Saturday, April 30, 2011

Selembar Sajadah Usang dari Ibu

Sore yang indah, gerimis kecil menemani. Kulihat pepohonan di depan teras tertiup angin. Sungguh suasana yang membuat aku sedikit tersenyum. Terbesit dalam benakku, Tuhan telah memberikan rangkaian anugerah terindah yang mungkin banyak orang yang belum merasakannya. Rasa lelah menyelimuti seluruh raga, tangisan kulit dan otot menyatu membasahi raga ini.

Ketika aku berpikir akan hari esok, aku merasakan apa yang akan terjadi untuk esok hari. Apa yang akan terjadi ketika mereka mereka orang terbaik meninggalkan aku. Hah, tragis jika harus mebayangkan apabila seluruh nikmat yang kurasakan tercabut oleh Allah.

Jam dinding menunjukan pukul empat sore. Sesosok wanita datang dengan mebawakan secangkir teh hangat dengan bronis hangat berlapis coklat. Emmm nikmat, lagi dan lagi Allah memberikan nikmat yang tiada tara. Tiada pembanding atas kebesarannya. Membuat orang yang pernah merasakan pahitnya hidup ini terseyum lepas.

Yah,... Dia bundaku orang yang telah melahirkanku, merawatku, dan memberikan bekal ilmu yang sampai saat ini Alhamdulilah bermanfaat.

Dia berkata, "Sedang apa, nak?"

Aku menjawab, "Eeh ibu.., aku sedang istirahat, lihat lihat langit di sore hari. Bagus yah bu..."

Dia menjawab, "Langit itu sedang tersenyum ketika dia diperkenankan memberikan manfaat yaitu keindahan untuk dilihat..!!"

Aku bertanya, "Maksudnya bu..?"

Ibu menjawab, "Langit itu tersenyum karena bisa memberikan hal yang indah. Dan dia bersyukur bisa ditatap oleh jutaan manusia yang mengagguminya! Semua benda dan semua CiptaanNya akan tersenyum bahagia ketika mampu memberikan hal indah dan bermanfaat bagi manusia dan alama semesta."

Aku bertanya, "Ooh... (sambil memminum teh buatannya).. lantas bu..."

Dia bicara, "Sebentar..." (dia masuk ke dalam rumah)

"Ini lihat..." Ibu berkata sambil menyodorkan sebuha benda. Sebuah sajadah usang itu disodorkan kepadaku.

Dia berkata, "Ketika sajadah ini masih baru dia tersenyum karena pasti akan dipakai oleh pemiliknya. Ketika sajadah ini sudah mulai pudar, dia ragu akankah dia digunakan untuk menyembah sang PENCIPTA. Seperti langit, yang bahagia ketika mampu menerangi bumi dengan keindahannya, begitu juga sajadah ini. Dia akan tersenyum dan berbicara dalam hatinya, bahwa dia masih terpakai untuk bukti penyembahan manusia kepada Allah. Dan nampaknya dia sekarang bersedih sekali.. ketika apa yang pernah ia lakukan dan jalani sekarang tak seindah dulu lagi. Dia sudah jarang digunakan, hanya terlipat di sebuah lemari...."

Yah... aku sejenak termenung dan sedih. Mungkin segala kesombongan dan kehampaan yang pernah dirasa adalah karena ada satu hal yang terlupakan.. dan aku baru sadar bahwa sajadah atau lembaran kesucian itu sudah terlalu lama bersedih.

Yah... lagi dan lagi sebuah kesombongan yang dialami atas penganiayaan hati dengan sendirinya luluh ketika sang bunda tersayang meberikan penjelasan sederhana tapi sangat tepat mengena di lubuk hati.

Ada beberapa episode yang sering aku lewatkan. Sebuah bukti penyembahan pada Sang Pencipta.

(Lalu ibuku menepuk pundakku) dan berkata, "Buatlah sajadah ini tersenyum kembali, nak!!"

http://theatermaya.blogspot.com/2009/12/selembar-sajadah-usang-dari-mama.html

Kerendahan Hati Sang Kepala Negara

Oleh Prof Dr Yunahar Ilyas

Beberapa kali Abdurrahman bin Auf menyaksikan Umar shalat sunah di rumahnya. Yang menarik perhatiannya, bukanlah tata cara shalatnya, melainkan sajadah yang biasa digunakan Umar. Seorang kepala kegara dengan wilayah kekuasaan yang membentang luas sampai Mesir, berhasil mengalahkan dua imperium besar, Romawi Timur dan Persia, justru shalat di atas sajadah yang usang. Timbul rasa bersalah dalam hati Abdurrahman. Ia ingin membelikan sajadah baru yang mahal dan indah untuk sang Amirul Mukminin.

Tetapi, Abdurrahman ragu, apakah Umar mau menerimanya. Dia tahu persis watak Umar yang tidak mau diberi hadiah apa pun walau hanya selembar sajadah.

Abdurrahman akhirnya memberikan sebuah sajadah melalui istri Umar, Ummu Abdillah. Melihat sajadah baru, Umar memanggil istrinya dan menanyakan siapa yang memberi sajadah ini. "Abdurrahman bin Auf," jawab istrinya. "Kembalikan sajadah ini kepada Abdurrahman. Saya sudah cukup puas dengan sajadah yang saya miliki." Begitulah watak Umar bin Khattab. Tidak hanya adil dan bijaksana, beliau dikenal dengan sifat zuhudnya, hidup sederhana. Tidak hanya untuk ukuran seorang kepala negara, bahkan bagi orang biasa sekalipun.

Suatu hari, Umar melakukan perjalanan dinas mengunjungi satu provinsi yang berada di bawah kekuasaannya. Gubernur menjamu Umar makan malam dengan jamuan yang istimewa, sebagaimana lazimnya perjamuan untuk kepala negara. Begitu duduk di depan meja hidangan, Umar kemudian bertanya kepada sang gubernur, "Apakah hidangan ini adalah makanan yang biasa dinikmati oleh seluruh rakyatmu?"

Dengan gugup, sang gubernur menjawab, "Tentu tidak, wahai Amirul Mukmini. Ini adalah hidangan istimewa untuk menghormati baginda." Umar lantas berdiri dan bersuara keras, "Demi Allah, saya ingin menjadi orang terakhir yang menikmatinya. Setelah seluruh rakyat dapat menikmati hidangan seperti ini, baru saya akan memakannya." Itulah sifat Umar bin Khattab, seorang kepala negara yang zuhud.

Di lain kesempatan, sehabis shalat Zhuhur, Umar meminta selembar permadani Persia yang indah untuk dibawa pulang ke rumahnya. Tentu saja, hal ini membuat para sahabat heran. Hari itu, Umar bin Khattab membagi harta rampasan perang yang dibawa oleh pasukan Sa'ad bin Abi Waqqash yang berhasil menaklukkan Kota Madain, ibu kota imperium Persia.

Pakaian kebesaran Kisra lengkap dengan mahkotanya diberikan oleh Umar kepada seorang Badui yang kemudian memakainya dengan gembira. Satu demi satu barang-barang berharga dibagi-bagikan oleh Umar kepada para sahabat dan masyarakat banyak waktu itu. Yang tersisa hanya selembar permadani indah. Umar pun memintanya. "Bagaimana pendapat kalian, jika permadani ini aku bawa pulang ke rumahku?" Gembira bercampur kaget, para sahabat tergopoh-gopoh menyetujuinya. "Tentu saja wahai Amirul Mukminin, kami setuju sekali Anda membawanya pulang."

Ketika tiba waktu Ashar, Umar membawa kembali permadani tersebut. Kali ini, permadani itu sudah dipotong-potong menjadi bagian kecil-kecil, dan Umar membagikan kepada beberapa sahabatnya. Dengan senyum, Umar berkata, "Hampir saja saya tergoda oleh permadani indah ini." Masya Allah, begitulah Umar, sang kepala negara.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/04/30/lkg4h2-kerendahan-hati-sang-kepala-negara

Afnan, Si Merpati Putih yang Cantik

Saat aku mengandung putriku Afnan, ayahku melihat sebuah mimpi di dalam tidurnya. Ia melihat banyak burung pipit yang terbang di angkasa. Di antara burung-burung tersebut terdapat seekor merpati putih yang sangat cantik, terbang jauh meninggi ke langit. Maka aku bertanya kepada ayah tentang tafsir dari mimpi tersebut. Maka ia mengabarkan kepadaku bahwa burung-burung pipit tersebut adalah anak-anakku, dan sesungguhnya aku akan melahirkan seorang gadis yang bertakwa. Ia tidak menyempurnakan tafsirnya, sementara akupun tidak meminta tafsir tentang takwil mimpi tersebut.

Setelah itu aku melahirkan Afnan. Ternyata dia benar-benar seorang gadis yang bertakwa. Aku melihatnya sebagai seorang wanita yang shalihah sejak kecil. Dia tidak pernah mau mengenakan celana, tidak juga mengenakan pakaian pendek, dia akan menolak dengan keras, padahal dia masih kecil. Jika aku mengenakan rok pendek padanya, maka ia mengenakan celana panjang di balik rok tersebut.

Afnan senantiasa menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Setelah dia menduduki kelas 4 SD, dia semakin menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Dia menolak pergi ke tempat-tempat permainan, atau ke pesta-pesta walimah. Dia adalah seorang gadis yang berpegang teguh dengan agamanya, sangat cemburu di atasnya, menjaga shalat-shalatnya, dan sunnah-sunnahnya. Tatkala dia sampai SMP mulailah dia berdakwah kepada agama Allah. Dia tidak pernah melihat sebuah kemungkaran kecuali dia mengingkarinya, dan memerintah kepada yang ma'ruf dan senantiasa menjaga hijabnya.

Permulaan dakwahnya kepada agama Allah adalah permulaan masuk Islamnya pembantu kami yang berkebangsaan Srilangka.

Tatkala aku mengandung putraku, Abdullah, aku terpaksa mempekerjakan seorang pembantu untuk merawatnya saat kepergianku, karena aku adalah seorang karyawan. Ia beragama Nashrani. Setelah Afnan mengetahui bahwa pembantu tersebut tidak muslimah, dia marah dan mendatangiku seraya berkata: "Wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita, mencuci piring-piring kita, dan merawat adikku, sementara dia adalah wanita kafir?! Aku siap meninggalkan sekolah, dan melayani kalian selama 24 jam, dan jangan menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita!!"

Aku tidak memperdulikannya, karena memang kebutuhanku terhadap pembantu tersebut amat mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu tersebut mendatangiku dengan penuh kegembiraan seraya berkata: "Mama aku sekarang menjadi seorang muslimah, karena jasa Afnan yang terus mendakwahiku. Dia telah mengajarkan kepadaku tentang Islam." Maka akupun sangat bergembira mendengar kabar baik ini.

Saat Afnan duduk di kelas 3 SMP, pamannya memintanya hadir dalam pesta pernikahannya. Dia memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia tidak akan ridha kepadanya sepanjang hidupnya. Akhirnya Afnan menyetujui permintaannya setelah ia mendesak dengan sangat, dan juga karena Afnan sangat mencintai pamannya tersebut.

Afnan bersiap untuk mendatangi pernikahan itu. Dia mengenakan sebuah gaun yang menutupi seluruh tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Setiap orang yang melihatnya akan terkagum-kagum dengan kecantikannya. Semua orang kagum dan bertanya-tanya, siapa gadis ini? Mengapa engkau menyembunyikannya dari kami selama ini?

Setelah menghadiri pernikahan pamannya, Afnan terserang kanker tanpa kami ketahui. Dia merasakan sakit yang teramat sakit pada kakinya. Dia menyembunyikan rasa sakit tersebut dan berkata: "Sakit ringan di kakiku." Sebulan setelah itu dia menjadi pincang, saat kami bertanya kepadanya, dia menjawab: "Sakit ringan, akan segera hilang insya Allah." Setelah itu dia tidak mampu lagi berjalan. Kamipun membawanya ke rumah sakit.

Selesailah pemeriksaan dan diagnosa yang sudah semestinya. Di dalam salah satu ruangan di rumah sakit tersebut, sang dokter berkebangsaan Turki mengumpulkanku, ayahnya, dan pamannya. Hadir pula pada saat itu seorang penerjemah, dan seorang perawat yang bukan muslim. Sementara Afnan berbaring di atas ranjang.

