari ahli dunia kemudian ia sabar, melainkan surga baginya."
Rasulullah s.a.w bersabda, "Tiga macam tanda kekafiran terhadap Allah adalah merobek baju, mengeluh dan menghina nasab orang."
Dalam hadits yang lain, "Mengeluh merupakan salah satu kebiasaan Jahiliyyah, dan orang yang mengeluh jika sebelum taubat ia meninggal, maka Allah akan memotongkan pakaian baginya dari lap api neraka." (Riwayat oleh Imam Majah)
Semoga kita dijadikan sebagai hamba-hamba-Nya yang senantiasa sabar dalam menghadapi segala musibah. Amien
Silahkan selengkapnya berkunjung ke http://saga-islamicnet.blogspot.com/2010/08/antara-sabar-dan-mengeluh.html#ixzz1BNMxq0ci
Menjaga Hati dan Bersyukur
Abdurrahman bertanya, “Bagaimanakah trik mendapatkan hati yang selalu terjaga wahai Abu Hazim?"
Ia menjawab, “Ketika hati diperbaiki maka dosa-dosa besar terampuni... dan jika seorang hamba bertekad meninggalkan dosa, maka ia akan diliputi hati yang selalu terjaga. Jangan lupa wahai Abdurrahman bahwa kemewahan dunia akan menyibukkan hati dari kenikmatan akhirat... setiap nikmat yang tidak menjadikanmu dekat dengan Allah maka itu adalah bencana.”
Anak Abdurrahman berkata, “Sesungguhnya syaikh kami banyak dan kepada siapakah kami berteladan.”
Abdurrahman menjawab, “Wahai anakku, teladanilah syaikh yang paling takut kepada Allah secara sembunyi-sembunyi dan menahan diri dari mengumbar aib... memperbaiki dirinya sejak masa muda dan hal itu tetap berlangsung hingga masa tua. Ketahuilah wahai anakku, tidaklah mentari bersinar di pagi hari melainkan pada hari itu nafsu dan ilmu akan menghampiri penuntut ilmu, lalu keduanya saling bertarung dalam dadanya dengan dahsyatnya... jika ilmunya mengalahkan nafsunya maka hari itu adalah hari keberuntungannya... tetapi jika nafsunya yang mengalahkan ilmunya maka hari itu adalah hari kerugiannya."
Abdurrahman berkata, “Seringkali anda menasihati kami untuk bersyukur wahai Abu Hazim, apa sebenarnya hakikat syukur itu?”
Ia mengatakan, “Tiap-tiap anggota dari tubuh kita, punya hak untuk kita syukuri.”
Abdurrahman berkata, “Bagaimana (cara) bersyukurnya kedua mata?”
Ia menjawab, “(Yaitu) bila kamu melihat kebaikan dengan keduanya maka kamu mengumumkannya, dan bila kamu melihat keburukan maka kamu menutupinya.”
Abdurrahman berkata lagi, “Bagaiman (cara) bersyukurnya kedua telinga?”
Ia menjawab, “Bila kamu mendengar kebaikan dengannya maka kamu memahaminya, dan bila kamu mendengar keburukan maka kamu menimbunnya.”
“Bagaimana (cara) bersyukurnya kedua tangan?” kata Abdurrahman lagi.
Ia menjawab, “Hendaklah kamu tidak mengambil apa yang bukan milikmu dengannya... Hendaklah kamu tidak melarang hak dari hak-hak Allah dengannya... dan janganlah terlewatkan olehmu wahai Abdurrahman, bahwa orang yang hanya bersyukur dengan lisannya dan tidak mengikut sertakan seluruh anggota badan dan hatinya bersamanya... maka perumpamaannya adalah sama dengan orang yang memiliki kain (baju), tetapi ia hanya memegang ujungnya dan tidak mengenakannya... Maka yang demikian itu tidaklah melindunginya dari panas dan tidak pula membentenginya dari dingin.”
Silahkan selengkapnya berkunjung ke http://saga-islamicnet.blogspot.com/2010/12/kisah-abu-hazim-salamah-ibn-dinar.html#ixzz1BNI3nywA
Ia menjawab, “Ketika hati diperbaiki maka dosa-dosa besar terampuni... dan jika seorang hamba bertekad meninggalkan dosa, maka ia akan diliputi hati yang selalu terjaga. Jangan lupa wahai Abdurrahman bahwa kemewahan dunia akan menyibukkan hati dari kenikmatan akhirat... setiap nikmat yang tidak menjadikanmu dekat dengan Allah maka itu adalah bencana.”
Anak Abdurrahman berkata, “Sesungguhnya syaikh kami banyak dan kepada siapakah kami berteladan.”
Abdurrahman menjawab, “Wahai anakku, teladanilah syaikh yang paling takut kepada Allah secara sembunyi-sembunyi dan menahan diri dari mengumbar aib... memperbaiki dirinya sejak masa muda dan hal itu tetap berlangsung hingga masa tua. Ketahuilah wahai anakku, tidaklah mentari bersinar di pagi hari melainkan pada hari itu nafsu dan ilmu akan menghampiri penuntut ilmu, lalu keduanya saling bertarung dalam dadanya dengan dahsyatnya... jika ilmunya mengalahkan nafsunya maka hari itu adalah hari keberuntungannya... tetapi jika nafsunya yang mengalahkan ilmunya maka hari itu adalah hari kerugiannya."
Abdurrahman berkata, “Seringkali anda menasihati kami untuk bersyukur wahai Abu Hazim, apa sebenarnya hakikat syukur itu?”
Ia mengatakan, “Tiap-tiap anggota dari tubuh kita, punya hak untuk kita syukuri.”
Abdurrahman berkata, “Bagaimana (cara) bersyukurnya kedua mata?”
Ia menjawab, “(Yaitu) bila kamu melihat kebaikan dengan keduanya maka kamu mengumumkannya, dan bila kamu melihat keburukan maka kamu menutupinya.”
Abdurrahman berkata lagi, “Bagaiman (cara) bersyukurnya kedua telinga?”
Ia menjawab, “Bila kamu mendengar kebaikan dengannya maka kamu memahaminya, dan bila kamu mendengar keburukan maka kamu menimbunnya.”
“Bagaimana (cara) bersyukurnya kedua tangan?” kata Abdurrahman lagi.
Ia menjawab, “Hendaklah kamu tidak mengambil apa yang bukan milikmu dengannya... Hendaklah kamu tidak melarang hak dari hak-hak Allah dengannya... dan janganlah terlewatkan olehmu wahai Abdurrahman, bahwa orang yang hanya bersyukur dengan lisannya dan tidak mengikut sertakan seluruh anggota badan dan hatinya bersamanya... maka perumpamaannya adalah sama dengan orang yang memiliki kain (baju), tetapi ia hanya memegang ujungnya dan tidak mengenakannya... Maka yang demikian itu tidaklah melindunginya dari panas dan tidak pula membentenginya dari dingin.”
Silahkan selengkapnya berkunjung ke http://saga-islamicnet.blogspot.com/2010/12/kisah-abu-hazim-salamah-ibn-dinar.html#ixzz1BNI3nywA
Monday, January 17, 2011
Kisah Suami yang Lelah Pulang Kerja
Suatu hari sepasang suami istri bertengkar.
Suami : "Aduh..pulang kantor ini saya capek sekali nih ....!"
Istri : "Emangnya kamu aja yang capek ..! Aku di rumah juga capek...!"
Pada malam hari menjelang tidur sang suami mohon kepada Tuhan.
"Ya Tuhan yg Maha Kuasa, aku sangat lelah dengan kondisi seperti ini..., menjadi seorang suami yang harus bekerja bekerja membanting tulang di kantor.. Aku mohon jadikanlah aku sebagai istriku dan istriku ubahlah menjadi aku."
Tuhan pun tersenyum...
Esoknya permohonan sang suami dikabulkan.. dia berubah menjadi istrinya.
Pada waktu subuh dia harus bangun menyiapkan makanan untuk suaminya (yang sebenarnya adalah sang istri). Lalu menyetrika baju untuk suami dan anaknya, kemudian memandikan anak-anak. Jam 6:30 memakaikan pakaian anaknya untuk ke sekolah. Setelah suami dan anaknya berangkat, dia mencuci baju hari itu, lalu menjemurnya, kemudian dia pergi ke pasar untuk belanja, tak terasa jam sudah pukul 11 siang dia harus menjemput anaknya. Jam 1 siang dia memberi makan anaknya dengan nasi bungkus yang dibeli. Selesai makan dia mengangkat pakaian yang dijemurnya lalu dia menyetrika sampai jam 4 sore
Tak terasa.. dia belum masak untuk suaminya. Jam 4 dia mulai masak sambil nonton tv telenovela. Jam 5 dia memandikan anaknya. Jam 6 dia mandi. Jam 7 dia nonton TV sambil menunggu sang suami.
Setelah suaminya pulang makan dan tidur lelap, si istri berdoa: "Ya Tuhan yg Maha Pengampun... ampunilah aku.. Aku tidak tau apa yang aku minta.. Mohon kembalikan aku seperti sedia kala."
Tuhan tersenyum saja.. "Baiklah akan saya kabulkan..tapi.. "
"Tapi apa...? Tanya si Istri.
"Tapi kamu harus menunggu 9 bulan lagi.. karena tadi malam kamu positif hamil."
