Monday, January 25, 2010

Kisah Sebuah Roda

Suatu ketika, ada sebuah roda yang kehilangan salah satu jari-jarinya. Ia tampak sedih. Tanpa jari-jari yang lengkap, tentu, ia tak bisa lagi berjalan dengan lancar. Hal ini terjadi saat ia melaju terlalu kencang ketika melintasi hutan. Karena terburu-buru, ia melupakan, ada satu jari-jari yang jatuh dan terlepas. Kini sang roda pun bingung. Kemanakah hendak dicari satu bagian tubuhnya itu?

Sang roda pun berbalik arah. Ia kembali menyusuri jejak-jejak yang pernah ditinggalkannya. Perlahan, di tapakinya jalan-jalan itu. Satu demi satu diperhatikannya dengan seksama. Setiap benda diamati, dan dicermati, berharap, akan di temukannya jari-jari yang hilang itu.

Ditemuinya kembali rerumputan dan ilalang. Dihampirinya kembali bunga-bunga di tengah padang. Dikunjunginya kembali semut dan serangga kecil di jalanan. Dan dilewatinya lagi semua batu-batu dan kerikil-kerikil pualam. Hei....semuanya tampak lain. Ya, sewaktu sang roda melintasi jalan itu dengan laju yang kencang, semua hal tadi cuma berbentuk titik-titik kecil. Semuanya, tampak biasa, dan tak istimewa. Namun kini, semuanya tampak lebih indah.

Rerumputan dan ilalang, tampak menyapanya dengan ramah. Mereka kini tak lagi hanya berupa batang-batang yang kaku. Mereka tampak tersenyum, melambai tenang, bergoyang dan menyampaikan salam. Ujung-ujung rumput itu, bergesek dengan lembut di sisi sang roda. Sang roda pun tersenyum dan melanjutkan pencariannya.

Bunga-bunga pun tampak lebih indah. Harum dan semerbaknya, lebih terasa menyegarkan. Kuntum-kuntum yang baru terbuka, menampilkan wajah yang cerah. Kelopak-kelopak yang tumbuh, menari, seakan bersorak pada sang roda. Sang roda tertegun dan berhenti sebentar. Sang bunga pun merunduk, memberikan salam hormat.

Dengan perlahan, dilanjutkannya kembali perjalanannya. Kini, semut dan serangga kecil itu, mulai berbaris, dan memberikan salam yang paling semarak. Kaki-kaki mereka bertepuk, membunyikan keriangan yang meriah. Sayap-sayap itu bergetar, seakan ada ribuan genderang yang di tabuh. Mereka saling menyapa. Dan, serangga itu pun memberikan salam, dan doa pada sang roda.

Begitu pula batu dan kerikil pualam. Kilau yang hadir, tampak berbeda jika di lihat dari mata yang tergesa-gesa. Mereka lebih indah, dan setiap sisi batu itu memancarkan kemilau yang teduh. Tak ada lagi sisi dan ujung yang tajam dari batu yang kerap mampir di tubuh sang Roda. Semua batu dan pualam, membuka jalan, memberikan kesempatan untuk melanjutkan perjalanan.

Setelah lama berjalan, akhirnya, ditemukannya jari-jari yang hilang. Sang roda pun senang. Dan ia berjanji, tak akan tergesa-gesa dan berjalan terlalu kencang dalam melakukan tugasnya.

***

Teman, begitulah hidup. Kita, seringkali berlaku seperti roda-roda yang berjalan terlalu kencang. Kita sering melupakan, ada saat-saat indah, yang terlewat di setiap kesempatan. Ada banyak hal-hal kecil, yang sebetulnya menyenangkan, namun kita lewatkan karena terburu-buru dan tergesa-gesa.

Hati kita, kadang terlalu penuh dengan target-target, yang membuat kita hidup dalam kebimbangan dan ketergesaan. Langkah-langkah kita, kadang selalu dalam keadaan panik, dan lupa, bahwa di sekitar kita banyak sekali hikmah yang perlu di tekuni.

Seperti saat roda yang terlupa pada rumput, ilalang, semut dan pualam, kita pun sebenarnya sedang terlupa pada hal-hal itu. Teman, coba, susuri kembali jalan-jalan kita. Cermati, amati, dan perhatikan setiap hal yang pernah kita lewati. Runut kembali perjalanan kita.

Adakah kebahagiaan yang terlupakan? Adakah keindahan yang tersembunyi dan alpa kita nikmati? Kenanglah ingatan-ingatan lalu. Susuri dengan perlahan. Temukan keindahan itu!!

Kisah Karpet

Ada seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 anak laki-laki. Urusan belanja, cucian, makan, kebersihan & kerapihan rumah dapat ditanganinya dengan baik. Rumah tampak selalu rapih, bersih & teratur dan suami serta anak-anaknya sangat menghargai pengabdiannya itu.