Dokter mengabarkan kepada kami bahwa Afnan terserang kanker di kakinya, dan dia akan memberikan 3 suntikan kimiawi yang akan merontokkan seluruh rambut dan alisnya. Akupun terkejut dengan kabar ini. Kami duduk menangis. Adapun Afnan, saat dia mengetahui kabar tersebut dia sangat bergembira dan berkata "Alhamdulillah... alhamdulillah... alhamdulillah." Akupun mendekatkan dia di dadaku sementara aku dalam keadaan menangis. Dia berkata: "Wahai ummi, alhamdulillah, musibah ini hanya menimpaku, bukan menimpa agamaku."

Diapun bertahmid memuji Allah dengan suara keras, sementara semua orang melihat kepadanya dengan tercengang!!

Aku merasa diriku kecil, sementara aku melihat gadis kecilku ini dengan kekuatan imannya dan aku dengan kelemahan imanku. Setiap orang yang bersama kami sangat terkesan dengan kejadian ini dan kekuatan imannya. Adapun penerjemah dan para perawat, merekapun menyatakan keislamannya!!

Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berobat dan berdakwah kepada Allah.

Sebelum Afnan memulai pengobatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya meminta akan menghadirkan gunting untuk memotong rambutnya sebelum rontok karena pengobatan. Diapun menolak dengan keras. Aku mencoba untuk memberinya pengertian agar memenuhi keinginan pamannya, akan tetapi dia menolak dan bersikukuh seraya berkata: "Aku tidak ingin terhalangi dari pahala bergugurannya setiap helai rambut dari kepalaku."

Kami (aku, suami dan Afnan) pergi untuk pertama kalinya ke Amerika dengan pesawat terbang. Saat kami sampai di sana, kami disambut oleh seorang dokter wanita Amerika yang sebelumnya pernah bekerja di Saudi selama 15 tahun. Dia bisa berbicara bahasa Arab. Saat Afnan melihatnya, dia bertanya kepadanya: "Apakah engkau seorang muslimah?" Dia menjawab: "Tidak."

Afnanpun meminta kepadanya untuk mau pergi bersamanya menuju ke sebuah kamar kosong. Dokter wanita itupun membawanya ke salah satu ruangan. Setelah itu dokter wanita itu kemudian mendatangiku sementara kedua matanya telah terpenuhi linangan air mata. Dia mengatakan bahwa sesungguhnya sejak 15 tahun dia di Saudi, tidak pernah seorangpun mengajaknya kepada Islam. Dan di sini datang seorang gadis kecil yang mendakwahinya. Akhirnya dia masuk Islam melalui tangannya.

Di Amerika, mereka mengabarkan bahwa tidak ada obat baginya kecuali mengamputasi kakinya,karena dikhawatirkan kanker tersebut akan menyebar sampai ke paru-paru dan akan memarikannya akan tetapi Afnan sama sekali tidak takut terhadap amputasi, yang dia khawatirkan adalah perasaan kedua orangtuanya.

Pada suatu hari Afnan berbicara dengan salah satu temanku melalui Messenger. Afnan bertanya kepadanya: "Bagaimana menurut pendapatmu, apakah aku akan menyetujui mereka untuk mengamputasi kakiku?" Maka dia mencoba untuk menenangkannya, dan bahwa mungkin kaki palsu sebagai gantinya. Maka Afnan menjawab dengan satu kalimat: "Aku tidak memperdulikan kakiku, yang aku inginkan adalah mereka meletakkanku di dalam kuburku sementara aku dalam keadaan sempurna. " Temanku tersebut berkata: "Sesungguhnya setelah jawaban Afnan, aku merasa kecil di hadapan Afnan, Aku tidak memahami sesuatupun, seluruh pikiranku saat itu tertuju kepada bagaimana dia nanti akan hidup, sedangkan fikirannya lebih tinggi dari itu, yaitu bagaimana nanti dia akan mati."

Kamipun kembali ke Saudi setelah kami amputasi kaki Afnan, dan tiba-tiba kanker telah menyerang paru-paru!!

Keadaannya sungguh membuat putus asa, karena mereka meletakkannya di atas ranjang, dan disisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan menekan tombol tersebut maka dia akan tersuntik dengan jarum bius dan jarum infus.

Di rumah sakit tidak terdengar suara adzan dan keadaannya seperti orang yang koma. Tetapi hanya dengan masuknya waktu shalat dia terbangun dari komanya, kemudian meminta air, kemudian wudhu dan shalat, tanpa ada seorangpun yang membangunkannya!!

Di hari-hari terakhir Afnan, para dokter mangabari kami bahwa tidak ada gunanya lagi ia di rumah sakit. Sehari atau dua hari lagi dia akan meninggal. Aku ingin dia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku.

Di rumah, dia tidur di sebuah kamar kecil. Aku duduk di sisinya dan berbicara dengannya.

Pada suatu hari, istri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahwa dia berada di dalam kamar sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar, dia terkejut kemudian menutup pintu. Akupun terkejut dan khawatir terjadi sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya, tetapi dia tidak menjawab. Maka aku tidak mampu lagi menguasai diri, akupun pergi kepadanya. Saat aku membuka kamar, apa yang kulihat membuatku tercengang. Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah Afnan memancarkan cahaya di tengah kegelapan malam. Dia melihat kepadaku kemudian tersenyum.

Dia berkata: "Ummi kemarilah, aku mau menceritakan sebuah mimpi yang telah kulihat."

Kukatakan: "(Mimpi) yang baik Insya Allah. "

Dia berkata: "Aku melihat diriku sebagai pengantin di hari pernikahanku, aku mengenakan gaun berwarna putih yang lebar. Engkau dan keluargaku, kalian semua berada disekelilingku. Semuanya berbahagia dengan pernikahanku, kecuali engkau ummi."

Akupun bertanya kepadanya: "Bagaimana menurutmu tentang tafsir mimpimu tersebut."

Dia menjawab: "Aku menyangka, bahwasanya aku akan meninggal, dan mereka semua akan melupakanku, dan hidup dalam kehidupan mereka dalam keadaan berbahagia kecuali engkau ummi. Engkau terus mengingatku, dan bersedih atas perpisahanku."

Benarlah apa yang dikatakan Afnan. Aku sekarang ini, saat aku menceritakan kisah ini, aku menahan sesuatu yang membakar dari dalam diriku, setiap kali aku mengingatnya, akupun bersedih atasnya.

Pada suatu hari, aku duduk dekat dengan Afnan, aku dan ibuku. Saat itu Afnan berbaring diatas ranjangnya kemudian dia terbangun. Dia berkata: "Ummi, mendekatlah kepadaku, aku ingin menciummu." Maka diapun menciumku. Kemudian dia berkata: "Aku ingin mencium pipimu yang kedua ." Akupun mendekat kepadanya, dan dia menciumku, kemudian kembali berbaring di atas ranjangnya. Ibuku berkata kepadanya: "Afnan, ucapkanlah la ilaaha illallah."

Kemudian dia menghadapkan wajah ke arah qiblat dan berkata: "Asyhadu allaa ilaaha illallaah." Dia mengucapkannya sebanyak 10 kali. Kemudian dia berkata: "Asyhadu allaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah." Dan kelurlah rohnya.

Maka kamar tempat dia meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma minyak kesturi selama 4 hari. Aku tidak mampu untuk tabah, kelurgaku takut akan terjadi sesuatu terhadap diriku. Maka merekapun meminyaki kamar tersebut dengan aroma lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium aroma Afnan. Dan tidak ada yang aku katakan kecuali alhamdulillah rabbil 'aalamin.

Sumber : http://www.syahadat.com
http://www.rumah-yatim.org/print/?/151/kisah-yang-menyentuh-hati/

Pengorbanan Seorang Ibu

Pada akhir tahun 1863, di Wales Selatan, seorang ibu berjalan kaki sambil menggendong bayinya menuju ke suatu tempat. Tiba-tiba datang badai salju menyerang sang ibu dan bayinya. Karena hebatnya badai tersebut, tidak seorang pun yang berani keluar untuk menolong mereka.

Beberapa jam kemudian badai reda. Beberapa orang berusaha mencari sang ibu dan bayinya. Setelah beberapa saat mencari, mereka menemukan sang ibu telah menjadi mayat, tertutup salju tebal. Mereka sangat heran karena ternyata sang ibu telah melepaskan mantel bajunya.

Setelah mereka mengangkat mayatnya, mereka menemukan sang bayi yang masih hidup dengan dibalut mantel hangat di bawah badan ibu tersebut. Sang ibu tidak lagi mempedulikan keselamatannya. Ia hanya menginginkan agar bayinya dapat selamat, walaupun ia harus mengorbankan nyawanya.

Bayi tersebut kemudian bertumbuh dewasa dan menjadi seorang negarawan besar, yakni perdana menteri Inggris yang memerintah pada 1916 – 1922. Ia adalah David Lloyd George (1863 – 1945).

Sumber: 50 Renungan yang Membawa Berkat, Chandra Suwondo, Metanoia Publishing, 2006, hlm. 4 – 5.

Masjid Jin, Tempat Berimannya Para Jin

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH - "Tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzariyat [51]: 56). Begitulah penegasan Allah dalam Alquran tentang tujuan-Nya menciptakan jin dan manusia, yakni semata-mata untuk beribadah kepada Allah Yang Maha Esa. Karena itu, golongan jin dan manusia terbagi dua, yaitu Muslim dan kafir.

Jin menyatakan keislamannya yang diterangkan dalam Alquran surah Jin [72] ayat 1-2. "Telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jin mendengarkan Alquran. Lalu, mereka berkata, `Sesungguhnya, kami telah mendengarkan Alquran yang menakjubkan, yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar. Karena itu, kami memercayainya dan kami tidak akan mempersekutukan Allah SWT dengan siapa pun juga."

Peristiwa ini terjadi saat Rasul SAW bersama para sahabat sedang melaksanakan shalat Subuh. Ketika itu, Rasul SAW membaca surah Ar-Rahman [55] ayat 1-78. Dalam surah Ar-Rahman ini terdapat beberapa ayat yang berbunyi, "Maka, nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" Ketika ayat ini dibacakan, para jin yang hadir saat itu langsung menjawabnya dengan kalimat, "Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami tidak mendustakan nikmat-Mu sedikit pun. Segala puji hanya bagi-Mu yang telah memberikan nikmat lahir dan batin kepada kami."

Ibnu Mas'ud menyatakan bahwa ia ikut menyaksikan malam turunnya ayat Jin ini. Rasulullah SAW bersabda, "Aku didatangi juru dakwah dari kalangan jin. Lalu, kami pergi bersamanya, dan aku bacakan Alquran kepada mereka."

Peristiwa ini terjadi di sebuah masjid yang terletak di kampung Ma'la, tak jauh dari pekuburan kaum Muslim di Kota Makkah. Dan kini, masjid itu dinamakan dengan Masjid al-Jin atau Masjid al-Bai'ah. Sebab, di tempat inilah para jin berbaiat atau menyatakan keislaman mereka kepada Rasulullah SAW untuk beriman kepada Allah SWT dan Kitab-Nya.

Masjid ini menjadi monumen terpenting antara Rasulullah SAW dan para jin. Konon pada saat itu, para Jin berencana menuju Tihamah. Namun, mereka mendengar bacaan Alquran. Mereka sangat takjub mendengarnya, dan kemudian berdialog dengan Rasulullah SAW, lalu menyatakan keimanannya. Mereka kemudian menyampaikan hal itu kepada kaum jin. Penyampaian para jin yang berbaiat dengan Rasul SAW itu diabadikan dalam Alquran surah Al-Ahqaf [46]: 29-32.

Dalam Asbab an-Nuzul karya Jalaluddin as-Suyuthi disebutkan sebab-sebab diturunkannya surah Al-Ahqaf ayat 29-32. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu Mas'ud. Ketika Rasulullah SAW sedang membaca ayat-ayat Alquran, ada beberapa jin (sejumlah riwayat menyebutkan jumlahnya ada sembilan jin dan sebagian lain menyebutkan tujuh jin) yang turut mendengarkan bacaan Alquran dari Rasulullah SAW. Kemudian, salah satu dari jin itu mengingatkan teman-temannya, "Diamlah, perhatikan bacaannya." Sesudah itu mereka kembali kepada kaumnya untuk mengingatkan mereka pada jalan yang benar.