---
Rekan-rekan, moral dari cerita tadi adalah.. Janganlah mengeluh dengan pekerjaan yg telah kita dapat dan jangan iri dengan pekerjaan orang lain... Selalu ada kekurangan dan kelebihan dari apa yang telah kita miliki, jangan mudah iri atas apa yang dimiliki orang lain..
dari milis motivasi
Suami : "Aduh..pulang kantor ini saya capek sekali nih ....!"
Istri : "Emangnya kamu aja yang capek ..! Aku di rumah juga capek...!"
Pada malam hari menjelang tidur sang suami mohon kepada Tuhan.
"Ya Tuhan yg Maha Kuasa, aku sangat lelah dengan kondisi seperti ini..., menjadi seorang suami yang harus bekerja bekerja membanting tulang di kantor.. Aku mohon jadikanlah aku sebagai istriku dan istriku ubahlah menjadi aku."
Tuhan pun tersenyum...
Esoknya permohonan sang suami dikabulkan.. dia berubah menjadi istrinya.
Pada waktu subuh dia harus bangun menyiapkan makanan untuk suaminya (yang sebenarnya adalah sang istri). Lalu menyetrika baju untuk suami dan anaknya, kemudian memandikan anak-anak. Jam 6:30 memakaikan pakaian anaknya untuk ke sekolah. Setelah suami dan anaknya berangkat, dia mencuci baju hari itu, lalu menjemurnya, kemudian dia pergi ke pasar untuk belanja, tak terasa jam sudah pukul 11 siang dia harus menjemput anaknya. Jam 1 siang dia memberi makan anaknya dengan nasi bungkus yang dibeli. Selesai makan dia mengangkat pakaian yang dijemurnya lalu dia menyetrika sampai jam 4 sore
Tak terasa.. dia belum masak untuk suaminya. Jam 4 dia mulai masak sambil nonton tv telenovela. Jam 5 dia memandikan anaknya. Jam 6 dia mandi. Jam 7 dia nonton TV sambil menunggu sang suami.
Setelah suaminya pulang makan dan tidur lelap, si istri berdoa: "Ya Tuhan yg Maha Pengampun... ampunilah aku.. Aku tidak tau apa yang aku minta.. Mohon kembalikan aku seperti sedia kala."
Tuhan tersenyum saja.. "Baiklah akan saya kabulkan..tapi.. "
"Tapi apa...? Tanya si Istri.
"Tapi kamu harus menunggu 9 bulan lagi.. karena tadi malam kamu positif hamil."
---
Rekan-rekan, moral dari cerita tadi adalah.. Janganlah mengeluh dengan pekerjaan yg telah kita dapat dan jangan iri dengan pekerjaan orang lain... Selalu ada kekurangan dan kelebihan dari apa yang telah kita miliki, jangan mudah iri atas apa yang dimiliki orang lain..
dari milis motivasi
Jangan Menunggu !
Jangan menunggu bahagia baru tersenyum,
tapi tersenyumlah, maka kamu kian bahagia.
Jangan menunggu kaya baru bersedekah,
tapi bersedekahlah, maka kamu semakin kaya.
Jangan menunggu termotivasi baru bergerak,
tapi bergeraklah, maka kamu akan termotivasi.
Jangan menunggu dipedulikan orang baru kamu peduli,
tapi pedulilah dengan orang lain! maka kamu akan dipedulikan...
Jangan menunggu orang memahami kamu baru kita memahami dia,
tapi pahamilah orang itu, maka orang itu paham dengan kamu.
Jangan menunggu terinspirasi baru menulis.,
tapi menulislah, maka inspirasi akan hadir dalam tulisanmu.
Jangan menunggu proyek baru bekerja,
tapi berkerjalah, maka proyek akan menunggumu.
Jangan menunggu dicintai baru mencintai,
tapi belajarlah mencintai, maka kamu akan dicintai.
Jangan menunggu banyak uang baru hidup tenang,
tapi hiduplah dengan tenang, Insya Allah bukan sekadar uang yang datang.
Jangan menunggu contoh baru bergerak mengikuti,
tapi bergeraklah, maka kamu akan menjadi contoh yang diikuti.
Jangan menunggu sukses baru bersyukur,
tapi bersyukurlah, maka bertambah kesuksesanmu.
Jangan menunggu bisa baru melakukan,
tapi lakukanlah! Kamu pasti bisa!
Para Pecundang selalu menunggu Bukti dan Para Pemenang Selalu Menjadi Bukti.
Seribu kata mutiara akan dikalahkan Satu Aksi Nyata!
oleh Pramono Dewo
dari milis motivasi
tapi tersenyumlah, maka kamu kian bahagia.
Jangan menunggu kaya baru bersedekah,
tapi bersedekahlah, maka kamu semakin kaya.
Jangan menunggu termotivasi baru bergerak,
tapi bergeraklah, maka kamu akan termotivasi.
Jangan menunggu dipedulikan orang baru kamu peduli,
tapi pedulilah dengan orang lain! maka kamu akan dipedulikan...
Jangan menunggu orang memahami kamu baru kita memahami dia,
tapi pahamilah orang itu, maka orang itu paham dengan kamu.
Jangan menunggu terinspirasi baru menulis.,
tapi menulislah, maka inspirasi akan hadir dalam tulisanmu.
Jangan menunggu proyek baru bekerja,
tapi berkerjalah, maka proyek akan menunggumu.
Jangan menunggu dicintai baru mencintai,
tapi belajarlah mencintai, maka kamu akan dicintai.
Jangan menunggu banyak uang baru hidup tenang,
tapi hiduplah dengan tenang, Insya Allah bukan sekadar uang yang datang.
Jangan menunggu contoh baru bergerak mengikuti,
tapi bergeraklah, maka kamu akan menjadi contoh yang diikuti.
Jangan menunggu sukses baru bersyukur,
tapi bersyukurlah, maka bertambah kesuksesanmu.
Jangan menunggu bisa baru melakukan,
tapi lakukanlah! Kamu pasti bisa!
Para Pecundang selalu menunggu Bukti dan Para Pemenang Selalu Menjadi Bukti.
Seribu kata mutiara akan dikalahkan Satu Aksi Nyata!
oleh Pramono Dewo
dari milis motivasi
Mengaku Bersalah
Oleh Muhammad Abbas Aula
Rasulullah SAW tampak keheranan mendengar pengakuan tulus Ma'iz bin Malik. Sadarkah Ma'iz bahwa pengakuannya berakibat dijatuhi hukuman mati? Karena itu, Rasulullah bertanya, apakah orang ini sedang mengalami gangguan kejiwaan. "Ia tidak gila!" jawab sahabat yang hadir.
Namun, Rasulullah SAW masih juga meragukan ketulusannya. Beliaupun menyuruh salah seorang di antara yang hadir untuk mencium aroma tubuhnya. Jangan-jangan ada bau minuman keras, bisa diduga laki-laki ini sedang mabuk berat. Juga tak tercium sedikit pun bau minuman keras di tubuhnya. Untuk lebih meyakinkan, Rasulullah SAW bertanya langsung kepadanya, apakah betul Anda berzina. "Ya," jawab Ma'iz, seraya mendesak agar segera dibersihkan dirinya dari dosa zina. Dia siap menjalani hukuman rajam.
Kasus serupa terjadi pada diri wanita Ghamidiyah asal lembah Juhainah. Di hadapan Rasulullah SAW ia mengaku hamil hasil zina, dan memohon agar dijatuhi hukuman rajam seperti terjadi pada Ma'iz. Rasulullah SAW menganjurkan agar ia segera bertaubat kepada Allah, sambil menunggu lahir bayi yang di kandungnya.
Wanita itu kembali melaporkan diri setelah bayinya lahir, dan mendesak agar segera menjalani eksekusi. Rasulullah SAW masih juga menyuruhnya pulang dan memberinya kesempatan untuk menyusui sampai anaknya bisa disapih.
Wanita malang ini datang kembali sambil menggendong anaknya, di tangannya ada sepotong roti sebagai tanda bahwa sang anak benar-benar sudah disapih.
Kesempatan ini mestinya dapat dimanfaatkan oleh Ghamidiyah untuk melarikan diri. Rasulullah pun tidak akan menyuruh para sahabat mencari wanita itu, atau memasukkannya dalam daftar buronan jika benar bahwa setelah anaknya disapih ternyata ia tidak melaporkan diri. Tampaknya Rasulullah SAW sangat memahami bahwa wanita ini sungguh-sungguh bertaubat dan tidak akan mengulangi perbuatannya.
Ma'iz dan Ghamidiyah adalah sosok dua anak manusia langka di zaman sekarang ini. Keduanya datang melaporkan diri, mengakui kesalahannya, lalu minta dihukum dengan hukuman paling berat yang merenggut nyawa.
Keduanya seperti tidak yakin bahwa taubatnya diterima oleh Allah, jika hanya dengan lantunan doa dan istighfar, tanpa menjalani hukuman rajam. Keduanya memilih hukuman di dunia walaupun teramat berat, daripada di akhirat nanti dihukum dengan hukuman yang lebih dahsyat. Usai eksekusi para sahabat masih memperdebatkan, apakah taubatnya diterima oleh Allah atau tidak? Bahkan Umar bin Khattab mempertanyakan, apa layak menshalatkan jenazah orang yang berbuat dosa zina seperti ini?
"Sungguh Allah telah menerima taubatnya. Bila taubatnya dibagikan kepada seluruh umat ini, niscaya taubatnya masih tersisa," ujar Rasulullah SAW meyakinkan. (HR Muslim No 1695).
