Monday, June 18, 2012

Bergerilya di Tanah Priangan, Syekh Yusuf al Makassari dan Sultan Ageng Tirtayasa

Syekh Yusuf Al-Makassari juga dikenal sebagai seorang pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia. Sepulangnya dari menuntut ilmu di Makkah, ia kembali ke Tanah Air (Indonesia).

Tak langsung pulang ke kampung halamannya di Makassar, Syekh Yusuf justru menetap di Banten dan bertemu dengan sahabatnya, Pangeran Surya, yang kemudian menjadi Sultan Banten dan berjuluk Abul Fath Abdul Fattah, atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683).

Selama di Banten, Syekh Yusuf turut membantu perjuangan yang dilakukan Sultan Ageng Tirtayasa. Semasa pemerintahan Sultan Ageng, bangsa-bangsa Eropa mulai melakukan ekspansi ke wilayah Nusantara. Ketika para penjajah ini bermaksud menduduki wilayah Kesultanan Banten, bersama dengan Sultan Ageng, Syekh Yusuf melakukan perlawanan.

Namun, pasukan Sultan Ageng dan Syekh Yusuf akhirnya terdesak hingga akhirnya harus melakukan perang gerilya. Para pejuang itu harus mundur ke daerah Priangan Timur, termasuk ke wilayah Tasikmalaya selatan. Setelah sebelumnya menyusuri Sungai Ciseel dan Sungai Citanduy, lalu berputar lewat Parigi (Ciamis).

Menurut Abu Hamid, Guru besar Ilmu Sosial dan Politik dari Universitas Hasanuddin Makassar yang menulis tentang Perjuangan Syekh Yusuf, sang ulama berlindung di sebuah tempat bernama Karang atau Aji Karang di Sukapura. Sukapura adalah nama lain sebelum menjadi Tasikmalaya.

Apa yang disebut Karang oleh Abu Hamid, tidak lain adalah Karangnunggal. Di situ terdapat kompleks Pamijahan dan Gua Safarwadi, tempat Syekh Abdul Muhyi, penyebar Islam di Tasikmalaya, mengajarkan Islam kepada santri-santrinya. Di situlah untuk beberapa waktu Syekh Yusuf berlindung sambil menyusun kekuatan.

Menurut Azyumardi Azra, sumber-sumber Belanda menyebutkan Syekh Yusuf mundur ke Desa Karang dan berhubungan dengan seseorang yang dipanggil 'Hadjee Karang.' Tokoh ini tidak lain adalah Abdul Muhyi, murid Syekh Abdul Rauf Singkel, ulama besar dari Aceh penyebar ajaran Tarekat Syatariyah.

Dengan segala tipu muslihat, Belanda menangkap ulama ini pada 14 Desember 1683 di Segara Anakan. Ia dibawa dari Pamijahan ke Batavia. Karena pengaruh Syekh Yusuf demikian besar, maka penjajah Belanda berusaha keras untuk memadamkan semangat juangnya.
 
Oleh Nidia Zuraya & Chairul Akhmad
 

No comments:

Post a Comment