Dalam kitab Ad-Durur al-Manshur disebutkan bahwa jumlah jin yang datang kepada Rasulullah SAW itu sebanyak tujuh jin. Sementara itu, menurut Ibnu Mas'ud sebagaimana dikutip Syekh Abdul Mun'im Ibrahim, dalam kitabnya Ma Qabla Khalqi Adam dan telah diterjemahkan dengan judul Adakah Makhluk Sebelum Adam? Menyingkap Misteri Awal Kehidupan, jumlah mereka sebanyak sembilan dan salah satu dari jin itu bernama Zauba'ah.

Responsif Dalam kitab Fath al-Bari bi syarh Shahih al-Bukhari bab Dzikru al-Jin disebutkan, pemimpin para jin itu bernama Wirdan. Para jin itu berasal dari Nasibain, yaitu sebuah daerah yang terletak di perbatasan antara Negara Irak dan Suriah, yaitu di dekat Mosul.

Menurut Abdullah ibnu Umar, ayat Alquran yang dibacakan Rasulullah SAW ketika itu adalah surah Ar-Rahman. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada bagiku selain golongan jin yang lebih baik dalam merespons surah Ar-Rahman daripada kalian."

Para sahabat bertanya, "Bagaimana bisa, ya Rasul?" Rasulullah menjawab, "Ketika aku membaca ayat `Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan,' para jin berkata, "Wahai Tuhan kami, tidak ada sedikit pun dari nikmat-Mu yang kami dustakan."

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW mengajarkan kepada para sahabatnya mengenai bagaimana mereka (golongan jin) menafakuri dan menadaburi (menelaah dan mencerna) ayat-ayat Allah SWT. Ketika ayat Alquran menanyakan sesuatu, para Jin itu dengan cepat merespons pertanyaan Allah.

Sementara itu, para sahabat masih terdiam dan terpaku mendengarkan ayat-ayat tersebut. Para jin lebih respek terhadap ayat yang banyak menggunakan kalimat istifham (pertanyaan) daripada manusia. Namun, diamnya para sahabat dalam merespons ayat Alquran ini masih lebih baik dibandingkan dengan orangorang kafir Quraisy yang enggan mengimani dan meyakini kebenaran Alquran dan ajaran Islam.

Teguran Menurut Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Al-Qur'an, surah Jin dan Al-Ahqaf itu memberikan teguran kepada orangorang kafir Quraisy dan Arab di Makkah yang terlambat merespons keimanan. Sementara itu, jin yang bukan berasal dari golongan manusia lebih cepat dalam menerima dan merespons dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW.

Para Jin ini terbagi dua, yakni jin kafir dan jin Islam (mukmin). Jin yang beriman akan ditempatkan di surga, sedangkan jin kafir akan ditempatkan di neraka. Rasulullah SAW menggambarkan bahwa para jin itu terbagi tiga golongan, yakni golongan yang bisa terbang di udara, golongan ular dan anjing, serta golongan yang bermukim dan hidup berpindah-pindah. Lihat hadis sahih yang diriwayatkan Ibnu Abi Dunya dalam Maqasid asy-Syaithan, dalam bagian Hawatif, riwayat al-Hakim, dan juga hadis lainnya.

Sebagaimana manusia dan hewan, para jin ini juga makan dan minum, menikah, beranak, serta mati. Menurut Syekh Abdul Mun'im Ibrahim, para jin ini adalah penghuni dunia yang hidup di tempat-tempat sepi dari manusia dan di padang pasir. Dan, diantara para jin itu ada yang hidup di pulau-pulau di tengah laut, di tempat sampah, di tempat rusak, dan di antara mereka ada yang hidup bersama manusia.

Jin memiliki kemampuan yang tidak dimiliki manusia, seperti terbang, naik ke langit, mendengar apa yang tidak bisa di dengar oleh manusia, dan mereka juga melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh manusia. Wa Allahu A'lam.

http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/islam-digest/10/10/22/141778-masjid-jin-tempat-berimannya-para-jin-

Putri Qara

by Cucuk Radosha

Diceritakan bahwa Putri Qara adalah istri saudagar kaya Amenhotep, berasal dari keluarga sederhana, tapi pintar, bijaksana dan berbudi pekerti yang baik. Karena ia berasal dari keluarga yang lebih miskin dibanding dengan suaminya, ia sering diperlakukan dengan tidak selayaknya, sampai suatu hari ia dan suaminya pergi ke desa nelayan dan melihat ada seorang nelayan yang miskin dan istrinya. Nelayan tersebut sangat miskin dan bahkan untuk membeli jala yang baru untuk mengganti jalanya yang robek pun ia tidak mampu. Istri nelayan tersebut adalah orang yang pemboros, malas dan suka berjudi, seluruh penghasilan suaminya digunakannya untuk berfoya-foya.

Melihat kenyataan seperti itu, Putri Qara berkata kepada suaminya, bahwa seharusnya istri nelayan tersebut membantu memperbaiki jala suaminya. Amenhotep, menentang pendapat istrinya, mereka berdebat, sehingga Amenhotep marah dan kemudian memanggil nelayan miskin tersebut. Amenhotep menukarkan Putri Qara dengan istri nelayan tersebut.

Putri Qara sedih karena terhina, suaminya memperlakukan seolah-olah dia adalah barang yang bisa dipertukarkan semaunya. Sang nelayan tertegun dan tidak berani membantah, karena Amenhotep terkenal kejam dan sadis karena kekayaannya.

Putri Qara rajin membantu suaminya yang baru dalam bekerja. Karena kepandaian dan kebijaksanaan Putri Qara, lambat laun sang nelayan menjadi kaya. Sampai suatu ketika ada seorang tua dengan baju compang-camping dan tidak terurus datang ke rumah Putri Qara, pelayan di rumah tersebut mengenalinya sebagai Amenhotep. Amenhotep kemudian melepas terompahnya dan meletakkan di meja kecil di sudut rumah Putri Qara. Oleh pelayan, terompah tersebut diberikan pada Putri Qara dan menceritakan kondisi pemiliknya, sang Putri mengenali terompah tersebut dan memerintahkan pelayannya untuk memberikan pada Amenhotep baju baru, terompah baru dan 3 keping uang emas ditambah pesan : “Aku tidak diwarisi kekayaan tetapi budi pekerti, kebijaksanaa dan kemauan untuk bekerja”.

Amenhotep menerima pemberian itu dengan penyesalan akan tindakannya di masa lalu, karena egonya dia menukar istrinya yang baik dan bijaksana dengan seorang wanita yang hanya bisa menghamburkan harta suaminya.

*Cerita tersebut sederhana, tapi menyentuh karena ternyata begitu besar pengaruh seorang istri untuk suaminya.

Oleh karenanya, wahai para wanita… dampingi dan dukunglah pria suamimu dengan bijaksana.

Dan wahai para pria… perlakukanlah wanita dengan penuh kasih, karena pada setiap pria yang sukses pasti terdapat seorang wanita yang mendukungnya dengan bijaksana.

[ emotivasi.com ]
http://www.facebook.com/#!/?filter=[fb]unread&page=2&sk=messages&tid=1274869910316

Hinaan Membawa Berkah

By Jihaduddin Fikri

Suatu hari, anak muda ini mengantar penuh muatan berisi puluhan buku ke kantor berlantai 7 di suatu perguruan tinggi ; ketika dia memanggul buku-buku tersebut menunggu di lift, seorang satpam yang berusia 50-an menghampirinya dan berkata : “Lift ini untuk profesor dan dosen, lainnya tidak diperkenankan memakai lift ini, kau harus lewat tangga!”

Anak muda memberian penjelasan pada satpam itu :

“Saya hanya ingin mengantar buku semobil ini ke kantor lantai 7, ini kan buku pesanan kampus ini !”

Namun, dengan beringas satpam itu berkata :

“Saya bilang tidak boleh ya tidak boleh, kau bukan profesor atau pun dosen, tidak boleh menggunakan lift ini!

Kedua orang itu berdebat cukup lama di depan pintu lift, tapi, satpam tetap bersikeras tidak mau mengalah. Dalam benak anak muda itu berpikir, jika hendak mengangkut habis buku semobil penuh ini, paling tidak harus bolak-balik 20 kali lebih ke lantai 7, ini akan sangat melelahkan!

Kemudian, anak muda itu tidak dapat menahan lagi satpam yang menyusahkan ini, lantas begitu pikirannya terlintas, ia memindahkan tumpukan buku-buku itu ke sudut aula, kemudian pergi begitu saja.

Setelah itu, anak muda menjelaskan peristiwa yang dialaminya kepada bos, dan bos bisa memakluminya, sekaligus juga mengajukan surat pengunduran diri pada bosnya, dan segera setelah itu ia pergi ke toko buku membeli bahan pelajaran sekolah SMU dan buku referensi, sambil meneteskan air mata ia bersumpah, saya harus bekerja keras, harus bisa lulus masuk ke perguruan tinggi, saya tidak akan membiarkan dilecehkan orang lagi.

Selama 6 bulan menjelang ujian, anak muda ini belajar selama 14 jam setiap hari, sebab ia sadar, waktunya sudah tidak banyak, ia tidak bisa lagi mundur, saat ia bermalas-malasan, dalam benaknya selalu terbayang akan hinaan security yang tidak mngizinkannya memakai lift, membayangkan diskriminasi ini, ia segera memacu semangatnya, dan melipatkan gandakan kerja kerasnya.

Belakangan, anak muda ini akhirnya berhasil lulus masuk ke salah satu lembaga ilmu kedokteran. Dan kini, selama 20 tahun lebih telah berlalu, sang anak muda akhirnya berhasil menjadi seorang dokter klinik.

Sang dokter merenung sejenak, ketika itu, jika bukan karena security yang sengaja mempersulitya, bagaimana mungkin ia menyeka air matanya dari hinaan itu, dan berdiri dengan berani ?

Dia telah berhutang budi pada security yang menghinanya !

(Author Unknown)

Friday, April 29, 2011

Tujuh Wasiat Rasulullah SAW

Rasulullah berwasiat, cintailah fakir-miskin, berbanyak silaturrahmi, jangan suka meminta-minta dan jangan takut celaan dalam berdakwah

“Dari Abu Dzar ia berkata; “Kekasihku (Rasulullah SAW) berwasiat kepadaku dengan tujuh hal: (1) supaya aku mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka, (2) beliau memerintahku agar aku melihat orang-orang yang di bawahku dan tidak melihat orang yang berada di atasku, (3) beliau memerintahkan agar aku menyambung silaturahim dengan karib kerabat meski mereka berlaku kasar kepadaku, (4) aku diperintahkan agar memperbanyak ucapan La haula walaa quwwata illa billah, (5) aku diperintahkan untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit, (6) beliau berwasiat agar aku tidak takut celaan orang yang mencela dalam berdakwah kepada Allah, (7) belaiu melarang aku agar aku tidak meminta-minta sesuatu kepada manusia” (Riwayat Ahmad).

Meski wasiat ini disampaikan kepada Abu Dzar RA, namun hakikatnya untuk kaum Muslimin secara umum. Sebagaimana kaidah: (Al-Khitobu li’umuumil-lafdzi, walaisa min khususil asbab).

Wasiat pertama, mencintai orang miskin.

Islam menganjurkan umatnya agar berlaku tawadhu’ (berendah hati) terhadap orang-orang miskin, menolong dan membantu kesulitan mereka. Demikianlah yang dicontohkan para sahabat di antaranya Umar bin Khaththab Radhiallahu anhu (RA) yang terkenal sangat merakyat, Khalifah Abu Bakar yang terkenal dengan sedekah “pikulan”nya, Utsman bin Affan dengan kedermawanannya.

Cintailah dan kasihanilah orang-orang miskin, sebab hidup mereka tidak cukup, diabaikan masyarakat dan tidak diperhatikan. Orang yang mencintai fuqara’ dan masakin dari kaum Muslimin, terutama mereka yang mendirikan shalat, dan taat kepada Allah, maka mereka akan dibela Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) di dunia dan pada hari kiamat.

Sebagaimana sabda Rasulullah, “Barangsiapa yang menghilangkan satu kesusahan dunia dari seorang Muslim, Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di hari kiamat. Dan barangsiapa yang memudahkan kesulitan orang yang dililit hutang, Allah akan memudahkan baginya di dunia dan akhirat” (Riwayat Muslim).

Juga sabda beliau, “Orang yang membiayai kehidupan para janda dan orang-orang miskin bagaikan orang yang jihad fi sabilillah…..” (Riwayat Bukhari). Dalam riwayat lain seperti mendapatkan pahala shalat dan puasa secara terus menerus….