Perubahan drastis bisa terjadi pada diri seorang Muslim, manakala keyakinan akan adanya kehidupan di hari akhirat, meresap ke lubuk hati yang paling dalam. Wallahu a'lam. (Dimuat di Republika)
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/11/01/14/158543-mengaku-bersalah
Rasulullah SAW tampak keheranan mendengar pengakuan tulus Ma'iz bin Malik. Sadarkah Ma'iz bahwa pengakuannya berakibat dijatuhi hukuman mati? Karena itu, Rasulullah bertanya, apakah orang ini sedang mengalami gangguan kejiwaan. "Ia tidak gila!" jawab sahabat yang hadir.
Namun, Rasulullah SAW masih juga meragukan ketulusannya. Beliaupun menyuruh salah seorang di antara yang hadir untuk mencium aroma tubuhnya. Jangan-jangan ada bau minuman keras, bisa diduga laki-laki ini sedang mabuk berat. Juga tak tercium sedikit pun bau minuman keras di tubuhnya. Untuk lebih meyakinkan, Rasulullah SAW bertanya langsung kepadanya, apakah betul Anda berzina. "Ya," jawab Ma'iz, seraya mendesak agar segera dibersihkan dirinya dari dosa zina. Dia siap menjalani hukuman rajam.
Kasus serupa terjadi pada diri wanita Ghamidiyah asal lembah Juhainah. Di hadapan Rasulullah SAW ia mengaku hamil hasil zina, dan memohon agar dijatuhi hukuman rajam seperti terjadi pada Ma'iz. Rasulullah SAW menganjurkan agar ia segera bertaubat kepada Allah, sambil menunggu lahir bayi yang di kandungnya.
Wanita itu kembali melaporkan diri setelah bayinya lahir, dan mendesak agar segera menjalani eksekusi. Rasulullah SAW masih juga menyuruhnya pulang dan memberinya kesempatan untuk menyusui sampai anaknya bisa disapih.
Wanita malang ini datang kembali sambil menggendong anaknya, di tangannya ada sepotong roti sebagai tanda bahwa sang anak benar-benar sudah disapih.
Kesempatan ini mestinya dapat dimanfaatkan oleh Ghamidiyah untuk melarikan diri. Rasulullah pun tidak akan menyuruh para sahabat mencari wanita itu, atau memasukkannya dalam daftar buronan jika benar bahwa setelah anaknya disapih ternyata ia tidak melaporkan diri. Tampaknya Rasulullah SAW sangat memahami bahwa wanita ini sungguh-sungguh bertaubat dan tidak akan mengulangi perbuatannya.
Ma'iz dan Ghamidiyah adalah sosok dua anak manusia langka di zaman sekarang ini. Keduanya datang melaporkan diri, mengakui kesalahannya, lalu minta dihukum dengan hukuman paling berat yang merenggut nyawa.
Keduanya seperti tidak yakin bahwa taubatnya diterima oleh Allah, jika hanya dengan lantunan doa dan istighfar, tanpa menjalani hukuman rajam. Keduanya memilih hukuman di dunia walaupun teramat berat, daripada di akhirat nanti dihukum dengan hukuman yang lebih dahsyat. Usai eksekusi para sahabat masih memperdebatkan, apakah taubatnya diterima oleh Allah atau tidak? Bahkan Umar bin Khattab mempertanyakan, apa layak menshalatkan jenazah orang yang berbuat dosa zina seperti ini?
"Sungguh Allah telah menerima taubatnya. Bila taubatnya dibagikan kepada seluruh umat ini, niscaya taubatnya masih tersisa," ujar Rasulullah SAW meyakinkan. (HR Muslim No 1695).
Perubahan drastis bisa terjadi pada diri seorang Muslim, manakala keyakinan akan adanya kehidupan di hari akhirat, meresap ke lubuk hati yang paling dalam. Wallahu a'lam. (Dimuat di Republika)
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/11/01/14/158543-mengaku-bersalah
Wednesday, January 12, 2011
Berbagai 3 Hal Penting dalam Hidup Manusia
Ada 3 Hal dalam hidup yang tidak bisa kembali:
1. Waktu
2. Kata-kata
3. Kesempatan
Ada 3 Hal yang dapat menghancurkan hidup seseorang:
1. Kemarahan
2. Keangkuhan
3. Dendam
Ada 3 Hal yang tidak boleh hilang dalam hidup:
1. Harapan
2. Keikhlasan
3. Kejujuran
Ada 3 Hal yang paling berharga dalam hidup:
1. Kasih sayang
2. Keluarga dan teman
3. Berbuat kebajikan
Ada 3 Hal dalam hidup yang tidak pernah pasti:
1. Kekayaan
2. Kesuksesan
3. Mimpi
Ada 3 Hal yang akan membentuk karakter seseorang:
1. Komitmen
2. Ketulusan
3. Kerja keras
Ada 3 Hal yang bisa membuat kita sukses:
1. Imajinasi
2. Kemauan
3. Ketekunan
Dengan memperhatikan, mencermati, dan menjalankan berbagai macam “3 hal” di atas, maka bukan mustahil Anda akan bisa meraih segala sesuatu yang dingiinkan/diimpikan selama ini.
1. Waktu
2. Kata-kata
3. Kesempatan
Ada 3 Hal yang dapat menghancurkan hidup seseorang:
1. Kemarahan
2. Keangkuhan
3. Dendam
Ada 3 Hal yang tidak boleh hilang dalam hidup:
1. Harapan
2. Keikhlasan
3. Kejujuran
Ada 3 Hal yang paling berharga dalam hidup:
1. Kasih sayang
2. Keluarga dan teman
3. Berbuat kebajikan
Ada 3 Hal dalam hidup yang tidak pernah pasti:
1. Kekayaan
2. Kesuksesan
3. Mimpi
Ada 3 Hal yang akan membentuk karakter seseorang:
1. Komitmen
2. Ketulusan
3. Kerja keras
Ada 3 Hal yang bisa membuat kita sukses:
1. Imajinasi
2. Kemauan
3. Ketekunan
Dengan memperhatikan, mencermati, dan menjalankan berbagai macam “3 hal” di atas, maka bukan mustahil Anda akan bisa meraih segala sesuatu yang dingiinkan/diimpikan selama ini.
Anda adalah Apa yang Anda Pikirkan
by Andrie Wongso
Dikisahkan, seorang ibu muda memiliki 2 orang putra. Sayangnya si putra bungsu mengalami pertumbuhan kemampuan berpikir yang lamban, tidak memiliki kecerdasan seperti sang kakak. Jadilah dia anak yang pemalu, rendah diri dan sering dilecehkan oleh teman2 di sekolahnya.
Tugas sebagai ibu merangkap tulang punggung keluarga, membuatnya kelelahan, sehingga kelambanan si bungsu pun sering menjadi sasaran kemarahan dan kejengkelannya. Kata-kata kasar, seperti: "dasar anak bodoh" dan sejenisnya seolah menjadi santapan sehari-hari buat si bungsu.
Ucapan sang ibu maupun ejekan dari teman-teman, meyakinkan si bungsu bahwa dirinya anak yang menyusahkan dan memalukan keluarganya. Kekecewaan terhadap diri sendiri tercermin pada kegiatan yang dilakukan dari hari ke hari. Setiap bangun pagi, saat menatap wajah sendiri dari pantulan kaca cermin, dia memulai kegiatan dengan menyapa diri yang ada di cermin sambil berucap lirih dan sedih, "Si bodoh sedang mencuci muka", "Si bodoh mulai menyikat gigi," "Si bodoh lagi mandi," "Si bodoh berangkat ke sekolah," dan seterusnya.
Waktu terus berjalan …
Diceritakan, sebagai warga negara dewasa, ada wajib militer yang harus dijalani. Maka, si putra bungsu ini pun mendaftar dan mulai mengikuti berbagai tes: tes kesehatan, tes kemampuan fisik, dan tes yang lain. Saat hari pengumuman, dia dipanggil menghadap ke dewan penguji.
"Ah... Aku si bodoh, bisakah lolos tes kali ini?" katanya dalam hati, sambil memasuki ruangan dengan kepala tertunduk. Sungguh tidak diduga sama sekali, hasil tesnya ternyata mendapat pujian tertinggi dari dewan penguji. "Selamat anak muda! Hasil tes Anda luar biasa!! Anda sungguh pemuda yang hebat dan berbakat." Mendapat pujian seperti itu, dia seolah tidak mempercayai telinganya sendiri. Kata-kata dewan penguji adalah penemuan sisi baru dirinya yang tidak diketahui sebelumnya. Suara itu terus bergema di pikirannya, menumbuhkan kebanggaan, memotivasi setiap sikap dan tindakannya yang mencerminkan bahwa dirinya orang hebat dan luar biasa. Mulailah siklus hariannya berubah, "Aku, orang hebat sedang mandi," "Si hebat mencuci muka," "Pemuda berbakat lagi mengosok gigi," dan seterusnya. Kepercayaan diri dan citra dirinya meningkat luar biasa.
Hingga 20 tahun kemudian, si bungsu membuktikan dirinya sebagai salah seorang pengusaha sukses yang disegani, dihormati, dan menerima banyak penghargaan.
Teman2 yang Luar Biasa!
Pola pikir dan keyakinan adalah kekuatan di belakang sistem sukses yang ada di dalam diri kita. Apapun yang kita bayangkan dan kita yakini terus menerus dalam benak kita, pada akhirnya akan terwujud dalam kenyataan. Itulah hukum pikiran universal yang berlaku.