Cuma ada satu masalah, ibu yang pembersih ini sangat tidak suka kalau karpet di rumahnya kotor. Ia bisa meledak dan marah berkepanjangan hanya gara-gara melihat jejak sepatu di atas karpet, dan suasana tidak enak akan berlangsung seharian. Padahal, dengan 4 anak laki-laki di rumah, hal ini mudah sekali terjadi terjadi dan menyiksanya.

Atas saran keluarganya, ia pergi menemui seorang psikolog bernama Virginia Satir, dan menceritakan masalahnya.

Setelah mendengarkan cerita sang ibu dengan penuh perhatian, Virginia Satir tersenyum & berkata kepada sang ibu: “Ibu harap tutup mata ibu dan bayangkan apa yang akan saya katakan” Ibu itu kemudian menutup matanya.

“Bayangkan rumah ibu yang rapih dan karpet ibu yang bersih mengembang, tak ternoda, tanpa kotoran, tanpa jejak sepatu, bagaimana perasaan ibu?” Sambil tetap menutup mata, senyum ibu itu merekah, mukanya yang murung berubah cerah. Ia tampak senang dengan bayangan yang dilihatnya.

Virginia Satir melanjutkan; “Itu artinya tidak ada seorangpun di rumah ibu. Tak ada suami, tak ada anak-anak, tak terdengar gurau canda dan tawa ceria mereka. Rumah ibu sepi dan kosong tanpa orang-orang yang ibu kasihi”.

Seketika muka ibu itu berubah keruh, senyumnya langsung menghilang, napasnya mengandung isak. Perasaannya terguncang. Pikirannya langsung cemas membayangkan apa yang tengah terjadi pada suami dan anak-anaknya.

“Sekarang lihat kembali karpet itu, ibu melihat jejak sepatu & kotoran di sana, artinya suami dan anak-anak ibu ada di rumah, orang-orang yang ibu cintai ada bersama ibu dan kehadiran mereka menghangatkan hati ibu.”

Ibu itu mulai tersenyum kembali, ia merasa nyaman dengan visualisasi tersebut.

“Sekarang bukalah mata ibu.” Ibu itu membuka matanya.

“Bagaimana, apakah karpet kotor masih menjadi masalah buat ibu?”

Ibu itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

“Aku tahu maksud anda…” ujar sang ibu, “Jika kita melihat dengan sudut yang tepat, maka hal yang tampak negatif dapat dilihat secara positif”.

Sejak saat itu, sang ibu tak pernah lagi mengeluh soal karpetnya yang kotor, karena setiap melihat jejak sepatu disana, ia tahu, keluarga yg dikasihinya ada di rumah.

Kisah di atas adalah kisah nyata. Virginia Satir adalah seorang psikolog terkenal yang mengilhami Richard Binder & John Adler untuk menciptakan NLP (Neurolinguistic Programming). Dan teknik yang dipakainya di atas disebut Reframing, yaitu bagaimana kita ‘membingkai ulang’ sudut pandang kita sehingga sesuatu yang tadinya negatif dapat menjadi positif, salah satu caranya dengan mengubah sudut pandangnya.

Terlampir beberapa contoh pengubahan sudut pandang :

Saya BERSYUKUR;
1. Untuk istri yang mengatakan malam ini kita hanya makan mie instan, karena itu artinya ia bersamaku bukan dengan orang lain
2. Untuk suami yang hanya duduk malas di sofa menonton TV, karena itu artinya ia berada di rumah dan bukan di bar, kafe, atau di tempat mesum.
3. Untuk anak-anak yang ribut mengeluh tentang banyak hal, karena itu artinya mereka di rumah dan tidak jadi anak jalanan
4. Untuk Tagihan Pajak yang cukup besar, karena itu artinya saya bekerja dan digaji tinggi
5. Untuk sampah dan kotoran bekas pesta yang harus saya bersihkan, karena itu artinya keluarga kami dikelilingi banyak teman
6. Untuk pakaian yang mulai kesempitan, karena itu artinya saya cukup makan
7. Untuk rasa lelah, capai dan penat di penghujung hari, karena itu artinya saya masih mampu bekerja keras
8. Untuk semua kritik yang saya dengar tentang pemerintah, karena itu artinya masih ada kebebasan berpendapat
9. Untuk bunyi alarm keras jam 5 pagi yg membangunkan saya, karena itu artinya saya masih bisa terbangun, masih hidup
10. Untuk dst…

Mencintai Apa Adanya

Tahun itu dia mendadak muncul, Xiao Cien namanya. Tampangnya tidak seberapa. Di bawah dukungan teman sekamar, dengan memaksakan diri aku bersahabat dengan dia. Secara perlahan, aku mendapati bahwa dia adalah orang yang penuh pengertian dan lemah lembut.