Wasiat kedua, melihat orang yang lebih rendah kedudukannya dalam hal materi dunia.

Rasulullah memerintahkan agar kita melihat orang-orang yang berada di bawah kita dalam masalah dunia dan mata pencaharian. Tujuannya, tiada lain agar kita selalu bersyukur dengan nikmat Allah yang ada. Selalu qona’ah (merasa cukup dengan apa yang Allah karuniakan kepada kita), tidak serakah, tidak pula iri dengki dengan kenikmatan orang lain.

Memang rata-rata penyakit manusia selalu melihat ke atas dalam hal harta, kedudukan, dan jabatan. Selama manusia hidup ia selalu merasa kurang dan kurang. Baru merasa cukup manakala mulutnya tersumpal tanah kuburan.

“Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan janganlah melihat orang yang ada di atasmu, karena hal demikian lebih patut agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu.” (Riwaat Muttafaqun ‘alaihi).

Sebaliknya dalam masalah agama, ibadah dan ketakwaan, seharusnya kita melihat orang-orang yang di atas kita, yaitu para Nabi, sahabat, orang-orang yang jujur, para syuhada’, para ulama’ dan salafus-shalih.

Wasiat ketiga, menyambung silaturahim kepada kaum kerabat

Silaturahim adalah ungkapan mengenai berbuat baik kepada karib kerabat karena hubungan nasab (keturunan) atau karena perkawinan. Yaitu silaturahim kepada orang tua, kakak, adik, paman, keponakan yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Berbuat baik dan lemah lembut kepada mereka, menyayangi, memperhatikan dan membantu mereka.

Dengan silaturahim, Allah memberikan banyak manfaat. Di antaranya, menjalankan perintah Allah dan rasul-Nya, dengannya akan menumbuhkan sikap saling membantu dan mengetahui keadaan masing-masing. Silaturahmi pula akan memberikan kelapangan rezeki dan umur yang panjang. Sebaliknya bagi yang mengabaikan silaturahim Allah sempitkan hartanya dan tidak memberikan berkah pada umurnya, bahkan Allah tidak memasukkannya ke dalam surga.

Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menyambung silaturahmi” (Riwayat Bukhari).

Wasiat keempat, memperbanyak ucapan ‘La haula walaa quwwata illa bilLah’

Rasulullah memerintahkan memperbanyak ucapan La haula walaa quwwata illa bilLah’ agar kita berlepas diri dari merasa tidak mampu. Kita serahkan semuanya kepada Allah. Makna kalimat ini juga sebagai sikap tawakkal, hanya kepada Allah kita menyembah dan hanya kepada-Nya pula kita memohon pertolongan.

Pada hakekatnya seorang hamba tidak memiliki daya-upaya apapun kecuali dengan pertolongan Allah. Seorang penuntut ilmu tidak bisa duduk di majelis ilmu melainkan dengan pertolongan Allah. Demikian juga seorang guru tidak mungkin bisa mengajarkan ilmu yang manfaat kepada muridnya melainkan dengan pertolongan Allah.

Nabi bersabda :

“Ya Abdullah bin Qois, maukah aku tunjukkan kepadamu atas perbendaharaan dari perbendaharaan surga? (yaitu) ‘La haula walaa quwwata illa billah’ (Riwayat Muttafaqun ‘Alaih).

Wasiat kelima, berani mengatakan kebenaran meskipun pahit

Kebanyakan orang hanya asal bapak senang (ABS), menjilat agar mendapat simpati dengan mengorbankan kebenaran dan kejujuran. Getirnya kebenaran tidak boleh mencegah kita untuk tidak mengucapkannya, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Apabila sesuatu itu sudah jelas sebagai sesuatu yang haram, bid’ah, munkar, batil, dan syirik, maka jangan sampai kita takut menerangkannya.

Sesungguhnya jihad yang paling utama ialah mengatakan kalimat kebenaran (haq) kepada penguasa yang zalim. Bukan dengan cara menghujat aib mereka di mimbar-mimbar, tidak dengan aksi orasi, demonstrasi, dan provokasi.

“Barangsiapa yang ingin menasehati penguasa, janganlah ia tampakkan dengan terang-terangan. Hendaklah ia pegang tangannya lalu menyendiri dengannya. Kalau penguasa itu mau mendengar nasehat itu, maka itu yang terbaik. Dan apabila penguasa itu enggan, maka ia sungguh telah melaksanakan kewajiban amanah yang dibebankan kepadanya” (Riwayat Ahmad)

Wasiat keenam, tidak takut celaan dalam berdakwah.

Betapa berat resiko dakwah yang Rasulullah dan sahabat alami. Mereka harus menderita karena mendapat celaan, ejekan, fitnah, boikot. Juga pengejaran, lemparan kotoran, dimusuhi, diteror, dan dibunuh.

Manusia yang sakit hatinya kadang-kadang tidak mau menerima dengan penjelasan dakwah, maka para pendakwah harus sabar menyampaikan dengan ilmu dan hikmah. Jika dai mendapat penolakan dan cercaan jangan sampai mundur. Maka para penyeru tauhid, penyeru kebenaran jangan berhenti hanya dengan di cerca.

“(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan tidak merasa takut dengan siapapun selain Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan” (Al-Ahzab [33]: 39).

Wasiat ketujuh, tidak suka meminta-minta sesuatu kepada orang lain.

Orang yang dicintai Allah, Rasul dan manusia, adalah mereka yang tidak meminta-minta. Seorang Muslim harus berusaha makan dari hasil jerih payah tangannya sendiri. Seorang Muslim harus berusaha memenuhi hajat hidupnya sendiri dan tidak boleh selalu mengharapkan belas kasihan orang.

“Sungguh, seseorang dari kalian mengambil tali, lalu membawa seikat kayu bakar di punggungnya, kemudian ia menjualnya, sehingga dengannya Allah menjaga kehormatannya. Itu lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada manusia. Mereka bisa memberi atau tidak memberi” (Riwayat Bukhori).

Demikianlah 7 wasiat Rasulullah SAW. Semoga kita bisa menunaikannya. [Abu Hasan-Husain/diambil dari Majalah Suara Hidayatullah edisi Mei 2008/www.hidayatullah.com]
http://puinsargunawan.wordpress.com/2010/08/03/wasiat-rasulullah-s-a-w/

Kesederhanaan Rasulullah SAW

Suatu hari ‘Umar bin Khaththab r.a. menemui Rasulullah SAW di kamar beliau, lalu ‘Umar mendapati beliau tengah berbaring di atas sebuah tikar usang yang pinggirnya telah lapuk. Jejak tikar itu membekas di belikat beliau, sebuah bantal yang keras membekas di bawah kepala beliau, dan jalur kulit samakan membekas di kepala beliau. Di salah satu sudut kamar itu terdapat gandum sekitar satu gantang. Di bawah dinding terdapat qarzh (semacam tumbuhan untuk menyamak kulit).

Air mata ‘Umar bin Khaththab r.a. meleleh. Ia tidak kuasa menahan tangis karena iba dengan kondisi pimpinan tertinggi umat Islam itu. Rasulullah SAW melihat air mata ‘Umar r.a. yang berjatuhan, lalu bertanya “Apa yang membuatmu menangis, Ibnu Khaththab?”

‘Umar r.a. menjawab dengan kata-kata yang bercampur-aduk dengan air mata dan perasaannya yang terbakar, “Wahai Nabi Allah, bagaimana aku tidak menangis, sedangkan tikar ini membekas di belikat Anda, sedangkan aku tidak melihat apa-apa di lemari Anda? Kisra dan Kaisar duduk di atas tilam dari emas dan kasur dari beludru dan sutera, dan dikelilingi buah-buahan dan sungai-sungai, sementara Anda adalah Nabi dan manusia pilihan Allah!”

Lalu Rasulullah SAW menjawab dengan senyum tersungging di bibir beliau, “Wahai Ibnu Khaththab, kebaikan mereka dipercepat datangnya, dan kebaikan itu pasti terputus. Sementara kita adalah kaum yang kebaikannya ditunda hingga hari akhir. Tidakkah engkau rela jika akhirat untuk kita dan dunia untuk mereka?”

‘Umar menjawab, “Aku rela.” (HR. Hakim, Ibnu Hibban dan Ahmad)



Dalam riwayat lain disebutkan: ‘Umar berkata, “Wahai Rasulullah, sebaiknya Anda memakai tikar yang lebih lembut dari tikar ini.”

Lalu, Rasulullah SAW menjawab dengan khusyuk dan merendah diri, “Apa urusanku dengan dunia? Perumpamaan diriku dengan dunia itu tidak lain seperti orang yang berkendara di suatu hari di musim panas, lalu ia berteduh di bawah sebuah pohon, kemudian ia pergi dan meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi)



Betapa Rasulullah SAW sangat sederhana. Ia menyadari bahwa akhirat jauh lebih berharga daripada dunia dan seisinya.

Referensi:

1.Hadits Riwayat Hakim, Ibnu Hibban dan Ahmad (dialog ‘Umar versi pertama)
2.Hadits Riwayat Tirmidzi (dialog ‘Umar versi kedua)
3.http://www.jafarsoddik.com/cerita/07/Salah-satu-kisah-kesederhanaan-Rasulullah-saw

Aku Hanyalah Bendahara

SETELAH bertahun-tahun perjuangan dan penderitaan, misi suci Rasulullah SAW akhirnya meraih kejayaan di semenanjung Arab. Panji-panji Islam berkibar di wilayah-wilayah yang luas meliputi cakrawala Persia dan Syria. Harta yang berlimpah-ruah mengalir ke Madinah dari berbagai negeri-negeri persemakmuran Islam. Di antara putra-putri Rasulullah SAW, hanya Fatimah yang masih hidup saat itu.

Sang ayah sangat mencintai putri satu-satunya itu. Setiap kali Fatimah datang, Rasulullah selalu menerimanya dengan penuh kasih sayang. Demikian juga Fatimah, setiap kali datang ia selalu merebahkan dirinya dalam dekapan sang ayah. Jika ia datang, Rasulullah SAW sering mendudukkan Fatimah di samping beliau sembari menyeka peluh yang membasahi wajah putrinya dengan sapu tangannya atau meraba dahinya dan mengecek kesehatan sang putri.

Suatu hari Fatimah datang menemui Rasulullah SAW. Setelah saling menanyakan kabar dan kesehatan masing-masing, Fatimah berkata kepada sang ayah dengan nada mengeluh, “Ayah, terlalu banyak mulut yang harus disuapi di rumahku. Aku dan suamiku, tiga putra kami, empat keponakan, seorang pembantu, belum tamu-tamu yang datang silih berganti. Aku harus memasak sendirian untuk mereka semua. Aku merasa sangat letih dan kelelahan. Aku mendengar banyak tawanan wanita yang baru saja datang ke Madinah. Jika ayah bersedia memberiku salah satu dari mereka untuk membantuku, itu akan menjadi pertolongan yang sangat berharga bagiku.”

Rasulullah SAW menjawab permintaan putrinya itu dengan suara parau, “Sayangku, semua kekayaan dan tawanan perang yang engkau lihat adalah milik masyarakat muslim. Aku hanyalah bendahara, tugasku adalah mengumpulkan mereka dari berbagai wilayah dan membagi-bagikan mereka kepada orang-orang yang berhak. Dan engkau bukan termasuk yang memiliki hak, anakku, oleh karena itu aku tidak bisa memberimu sesuatu pun dari aset negara ini.“

Kemudian beliau melanjutkan, “Dunia ini adalah tempat untuk beramal. Lakukan tugas-tugasmu dengan baik. Jika engkau merasa lelah, ingatlah Allah dan mintalah pertolongan kepada-Nya. Dia akan memberimu ketabahan dan kekuatan.”