Kalau kita selalu berkata: "Mana mungkin aku bisa sukses?", "Aku sulit berhasil," maka kecenderungan sikap mental seperti itu akan disusul oleh kenyataan berupa kegagalan. Sebaliknya kalau kita berkata pada diri sendiri, "Aku bisa sukses, "Aku mampu," besar kemungkinan kita akan berusaha keras dengan berbagai cara sehingga kesuksesan bisa diraih persis seperti yang diyakini dan kita pikirkan.
Jadi tepat sekali ungkapan yang mengatakan YOU ARE WHAT U THINK. Anda adalah seperti apa yang Anda pikirkan! Mari, miliki citra diri yang sehat! Miliki keyakinan diri yang mantap!
Salam sukses luar biasa!!
[Andrie Wongso]
Dicopy dari http://www.facebook.com/satyadharma.mohammad#!/notes/andrie-wongso/cerita-motivasi-anda-adalah-apa-yang-anda-pikirkan/489266429159
Dikisahkan, seorang ibu muda memiliki 2 orang putra. Sayangnya si putra bungsu mengalami pertumbuhan kemampuan berpikir yang lamban, tidak memiliki kecerdasan seperti sang kakak. Jadilah dia anak yang pemalu, rendah diri dan sering dilecehkan oleh teman2 di sekolahnya.
Tugas sebagai ibu merangkap tulang punggung keluarga, membuatnya kelelahan, sehingga kelambanan si bungsu pun sering menjadi sasaran kemarahan dan kejengkelannya. Kata-kata kasar, seperti: "dasar anak bodoh" dan sejenisnya seolah menjadi santapan sehari-hari buat si bungsu.
Ucapan sang ibu maupun ejekan dari teman-teman, meyakinkan si bungsu bahwa dirinya anak yang menyusahkan dan memalukan keluarganya. Kekecewaan terhadap diri sendiri tercermin pada kegiatan yang dilakukan dari hari ke hari. Setiap bangun pagi, saat menatap wajah sendiri dari pantulan kaca cermin, dia memulai kegiatan dengan menyapa diri yang ada di cermin sambil berucap lirih dan sedih, "Si bodoh sedang mencuci muka", "Si bodoh mulai menyikat gigi," "Si bodoh lagi mandi," "Si bodoh berangkat ke sekolah," dan seterusnya.
Waktu terus berjalan …
Diceritakan, sebagai warga negara dewasa, ada wajib militer yang harus dijalani. Maka, si putra bungsu ini pun mendaftar dan mulai mengikuti berbagai tes: tes kesehatan, tes kemampuan fisik, dan tes yang lain. Saat hari pengumuman, dia dipanggil menghadap ke dewan penguji.
"Ah... Aku si bodoh, bisakah lolos tes kali ini?" katanya dalam hati, sambil memasuki ruangan dengan kepala tertunduk. Sungguh tidak diduga sama sekali, hasil tesnya ternyata mendapat pujian tertinggi dari dewan penguji. "Selamat anak muda! Hasil tes Anda luar biasa!! Anda sungguh pemuda yang hebat dan berbakat." Mendapat pujian seperti itu, dia seolah tidak mempercayai telinganya sendiri. Kata-kata dewan penguji adalah penemuan sisi baru dirinya yang tidak diketahui sebelumnya. Suara itu terus bergema di pikirannya, menumbuhkan kebanggaan, memotivasi setiap sikap dan tindakannya yang mencerminkan bahwa dirinya orang hebat dan luar biasa. Mulailah siklus hariannya berubah, "Aku, orang hebat sedang mandi," "Si hebat mencuci muka," "Pemuda berbakat lagi mengosok gigi," dan seterusnya. Kepercayaan diri dan citra dirinya meningkat luar biasa.
Hingga 20 tahun kemudian, si bungsu membuktikan dirinya sebagai salah seorang pengusaha sukses yang disegani, dihormati, dan menerima banyak penghargaan.
Teman2 yang Luar Biasa!
Pola pikir dan keyakinan adalah kekuatan di belakang sistem sukses yang ada di dalam diri kita. Apapun yang kita bayangkan dan kita yakini terus menerus dalam benak kita, pada akhirnya akan terwujud dalam kenyataan. Itulah hukum pikiran universal yang berlaku.
Kalau kita selalu berkata: "Mana mungkin aku bisa sukses?", "Aku sulit berhasil," maka kecenderungan sikap mental seperti itu akan disusul oleh kenyataan berupa kegagalan. Sebaliknya kalau kita berkata pada diri sendiri, "Aku bisa sukses, "Aku mampu," besar kemungkinan kita akan berusaha keras dengan berbagai cara sehingga kesuksesan bisa diraih persis seperti yang diyakini dan kita pikirkan.
Jadi tepat sekali ungkapan yang mengatakan YOU ARE WHAT U THINK. Anda adalah seperti apa yang Anda pikirkan! Mari, miliki citra diri yang sehat! Miliki keyakinan diri yang mantap!
Salam sukses luar biasa!!
[Andrie Wongso]
Dicopy dari http://www.facebook.com/satyadharma.mohammad#!/notes/andrie-wongso/cerita-motivasi-anda-adalah-apa-yang-anda-pikirkan/489266429159
Mari Becermin
Oleh Deden Zaenal Muttaqien***
Saya kira, anda, saya, dan kebanyakan kita sering bercermin. Berapa kali dan di mana kita bercermin, saya kira tak lagi terbilang jumlah dan tempatnya.
Bercermin adalah kegiatan yang sederhana. Setiap orang bisa melakukannya kapan dan di mana pun berada. Karena bercermin berarti melihat diri sediri melalui cermin. Namun, kegiatan yang sederhana ini memiliki manfaat yang luar biasa. Dengan becermin, kita akan tahu apa yang kurang dari penampilan kita.
Tapi, pernahkah hati kita becermin? Kita lebih mengutamakan merapikan pakaian, menyisir rambut, make-up, dan lain sebagainya. Tapi, pernahkah kita merapikan sikap ikhlas kita, amal kita, dan penampilan batin kita?
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Al Hasyr [59]: 18).
Umar bin Khattab mengatakan, “Hasibu anfusakum qobla antuhasabu." (Evaluasilah (hisablah) dirimu sendiri sebelum kalian dihisab (di hadapan Allah kelak)”.
Perkataan Umar tersebut mengajarkan kepada kita untuk terus mengintrospeksi diri, menghitung-hitung amalan kita apakah amal baik melebihi amal jelek kita? Atau malah sebaliknya.
Jika hari ini kita mengalami kegagalan, segeralah introspeksi diri. Barang kali ada langkah-langkah kita yang kurang sempurna. Jika hari ini kita mengalami kerugian, segeralah introspeksi diri. Barang kali ada usaha kita yang terlewat. Jika hari ini kita mengalami penurunan prestasi, segerah introspeksi diri. Barang kali ada waktu luang kita yang terabaikan. Jika hari ini kita mengalami keretakan hubungan, segeralah introspeksi diri. Barang kali ada hak-hak saudara kita yang belum ditunaikan. Jika hari ini kita mempunyai masalah apapun, segeralah introspeksi.
Perhatikanlah terus penampilan batin kita sebagaimana kita memperhatikan penampilan luar kita. Sebaik-baiknya manusia, adalah yang menyiapkan bekal terbaik sebelum menghadap Tuhan-Nya. Wallahu a'lam.
*** Penulis adalah pengajar di SMP Islam Al Qudsiyah Sukabumi.
Dicopy dari http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/11/01/05/156626-hikmah-sore-mari-becermin
Saya kira, anda, saya, dan kebanyakan kita sering bercermin. Berapa kali dan di mana kita bercermin, saya kira tak lagi terbilang jumlah dan tempatnya.
Bercermin adalah kegiatan yang sederhana. Setiap orang bisa melakukannya kapan dan di mana pun berada. Karena bercermin berarti melihat diri sediri melalui cermin. Namun, kegiatan yang sederhana ini memiliki manfaat yang luar biasa. Dengan becermin, kita akan tahu apa yang kurang dari penampilan kita.
Tapi, pernahkah hati kita becermin? Kita lebih mengutamakan merapikan pakaian, menyisir rambut, make-up, dan lain sebagainya. Tapi, pernahkah kita merapikan sikap ikhlas kita, amal kita, dan penampilan batin kita?
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Al Hasyr [59]: 18).
Umar bin Khattab mengatakan, “Hasibu anfusakum qobla antuhasabu." (Evaluasilah (hisablah) dirimu sendiri sebelum kalian dihisab (di hadapan Allah kelak)”.
Perkataan Umar tersebut mengajarkan kepada kita untuk terus mengintrospeksi diri, menghitung-hitung amalan kita apakah amal baik melebihi amal jelek kita? Atau malah sebaliknya.
Jika hari ini kita mengalami kegagalan, segeralah introspeksi diri. Barang kali ada langkah-langkah kita yang kurang sempurna. Jika hari ini kita mengalami kerugian, segeralah introspeksi diri. Barang kali ada usaha kita yang terlewat. Jika hari ini kita mengalami penurunan prestasi, segerah introspeksi diri. Barang kali ada waktu luang kita yang terabaikan. Jika hari ini kita mengalami keretakan hubungan, segeralah introspeksi diri. Barang kali ada hak-hak saudara kita yang belum ditunaikan. Jika hari ini kita mempunyai masalah apapun, segeralah introspeksi.