Hari berlalu, hubungan kami semakin dekat, perasaan di antara kami semakin menguat, dan juga mendapat dukungan dari teman-teman. Pada suatu hari di tahun kelulusan kami, dia berkata padaku, "Saya telah mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi, tetapi di Amerika, dan saya tidak tahu akan pergi berapa lama, kita bertunangan dulu, bolehkah?" Mungkin dalam keadaan tidak rela melepas kepergiannya, saya mengangguk.

Oleh karena itu, sehari sesudah hari wisuda, hari itu menjadi hari pertunangan kami berdua. Setelah bertunangan tidak berapa lama, bersamaan dengan ucapan selamat dan perasaan berat hati dalam hatiku, dia menaiki pesawat dan terbang menuju sebuah negara yang asing. Saya juga mendapatkan sebuah pekerjaan yang bagus, memulai hari bekerja dari jam 9 pagi hingga jam 5 sore. Telepon internasional merupakan cara kami untuk tetap berhubungan dan melepas kerinduan.

Suatu hari, sebuah hal yang naas terjadi pada diriku. Pagi hari, dalam perjalanan menuju tempat kerja, sebuah taksi demi menghindari sebuah anjing di jalan raya, mendadak menikung tajam.....

Tidak tahu lewat berapa lama saya pingsan. Saat siuman telah berada di rumah sakit, dimana anggota keluarga menunggu mengelilingi tempat tidur saya. Mereka lantas memanggil dokter.

"Pa?" saya ingin memanggilnya tapi tidak ada suara yang keluar. Mengapa? Mengapa saya tidak dapat memanggilnya? Dokter mendatangiku dan memeriksa, suster menyuntikkan sebuah serum ke dalam diriku, mempersilahkan yang lainnya untuk keluar terlebih dahulu.

Ketika siuman kembali, yang terlihat adalah raut wajah yang sedih dari setiap orang, sebenarnya apa yang terjadi. Mengapa saya tidak dapat bersuara? Ayah dengan sedihnya berkata, "Dokter bilang syaraf kamu mengalami luka, untuk sementara tidak dapat bersuara, lewat beberapa waktu akan membaik."

"Saya tidak mau!" saya dengan berusaha memukul ranjang, membuka mulut lebar-lebar berteriak, tapi hanya merupakan sebuah protes yang tidak bersuara. Setelah kembali ke rumah, kehidupanku berubah. Suara telepon yang didambakan waktu itu, merupakan suara yang sangat menakutkan sekarang ini. Saya tidak lagi keluar rumah, juga menjadi seorang yang menyia-nyiakan diri, ayah mulai berpikir untuk pindah rumah. Dan dia? di belahan bumi yang lain, yang diketahui hanyalah saya telah membatalkan pertunangan kami, setiap telepon darinya tidak mendapatkan jawaban, setiap surat yang ditulisnya bagaikan batu yang tenggelam ke dasar lautan.

Dua tahun telah berlalu, saya secara perlahan telah dapat keluar dari masa yang gelap ini, memulai hidup baru, juga mulai belajar bahasa isyarat untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Suatu hari, Xiao Cien memberitahu bahwa dia telah kembali, sekarang bekerja sebagai seorang insinyur di sebuah perusahaan. Saya berdiam diri, tidak mengatakan apapun. Mendadak bel pintu berbunyi, berulang-ulang dan terdengar tergesa-gesa. Tidak tahu harus berbuat apa, ayah menyeretkan langkah kakinya yang berat, pergi membuka pintu.

Saat itu, di dalam rumah mendadak hening. Dia telah muncul, berdiri di depan pintu rumahku. Dia mengambil napas yang dalam, dengan perlahan berjalan ke hadapanku, dengan bahasa isyarat yang terlatih, dia berkata, "Maafkan saya! Saya terlambat satu tahun baru menemuimu. Dalam satu tahun ini, saya berusaha dengan keras untuk mempelajari bahasa isyarat, demi untuk hari ini. Tidak peduli kamu berubah menjadi apapun, selamanya kamu merupakan orang yang paling kucintai. Selain kamu, saya tidak akan mencintai orang lain, marilah kita menikah!"

Tuesday, January 19, 2010

Mempertanyakan Tuhan

Ada seorang pemuda yang lama bersekolah sekolah di luar negeri, kembali ke tanah air. Orangtuanya sangat gembira menyambut kepulangannya. Namun kegembiraan itu tidak berlangsung lama begitu melihat anaknya yang semata wayang tersebut tidak pernah lagi melakukan shalat. Padahal saat masih remaja, anaknya terbilang rajin sekali beribadah.