Referensi:
1.Hirak Har, Abu Dawud
2.M. Ibrahim Khan, Kisah-kisah Teladan Rasulullah, Para Sahabat dan Orang-orang Saleh
http://cara-muhammad.com/tag/kisah-2/

Tempat-Tempat Masuknya Setan

Oleh: H.M. Nuihung Arifin

Syetan masuk ke dalam diri seseorang untuk merusak dan menyesatkan itu melalui beberapa hal yaitu :

1.الْجَÙ‡ْÙ„ُ : Kebodohan

Kebodohan itu mematikan hati dan membutakan penglihatan sehingga orang bodoh itu tidak mengerti mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang sunnah dan mana yang bid'ah mana yang halal dan mana yang harom, mana yang hak mana yang batal, begitu seterusnya. Karena keadaan yang demikian maka setan memanfaatkan kebodohan ini untuk merusak dan menyesatkan manusia. Untuk itu Allah melarang menjadi orang yang bodoh. Allah berfirman didalam surat Al An'am ayat 35 Yang Artinya : "Dan jika Allah menghendaki, niscaya Allah mengumpulkan mereka di atas petunjukNya, maka jangan sekali-kali kamu menjadi orang yang bodoh."

Nabi Musa AS pernah berdo'a, "Aku berlindung kepada Allah dari termasuk golongan orang yang bodoh."

2.الْغَضَبُ : Marah

Marah itu termasuk tempat masuknya setan yang besar dan perangkapnya. Setan mempermainkan kemarahan seseorang dalam rangka menyesatkan pelakunya itu seperti anak kecil mempermainkan bola seenaknya, begitu mudahnya orang yang marah itu dipalingkan dari kebenaran sehingga mulut yang biasa sopan bisa mengeluarkan kata-kata yang jorok, kasar, bisa mencacimaki, mengumpat, mencela, mencemoh, dll. Anggota badannya bisa tak terkendali, sehingga memukul, menyerang, merobek-robek, melukai, membunuh dll yang jelek. Hati orang yang marah dipenuhi rasa dengki, iri hati, menyimpan dendam terhadap orang yang dimarahi.

Bersabda Rosulullah Shollallahu 'alaihi wasallam : "Sesungguhnya aku mengerti satu kalimat yang kalau dia mengucapkannya niscaya hilang marah yang ia temui, yaitu : Ø£َعُÙˆْØ°ُ بِاللهِ Ù…ِÙ†َ الشَّÙŠْØ·َانِ الرَّجِÙŠْÙ…ِ

Ø­ُبُّ الدُّÙ†ْÙŠَا .3 : Cinta dunia

Sesungguhnya setan telah menghiasi dunia dengan gebyarnya dalam hati kebanyakan manusia sehingga mereka condong pada dunia dan merasa senang dengan dunia, mereka berlomba-lomba mencari dunia dengan sungguh-sungguh, dunia dujadikan tujuannya, mereka saling membenci dan saling dengki karena dunia. Maka iblispun memanfaatkan sedemikian rupa sehingga manusia menjadi sesat.

Sesungguhnya Rosulullah Shollallahu 'alaihi wasallam Bersabda : "Demi Allah bukan fakir yang aku kuatirkan, tetapi aku kuatir terhadap dunia yang dibentangkan kepada kalian seperti telah dibentangkan kepada manusia sebelum kalian, maka kalian berlomba mendapatkannya seperti mereka berlomba-lomba untuk mendapatkannya, lantas dunia merusak kalian seperti halnya telah merusak mereka."

4. Ø·ُÙˆْÙ„ُ اْلأَÙ…َÙ„ِ : Panjang angan-angan

Seorang hamba jika panjang angan-angannya, dia akan melakukan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh dan cenderung tidak pemperdulikan waktu, dia akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai apa yang dia angan-angan oleh hatinya, meramalkan dunia dengan berbagai macam usaha dan akan merobohkannya sendi-sendi kepentingan akhiratnya.

Dari Abi Huroirah berkata : aku mendengar Rosulullah bersabda : "Tidak henti-hentinya hati orang tua itu tetap muda dalam dua hal yaitu dalam cinta terhadap dunia dan panjang angan-angan."

Jika kita mengerti tinggal berapa sisa umur kita dan sudah berapa umur yang kita lewati nicaya kita akan hidup lebih berhati-hati dalam menggapai apa yang kita angan-angankan, dan niscaya kita lebih senang untuk menanam amal kita dan lebih senang memperpendek apa yang diinginkannya.

Kita akan merasa keberadaan kita di dunia seperti orang asing atau seperti orang yang sedang menyeberang jalan. Bersabda Rosulullah Shollallahu 'alaihi wasallam : "Jadilah kamu di dunia seolah-olah kamu itu orang asing atau yang sedang menyeberang jalan."

Untuk itu Ibnu Umar berkata : "Jika engkau ada pada sore hari jangan kamu menuggu datangnya waktu pagi; atau jika engkau ada pada pagi hari jangan kamu menunggu datangnya sore hari. Ambillah sehatmu untuk sakitmu dan hidupmu untuk matimu."

Bersabda Rosulullah Shollallahu 'alaihi wasallam : "Gunakan lima sebelum lima; gunakan masa mudamu sebelum datang masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum fakirmu, longgarmu sebelum sibukmu dan hidupmu sebelum matimu."

***
Ingat janganlah angan-anganmu sebagai tempat masuknya setan untuk mempermainkanmu dengan adanya angan-angan yang muluk-muluk padahal kosong belaka, sehingga waktumu hanya habis kesibukan-kesibukan-kesibukan duniamu saja dan mengorbankan akhiratmu.

http://www.ldii.or.id/in/nasehat-mainmenu-37/612-tempat-tempat-masuknya-syetan.html

Penghuni Surga Terakhir

Bahwa Sahabat bertanya kepada Rasulullah saw: "Wahai Rasulullah, apakah kami dapat melihat Tuhan kami pada hari kiamat?"

Rasulullah saw bersabda: "Apakah kalian terhalang melihat bulan di malam purnama?"

Para sahabat menjawab: "Tidak, wahai Rasulullah."

Rasulullah saw bersabda: "Apakah kalian terhalang melihat matahari yang tidak tertutup awan?"

Mereka menjawab: "Tidak, wahai Rasulullah."

Rasulullah saw. bersabda: "Seperti itulah kalian akan melihat Allah. Barang siapa yang menyembah sesuatu, maka ia mengikuti sembahannya itu. Orang yang menyembah matahari mengikuti matahari, orang yang menyembah bulan mengikuti bulan, orang yang menyembah berhala mengikuti berhala. Tinggallah umat ini, termasuk di antaranya yang munafik.

Kemudian Allah datang kepada mereka dalam bentuk selain bentuk-Nya yang mereka kenal, seraya berfirman: 'Akulah Tuhan kalian.'

Mereka (umat ini) berkata: 'Kami berlindung kepada Allah darimu. Ini adalah tempat kami, sampai Tuhan kami datang kepada kami. Apabila Tuhan datang, kami tentu mengenal-Nya.'

Lalu Allah Taala datang kepada mereka dalam bentuk-Nya yang telah mereka kenal. Allah berfirman: 'Akulah Tuhan kalian.'

Mereka pun berkata: 'Engkau Tuhan kami.'

Mereka mengikuti-Nya. Dan Allah membentangkan jembatan di atas neraka Jahanam.

Aku (Rasulullah saw) dan umatkulah yang pertama kali melintas. Pada saat itu, yang berbicara hanyalah para rasul. Doa para rasul saat itu adalah: 'Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah.'

Di dalam neraka Jahanam terdapat besi berkait seperti duri Sakdan (nama tumbuhan yang berduri besar di setiap sisinya). Pernahkah kalian melihat Sakdan?"

Para sahabat menjawab: "Ya, wahai Rasulullah."

Rasulullah saw. melanjutkan: "Besi berkait itu seperti duri Sakdan, tetapi hanya Allah yang tahu seberapa besarnya. Besi berkait itu merenggut manusia dengan amal-amal mereka. Di antara mereka ada orang yang beriman, maka tetaplah amalnya. Dan di antara mereka ada yang dapat melintas, hingga selamat.

Setelah Allah selesai memberikan keputusan untuk para hamba dan dengan rahmat-Nya, Dia ingin mengeluarkan orang-orang di antara ahli neraka yang Dia kehendaki, maka Dia memerintah para malaikat untuk mengeluarkan orang-orang yang tidak pernah menyekutukan Allah. Itulah orang-orang yang dikehendaki Allah untuk mendapatkan rahmat-Nya, yang mengucap: "Laa ilaaha illallah".

Para malaikat mengenali mereka di neraka dengan adanya bekas sujud. Api neraka memakan tubuh anak keturunan Adam, kecuali bekas sujud. Allah melarang neraka memakan bekas sujud. Mereka dikeluarkan dari neraka, dalam keadaan hangus. Lalu mereka disiram dengan air kehidupan, sehingga mereka menjadi tumbuh seperti biji-bijian tumbuh dalam kandungan banjir (lumpur).

Kemudian selesailah Allah Taala memberi keputusan di antara para hamba yang berada di neraka.

Maka, tinggallah seorang lelaki yang menghadapkan wajahnya ke neraka. Dia adalah ahli surga yang terakhir masuk. Dia berkata: 'Ya Tuhanku, palingkanlah wajahku dari neraka, anginnya benar-benar menamparku dan nyala apinya membakarku.' Dia terus memohon apa yang dibolehkan kepada Allah.

Kemudian Allah Taala berfirman: 'Mungkin, jika Aku mengabulkan permintaanmu, engkau akan meminta yang lain.'

Orang itu menjawab: 'Aku tidak akan minta yang lain kepada-Mu.'

Maka ia pun berjanji kepada Allah. Lalu Allah memalingkan wajahnya dari neraka. Ketika ia telah menghadap dan melihat surga, ia pun diam tertegun, kemudian berkata: 'Ya Tuhanku, majukanlah aku ke pintu surga.'

Allah berkata: 'Bukankah engkau telah berjanji untuk tidak meminta kepada-Ku selain apa yang sudah Kuberikan... Celaka engkau, hai anak-cucu Adam, ternyata engkau tidak menepati janji.'

Orang itu berkata: 'Ya Tuhanku!...' Dia memohon terus kepada Allah, hingga Allah berfirman kepadanya: 'Mungkin jika Aku memberimu apa yang engkau pinta, engkau akan meminta yang lain lagi.'

Orang itu berkata: 'Tidak, demi Keagungan-Mu.' Dan ia berjanji lagi kepada Tuhannya. Lalu Allah mendekatkannya ke pintu surga. Setelah ia berdiri di ambang pintu surga, ternyata pintu surga terbuka lebar baginya, sehingga ia dapat melihat dengan jelas keindahan dan kesenangan yang ada di dalamnya.

Dia pun diam tertegun. Kemudian berkata: 'Ya Tuhanku, masukkanlah aku ke dalam surga.'

Allah Taala berfirman kepadanya: 'Bukankah engkau telah berjanji tidak akan meminta selain apa yang telah Aku berikan? Celaka engkau, hai anak cucu Adam, betapa engkau tidak dapat menepati janji!'

Orang itu berkata: 'Ya Tuhanku, aku tidak ingin menjadi makhluk-Mu yang paling malang.' Dia terus memohon kepada Allah, sehingga membuat Allah Taala tertawa (ridha).

Ketika Allah Taala tertawa Dia berfirman: 'Masuklah engkau ke surga.' Setelah orang itu masuk surga, Allah berfirman kepadanya: 'Inginkanlah sesuatu!' Orang itu meminta kepada Tuhannya, sampai Allah mengingatkannya tentang ini dan itu. Ketika telah habis keinginan-keinginannya, Allah Taala berfirman: 'Itu semua untukmu, begitu pula yang semisalnya.'"

(HR Muslim no 267)

Mutiara di Hati Penjual Es Dawet

Seorang Kiai ternama, sebut saja namanya Kiai Imron, akan kedatangan beberapa pejabat dari Jakarta. Karena tamu-tamu itu di anggap penting, tentu saja Kiai Imron mempersiapkan diri sedemikian rupa. Rumahnya pun dibersihkan dan dirapikan, untuk mengantisipasi jika para tamu itu menginap. Ia juga mempersiapkan jamuan khusus untuk para tamunya itu.

Nah, saat mempersiapkan untuk jamuan inilah terbersit dalam pikiran Kiai Imron untuk menyediakan es dawet (es cendol) sebagai minuman special buat para tamunya. Ia yakin para pejabat itu akan menyukai minuman khas daerah itu, karena ia yakin minuman itu tak akan ditemukan di Jakarta. Kalau pun di sana sudah ada, pasti rasanya tidak seenak dawet asli.

Maka Kiai Imron pun menemui Pak Juki, salah satu penjual dawet yang biasa mangkal di dekat alun-alun kota. Dawet buatannya memang terkenal paling enak di kawasan ini.

“Boleh saya beli dawetnya, Pak?”, ujar Kiai Imron.