Perhatikanlah terus penampilan batin kita sebagaimana kita memperhatikan penampilan luar kita. Sebaik-baiknya manusia, adalah yang menyiapkan bekal terbaik sebelum menghadap Tuhan-Nya. Wallahu a'lam.
*** Penulis adalah pengajar di SMP Islam Al Qudsiyah Sukabumi.
Dicopy dari http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/11/01/05/156626-hikmah-sore-mari-becermin
Pengkhianatan Setan
Hanya Alquran yang mampu membuka rahasia-rahasia besar yang pasti akan terjadi di akhirat kelak. Salah satunya adalah pengkhianatan setan secara terbuka kepada para pengikutnya yang, dalam Kitab Suci disebutkan, dalam keadaan hina, putus asa, terlunta-lunta, dan tanpa pembela.
Saat perkara hisab telah diselesiakan, berkatalah setan, "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu namun aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekadar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku. Oleh sebab itu, janganlah kalian mencerca aku. Cercalah diri kalian sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolong kalian dan kalian pun sekalikali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatan kalian mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu." (QS Ibrahim [14] : 22).
Sungguh terkutuk itu setan. Apakah kita, manusia, tidak tahu? Sejak Nabi Adam AS sampai menjelang kiamat kelak, tak ada manusia yang tak tahu setan itu memang penipu dan pengkhianat besar.
Manusia menjadi tumbal setan, karena pada hakikatnya manusia itu makhluk lemah. Mudah sekali dirayu, digoda, dan akhirnya dikuasai setan. Terlebih lagi jika setan sudah merasuk ke dalam tubuh kita. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya setan itu mengalir dalam diri anak Adam laksana aliran darah." (HR Bukhari dan Muslim).
Di zaman teknologi digital serba canggih sekarang ini, kata Dr `Aidh Al-Qarni, jurus tipuan setan juga lebih canggih dari kemampuan kita untuk menangkalnya. Begitu canggih, begitu lihai, begitu halus tipuan setan, sampai-sampai kita tidak sadar mengikuti pola pikir dan tingkah laku persis setan.
Segala kesenangan hidup industri hiburan yang mengepung kita, misalnya-menjadi media mengasyikkan bagi setan untuk mejerumuskan manusia. Dalam Virus of the Mind, Richard Brodie mengingatkan, virus kejahatan yang menyebar lewat dunia hiburan mudah sekali merusakkan akal budi kita. Ketika akal budi runtuh, setan berjaya membangun singgasananya dalam hati dan pikiran kita.
Dengan masygul Rasulullah SAW menasihati kita agar berhati-hati benar pada segala kesenangan dunia. Sebab, di situlah setan bersembunyi menjebak kita. Hanya Allah yang mampu melindungi kita agar selamat dari segala tipu daya setan. "Jika engkau ditimpa suatu godaan setan, maka berlindunglah pada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS Al-A'raf [7] : 200).
Oleh EH Kartanegara
Dikutip dari http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/11/01/12/157990-hikmah-pengkhianatan-setan
Saat perkara hisab telah diselesiakan, berkatalah setan, "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu namun aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekadar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku. Oleh sebab itu, janganlah kalian mencerca aku. Cercalah diri kalian sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolong kalian dan kalian pun sekalikali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatan kalian mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu." (QS Ibrahim [14] : 22).
Sungguh terkutuk itu setan. Apakah kita, manusia, tidak tahu? Sejak Nabi Adam AS sampai menjelang kiamat kelak, tak ada manusia yang tak tahu setan itu memang penipu dan pengkhianat besar.
Manusia menjadi tumbal setan, karena pada hakikatnya manusia itu makhluk lemah. Mudah sekali dirayu, digoda, dan akhirnya dikuasai setan. Terlebih lagi jika setan sudah merasuk ke dalam tubuh kita. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya setan itu mengalir dalam diri anak Adam laksana aliran darah." (HR Bukhari dan Muslim).
Di zaman teknologi digital serba canggih sekarang ini, kata Dr `Aidh Al-Qarni, jurus tipuan setan juga lebih canggih dari kemampuan kita untuk menangkalnya. Begitu canggih, begitu lihai, begitu halus tipuan setan, sampai-sampai kita tidak sadar mengikuti pola pikir dan tingkah laku persis setan.
Segala kesenangan hidup industri hiburan yang mengepung kita, misalnya-menjadi media mengasyikkan bagi setan untuk mejerumuskan manusia. Dalam Virus of the Mind, Richard Brodie mengingatkan, virus kejahatan yang menyebar lewat dunia hiburan mudah sekali merusakkan akal budi kita. Ketika akal budi runtuh, setan berjaya membangun singgasananya dalam hati dan pikiran kita.
Dengan masygul Rasulullah SAW menasihati kita agar berhati-hati benar pada segala kesenangan dunia. Sebab, di situlah setan bersembunyi menjebak kita. Hanya Allah yang mampu melindungi kita agar selamat dari segala tipu daya setan. "Jika engkau ditimpa suatu godaan setan, maka berlindunglah pada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS Al-A'raf [7] : 200).
Oleh EH Kartanegara
Dikutip dari http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/11/01/12/157990-hikmah-pengkhianatan-setan
Friday, January 7, 2011
Gara-Gara Daging Babi
Waktu baru menunjukkan pukul 10.00 pagi di Beijing, Cina. Waktu salat Jumat masih tiga jam lagi. Seorang laki-laki terlihat mendekati masjid.
Lelaki itu sejenak berdiri ragu di depan masjid. Ada rasa enggan untuk melangkahkan kaki ke dalam masjid, apalagi setelah melihat tulisan di pintu gerbang masjid yang ditulis dalam bahasa Cina, Inggris dan Arab berbunyi "Hanya untuk Muslim."
Tapi lelaki itu menepis keraguannya dan memberanikan diri memasuki masjid.
"Ada yang bisa saya bantu?" tiba-tiba seorang lelaki menyapanya, imam masjid itu.
"Saya ingin menjadi seorang muslim," ujar lelaki yang disapa.
Imam masjid tersenyum dan menyambut lelaki yang ingin masuk Islam itu. Ia membawanya ke kantor "Komunitas Muslim" yang terletak di dekat bangunan masjid. Sang imam menyodorkan tiga buku kecil tentang Islam. Ia ingin lelaki itu lebih mempelajari tentang agama Islam, agama yang ingin dipeluknya.
Lelaki muda itu ternyata bukan hanya membaca semua buku tersebut, tapi membaca banyak buku lainnya tentang Islam. Ia pun sering mengajak beberapa imam di masjid untuk berdiskusi untuk membuktikan bahwa ia tahu apa yang ingin ia lakukan.
Akhirnya, seorang imam menuntunnya mengucapkan dua kalimat syahadat dan lelaki muda itu resmi menjadi seorang muslim.
Lelaki itu adalah Jang, yang setelah masuk Islam mengganti namanya menjadi Salim. Setelah bersyahadat, Salim menceritakan mengapa ia ingin menjadi seorang muslim.
"Semuanya berawal dari daging babi," kata Salim sambil tersenyum.
Ajaran Islam untuk makan makanan secukupnya, termasuk larangan makan daging babi, memicu rasa ingin tahu Salim dan mendorongnya untuk mencari tahu lebih jauh tentang Islam.
"Saya meneliti jurnal-jurnal medis dan membaca banyak buku untuk mencari jawabannya," ujar Salim.
Ia menemukan jawabannya mengapa Islam mengharamkan daging babi. Islam memandang babi najis karena hewan itu pemakan segala atau omnivora. Babi tidak membedakan antara daging atau tumbuhan dalam kebiasaan makannya. Berbeda dengan sapi atau domba misalnya, yang hanya makan tumbuhan. Sejumlah ilmuwan juga mengatakan bahwa makan daging babi, bisa menyebabkan sedikitnya 70 macam penyakit pada manusia.
"Saya menemukan kesimpulan yang sama dalam pengobatan tradisonal Cina yang tidak merekomendasikan makan daging babi dan menyebutnya sebagai daging yang paling tidak sehat dan berbahaya," tutur Salim.
Atas pengalamannya itu, Jang tertarik dengan agama Islam dan memutuskan untuk masuk Islam. Ia kini menjadi bagian dari komunitas Muslim di Cina yang menurut data resmi jumlahnya lebih dari 30 juta orang.
Islam sudah merambah negeri Cina melalui para pedagang, di era Dinasti Tang sekitar 1300 tahun yang lalu. Bahkan catatan sejarah ada yang menyebutkan bahwa sahabat-sahabat Rasulullah Muhammad Saw pernah mengunjungi Cina.
Meski komunitas Muslim di Cina cukup besar, mereka kerap menjadi target penindasan dan diskriminasi pemerintah Cina yang berhaluan komunis. Tetapi siapa yang bisa menghalangi cahaya Islam dan hidayah yang Allah Swt berikan pada umatnya. Jang atau Salim adalah salah satu contohnya. Ia mendapatkan hidayah itu dengan latar belakang yang unik, hanya karena masalah daging babi. (ln/oi)
Dikutip dari http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/gara-gara-daging-babi.htm
Lelaki itu sejenak berdiri ragu di depan masjid. Ada rasa enggan untuk melangkahkan kaki ke dalam masjid, apalagi setelah melihat tulisan di pintu gerbang masjid yang ditulis dalam bahasa Cina, Inggris dan Arab berbunyi "Hanya untuk Muslim."
