
Pada suatu kesempatan, 'Ali dapat menjatuhkan lawannya. Di saat 'Ali hendak menebas leher lawan yang terjatuh itu, dan pedang Ali sudah menempel ke leher musuhnya, pada saat genting itu pula lawannya meludahi wajah 'Ali. Tak terkira kemarahan 'Ali, mukanya terlihat merah membara. Tetapi, di saat itu pula 'Ali menarik pedangnya dan menyarungkannya kembali, dan dia tidak jadi membunuh lawannya.
Para sahabat kaget dan bertanya, "Wahai Ali, kenapa engkau tidak jadi membunuh lawanmu?" Dengan tenang Ali menjawab, "Semula aku akan membunuhnya karena ingin mencari ridha Allah, melaksanakan perintah Allah. Tetapi di saat dia sempat meludahi wajahku, aku sangat marah dan malu sekali. Di saat menahan kemarahan itu aku ingat kalau aku teruskan membunuhnya, aku membunuhnya tidak lagi karena perintah Allah tetapi membunuhnya karena kemarahan dan kebencian, serta didorong melepaskan rasa malu. Takut perbuatanku tidak diterima di sisi Allah, maka aku tarik lagi pedangku dari lehernya."
Apapun yang dilakukan kalau konsentrasi kita hanya kepada Allah, itulah ikhlas. Seperti contoh yang dilakukan oleh 'Ali bin Abi Thalib di atas. Orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah.
Ikhlas, adalah fondamen dasar bagi setiap Muslim yang beriman dalam melakukan setiap aktifitas dalam kehidupan ini. Ikhlas dimanifestasikan dalam niat dalam hati, bahwa setiap pekerjaan yang dilakukan tujuannya tidak lain hanya untuk mencari ridho Allah. Suatu pekerjaan dilakukan karena lillaahi ta`ala, hanya bagi Allah semata. Sesuai dengan bunyi hadis "Bahwa sesungguhnya setiap amal/pekerjaan harus dengan niat, dan sesungguhnya bagi setiap orang mendapatkan apa yang telah diniatkan."
Ikhlas adalah melaksanakan pekerjaan atau ibadah semata-mata mencari ridho Allah SWT. Karena itu dalam ajaran Islam sebelum melakukan pekerjaan diharuskan terlebih dahulu memasang niat di dalam hati, yaitu melakukan perbuatan atau ibadah tersebut dalam rangka melaksanakan perintah Allah.
Seorang hamba yang ikhlas akan merasakan ketentraman jiwa, ketenangan batin. Karena ia tidak diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan pujian, penghargaan, dan imbalan. Kita tahu bahwa penantian adalah suatu hal yang tidak menyenangkan. Begitu pula menunggu diberi pujian, juga menjadi sesuatu yang tidak nyaman. Lebih getir lagi kalau yang kita lakukan ternyata tidak dipuji, pasti kita akan kecewa.
Tapi bagi seorang hamba yang ikhlas, ia tidak akan pernah mengharapkan apapun dari siapapun, karena kenikmatan baginya bukan dari mendapatkan, tapi dari apa yang bisa dipersembahkan. Semoga, perjalanan ibadah haji ini menjadi "arena" dalam melatih hati senantiasa ikhlas.***
Oleh: HD Sutarjan
http://haji.pikiran-rakyat.com/node/1111
No comments:
Post a Comment