“Ya tentu saja boleh, Pak Kiai. Masak saya mau bilang nggak boleh, itu kan namanya menolak rejeki,” kata Pak Juki tersenyum.

“Di minum di sini atau dibungkus, Pak Kiai?”

“Dibungkus saja.”

“Berapa, Pak Kiai?”

“Semuanya.”

“Lho, maksud Pak Yai?” Pak Juki menatap wajah Pak Kiai, tak paham.

“Ya semuanya. Semua dawet yang sampean punya.”

Untuk beberapa saat penjual dawet itu tercenung, menatap wajah Kiai Imron dalam-dalam. Tampaknya ada yang berkecamuk dalam hatinya.

“Maaf, Pak Kiai. Sepertinya tidak bisa.” Pak Juki menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Lho, kenapa? Bukankah seharusnya bapak senang karena masih pagi begini dawet bapak sudah habis. Bapak bisa langsung pulang dan beristirahat di rumah tanpa harus capek-capek bekerja.” Kali ini Kiai Imron yang terheran-heran.

“Memang benar, Pak Kiai. Tapi maaf, sepertinya saya tidak bisa menuruti kehendak Kiai.”

Kiai Imron semakin heran dengan keteguhan penjual dawet pinggir jalan yang biasa mangkal di pagi hari hingga sore itu.

“Tolonglah. Hari ini saya akan kedatangan tamu. Saya ingin membahagiakan tamu saya itu dengan sajian dawet bapak yang terkenal enak,” ujar Kiai Imron merayu.

Pak Juki tetap menggeleng-gelengkan kepala, sambil sesekali melayani pembeli yang memesan untuk diminum di tempat.

Akhirnya Kiai Imron tak tahan untuk tahu alasan Pak Juki tak berkenan melepas semua dagangannya sekaligus.

“Maaf Pak Kiai. Alhamdulillah setiap hari yang datang untuk menikmati dawet saya cukup banyak, bahkan saya punya banyak pelanggan tetap. Hampir setiap hari mereka datang kesini. Nah, jika hari ini saya tutup lebih pagi karena dawet saya telah habis di borong Pak Kiai, Pak Kiai bisa perkirakan sendiri berapa orang yang akan kecewa gara-gara saya. Tentu saja sepagi ini saya telah menyakiti hati banyak orang.”

Pak Yai termangu-mangu mendengarnya.

“Memang saya untung banyak jika dawet ini cepat habis, tapi bukan cuma keuntungan yang saya kejar. Saya hanya ingin kehadiran saya memberikan kebahagiaan untuk orang lain, meskipun hanya dengan membuatkan dawet buat mereka, yang kata mereka cukup enak.”

Kiai Imron tak habis pikir. Pagi ini ia mendapat ilmu yang cukup berharga dari seorang penjaul dawet. Ilmu yang tidak didapatkannya dalam kajian-kajian kitab-kitab di pesantrennya. Ternyata, meski hanya sebagai penjual dawet, terdapat mutiara di hatinya. Kiai Imron pun teringat akan adagium klasik yang menyatakan, lihatlah apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang berbicara.

Usut punya usut, ternyata penjual dawet itu mengamalkan shalawat dalam kehidupan sehari-harinya.*

Sumber : http://alhidayahkroya.blogspot.com/
http://superhidden.blogspot.com/search/label/Kisah

Perempuan Bersayap di dalam Surga

Kehadiran Musa di tengah keluarga Fir’aun yang kafir telah mematahkan kehendak manusia seberkuasa apapun manusia itu. Kehadiran Musa di tengah keluarga fir’aun yang kafir adalah sebuah bukti skenario-Nya. Skenario yang menggenggam setiap gerak kemahlukkan manusia. Di tengah kekuasaan Fir’aun dan antek-anteknya, Musa hadir dan lolos dari hukum penggal. Ini sebuah ironisme bagi kekuasaan Fir’aun.

Kehendak Allah inillah yang menumbuhkan cahaya iman seorang perempuan sederhana. Dia hanya seorang tukang sisir istana keluarga Fir’aun, Masyitah namanya. Dia seorang Ibrani. Mula-mula, tidak seorang pun tahu siapa sebenarnya Masyitah dan mengapa tindak-tanduknya berbeda dengan pelayan istana lainnya. Perempuan salehah ini tekun beribadah dan dilindungi oleh istri Fir’aun sendiri yang juga perempuan solehah.

Tumbuhnya iman Masyitah seiring tumbuh dan berkembangnya Musa sebagai seorang anak laki-laki. Dan selama itu, tidak seorang pun mengetahui bahwa dalam istana megah itu hidup beberapa hamba Allah yang kelak akan tertoreh dalam sejarah mesir.

Pada suatu hari, seperti biasa Masyitah melaksanakan tugasnya menyisiri rambut putri-putri Fir’aun. Tidak seperti biasanya, hari itu, Masyitah agak sedikit gugup-seolah dia menerima firasat buruk. Tanpa sengaja sisir yang dia pegang terjatuh dan meluncur dari mulutnya, “Mahasuci Allah!.”

Bagai disambar petir telinga putri Fir’aun mendengar ucapan juru sisirnya yang bertentangan dengan keyakinannya. “Apa yang kamu sebut itu, inang? Kau berani menyebut Tuhan selain Fir’aun? Kau akan segera menemui kematianmu!” hardik putri Fir’aun itu.

Putri Fir’aun beranjak dari duduknya dan mengadukannya hal itu kepada ayahandanya. Masyitah tepekur akan nasib yang akan menimpanya. Dan betul saja, tiba-tiba seorang pengawal istana memerintahkannya menghadap Fir’aun. Masyitah pasrah dan dikuatkan hatinya menghadapi siksaan itu nanti.

“Apa yang kamu sebut tadi, keparat?!” hardik Fir’aun. Sejenak, perempuan salehah itu terbungkam. Kemudian, seorang pengawal maju dan menghempaskannya pecutnya ke tubuh Masyitah.

“Jawab! apa yang kamu sebut tadi?” hardik Firaun lagi.

“Hamba menyebut Mahasuci Allah…” jawab Masyitah yang tiba-tiba di anugrahi keberanian. Dia tidak lagi tunduk walaupun cemeti berkali-kali mendera tubuhnya.

”Berani benar kau menentang aku, heh! Akulah Tuhanmu, Tuhan rakyat Mesir. Akulah yang menentukan hidup matimu. Akulah Tuhan tertinggi dari seluruh jagat ini. Berani-beraninya kau menyebut tuhan selain Aku Tuhanmu!”

”Mahasuci Allah, tiada sesembahan lain selain kecuali Dia. Allah lah yang menciptakan langit bumi dan segalah isinya. Allah yang menentukan rizki bagi hamba-hambaNya. Tiada sesuatu yang sempurna kecuali Allah,” kata Masyitah kemudian dengan tegas.

Berbarengan dengan ucapannya itu, dua orang pengawal menyeretnya ke tempat penyiksaan. Sebuah kuali raksasa sedang terjerang di atas api yang menjilat-jilat. Dalam kuali itu terisi minyak yng mendidih. Algojo yang membawanya, menuju ke arah beberapa orang yang tengah diborgol dengan belenggu besi. "Kau kenal siapa orang-orang itu?”

Masyitah melihat dua orang anaknya dalam genggaman para pengawal itu. Dia hampir tidak percaya bahwa kedua anak yang masih kecil-kecil itu pun akan menerima siksaan seperti dia.

Algojo bertanya lagi, “Masihkah kau mengingkari Tuhan Fir’aun, hai budak?!”

“Tuhanku adalah Allah yang Mahatunggal, Allahu Ahad, Ahad!” Air mata Masyitah bagai menyembur. Dia menyaksikan anaknya yang tua memanggil-manggil. Namun, suaranya tiba-tiba terenyap tertelan kobaran api yang memanggang kuali yang berminyak mendidih itu.

”Sekarang, sebut Fir’aun adalah Tuhanmu!”. ancam algojo lagi.

“Rabbiyallah. Hanya Allah Tuhanku. Allah yang menentukan hidup matiku.”

”Masih tegakah kamu melihat anak bayimu digoreng dalam panggangan api itu?”

“Api tidak mematikan, kecuali jika ajal memanggil. Allah-lah yang menghidupkan dan Allah-lah pula yang mematikan, kemudian Allah pula yang menghidupkan kembali.”

Tiba-tiba, Masyitah menyaksikan anak bayinya itu dilemparkan ke dalam kobaran api. Sejenak ia memejamkan matanya, tapi kemudian dengan lantangnya dia berseru, ”Wahai Anak-anakku…, kalian adalah syuhada pengisi surga. Tunggulah ibumu. Aku akan menyusul kalian!”

Lalu kepada algojo Fir’aun, Masyitah berseru, “Wahai budak kekuasaan, kalian adalah setan-setan bermuka manusia. Sampaikan pesan terakhirku ini kepada rajamu, manusia yang kalian anggap Tuhan bahwa sudah kehendak Allah tidak akan lama lagi negeri ini akan musnah. Fir’aun dan pengikutnya akan ditelan Laut Merah. Camkanlah bahwa tiada kekuasaan, melainkan kekuasaan Allah. Kini aku siap menghadapi kematian. Lemparkan diriku kedalam belanga yang berapi itu!”

Kejadian itu demikian cepatnya. Dua orang algojo mengangkatnya, lalu melemparkan perempuan itu ked alam kobaran api pembakaran itu. Sekilas, tampak wajah Masyitah menyunggingkan senyum. Sesungguhnya dia telah melihat gerbang surga serta para malaikat yang menyambut kedatangannya.

http://ibnoe.com/kisah-nyata-perempuan-bersayap-di-surga.html

Thursday, April 28, 2011

Anak Babi Yang Masuk Surga

Adalah Musa ‘alaihissalam, satu-satunya Rasul yang memiliki keistimewaan berdialog langsung dengan Allah. Bila ada masalah yang ingin diketahuinya, Musa akan naik ke puncak bukit Tursina untuk bertanya dan Allah akan langsung menjawabnya.

Suatu hari Musa bertanya “Ya Allah, siapakah yang akan menjadi tetanggaku di surga nanti?”. Maka Allah menyebut sebuah nama beserta kampung tempat tinggal orang itu. Dengan bergegas Musa turun dari bukit Tursina dan mencari orang yang dimaksud. Setelah beberapa hari berjalan, sampailah Musa di rumah orang tersebut. Dengan mengucap salam, Musa bertamu dan dipersilakan duduk. Ternyata nama yang disebut Allah kepada Musa adalah nama seorang pemuda.

Setelah Musa duduk, pemuda itu tak langsung mempedulikannya. Musa memperhatikan pemuda itu masuk ke kamar dan keluar dengan menggendong seekor babi betina. Dalam hati Musa sungguh diliputi keheranan melihat tingkah pemuda yang kemudian dengan cermat memandikan dan membersihkan babi betina itu. Di lap dan diciumnya babi betina itu dengan penuh sayang. Kemudian babi betina itu dibawa kembali kedalam kamar.

Tak lama berselang, Musa kembali dikejutkan melihat pemuda itu keluar dari kamar yang sama dengan menggendong babi jantan yang lebih besar. Sama seperti tadi, babi jantan itu pun dimandikan, dibersihkan, di lap dan dicium dengan sayang sebelum dibawa kembali kedalam kamar.

Setelah selesai, barulah pemuda itu menemani Musa yang sudah menunggu sejak tadi. Masih dalam keterkejutan, Musa bertanya “Hai pemuda, apakah agama mu?”. Si pemuda menjawab “agamaku agama Tauhid.” (Islam baru dikenal setelah disampaikan Rasul Muhammad, sebelum periode itu, Islam disebut sebagai agama Tauhid). Musa bertanya lagi “Jika agamamu Tauhid, mengapa kamu memperlakukan babi dengan begitu istimewa? Kita tidak diperbolehkan untuk itu.”

Dengan perlahan, pemuda itu bercerita bahwa kedua babi itu adalah bapak ibunya yang telah melakukan dosa besar dan dikutuk Tuhan menjadi babi. Katanya “Soal dosa mereka kepada Allah, biarlah itu menjadi urusan mereka dengan Allah. Tugasku sebagai anak tetaplah menghormati dan menyayangi mereka sebagaimana jika mereka berbentuk manusia. Setiap hari aku berdoa agar Allah berkenan mengembalikan rupa mereka seperti semula tapi rupanya belum juga dikabulkan.”