Tapi lelaki itu menepis keraguannya dan memberanikan diri memasuki masjid.
"Ada yang bisa saya bantu?" tiba-tiba seorang lelaki menyapanya, imam masjid itu.
"Saya ingin menjadi seorang muslim," ujar lelaki yang disapa.
Imam masjid tersenyum dan menyambut lelaki yang ingin masuk Islam itu. Ia membawanya ke kantor "Komunitas Muslim" yang terletak di dekat bangunan masjid. Sang imam menyodorkan tiga buku kecil tentang Islam. Ia ingin lelaki itu lebih mempelajari tentang agama Islam, agama yang ingin dipeluknya.
Lelaki muda itu ternyata bukan hanya membaca semua buku tersebut, tapi membaca banyak buku lainnya tentang Islam. Ia pun sering mengajak beberapa imam di masjid untuk berdiskusi untuk membuktikan bahwa ia tahu apa yang ingin ia lakukan.
Akhirnya, seorang imam menuntunnya mengucapkan dua kalimat syahadat dan lelaki muda itu resmi menjadi seorang muslim.
Lelaki itu adalah Jang, yang setelah masuk Islam mengganti namanya menjadi Salim. Setelah bersyahadat, Salim menceritakan mengapa ia ingin menjadi seorang muslim.
"Semuanya berawal dari daging babi," kata Salim sambil tersenyum.
Ajaran Islam untuk makan makanan secukupnya, termasuk larangan makan daging babi, memicu rasa ingin tahu Salim dan mendorongnya untuk mencari tahu lebih jauh tentang Islam.
"Saya meneliti jurnal-jurnal medis dan membaca banyak buku untuk mencari jawabannya," ujar Salim.
Ia menemukan jawabannya mengapa Islam mengharamkan daging babi. Islam memandang babi najis karena hewan itu pemakan segala atau omnivora. Babi tidak membedakan antara daging atau tumbuhan dalam kebiasaan makannya. Berbeda dengan sapi atau domba misalnya, yang hanya makan tumbuhan. Sejumlah ilmuwan juga mengatakan bahwa makan daging babi, bisa menyebabkan sedikitnya 70 macam penyakit pada manusia.
"Saya menemukan kesimpulan yang sama dalam pengobatan tradisonal Cina yang tidak merekomendasikan makan daging babi dan menyebutnya sebagai daging yang paling tidak sehat dan berbahaya," tutur Salim.
Atas pengalamannya itu, Jang tertarik dengan agama Islam dan memutuskan untuk masuk Islam. Ia kini menjadi bagian dari komunitas Muslim di Cina yang menurut data resmi jumlahnya lebih dari 30 juta orang.
Islam sudah merambah negeri Cina melalui para pedagang, di era Dinasti Tang sekitar 1300 tahun yang lalu. Bahkan catatan sejarah ada yang menyebutkan bahwa sahabat-sahabat Rasulullah Muhammad Saw pernah mengunjungi Cina.
Meski komunitas Muslim di Cina cukup besar, mereka kerap menjadi target penindasan dan diskriminasi pemerintah Cina yang berhaluan komunis. Tetapi siapa yang bisa menghalangi cahaya Islam dan hidayah yang Allah Swt berikan pada umatnya. Jang atau Salim adalah salah satu contohnya. Ia mendapatkan hidayah itu dengan latar belakang yang unik, hanya karena masalah daging babi. (ln/oi)
Dikutip dari http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/gara-gara-daging-babi.htm
Thursday, January 6, 2011
Biarkan Aku Yang Terluka
Tidak terlalu berlebihan kiranya apabila Bung Karno mendapat julukan Putera Sang Fajar, secara awam dapat saya katakana bahwa Bung Karno merupakan sosok yang membawa bangsa ini menuju fajar kemerdekaan.
Seluruh kekuatan bangsa ini ada dalam genggaman Bung Karno, merah kata Bung Karno maka merelah seluruh Indonesia, hitam kata Bung Karno maka hitamlah Indonesia. Perkataan Bung Karno serta ajaran yang disampaikan akan menjadi isi kepala seluruh bangsa Indonesia.
Melihat dari latar belakang diatas maka yang ada dalam fikiran kita adalah: Bung Karno akan menggenggam Indonesia samapai saatnya dia menghadap Sang Pencipta. Pengangkatan Bung Karno sebagai Presiden seumur hidup tentunya melanggar Undang-Undang, tetapi dianggap sebuah kebenaran terutama oleh masyarakat kalangan bawah. Namun demikian sejarah telah menentukan sesuatu yang berbeda, dimana akal dan perkiraan manusia tidak lagi mampu memegang serta menjadi sutradara jalannya sebuah sejarah.
Tulisan yang sangat singkat ini sedikit memberi gambaran betapa pedihnya sayatan pedang sejarah.
Tak lama setelah mosi tidak percaya Parlemen bentukan Nasution di tahun 1967 dan MPRS menunjuk Suharto sebagai Presiden RI, Bung Karno menerima surat untuk segera meninggalkan Istana dalam waktu 2 X 24 Jam. Bung Karno dengan wajah sedih membaca surat pengusiran itu. Ia sama sekali tidak diberi waktu untuk menginventarisir barang-barang pribadinya.
Wajah-wajah tentara yang diperintahkan Suharto untuk mengusir Bung Karno tidak bersahabat lagi. “Bapak harus cepat meninggalkan Istana ini dalam waktu dua hari dari sekarang."
Bung Karno pergi ke ruang makan dan melihat Guruh sedang membaca sesuatu di ruang itu. “Mana kakak-kakakmu?” kata Bung Karno. Guruh menoleh ke arah Bapaknya dan berkata “Mereka pergi ke rumah Ibu.” Rumah Ibu yang dimaksud adalah rumah Fatmawati di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru.
Bung Karno berkata lagi, "Mas Guruh, Bapak sudah tidak boleh tinggal di Istana ini lagi, kamu persiapkan barang-barangmu... Jangan kamu ambil lukisan atau hal lain itu punya negara.” Kata Bung Karno, lalu ia pergi ke ruang depan dan mengumpulkan semua ajudan-ajudannya yang setia.
Beberapa ajudannya sudah tidak kelihatan ia maklum, ajudan itu sudah ditangkapi karena diduga terlibat Gestapu. “Aku sudah tidak boleh tinggal di Istana ini lagi, kalian jangan mengambil apapun. Lukisan-lukisan itu, souvenir, dan macam-macam barang itu milik negara”.
Semua ajudan menangis Bung Karno mau pergi, “Kenapa bapak tidak melawan, kenapa dari dulu bapak tidak melawan?” salah satu ajudan hampir berteriak memprotes tindakan diam Bung Karno. “Kalian tau apa, kalau saya melawan nanti perang saudara, perang saudara itu sulit jikalau perang dengan Belanda kita jelas hidungnya beda dengan hidung kita, perang dengan bangsa sendiri tidak.. lebih baik saya yang robek dan hancur daripada bangsa saya harus perang saudara”.
Beberapa orang dari dapur berlarian saat tau Bung Karno mau pergi, mereka bilang “Pak kami tidak ada anggaran untuk masak, tapi kami tidak enak bila bapak pergi belum makan. Biarlah kami patungan dari uang kami untuk masak agak enak dari biasanya...” Bung Karno tertawa “Ah, sudahlah sayur lodeh basi tiga hari itu malah enak, kalian masak sayur lodeh saja. Aku ini perlunya apa.”
Di hari kedua saat Bung Karno sedang membenahi baju-bajunya datang seorang perwira suruhan Orde Baru. “Pak, bapak harus segera meninggalkan tempat ini..” Beberapa tentara sudah memasuki beberapa ruangan. Dalam pikiran Bung Karno yang ia takuti adalah bendera pusaka. Ia masuk ke dalam ruang membungkus bendera pusaka dengan kertas koran lalu ia masukkan bendera itu ke dalam baju yang dikenakannya di dalam kaos oblong. Bung Karno merasa bendera pusaka itu tidak akan dirawat oleh rezim ini dengan benar.
Bung Karno lalu menoleh pada ajudannya Saelan. “Aku pergi dulu...” kata Bung Karno hanya dengan mengenakan kaus oblong putih dan celana panjang hitam. “Bapak tidak berpakaian dulu...?” Bung Karno mengibaskan tangannya, ia terburu-buru. Dan keluar dari Istana dengan naik mobil VW kodok ia minta diantarkan ke rumah Ibu Fatmawati di Sriwijaya, Kebayoran.
Di rumah Fatmawati, Bung Karno hanya duduk seharian saja di pojokan halaman, matanya kosong. Ia sudah meminta agar Bendera Pusaka itu dirawat hato-hati. Bung Karno kerjanya hanya mengguntingi daun-daun yang tumbuh di halaman. Kadang-kadang ia memegang dadanya, ia sakit ginjal parah namun obat-obatan yang biasanya diberikan tidak kunjung diberikan.
Hanya beberapa minggu Bung Karno di Sriwijaya tiba-tiba datang satu truk tentara ke rumah Sriwijaya.
Suatu saat Bung Karno mengajak ajudannya yang bernama Nitri yang orang Bali untuk jalan-jalan. Saat melihat duku Bung Karno bilang “Aku pengen duku, Tri. Sing Ngelah Pis, aku tidak punya uang...”
Nitri yang uangnya juga sedikit ngelihat dompetnya, ia cukup uang untuk beli duku. Lalu Nitri mendatangi tukang duku dan berkata “Pak, bawa dukunya ke orang yang ada di dalam mobil.”