Ketika orangtuanya menanyakan perilakunya tersebut, ia meminta kepada orang tuanya untuk dicarikan seorang guru agama, kiyai atau siapa saja yang bisa menjawab 3 pertanyaannya. Akhirnya orang tua pemuda itu mendatangi seorang kiyai dan mengajaknya untuk menemui anaknya.

Pemuda : “Anda siapa? Dan apakah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya?”

Kiyai : “Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda.”

Pemuda: “Anda yakin? Sedangkan Profesor dan ramai orang yang pintar tidak mampu menjawab pertanyaan saya.”

Kiyai : “Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.”

Pemuda : “Saya ada 3 pertanyaan:
1. Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukkan wujud Tuhan kepada saya
2. Apakah yang dinamakan takdir?
3. Kalau syaitan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat syaitan. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu?”

Tiba-tiba kyai tersebut menampar pipi pemuda tadi dengan keras...

Pemuda : (sambil menahan sakit) “Kenapa anda marah kepada saya?”

Kiyai : “Saya tidak marah... Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.”

Pemuda : “Saya sungguh-sungguh tidak mengerti.”

Kiyai : “Bagaimana rasanya tamparan saya?”

Pemuda : “Tentu saja saya merasakan sakit.”

Kiyai : “Jadi anda percaya bahawa sakit itu ada?”

Pemuda : “Ya!”

Kiyai : “Tunjukan pada saya wujud sakit itu!”

Pemuda : “Saya tidak bisa.”

Kiyai : “Itulah jawaban pertanyaan pertama... kita semua merasakan kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.”

Kiyai : “Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?”

Pemuda : “Tidak.”

Kiyai : “Apakah pernah terfikir oleh anda akan menerima tamparan dari saya hari ini?”

Pemuda : “Tidak.”

Kiyai : “Itulah yang dinamakan takdir.”

Kiyai : “Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?”

Pemuda : “Kulit..”

Kiyai : “Terbuat dari apa pipi anda?”

Pemuda : “Kulit.”

Kiyai : “Bagaimana rasanya tamparan saya?”

Pemuda: “Sakit."

Kiyai : “Walaupun syaitan dijadikan dari api dan neraka juga terbuat dari api, jika Tuhan menghendaki maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk syaitan.”

Thursday, January 14, 2010

Wanita Miskin dan Sapi Tua

Kisah tentang penderitaan dan rasa sakit yang diderita oleh orang-orang Gaza menyebar ke seluruh dunia. Semua orang di dunia larut dalam kemarahan, kebencian, dan permusuhan. Bahkan lebih banyak orang merasa sedih dan sangat tersentuh ketika anak-anak kecil yang manis menjadi korban dari peluru dan bom gila Israel, dan darah yang membasahi tanah merah Palestina.

Tragedi mengharukan ini juga menimpa seorang wanita tua yang hidup menderita di salah satu desa di Yaman. Sama seperti orang lain, ia juga merasa sedih dan sedih, dan dia mau tak mau meneteskan air matanya.

Suatu hari ia bertekad untuk membantu terbaik yang ia bisa. Kebetulan, satu-satunya ‘aset’ yang ia miliki adalah seekor sapi tua, sudah sakit-sakitan, kurus dan lemah.

Dibarengi dengan semangat yang tinggi dan rasa simpati yang meluoa, ia berniat untuk memberikan sapi nya kepada rakyat Gaza. Jadi, dia meninggalkan rumahnya dengan berjalan kaki menuju salah satu masjid di Yaman sambil memegang satu-satunya sapi tercinta.

Kebetulan, hari itu hari Jumat dan orang-orang telah menyerbu masjid untuk melakukan salat Jumat. Si ibu tua dengan sapinya mau tak mau menjadi pusat perhatian jamaah, karena ia berdiri di tepat luar masjid dengan sapinya. Beberapa dari jamaah mengangguk, sebagian menggelengkan kepala, dan tidak sedikit dari mereka yang tersenyum sinis atau malah sebaliknya, terkejut melihat wanita miskin yang berdiri di samping sapinya dengan setia.

Waktu berlalu dan meskipun jama’ah dari masjid itu khusyu mendengarkan khutbah yang disampaikan oleh Imam, semakin lama, jamaah shalat Jumat semakin penasaran pada dua makhluk Allah itu. Wanita tua itu dan sapi itu masih di situ, bahkan si wanita tua tanpa sedikit pun menunjukkan tanda malu atau keengganan di wajahnya.