Seketika itu juga, turunlah wahyu kepada Musa “Wahai Musa, inilah orang yang akan menjadi tetanggamu di surga disebabkan karena baktinya kepada ibu bapaknya meskipun mereka berdua telah berbentuk binatang yang buruk rupa. Karena itulah Aku angkat dia ke maqam yang lebih tinggi sebagai anak yang shaleh. Dan sebab baktinya, aku akan kabulkan doanya untuk mengembalikan wujud kedua orangtuanya ke bentuk semula. Kasih dan rahmatKu akan menghapuskan dosa keduanya disebabkan bakti anaknya dan menempatkan mereka ke dalam surgaKu.”

Kisah ini semestinya mengajarkan kepada kita bahwa seburuk apapun perangai kedua orangtua, perlakuan kita sebagai anak tak perlu menjadi buruk juga. Urusan dosa mereka kepada Allah, biarlah itu menjadi urusan individu mereka. Barangkali dengan doa, kesabaran dan kebaikan kita, kedua orangtua yang berperangai buruk bisa menjadi lebih baik.

Semoga kita masih diberi kesempatan dan waktu lebih banyak untuk lebih menghormati, menyayangi dan mengasihi mereka berdua sebagaimana mereka telah tanpa pamrih menyayangi dan mengasihi kita sewaktu kecil. Amin.

Rahmah Hasjim, Jakarta, Oktober 2009
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=15588

Pohon Alpukat dan Benalu

masandry.com – Suatu hari, sebatang pohon Alpukat menikmati sejuknya udara sore. Tiba-tiba keasyikannya terusik oleh sapaan dari sebutir biji Benalu yang sedang diterbangkan angin kian kemari. “Selamat sore Alpukat,” sapa Benalu.

“Oh, kamu Benalu, selamat sore juga,” balas Alpukat.

“Wah Alpukat, sekarang kamu sudah besar, ranting-rantingmu banyak, daunmu lebat, buahmu besar-besar,” puji Benalu.

“Iya Benalu, itu karena akar-akar saya banyak dan rajin menghisap sari-sari makanan dari dalam tanah,” kata Alpukat dengan bangga.

Kemudian Benalu melanjutkan, “Hampir sepanjang hari saya diterbangkan angin, rasanya badan saya capek sekali. Boleh tidak saya beristirahat di salah satu rantingmu, untuk satu malam saja?”

Tanpa berpikir panjang Alpukat langsung mengabulkan permohonan sang Benalu. “Jangankan satu Benalu kecil, lima puluhpun saya masih tidak terasa,” pikir Alpukat.

Maka sejak itu Benalu tinggal di pohon Alpukat dan tanpa disadari oleh Alpukat, Benalu semakin hari semakin besar dan beranak banyak. Suatu hari Alpukat melihat tubuhnya sudah kurus kering. Saat itulah Alpukat sadar bahwa Benalu sudah merugikan dirinya. Lalu Alpukat memutuskan untuk menyuruh benalu meninggalkan tubuhnya.

“Alpukat, semua akar-akar saya sudah tertancap di dalam tubuhmu. Jadi jangan pernah bermimpi kalau saya akan memenuhi permintaanmu”, kata Benalu sambil tertawa. Semakin hari Alpukat semakin kurus dan akhirnya mati karena Benalu terus menghisap makanan dari tubuh Alpukat tanpa belas kasihan.

Banyak orang yang bertindak seperti Alpukat ini. Waktu dosa-dosa kecil datang menggoda dan hadir dengan segala daya tariknya, mereka tidak langsung menolaknya. Mereka pikir, “Ah itu hanya dosa kecil saja, tidak akan mempengaruhi keimanan saya. Saya akan tetap rajin berdoa.”

Terbukti bahwa setiap orang yang meremehkan dosa yang kecil sekalipun, akan terjerat oleh dosa yang lebih besar lagi. Satu hal yang harus kita ingat, kalau hari ini kita melakukan satu dosa kecil, dosa kecil tersebut makin lama akan menjadi besar dan melahirkan dosa-dosa lain karena salah satu sifat dosa adalah melahirkan dosa.

Jauhilah nafsu orang muda. Jangan merasa diri kuat iman sehingga Anda bebas bermain-main dengan dosa. Setiap perbuatan dosa, harus kita jauhi dan hindari.

Arti Kehidupan

Ada seorang Ayah dalam sebuah keluarga. Ia adalah seorang pekerja keras yang mencukupi seluruh kebutuhan hidup bagi istri dan ketiga anaknya.

Ia menghabiskan malam-malam sesudah bekerja dengan menghadiri kursus-kursus, untuk mengembangkan dirinya dengan harapan suatu hari nanti dia bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji yg lebih baik. Kecuali di hari-hari Minggu, Sang Ayah sangat sulit menyediakan waktu untuk bisa makan bersama-sama keluarganya.

Dia bekerja dan belajar sangat keras karena dia ingin menyediakan bagi keluarganya apa saja yang bisa dibeli dengan uang. Setiap kali keluarganya mengeluh kalau dia tidak punya cukup waktu dengan mereka, dia selalu beralasan bahwa semuanya ini dilakukan untuk mereka. Walaupun sebetulnya seringkali dia sangat berkeinginan untuk menghabiskan waktu bersama keluarganya.

Suatu hari tibalah saatnya hasil ujian diumumkan. Dengan sangat gembira, Sang Ayah ini lulus, dengan prestasi gemilang pula! Segera sesudah itu, dia ditawarkan posisi yg baik sebagai Senior Supervisor dengan gaji yang menarik. Seperti mimpi yang menjadi kenyataan, sekarang Sang Ayah mampu memberikan keluarganya kehidupan yang lebih mewah, seperti pakaian yang indah-indah, makanan-makanan enak dan juga liburan ke luar negeri.

Namun, keluarganya masih saja tidak bisa bertemu dengan Sang Ayah hampir dalam seluruh minggu. Dia terus berkerja sangat keras, dengan harapan bisa dipromosikan ke jabatan Manager. Nyatanya, untuk membuat dirinya calon yang cocok untuk jabatan itu, dia mendaftarkan diri pada kursus lain di Universitas Terbuka.

Lagi, setiap saat keluarganya mengeluh kalau Sang Ayah tidak menghabiskan cukup waktu untuk mereka, dia beralasan bahwa dia melakukan semua ini demi mereka. Tetapi, seringkali lagi dia sangat berkeinginan untuk menghabiskan lebih banyak waktu lagi dengan keluarganya.

Kerja keras Sang Ayah berhasil dan dia dipromosikan. Dengan penuh sukacita, dia memutuskan untuk memperkerjakan seorang pembantu untuk membebaskan istrinya dari tugas-tugas rutinnya. Dia juga merasa kalau flat dengan tiga kamar sudah tidak cukup besar lagi, akan sangat baik untuk keluarganya bisa menikmati fasilitas dan kenyamanan sebuah kondominium.

Setelah merasakan jerih payah kerja kerasnya selama ini, Sang Ayah memutuskan untuk lebih jauh lagi belajar dan bekerja supaya bisa dipromosikan lagi. Keluarganya masih tidak bisa sering bertemu dengan dia. Kenyataannya, kadang-kadang Sang Ayah harus bekerja di hari-hari Minggu untuk menemani tamu2nya.

Lagi, setiap kali keluarganya mengeluh kalau dia tidak menghabiskan cukup waktu dengan mereka, dia beralasan kalau semua ini dilakukan demi mereka. Tetapi, seringkali lagi dia sangat berkeinginan untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarganya.

Seperti yang diharapkan, kerja keras Sang Ayah berhasil lagi dan dia membeli sebuah kondominium yang indah yang menghadap ke pantai Singapura.

Pada malam pertama di rumah baru mereka, Sang Ayah mengatakan kepada keluarganya bahwa dia memutuskan untuk tidak mau mengambil kursus dan mengejar promosi lagi.

Sejak saat itu dia ingin memberikan lebih banyak waktu lagi untuk keluarganya. Namun, Sang Ayah tidak bangun-bangun lagi keesokan harinya.....

Pertanyaan untuk Refleksi:

Apakah anda bekerja untuk hidup atau hidup untuk bekerja?

ADA DUA HAL YANG HARUS DICAPAI DALAM KEHIDUPAN INI:

PERTAMA, UNTUK MENDAPATKAN APA YANG ANDA INGINKAN; DAN SESUDAH ITU, UNTUK MENIKMATINYA.

HANYA ORANG YANG SANGAT BIJAKSANA YANG DAPAT MENCAPAI YANG KEDUA.

Kekuatiran tidak bisa menghilangkan penderitaan hari esok, hanya bisa menghilangkan Kekuatan hari ini.

Kebahagiaan tidak tergantung dari berapa banyak yang harus anda nikmati, tetapi bagaimana anda menikmati apa yang anda miliki.

Dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian Tuhan.

Si Belang, Si Botak, dan Si Buta yang Diuji Allah

dakwatuna.com - Zaman dahulu kala, ada tiga orang Bani Israil. Orang yang pertama berkulit belang (sopak), yang kedua berkepala botak, dan yang ketiga buta. Allah ingin menguji ketiga orang tersebut. Maka Dia mengutus kepada mereka satu malaikat.

Malaikat mendatangi orang yang berpenyakit sopak (Si Belang) dan bertanya kepadanya, “Sesuatu apakah yang engkau minta?”

Si Belang menjawab, “Warna yang bagus dan kulit yang bagus serta hilangnya dari diri saya sesuatu yang membuat orang-orang jijik kepada saya.”

Lalu malaikat itu mengusapnya dan seketika itu hilanglah penyakitnya yang menjijikkan itu. Kini ia memiliki warna kulit yang bagus. Kemudian malaikat itu bertanya lagi kepadanya, “Harta apa yang paling engkau sukai?”

Orang itu menjawab, “Onta.”

Akhirnya orang itu diberikan seekor onta yang bunting seraya didoakan oleh malaikat, “Semoga Allah memberi berkah untukmu dalam onta ini.”

Kemudian malaikat mendatangi si Botak dan bertanya kepadanya, “Apakah yang paling engkau sukai?”

Si Botak menjawab, “Rambut yang indah dan hilangnya dari diri saya penyakit yang karenanya aku dijauhi oleh manusia.”

Malaikat lalu mengusapnya, hingga hilanglah penyakitnya dan dia diberi rambut yang indah. Malaikat bertanya lagi, “Harta apa yang paling engkau sukai?”
Orang itu menjawab, “Sapi.”

Akhirnya si Botak diberikan seekor sapi yang bunting dan didoakan oleh malaikat, “Semoga Allah memberkahinya untukmu.”

Selanjutnya malaikat mendatangi si Buta dan bertanya kepadanya, “Apa yang paling engkau sukai?”

Si Buta menjawab, “Allah mengembalikan kepada saya mata saya agar saya bisa melihat manusia.”

Malaikat lalu mengusapnya hingga Allah mengembalikan pandangannya. Si Buta bisa melihat lagi. Setelah itu malaikat bertanya lagi kepadanya, “Harta apa yang paling engkau sukai?”

Orang itu menjawab, “Kambing.”

Akhirnya diberilah seekor kambing yang bunting kepadanya sambil malaikat mendoakannya.

Singkat cerita, hewan yang dimiliki ketiga orang itu beranak dan berkembang biak. Yang pertama memiliki satu lembah onta, yang kedua memiliki satu lembah sapi, dan yang ketiga memiliki satu lembah kambing.

Kemudian sang malaikat – dengan wujud berbeda dengan sebelumnya – mendatangi si Belang. Malaikat berkata kepadanya, “Seorang miskin telah terputus bagiku semua sebab dalam safarku, maka kini tidak ada bekal bagiku kecuali pertolongan Allah kemudian dengan pertolongan Anda. Saya memohon kepada Anda demi (Allah) Yang telah memberi Anda warna yang bagus, kulit yang bagus, dan harta, satu ekor onta saja yang bisa menghantarkan saya dalam safar saya ini.”

Orang yang tadinya belang itu menanggapi, “Hak-hak orang masih banyak.”

Lalu malaikat bertanya kepadanya, “Sepertinya saya mengenal Anda. Bukankah Anda dulu berkulit belang yang dijauhi oleh orang-orang dan juga fakir, kemudian Anda diberi oleh Allah?”

Orang itu menjawab, “Sesungguhnya harta ini saya warisi dari orang-orang tuaku.”