Tukang duku itu berjalan dan mendekat ke Bung Karno “Mau pilih mana Pak, manis-manis nih..!” kata Tukang Duku dengan logat betawi. Bung Karno berkata “Coba kamu cari yang enak..” Tukang Duku-nya merasa sangat akrab dengan suara itu dan dia berteriak “Lha itu kan suara Bapak... Bapak... Bapak...” Tukang Duku berlari ke teman-temannya pedagang, “Ada Pak Karno... ada Pak Karno!” serentak banyak orang di pasar mengelilingi Bung Karno. Bung Karno tertawa tapi dalam hati ia takut orang ini akan jadi sasaran tentara karena disangka mereka akan mendukung Bung Karno. “Tri cepat jalan...”
Mendengar Bung Karno sering keluar rumah maka tentara dengan cepat memerintahkan Bung Karno diasingkan. Di Bogor dia diasingkan ke Istana Batu Tulis dan dirawat oleh ....... Dokter Hewan.
Kenyataan tragis yang dialami oleh Bung karno merupakan gambaran tragis kondisi politik dan sistim alih kekuasaan di Indonesia. Bung Karno telah memberikan seluruh catatan hidupnya untuk kebangkitan Bangsa Indonesia, walau pada akhirnya di Indonesia pula Bung Karno di campakkan.
Dikutip dari http://penasoekarno.wordpress.com/page/13/
Seluruh kekuatan bangsa ini ada dalam genggaman Bung Karno, merah kata Bung Karno maka merelah seluruh Indonesia, hitam kata Bung Karno maka hitamlah Indonesia. Perkataan Bung Karno serta ajaran yang disampaikan akan menjadi isi kepala seluruh bangsa Indonesia.
Melihat dari latar belakang diatas maka yang ada dalam fikiran kita adalah: Bung Karno akan menggenggam Indonesia samapai saatnya dia menghadap Sang Pencipta. Pengangkatan Bung Karno sebagai Presiden seumur hidup tentunya melanggar Undang-Undang, tetapi dianggap sebuah kebenaran terutama oleh masyarakat kalangan bawah. Namun demikian sejarah telah menentukan sesuatu yang berbeda, dimana akal dan perkiraan manusia tidak lagi mampu memegang serta menjadi sutradara jalannya sebuah sejarah.
Tulisan yang sangat singkat ini sedikit memberi gambaran betapa pedihnya sayatan pedang sejarah.
Tak lama setelah mosi tidak percaya Parlemen bentukan Nasution di tahun 1967 dan MPRS menunjuk Suharto sebagai Presiden RI, Bung Karno menerima surat untuk segera meninggalkan Istana dalam waktu 2 X 24 Jam. Bung Karno dengan wajah sedih membaca surat pengusiran itu. Ia sama sekali tidak diberi waktu untuk menginventarisir barang-barang pribadinya.
Wajah-wajah tentara yang diperintahkan Suharto untuk mengusir Bung Karno tidak bersahabat lagi. “Bapak harus cepat meninggalkan Istana ini dalam waktu dua hari dari sekarang."
Bung Karno pergi ke ruang makan dan melihat Guruh sedang membaca sesuatu di ruang itu. “Mana kakak-kakakmu?” kata Bung Karno. Guruh menoleh ke arah Bapaknya dan berkata “Mereka pergi ke rumah Ibu.” Rumah Ibu yang dimaksud adalah rumah Fatmawati di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru.
Bung Karno berkata lagi, "Mas Guruh, Bapak sudah tidak boleh tinggal di Istana ini lagi, kamu persiapkan barang-barangmu... Jangan kamu ambil lukisan atau hal lain itu punya negara.” Kata Bung Karno, lalu ia pergi ke ruang depan dan mengumpulkan semua ajudan-ajudannya yang setia.
Beberapa ajudannya sudah tidak kelihatan ia maklum, ajudan itu sudah ditangkapi karena diduga terlibat Gestapu. “Aku sudah tidak boleh tinggal di Istana ini lagi, kalian jangan mengambil apapun. Lukisan-lukisan itu, souvenir, dan macam-macam barang itu milik negara”.
Semua ajudan menangis Bung Karno mau pergi, “Kenapa bapak tidak melawan, kenapa dari dulu bapak tidak melawan?” salah satu ajudan hampir berteriak memprotes tindakan diam Bung Karno. “Kalian tau apa, kalau saya melawan nanti perang saudara, perang saudara itu sulit jikalau perang dengan Belanda kita jelas hidungnya beda dengan hidung kita, perang dengan bangsa sendiri tidak.. lebih baik saya yang robek dan hancur daripada bangsa saya harus perang saudara”.
Beberapa orang dari dapur berlarian saat tau Bung Karno mau pergi, mereka bilang “Pak kami tidak ada anggaran untuk masak, tapi kami tidak enak bila bapak pergi belum makan. Biarlah kami patungan dari uang kami untuk masak agak enak dari biasanya...” Bung Karno tertawa “Ah, sudahlah sayur lodeh basi tiga hari itu malah enak, kalian masak sayur lodeh saja. Aku ini perlunya apa.”
Di hari kedua saat Bung Karno sedang membenahi baju-bajunya datang seorang perwira suruhan Orde Baru. “Pak, bapak harus segera meninggalkan tempat ini..” Beberapa tentara sudah memasuki beberapa ruangan. Dalam pikiran Bung Karno yang ia takuti adalah bendera pusaka. Ia masuk ke dalam ruang membungkus bendera pusaka dengan kertas koran lalu ia masukkan bendera itu ke dalam baju yang dikenakannya di dalam kaos oblong. Bung Karno merasa bendera pusaka itu tidak akan dirawat oleh rezim ini dengan benar.
Bung Karno lalu menoleh pada ajudannya Saelan. “Aku pergi dulu...” kata Bung Karno hanya dengan mengenakan kaus oblong putih dan celana panjang hitam. “Bapak tidak berpakaian dulu...?” Bung Karno mengibaskan tangannya, ia terburu-buru. Dan keluar dari Istana dengan naik mobil VW kodok ia minta diantarkan ke rumah Ibu Fatmawati di Sriwijaya, Kebayoran.
Di rumah Fatmawati, Bung Karno hanya duduk seharian saja di pojokan halaman, matanya kosong. Ia sudah meminta agar Bendera Pusaka itu dirawat hato-hati. Bung Karno kerjanya hanya mengguntingi daun-daun yang tumbuh di halaman. Kadang-kadang ia memegang dadanya, ia sakit ginjal parah namun obat-obatan yang biasanya diberikan tidak kunjung diberikan.
Hanya beberapa minggu Bung Karno di Sriwijaya tiba-tiba datang satu truk tentara ke rumah Sriwijaya.
Suatu saat Bung Karno mengajak ajudannya yang bernama Nitri yang orang Bali untuk jalan-jalan. Saat melihat duku Bung Karno bilang “Aku pengen duku, Tri. Sing Ngelah Pis, aku tidak punya uang...”
Nitri yang uangnya juga sedikit ngelihat dompetnya, ia cukup uang untuk beli duku. Lalu Nitri mendatangi tukang duku dan berkata “Pak, bawa dukunya ke orang yang ada di dalam mobil.”
Tukang duku itu berjalan dan mendekat ke Bung Karno “Mau pilih mana Pak, manis-manis nih..!” kata Tukang Duku dengan logat betawi. Bung Karno berkata “Coba kamu cari yang enak..” Tukang Duku-nya merasa sangat akrab dengan suara itu dan dia berteriak “Lha itu kan suara Bapak... Bapak... Bapak...” Tukang Duku berlari ke teman-temannya pedagang, “Ada Pak Karno... ada Pak Karno!” serentak banyak orang di pasar mengelilingi Bung Karno. Bung Karno tertawa tapi dalam hati ia takut orang ini akan jadi sasaran tentara karena disangka mereka akan mendukung Bung Karno. “Tri cepat jalan...”
Mendengar Bung Karno sering keluar rumah maka tentara dengan cepat memerintahkan Bung Karno diasingkan. Di Bogor dia diasingkan ke Istana Batu Tulis dan dirawat oleh ....... Dokter Hewan.
Kenyataan tragis yang dialami oleh Bung karno merupakan gambaran tragis kondisi politik dan sistim alih kekuasaan di Indonesia. Bung Karno telah memberikan seluruh catatan hidupnya untuk kebangkitan Bangsa Indonesia, walau pada akhirnya di Indonesia pula Bung Karno di campakkan.
Dikutip dari http://penasoekarno.wordpress.com/page/13/
Bung Karno: “Bebek berjalan berbondong-bondong, akan tetapi burung elang terbang sendirian.”
Terlalu banyak kisah heroik menjelang dan pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jalannya revolusi, penuh riak gelombang. Panas-dingin suhu politik. Naik-turun irama pergerakan. Jalinan hubungan antara sang pemimpin dengan yang dipimpin, tak urung mengalami pasang dan surut.
Bung Karno tak pernah sepi dari kontroversi. Lihat sejarah Romusha. Tengok sejarah pembentukan PETA. Tidak semua langkah Sukarno didukung semua elemen perjuangan. Beberapa pemuda bahkan menentang keras, mengecam, bahkan mengutuk Sukarno yang mereka tuding sebagai “kolaborator”. Benar. Sikap Sukarno yang mau bekerja sama dengan Jepang untuk beberapa hal, dinilai keblinger, dan melenceng dari cita-cita menuju Indonesia merdeka.