Setelah Imam turun dari mimbar, shalat Jumat kemudian dilakukan. Biar matahari membakar sangat terik dan keringat menetes dari wajahnya, wanita tua dan sapi itu masih saja di situ. Segera setelah semua jama’ah menyelesaikan solat dan do’a, wanita tua itu tiba-tiba bergegas dan menyeret sapinya menuju pintu depan masjid dan menunggu dengan sabar, tidak terpengaruh oleh jama’ah yang berjalan keluar dari masjid. Banyak dari mereka tetap tinggal dan ingin tahu tentang apa yang akan dilakukan oleh wanita tua itu selanjutnya.

Ketika Imam masjid keluar, wanita tua itu melompat berdiri dan berkata: “Wahai Imam, saya pernah mendengar tentang kisah sedih rakyat Gaza. Saya orang miskin tapi saya bersimpati dan ingin membantu mereka. Mohon terimalah satu-satunya sapi ini untuk dibawa ke Gaza, berikanlah kepada orang-orang di sana."

Terkejut, sang Imam tertegun sejenak oleh permintaan wanita tua. Dan bisa ditebak, ia enggan untuk menerimanya. Yeah, bagaimana untuk membawa sapi tua ke Gaza, Imam bertanya? Di sekeliling, para jama’ah mulai bergumam. Ada orang-orang yang mengatakan bahwa itu adalah mustahil untuk dilakukan terutama karena sapi sudah tua, pasti tidak memiliki nilai.

“Tolong … bawalah sapi ini ke Gaza. Ini yang hanya saya miliki. Saya benar-benar ingin membantu mereka,” ulang wanita yang tidak diketahui namanya itu. Imam itu masih enggan. Setiap jama’ah berbicara dan berbisik satu sama lain. Semua mata tertuju pada wanita tua dan sapi tuanya.

Mata wanita tua mulai sayu dan penuh dengan air mata tapi ia masih pantang menyerah dan terus menatap Imam. Suasana itu penuh dengan diam untuk sementara waktu. Tiba-tiba, seseorang dari jama’ah bersuara: “Sudahlah, saya akan membeli sapi ini dengan harga sebesar 10.000 riyals dan kemudian uang itu akan disumbangkan kepada orang-orang Gaza.”

Imam tampaknya setuju. Wanita tua yang sedih itu menyeka air matanya yang telah mengalir ke bawah. Ia tetap berkata-kata tapi sepertinya setuju dengan saran dari jama’ah. Tiba-tiba, seorang pemuda berdiri dan menawarkan saran yang lain: “Bagaimana jika kita semua memberikan tawaran tertinggi dengan kontribusi uang itu untuk membeli sapi dan uang terkumpul akan dikirim ke Gaza?”

Wanita itu terkejut, dan juga Imam. Ternyata gagasan pemuda itu diterima oleh orang banyak. Kemudian dalam beberapa menit, tawaran mulai bergulir dan banyak dari jama’ah bergegas untuk menyumbangkan uang yang akan dikumpulkan.

Orang-orang mulai menawar, mulai dari 10.000 hingga 30.000 riyals dan terus naik. Suasana di kompleks masjid menjadi bising ketika tawaran jama’ah terus berlangsung tanpa henti sementara para jamaah secara bersamaan terus menyumbangkan uang mereka.

Akhirnya, sapi kurus, dan lemah milik oleh wanita tua dan miskin itu dibeli dengan harga sebesar 500.000 riyals (sekitar 148.000 USD atau sekitar Rp 1 milyar 600 juta)! Si perempuan tua itu jelas sangat gembira dan terharu. Sapinya akhirnya berguna juga.

Ketika uang sudah terkumpul, tanpa disangka-sangka, seorang jamaah mendekati wanita tua itu. “Imam telah memerintahkan kami untuk mengembalikan sapi ini kepada Anda, Ibu.” Ujar sang jamaah itu sambil menangis, karena merasa kagum kepada si ibu tua.

Tanpa diduga, ditakdirkan oleh Allah segalanya, niat wanita miskin yang tua itu untuk membantu meringankan beban rakyat Palestina dibuat mudah oleh Allah sampai-sampai uang dalam jumlah besar itu bisa dikumpulkan, sementara pada saat yang sama dia masih memiliki satu-satunya “aset” yang ia miliki. Subhanallah!

sumber : eramuslim.com

Sunday, January 3, 2010

Resep Cinta Kakek & Nenek

Dikisahkan, ada sebuah keluarga besar. Kakek dan nenek mereka merupakan pasangan suami istri yang tampak serasi dan selalu harmonis satu sama lain. Suatu hari, saat berkumpul bersama, si cucu bertanya kepada mereka berdua, "Kakek nenek, tolong beritahu kepada kami resep akur dan cara kakek dan nenek mempertahan cinta selama ini agar kami yang muda-muda bisa belajar."

