Pertama kali wanita ini datang ke kelas khusus non Muslims (Islamic Forum for non Muslims) saya sangka sekedar iseng-iseng. Dia datang tapi hanya duduk sebentar lalu meninggalkan ruangan. Tapi minggu selanjutnya dia datang lagi. Sampai pada akhirnya saya Tanya: “who are you and are you interested in learning Islam?”. Dia menjawab: “yes, I feel disconnection”.
Setelah tanya kenapa merasa “disconnected?” Dia mengatakan bahwa saya selalu berbicara tentang Islam dan agama lain, tapi agamanya tidak pernah disebutkan. Saya Tanya: “What is your religion?” Dia menjawab bahwa dia beragama Budha. Sementara dalam kelas itu saya biasanya konsentrasi kepada agama Kristen, katolik dan Yahudi.
Maka sejak itu setiap kali dia hadir di kelas, saya selalu menyebutkan beberapa kaitan diskusi dengan agama-agama lain, termasuk Budha. Bagaimana agama budha misalnya menitik beratkan ajarannnya pada “alam” dan “spiritual”, yang sesungguhnya Islam lebih jauh memperhatikan hal-hal tersebut, tapi dengan pendekatan yang imbang (balanced). Saya juga sempat memberikan hadiah sebuah buku milik Harun Yahya “Islam and Budhism”.
Sejak itu perhatiannya ke kelas semakin konsentrasi. Bahkan setiap kali selasai belajar biasanya dengan sopan (adat china) meminta kalau saya bisa berbicara khusus dengannnya. Anehnya, sebelum memulai pembicaraan biasanya sudah meneteskan airmata. Saya Tanya: “what really makes you crying?”. Dia bilang bahwa hatinya cenderung ke agama Islam, tapi terlalu banyak dosa yang telah diperbuatnya.
Saya kemudian menanyakan: “Dosa apa yang terlalu memberatkan anda?”. Dia menjawab bahwa dia itu adalah penyembah berhala (patung-patung) yang menurutnya 'Unforgivable' dalam islam. Rupanya dalam salah satu diskusi saya menjelaskan bahwa semua dosa diampuni kecuali dosa 'syirik'.
Setelah saya menjelaskan bahwa dosa syirik yang dimaksud adalah ketika sudah menjadi Muslim lalu tetap melakukan berbagai kesyirikan, maka dia menjadi senang. Bahkan sejak itu, setiap kali ke kelas, dengan bahasa Inggerisnya yang kental china, bersemangat untuk mengajukan berbagai pertanyaan tentang masalah-masalah praktis dalam Islam, misalnya shalat.
Eirine (saya belum menanyakan nama asli chinanya), itulah nama yang selama ini kita kenal. Wanita yang berpenampilan sangat sederhana ini rupanya berpendidikan tinggi. Beliau adalah professor anthropology pada City College, sebuah universitas negeri di bagian atas (up town) kota New York. Rupanya yang memperkenalkan Islam kepadanya adalah murid-murid Muslim yang belajar di college tersebut. Secara kebetulan, saya memang cukup dikenal di kalangan mahasiswa di college ini karena beberapa kali memberikan ceramah tentang Islam.
Bertepatan dengan malam Nuzul Al Qur’an, di masjid Al-Hikmah yang dimiliki oleh masyarakat Muslim Indonesia diadakan “Open House Iftar” atau acara buka puasa bersama dengan tetangga-tetangga non Muslim. Rupanya Eirine juga hadir dalam acara tersebut. Saya yang kebetulan sebelum berbuka puasa itu menjelaskan kepada non Muslim mengenai Islam, melihat Eirine nampak serius mendengarkan.
Setelah berbuka puasa, saya terkejut karena biasanya Eirine tidak terbiasa langsung mendekat ke saya sebelum memberikan isyarat. Biasanya dengan mengangkat tangan atau isyarat yang lain. Tapi saat itu setelah selesai memakan kue-kuean, persis di saat akan dilaksanakan shalat magrib, dia mendekat dan mengatakan: ” I think I don’t have any reason to delay it any more”. Saya tanya: “delaying what?” Dia bilang: “I wanted to be a Muslim tonight”.
Dengan bersyukur kepada Allah SWT segera saya umumkan kepada jama’ah yang memang membludak malam itu bahwa seorang sister akan mengucapkan syahadah. Di saat saya minta untuk mengucapkan syahadah sebelum magrib, dia minta kalau diberi waktu lagi. Saya tanya kenapa? Dia menjawab: “I am nervous”. Maka saya putuskan untuk memberikan waktu kepadanya hingga Isha.
Alhamdulillah, dihadapan jama’ah Isha masjid Al-Hikmah, wanita China Town ini mengucapkan syahadah diiringi linangan airmata dan pekik takbir jama’ah masjid Al-hikmah. Allahu akbar!
Senin lalu, Eirine menyempatkan diri mengikuti ceramah saya tentang “Why al Qur’an?” di pace University. Di universitas ini beberapa waktu lalu ditemukan Al Qur’an di WC dua kali, dan sempat menjadi issue besar. Untuk itu, Muslim Students Association menggelar public forum untuk menjelaskan kepada kemunitas Pace Universitas tentang Al Qur’an dan kenapa Al Qur’an itu begitu disucikan. Eirine yang hadir hari itu sudah lengkap dengan penutup kepalanya.
Bu Prof., selamat dan doa kami menyertai!
New York, 5 Nopember 2006
M. Syamsi Ali
No comments:
Post a Comment