Maka malaikat berkata kepadanya, “Jika kamu dusta, maka Allah akan mengembalikanmu pada keadaan semula.”

Lalu, dengan rupa dan penampilan sebagai orang miskin, malaikat mendatangi mantan si Botak. Malaikat berkata kepada orang ini seperti yang dia katakan kepada si Belang sebelumnya. Ternyata tanggapan si Botak sama persis dengan si Belang. Maka malaikat pun menanggapinya, “Jika kamu berdusta, Allah pasti mengembalikanmu kepada keadaan semula.”

Lalu malaikat – dengan rupa dan penampilan berbeda dengan sebelumnya – mendatangi si Buta. Malaikat berkata kepadanya, “Seorang miskin dan Ibn Sabil yang telah kehabisan bekal dan usaha dalam perjalanan, maka hari ini tidak ada lagi bekal yang menghantarkan aku ke tujuan kecuali dengan pertolongan Allah kemudian dengan pertolongan Anda. Saya memohon kepada Anda, demi Allah yang mengembalikan pandangan Anda, satu ekor kambing saja supaya saya bisa meneruskan perjalanan saya.”

Maka si Buta menanggapinya, “Saya dulu buta lalu Allah mengembalikan pandangan saya. Maka ambillah apa yang kamu suka dan tinggalkanlah apa yang kamu suka. Demi Allah aku tidak keberatan kepada kamu dengan apa yang kamu ambil karena Allah.”

Lalu malaikat berkata kepadanya, “Jagalah harta kekayaanmu. Sebenarnya kamu (hanyalah) diuji. Dan Allah telah ridha kepadamu dan murka kepada dua sahabatmu.”

***

Demikianlah kisah ini, Allah senantiasa menguji hamba-hamba-Nya, dan kita pun senantiasa diuji oleh-Nya. Dalam kisah tadi, ada dua hal yang menjadi bahan ujian, yaitu kesehatan, penampilan fisik, dan harta. Mudah-mudahan kita adalah yang orang yang lulus ujian sebagaimana si Buta. Jika kita ingin seperti si Buta, maka kita harus berusaha menjadi bagian dari orang-orang yang bersyukur dan senantiasa merasakan adanya pengawasan Allah (muraqabatullah).

Semoga Allah senantiasa ridha dan tidak murka kepada kita semua.. Aamiin.
Maraji’: Hadits Riwayat Bukhari – Muslim

(hudzaifah/hdn)

Hukum Truk Sampah

Suatu hari saya naik sebuah taxi, menuju ke Bandara. Kami melaju pada jalur yang benar ketika tiba-tiba sebuah mobil hitam melompat keluar dari tempat parkir tepat di depan kami. Supir taxi menginjak pedal rem dalam-dalam hingga ban mobil berdecit dan berhenti hanya beberapa cm dari mobil tersebut. Pengemudi mobil hitam tersebut mengeluarkan kepalanya dan memaki ke arah kami. Supir taxi hanya tersenyum dan melambai pada orang tersebut.

Saya sangat heran dengan sikapnya yang bersahabat. Saya akhirnya bertanya, "Mengapa anda melakukannya? Orang itu hampir merusak mobil anda dan dapat saja mengirim
kita ke rumah sakit!"

Saat itulah saya belajar dari supir taxi tersbut mengenai apa yang saya kemudian sebut sebagai "Hukum Truk Sampah".

Ia menjelaskan bahwa banyak orang seperti truk sampah. Mereka berjalan keliling membawa sampah, seperti frustrasi, kemarahan, kekecewaan. Seiring dengan semakin penuh kapasitasnya, semakin mereka membutuhkan tempat untuk membuangnya, dan seringkali mereka membuangnya kepada anda. Jangan ambil hati, tersenyum saja, lambaikan tangan, berkati mereka, lalu lanjutkan hidup.

Jangan ambil sampah mereka untuk kembali membuangnya kepada orang lain yang anda temui, di tempat kerja, di rumah atau dalam perjalanan. Intinya, orang yang sukses adalah orang yang tidak membiarkan "truk sampah" mengambil alih hari-hari mereka dengan merusak suasana hati.

Hidup ini terlalu singkat untuk bangun di pagi hari dengan penyesalan, maka kasihilah orang yang memperlakukan anda dengan benar, berdoalah bagi yg tidak. Hidup itu 10% mengenai apa yang kau buat dengannya dan 90% tentang bagaimana kamu menghadapinya. Hidup bukan mengenai menunggu badai berlalu, tapi tentang bagaimana belajar menari dalam hujan.

Selamat menikmati hidup...

Cara Malaikat Maut Bekerja

Cara Malaikat Maut memberi peringatan

Sebagian para Nabi berkata kepada Malaikat pencabut nyawa, “Tidakkah Kau memberikan Aba-aba atau peringatan kepada Manusia bahwa kau datang sebagai malaikat pencabut nyawa sehingga mereka akan lebih hati-hati?”

Malaikat itu menjawab, “Demi Allah, aku sudah memberikan aba-aba dan tanda-tandamu yang sangat banyak berupa penyakit, uban, kurang pendengaran, penglihatan mulai tidak jelas (terutama ketika sudah tua).”

“Semua itu adalah peringatan bahwa sebentar lagi aku akan menjemputnya. Apabila setelah datang aba-aba tadi ia tidak segera bertobat dan tidak mempersiapkan bekal yang cukup, maka aku akan serukan kepadanya ketika aku cabut nyawanya: ‘Bukan kah aku telah memberimu banyak aba-aba dan peringatan bahwa aku sebentar lagi akan datang? Ketahuilah, aku adalah peringatan terakhir, setelah ini tidak akan datang peringatan lainnya.’.”
(HR imam qurthubi)

Beginilah cara kerja Malaikat Maut

Nabi Ibrahim pernah bertanya kepada Malaikat maut yang mempunyai dua mata diwajahnya dan dua lagi tengkuknya, “Wahai malaikat pencabut nyawa, apa yang kau lakukan seandainya ada dua orang yang meninggal diwaktu yang sama; yang satu berada di ujung timur yang satu berada diujung barat, serta ditempat lain tersebar penyakit yang mematikan dan dua ekor bintang melata pun akan mati?”

Malaikat pencabut nyawa berkata, ”Aku akan panggil ruh-ruh tersebut, dengan izin Allah, sehingga semuanya berada di antara dua jariku, Bumi ini aku bentangkan kemudian aku biarkan seperti sebuah bejana besar dan dapat mengambil yang mana saja sekehendak hatiku." (HR Abu Nu’aim)

Ternyata Orang Mati Mendengar Tapi Tidak Bisa Menjawab

Rasullulloh SAW memerintahkan agar mayat-mayat orang kafir yang tewas pada perang badar dilemparkan ke sebuah sumur tua.

Kemudian beliau mendatanginya dan berdiri di hadapannya. Setelah itu, beliau memanggil nama mereka satu-satu, “Wahai fulan bin fulan, fulan bin fulan, apakah kalian mendapatkan apa yang telah dijanjikan oleh Tuhan kalian untuk kalian? Apakah betul-betul ada? Ketahuilah sesungguhnya aku mendapatkan apa yang dijanjikan Tuhanku itu benar-benar ada dan terbukti.”

Umar lalu bertanya kepada Rosulullah, “Wahai Rasul, mengapa engkau mengajak bicara orang-orang yang sudah menjadi mayat?”

Rasullah menjawab, “Demi Tuhan yang mengutusku dengan kebenaran, kalian memang tidak mendengar jawaban mereka atas apa yang tadi aku ucapkan. Tapi ketahuilah bahwa mereka mendengarnya, hanya saja tidak dapat menjawab.” (HR Bukhari Muslim)

sumber: http://www.menjelma.com/2011/03/begi...ikat-maut.html

Holding Hands

Ini adalah sebuah cerita singkat dengan pesan yang begitu indah…

Seorang gadis kecil bersama ayahnya sedang menyeberangi jembatan kecil di atas sungai yang airnya cukup deras. Sang Ayah yang merasa khawatir, segera meminta kepada anak gadisnya, “Nak, cepat pegang tangan Ayah supaya kamu nggak sampai jatuh ke sungai.”

Si Gadis pun berkata, “Nggak gitu Yah… Ayah yang semestinya memegang tangan saya.”

“Apa bedanya, nak?” tanya Ayahnya heran.

“Beda banget, Yah…,” jawab anak gadisnya. “Kalau saya yang pegang tangan Ayah dan sesuatu terjadi pada saya, tangan ayah akan dengan mudah terlepas dari tangan saya. Tapi kalau Ayah yang memegang tangan saya, saya tahu pasti, apapun yang terjadi Ayah tak akan pernah melepaskan tangan saya.”

Dalam setiap ikatan kasih sayang, inti dari sebuah kepercayaan bukanlah pada tali pengikatnya, tetapi lebih kepada ikatannya itu sendiri.

Jadi, segera pegang tangan orang-orang yang anda sayangi, daripada Anda menunggu dan mengharapkan mereka untuk memegang tangan Anda.

Cinta Sejati Yang Menyentuh Lubuk Hati Terdalam

Pagi itu, klinik sangat sibuk, sekitar pkl.09.30 seorang pria berusia 70-an datang untuk membuka jahitan pada luka di ibu jarinya. Saya menyiapkan berkasnya dan memintanya menunggu sebab semua dokter masih sibuk, mungkin dia baru bisa ditangani setidaknya 1 jam lagi.

Sewaktu menunggu pria tua itu nampak geliasah, sebentar-sebentar dia melirik ke jam tangannya, saya merasa kasihan. Jadi ketika sedang luang saya sempatkan untuk memeriksa lukanya, dan nampaknya lukanya cukup baik dan kering, tinggal membuka jahitan dan memasang perban baru. Pekerjaan yang tidak terlalu sulit, sehingga atas persetujuan dokter saya putuskan untuk melakukannya sendiri.

Sambil menangani lukanya saya menanyakan apakah dia punya janji lain hingga tampak terburu-buru. Lelaki tua itu menjawab tidak, dia hendak ke rumah jompo untuk makan siang bersama istrinya, seperti yang dilakukannya sehari-hari. Dia menceritakan bahwa istrinya sudah dirawat disana sejak beberapa waktu dan istrinya mengidap penyakit Alzheimer’s, lalu saya bertanya apakah istrinya akan marah kalau dia terlambat, dia menjawab bahwa istrinya sudah tidak dapat mengenalinya lagi sejak 5 tahun terakhir.

Saya sangat terkejut dan berkata, “Bapak masih pergi ke sana tiap hari walaupun istri Bapak sudah tidak kenal Bapak lagi?” Dia tersenyum sambil menepuk tangan saya, ”Tetapi saya masih mengenali dia kan?”

Sungguh, saya sangat terharu mendengar ceritanya, saya menahan air mata sampai kakek itu pergi. CINTA KASIH seperti itulah yang saya mau dalam hidupku, diperjuangkan, memperjuangkan, penuh pengorbanan.

http://forum.vivanews.com/showthread.php?t=106206

Ciptakan Bahagia di Tengah Kepedihan

Sebelum menjadi salah satu ulama yang populer, Buya HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) hidup di dalam kesederhanaan bersama istri dan anak-anaknya. Rumah mereka sangat sederhana.

Pada suatu hari, Buya HAMKA sedang pergi untuk sebuah urusan. Hujan turun menyirami rumahnya. Atap rumahnya bocor. Mereka tahu itu dan berencana memperbaikinya segera setelah terkumpul uang yang cukup. Hari itu, mereka masih harus bertahan dengan atap yang bocor.

Tetes demi tetes air jatuh dari lubang-lubang di atap rumah. Istri Buya segera mengambil ember dan abskom untuk menampung tetesan air. Semakin deras hujan di luar, semakin banyak air yang mengalir ke dalam baskom.

Terlintas perasaan iba terhadap keadaan yang harus dihadapi anak-anaknya dengan tinggal di rumah yang kurang layak itu. Namun, menurut beliau ini bukanlah saatnya untuk meratapi hidup.

Istri Buya mengambil selembar kertas bekas, lalu mulai melipatnya membentuk sebuah kapal-kapalan. Ia menaruhnya di atas baskom penampung air, mengajak anak-anaknya bermain. Jadilah sekeluarga itu bermain kapal-kapalan, dan bukannya meratapi nasib dan rumah mereka yang atapnya bocor.

(Disadur dari buku "101 Kisah Inspiratif" karya Assep Purna.)