Mendengar pertanyaan itu, sesaat kakek dan nenek beradu pandang sambil saling melempar senyum. Dari tatapan keduanya, terpancar rasa kasih yang mendalam di antara mereka. "Aha, nenek yang akan bercerita dan menjawab pertanyaan kalian," kata kakek.

Sambil menerawang ke masa lalu, nenek pun memulai kisahnya. "Ini pengalaman kakek dan nenek yang tak mungkin terlupakan dan rasanya perlu kalian dengar dengan baik. Suatu hari, kami berdua terlibat obrolan tentang sebuah artikel di majalah yang berjudul ‘bagaimana memperkuat tali pernikahan'. Di sana dituliskan, masing-masing dari kita diminta mencatat hal-hal yang kurang disukai dari pasangan kita. Kemudian, dibahas cara untuk mengubahnya agar ikatan tali pernikahan bisa lebih kuat dan bahagia.

Nah, malam itu, kami sepakat berpisah kamar dan mencatat apa saja yang tidak disukai. Esoknya, selesai sarapan, nenek memulai lebih dulu membacakan daftar dosa kakekmu sepanjang kurang lebih tiga halaman. Kalau dipikir-pikir, ternyata banyak juga, dan herannya lagi, sebegitu banyak yang tidak disukai, tetapi tetap saja kakek kalian menjadi suami tercinta nenekmu ini," kata nenek sambil tertawa. Mata tuanya tampak berkaca-kaca mengenang kembali saat itu.

Lalu nenek melanjutkan, "Nenek membacanya hingga selesai dan kelelahan. Dan, sekarang giliran kakekmu yang melanjutakan bercerita." Dengan suara perlahan, si kakek meneruskan. "Pagi itu, kakek membawa kertas juga, tetapi....kosong. Kakek tidak mencatat sesuatu pun di kertas itu. K akek merasa nenekmu adalah wanita yang kakek cintai apa adanya, kakek tidak ingin mengubahnya sedikit pun. Nenekmu cantik, baik hati, dan mau menikahi kakekmu ini, itu sudah lebih dari cukup bagi kakek."

Nenek segera menimpali, "Nenek sungguh sangat tersentuh oleh pernyataan kakekmu itu sehingga sejak saat itu, tidak ada masalah atau sesuatu apapun yang cukup besar yang dapat menyebabkan kami bertengkar dan mengurangi perasaan cinta kami berdua."

Sahabat,

Sering kali di kehidupan ini, kita lebih banyak menghabiskan waktu dan energi untuk memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan dan yang menyakitkan. Padahal, pada saat yang sama kita pun sebenarnya punya kemampuan untuk bisa menemukan banyak hal indah di sekeliling kita.

Saya yakin dan percaya, kita akan menjadi manusia yang berbahagia jika kita mampu berbuat, melihat, dan bersyukur atas hal-hal baik di kehidupan ini dan senantiasa mencoba untuk melupakan yang buruk yang pernah terjadi. Dengan demikian, hidup akan dipenuhi dengan keindahan, pengharapan, dan kedamaian.

(Andrie Wongso)

Perilaku Monyet

Seorang profesor sedang mengadakan penelitian terhadap perilaku beberapa ekor monyet.

Monyet A dan monyet B dimasukkan ke sebuah ruangan tertutup yang di dalamnya diletakkan sebatang tiang di mana pada puncak tiang itu terdapat setandan pisang.

Karena lapar dan melihat pisang di atas tiang, monyet A mulai memanjat tiang itu. Pada saat yang bersamaan sang profesor menyiramkan air sehingga terpelesetlah monyet A dan jatuh. Monyet A berusaha untuk memanjat lagi, tapi karena licin kembali dia terjatuh. Begitu seterusnya, sehingga monyet A menyerah.

Kemudian giliran monyet B, mencoba melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan monyet A. Sang profesor kembali menyiramkan air, dan berulang kali monyet B mencoba dan terjatuh. Akhirnya menyerah jugalah monyet B.

Kemudian, sang profesor memasukkan monyet C ke dalam ruangan tersebut.

Melihat pisang di atas tiang, monyet C ingin memanjat tiang tersebut. Sebelum hal itu terjadi, monyet A dan B dengan penuh histeris menghalangi monyet C untuk tidak memanjat tiang supaya tidak mengalami apa yang telah mereka alami. “Percuma kamu memanjat tiang itu, kami berdua sudah mencoba berulang kali tetapi selalu terpeleset dan jatuh.”

Akhirnya monyet C menuruti nasehat kedua monyet itu, dan tidak berusaha mencoba memanjat tiang untuk mengambil pisang.

Melihat situasi itu, sang profesor kemudian mengeluarkan monyet A dan monyet B. Lalu dimasukkanlah monyet D dan E ke dalam ruangan tersebut.

