Friday, March 9, 2012

Kisah Wahsyi Menebus Dosanya

Wahsyi bin Harb, terkenal dalam sejarah sebagai seorang hamba kulit hitam yang telah membunuh dengan kejam Sayidina Hamzah r.a., paman Rasulullah SAW.

Ketika terjadinya Perang Uhud, Hindun telah menawarkan kepada Wahsyi agar membunuh Sayidina Hamzah r.a. dan sebagai ganjarannya dia akan dimerdekakan. Wahsyi yang memang menunggu-nunggu peluang kebebasan dirinya sebagai budak itu langsung menerima tawaran tersebut. Wahsyi segera berangkat ke medan Uhud secara sembunyi-sembunyi dan mencari-cari Sayidina Hamzah. Akhirnya dia mengenal pasti orang yang dicari yaitu Sayidina Hamzah r.a. paman dari Rasulullah SAW. Wahsyi mulai mencari tempat yang paling strategis dengan berlindung di balik sebuah batu besar. Dia menunggu saat yang tepat untuk bertindak. Setelah cukup yakin, dia pun melemparkan lembingnya tanpa disadari oleh Sayidina Hamzah r.a. dan lembing itu pun tepat mengenai sasarannya. Sayidina Hamzah rebah ke bumi lalu syahid.

Wahsyi segera memberitahu tuannya, lalu datanglah Hindun mendapatkan jasad Sayidina Hamzah yang sudah tidak bernyawa itu. Dibelahnya dada Sayidina Hamzah r.a. dengan kejam dan tanpa belas kasihan terus dikeluarkan jantungnya. Kemudian dengan rakus sekali dia mengunyah jantung Sayidina Hamzah r.a. karena ingin memakannya, tetapi dia tidak mampu menelannya. Setelah hatinya puas, Hindun pun meninggalkan mayat paman Rasulullah itu.

Setelah peperangan tamat, semua para syuhada dikumpulkan untuk dikebumikan. Rasulullah SAW terasa amat hiba dan sedih pada saat melihat mayat pamannya itu diperlakukan sedemikian rupa. Rasulullah menanggung kedukaan yang sangat dalam yang tidak dapat digambarkan dengan kata-kata.

Ketika hari kemenangan (futuh) Mekah, Rasulullah SAW mengutus seseorang kepada Wahsyi untuk menyerunya kepada Islam. Akhirnya Wahsyi memeluk Islam, lalu dibawa ke hadapan Rasulullah SAW.

Rasulullah bertanya, "Kamukah yang bernama Wahsyi?"

"Ya," jawab Wahsyi.

"Kamukah yang telah membunuh pamanku Hamzah?" tanya Rasulullah.

"Benar," jawab Wahsyi. "

"Ceritakan kepadaku bagaimana kamu melakukan pembunuhan itu ," pinta Rasulullah.

Wahsyi pun menceritakan secara rinci apa yang telah dilakukannya kepada paman Nabi itu, dan bagaimana tubuh paman baginda dikoyak-koyak dengan kejam oleh Hindun dengan memakan hati dan jantungnya.

Setelah Wahsyi menyelesaikan ceritanya, Rasulullah SAW yang dalam keadaan teramat sedih berkata kepadanya: "Pergilah kamu dari sini. Jangan engkau muncul lagi di depan mataku."

Hancur luluh hati Wahsyi mendengar kata-kata yang keluar dari mulut baginda. Namun dia mengakui dan sadar bahwa perbuatannya dahulu telah menyakiti hati kekasih Allah yaitu Rasulullah SAW. Walaupun dosanya telah diampuni lantaran memeluk Islam, tetapi atas kasih sayang Rasulullah, dia dilarang menampilkan diri di hadapan baginda, takut-takut perasaan Rasulullah terluka bila melihat wajahnya. Melukai hati kekasih Allah sangat besar akibatnya, karena itu sama saja dengan melukai ‘hati’ Allah. Orang yang melukai ‘hati’ Allah tidak akan selamat di dunia, lebih-lebih lagi di Akhirat kelak.

Lalu Wahsyi yang sadar akan kedudukannya, ridha menerima ketentuan itu. Dia memperbaiki dirinya dan meningkatkan ketaqwaannya kepada Tuhan. Pada waktu menghadiri majlis baginda, Wahsyi berusaha mengikutinya dari jauh hanya sekedar untuk melihat wajah Rasulullah SAW. Semakin hari hatinya semakin cinta kepada Nabi SAW. Dan semakin hari hatinya juga semakin merasa berdosa terhadap baginda atas perbuatannya dahulu. Lalu timbul niat di hatinya untuk menebus kembali dosa-dosanya itu dengan melakukan sesuatu yang akan menggembirakan hati baginda SAW.

Wahsyi bertekad dan berniat tidak akan pulang lagi ke Kota Mekah demi untuk merebut cinta kekasih Allah yaitu Muhammad SAW. Dia benar-benar ingin menebus kesalahannya dengan menyebarkan Islam. Niat dan tekad Wahsyi itu telah dibuktikannya dengan menjelajah ke seluruh pelosok dunia untuk berdakwah mengajak sebanyak mungkin manusia kepada Islam, hingga akhirnya dia mati di luar Jazirah Arab.

http://kawansejati.org/blog/kisah-wahsyi-menebus-dosanya

No comments:

Post a Comment