Persoalannya, seperti yang Bung Karno keluhkan kepada Cindy Adams, penulis biografinya, bahwa ia tidak mungkin keliling Indonesia, mendatangi satu per satu orang dan menjelaskan semua langkah dan keputusannya. Termasuk yang cap terhadapnya sebagai kolabortor Jepang. Bung Karno hanya punya keyakinan. Bung Karno hanya punya perhitungan. Bung Karno hanya punya ego yang sangat kuat.
Alhasil, ketika tahun 1943 Jepang mendirikan PETA, Bung Karno sendiri yang memilihkan pemuda-pemuda cakap untuk menjadi anggotanya, satu di antaranya Gatot Mangkupraja, pemberontak PNI yang senasib dengan Bung Karno ketika dijebloskan ke penjara Sukamiskin tahn 1929. Sikap Bung Karno didasari perhitungan, dengan menjadi anggota PETA, maka para prajurit muda asli putra bangsa, akan mendapat pelajaran-pelajaran penting tentang dasar-dasar kemiliteran, ilmu berperang, strategi bertempur, dan penguasaan peralatan perang modern.
Sementara, sekelompok muda yang progresif menentang bergabung dengan PETA, bahkan mengutuk Sukarno yang mendukung PETA, demi membantu Jepang melawan Sekutu. Itu pula yang diucapkan seorang dokter muda yang merawat Bung Karno di rumah sakit, sekitar tahun 1943. Katanya, “Banyak orang mengatakan, dengan memasuki tentara (PETA) yang didirikan oleh Jepang hanya berarti kita akan membantu Jepang saja.”
Bung Karno marah dan menukas, “Itulah pandangan yang dangkal. Orang yang berpikir demikian, tidak bisa melihat jangka yang lebih jauh ke depan. Tujuan yang pokok adalah melengkapi alat perjuangan bagi kemerdekaan. Tidak ada maksud lain daripada itu.”
Dokter itu membantah, “Tapi ingatlah bahwa Jepang datang kemari untuk menjajah. Dia itu musuh. Bertempur di samping mereka berarti membantu Fasisme!”
Bung Karno menjawab, “Kukatakan, pendirian yang demikian itu terlalu picik. Tapi, baiklah, Jepang itu datang kemari untuk menjajah dan harus diterjang keluar. Akan tetapi ingat, bahwa mereka adalah penjajah yang bisa diperalat. Saya membantu pembentukan PETA — ya! Tapi bukan untuk mereka! Tidakkah dokter memahaminya? Untuk kita! Untuk engkau! Untukku! Untuk Tanah Air kita! Atau, apakah dokter tetap mau menjadi orang jajahan sampai hari kiamat?
Dokter itu belum puas, dan terus berbantah dengan Sukarno, “Rakyat menyatakan tentang Bung Karno, bahwa……..”
“Rakyat tidak mengatakan apa-apa!” Bung Karno memotong kalimat dokter. “Jikalau mereka yakin, bahwa saya tidak menempuh jalan yang paling baik, tentu rakyat tidak akan mengikuti saya, bukan? Coba, apakah memang rakyat tidak mengikuti saya?”
“Tidak.”
“Bukankah mereka mengikuti saya?”
“Ya, seratus persen.”
“Jadi, rakyat tidak mengatakan apa-apa. Hanya beberapa pemuda yang kepala panas saja yang mengatakan….”
“Bahwa Bung Karno bekerja sama dengan musuh,” dokter melengkapi kalimat Bung Karno.
Tapi toh, dialog itu tidak bisa meredam para pemuda yang disebut Bung Karno kepala panas. Makanya, Bung Karno pada waktu-waktu itu, masih sering menjumpai secarik kertas berisi surat kaleng yang diselipkan di bawah pintu. Salah satu dari surat itu menyebutkan, “Karena kami dipimpin oleh seseorang yang bersemangat tikus, kami tidak berani berjuang. Akan tetapi jika kami dipimpin oleh seseorang yang bersemangat banteng, kami akan bertempur mati-matian.”
Atas kejadian itu, Bung Karno hanya bergumam, “Ah… ini hari yang jelek.” Hati Sukarno benar-benar sedih. Dalam keadaan tertekan seperti itu, satu kalimat yang bisa membuatnya tenang kembali, “Bebek berjalan berbondong-bondong, akan tetapi burung elang terbang sendirian.”
Dikutip dari http://penasoekarno.wordpress.com/2009/11/21/bung-karno-elang-selalu-terbang-sendiri/
Bung Karno tak pernah sepi dari kontroversi. Lihat sejarah Romusha. Tengok sejarah pembentukan PETA. Tidak semua langkah Sukarno didukung semua elemen perjuangan. Beberapa pemuda bahkan menentang keras, mengecam, bahkan mengutuk Sukarno yang mereka tuding sebagai “kolaborator”. Benar. Sikap Sukarno yang mau bekerja sama dengan Jepang untuk beberapa hal, dinilai keblinger, dan melenceng dari cita-cita menuju Indonesia merdeka.
Persoalannya, seperti yang Bung Karno keluhkan kepada Cindy Adams, penulis biografinya, bahwa ia tidak mungkin keliling Indonesia, mendatangi satu per satu orang dan menjelaskan semua langkah dan keputusannya. Termasuk yang cap terhadapnya sebagai kolabortor Jepang. Bung Karno hanya punya keyakinan. Bung Karno hanya punya perhitungan. Bung Karno hanya punya ego yang sangat kuat.
Alhasil, ketika tahun 1943 Jepang mendirikan PETA, Bung Karno sendiri yang memilihkan pemuda-pemuda cakap untuk menjadi anggotanya, satu di antaranya Gatot Mangkupraja, pemberontak PNI yang senasib dengan Bung Karno ketika dijebloskan ke penjara Sukamiskin tahn 1929. Sikap Bung Karno didasari perhitungan, dengan menjadi anggota PETA, maka para prajurit muda asli putra bangsa, akan mendapat pelajaran-pelajaran penting tentang dasar-dasar kemiliteran, ilmu berperang, strategi bertempur, dan penguasaan peralatan perang modern.
Sementara, sekelompok muda yang progresif menentang bergabung dengan PETA, bahkan mengutuk Sukarno yang mendukung PETA, demi membantu Jepang melawan Sekutu. Itu pula yang diucapkan seorang dokter muda yang merawat Bung Karno di rumah sakit, sekitar tahun 1943. Katanya, “Banyak orang mengatakan, dengan memasuki tentara (PETA) yang didirikan oleh Jepang hanya berarti kita akan membantu Jepang saja.”
Bung Karno marah dan menukas, “Itulah pandangan yang dangkal. Orang yang berpikir demikian, tidak bisa melihat jangka yang lebih jauh ke depan. Tujuan yang pokok adalah melengkapi alat perjuangan bagi kemerdekaan. Tidak ada maksud lain daripada itu.”
Dokter itu membantah, “Tapi ingatlah bahwa Jepang datang kemari untuk menjajah. Dia itu musuh. Bertempur di samping mereka berarti membantu Fasisme!”
Bung Karno menjawab, “Kukatakan, pendirian yang demikian itu terlalu picik. Tapi, baiklah, Jepang itu datang kemari untuk menjajah dan harus diterjang keluar. Akan tetapi ingat, bahwa mereka adalah penjajah yang bisa diperalat. Saya membantu pembentukan PETA — ya! Tapi bukan untuk mereka! Tidakkah dokter memahaminya? Untuk kita! Untuk engkau! Untukku! Untuk Tanah Air kita! Atau, apakah dokter tetap mau menjadi orang jajahan sampai hari kiamat?
Dokter itu belum puas, dan terus berbantah dengan Sukarno, “Rakyat menyatakan tentang Bung Karno, bahwa……..”
“Rakyat tidak mengatakan apa-apa!” Bung Karno memotong kalimat dokter. “Jikalau mereka yakin, bahwa saya tidak menempuh jalan yang paling baik, tentu rakyat tidak akan mengikuti saya, bukan? Coba, apakah memang rakyat tidak mengikuti saya?”
“Tidak.”
“Bukankah mereka mengikuti saya?”
“Ya, seratus persen.”
“Jadi, rakyat tidak mengatakan apa-apa. Hanya beberapa pemuda yang kepala panas saja yang mengatakan….”
“Bahwa Bung Karno bekerja sama dengan musuh,” dokter melengkapi kalimat Bung Karno.
Tapi toh, dialog itu tidak bisa meredam para pemuda yang disebut Bung Karno kepala panas. Makanya, Bung Karno pada waktu-waktu itu, masih sering menjumpai secarik kertas berisi surat kaleng yang diselipkan di bawah pintu. Salah satu dari surat itu menyebutkan, “Karena kami dipimpin oleh seseorang yang bersemangat tikus, kami tidak berani berjuang. Akan tetapi jika kami dipimpin oleh seseorang yang bersemangat banteng, kami akan bertempur mati-matian.”
Atas kejadian itu, Bung Karno hanya bergumam, “Ah… ini hari yang jelek.” Hati Sukarno benar-benar sedih. Dalam keadaan tertekan seperti itu, satu kalimat yang bisa membuatnya tenang kembali, “Bebek berjalan berbondong-bondong, akan tetapi burung elang terbang sendirian.”
Dikutip dari http://penasoekarno.wordpress.com/2009/11/21/bung-karno-elang-selalu-terbang-sendiri/
Subscribe to:
Posts (Atom)