Setelah melihat pisang di ujung tiang, monyet D dan E ingin sekali memanjat tiang itu, tetapi monyet C berusaha menghalangi dan menasehati mereka untuk tidak memanjatnya kalau tidak ingin terpeleset dan jatuh.

Monyet D mendengar dan mematuhi nasehat monyet C tersebut dan tidak berusaha memanjat tiang tersebut untuk mengambil pisang.

Namun berbeda dengan monyet D, monyet E tidak mendengarkan nasehat itu. Dia tidak terpengaruh sama sekali, dan bahkan mulai memanjat tiang tersebut untuk mengambil pisang. “Apa salahnya mencoba...” pikir monyet E.

Karena sang profesor tidak menyiramkan air lagi pada tiang itu, monyet E akhirnya dapat mencapai ujung tiang dan mengambil pisang tersebut.

Moral cerita :

Jangan kita menjadi seperti monyet A dan B, yang beberapa kali mencoba mendapatkan keinginannya, dan mendapat beberapa kali halangan, lalu menjadi menyerah dan berhenti berusaha.

Jangan pula kita menjadi seperti monyet C, yang hanya karena pengalaman buruk monyet lain, tidak mau berusaha mendapatkan keinginannya, dan bahkan mempengaruhi monyet lain untuk menyerah dan berhenti berusaha mendapatkan keinginannya.

Jangan juga kita menjadi seperti monyet D, yang hanya karena percaya pada monyet C, tidak melakukan apapun untuk mendapatkan keinginannya.

Lalu, apakah kita harus menjadi seperti monyet E, yang tidak peduli apa kata monyet yang lain, mencoba tidak terpengaruh, dan terus berusaha mendapatkan keinginannya?

Tidak juga, sebab kita bukan monyet... hahaha.

Kalau anda punya keinginan, dan itu berharga buat hidup anda, raihlah dengan tekad yang bulat. Jangan berhenti hanya karena menghadapi beberapa kali rintangan... Jangan pula menyerah hanya karena orang lain yang mengatakan anda akan gagal... Teruslah mencoba sampai anda mendapatkannya. Jangan pernah menyerah.

Kebanyakan kegagalan terjadi bukan karena kita tidak punya kemampuan untuk berhasil, tetapi lebih karena kita gampang menyerah, ‘merasa gagal’ dan berhenti mencobanya lagi.

Si Penggendong Ibu

Suatu ketika Nabi Sulaiman a.s. berkelana di antara langit dan bumi. Lalu, sampailah beliau pada suatu samudra yang sangat luas dan dalam. Kala itu angin berhembus sangat kencang sehingga gelombang samudra itu sangat besar.

Nabi Sulaiman a.s. kemudian memerintahkan supaya angin berhenti berhembus. Atas seijin Allah, gelombang samudra itu pun menjadi tenang. Kemudian beliau memerintahkan jin Ifrit untuk menyelam ke dasar samudra. Jin Ifrit pun menyelam ke dasar. Ketika jin Ifrit itu sampai ke dasar samudra, dia melihat sebuah kubah permata putih yang tertutup rapat. Dia lalu membawa kubah permata putih itu ke daratan dan meletakkannya di hadapan Nabi Sulaiman a.s.

Nabi Sulaiman a.s. sangat kagum dengan keindahan kubah permata putih itu. Kemudian beliau memanjatkan doa. Setelah doa terpanjatkan, daun pintu kubah itu pun bergetar. Pelan-pelan terbukalah pintu kubah itu. Betapa terperanjatnya Nabi Sulaiman a.s. ketika pintu kubah permata putih itu terbuka, yang di dalamnya ternyata terdapat seorang pemuda sedang bersujud.

Kemudian Nabi Sulaiman a.s. menyapa pemuda itu. “Siapakah kamu? Kamu ini malaikat, jin, atau manusia?” tanya Nabi Sulaiman a.s. kala itu.

Pemuda itu menjawab, “Saya ini manusia.”

Nabi Sulaiman a.s. bertanya lagi, “Amal kebajikan apa yang telah kamu lakukan sehingga memperoleh kemuliaan seperti ini?”

Pemuda itu menjawab, “Dengan berbakti kepada kedua orangtua. Ketika ibu saya telah lanjut usia, saya menggendongnya di atas punggung saya. Pada saat itu terdengar ibu saya berdoa, ‘Ya Allah, berikanlah kepada anakku ini ketenangan dan kenikmatan hidup. Sepeninggalku nanti, berikanlah untuknya tempat bukan di bumi dan bukan pula di langit.’ Sepeninggalnya ibu, saya berjalan menyusuri tepian pantai. Saat itu saya melihat sebuah kubah permata putih. Kemudian saya mendekatinya, tiba-tiba terbukalah pintunya. Saya pun masuk ke dalamnya. Setibanya saya di dalam kubah, tiba-tiba pintunya tertutup kembali. Lalu, dengan izin Allah SWT, kubah itu bergerak melaju. Saya pun tidak tahu pasti, di bumikah atau di udarakah saya berada. Namun, saya tetap memperoleh rezeki dari Allah yang tersedia di dalam kubah.”

“Bagaimanakah Allah memberikan rezeki kepadamu, sedangkan kamu berada di dalam kubah?” tanya Nabi Sulaiman dengan penasaran.

Pemuda itu menjawab,“Ketika saya lapar, Allah langsung menciptakan pohon dengan buah-buahannya. Allah memberikan buah-buahan itu sebagai rezeki kepadaku.”

Nabi Sulaiman a.s. bertanya lagi, “Bagaimana dengan minumannya?”
Pemuda itu menjawab, “Saat saya merasa dahaga, keluarlah air yang lebih putih dari susu, lebih manis dari madu, dan lebih dingin dari es.”

Nabi Sulaiman a.s. bertanya lagi, “Bagaimana kamu bisa mengetahui silih bergantinya malam dan siang?”

Pemuda itu menjawab, “Apabila waktu fajar telah tiba, maka berubahlah warna kubah menjadi memutih pertanda siang hari akan segera tiba. Ketika matahari terbenam, maka berubahlah warna kubah menjadi gelap pertanda malam segera tiba.”

Mengakhiri dialognya dengan Nabi Sulaiman a.s., pemuda itu berdoa kepada Allah SWT. Tak lama kemudian pintu kubah permata putih itu tertutup kembali. Pemuda itu kembali berada di dalamnya seperti semula.

Kekuatan Imajinasi II

Ini adalah cerita tentang Tara Holland, seorang gadis yang bermimpi menjadi Miss America sejak kecil.

Pada tahun 1994, dia berusaha menjajaki menjadi Miss Florida. Sayangnya, dia hanya menyabet runner-up pertama. Tahun berikutnya dia mencoba lagi, tapi lagi-lagi hanya di posisi yang sama. Hati kecilnya mulai membisikkan kata-kata pada dirinya untuk berhenti saja.

Tapi yang terjadi, dia bangkit lagi dan membulatkan tekadnya. Dia pindah ke negara bagian lain, Kansas. Pada 1997, dia terpilih menjadi Miss Kansas. Dan di tahun yang sama, dia berhasil menjadi Miss America!

Yang menarik adalah saat Tara diwawancarai setelah kemenangannya, Tara menceritakan bagaimana dia sudah ingin menyerah setelah dua kali kalah di Florida. Namun kemudian dia malah membulatkan tekadnya untuk meraih impiannya. Selama beberapa tahun setelah itu, dia membeli video dan semua bahan yang bisa dipelajari tentang Miss Pagent, Miss Universe, Miss America dan sebagainya. Dia menonton video-video itu berulang-ulang. Setiap kali melihat para diva meraih penghargaan tertinggi, tara membayangkan dirinyalah yang menjadi pemenangnya.

Satu lagi yang menarik dari wawancaranya adalah saat ditanya apakah dia merasa canggung saat berjalan di atas karpet merah. Dengan mantap, Tara Holland menjawab, “Tidak sama sekali. Anda mestinya tahu saya sudah ribuan kali berjalan di atas panggung itu.”

Seorang reporter menyela dan bertanya bagaimana mungkin dia sudah berjalan ribuan kali di panggung itu, sementara dia baru pertama kalinya mengikuti kontes itu. Tara menjawab, “Saya sudah berjalan ribuan kali di panggung itu... di dalam pikiran saya.”

Sekali lagi... itulah kekuatan sebuah imajinasi.

Kekuatan Imajinasi

Ini adalah kisah tentang seorang tentara bernama Mayor James Nesmeth yang sangat gemar bermain golf. Dia begitu tergila-gila pada permainan ini. Namun sayang sekali, sebelum puas menikmati kesempatan bermain golf, dia ditugaskan berperang ke Vietnam Utara.

Sungguh sial, saat di Vietnam dia ditangkap oleh tentara musuh dan dijebloskan ke penjara yang sempit dan pengap. Dia tidak diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan siapa pun. Kondisi pengap, kosong dan beku itu sungguh menjadi siksaan fisik dan mental yang meletihkan baginya.

Untungnya, Nesmeth sadar dirinya harus menjaga pikirannya agar tidak menjadi gila. Dia mulai berlatih golf secara mental. Setiap hari, dengan imajinasinya, dia membayangkan dirinya berada di padang golf yang indah dan memainkan golf 18 hole. Dia berimajinasi secara detil, dia melakukannya rata-rata empat jam sehari selama tujuh tahun.

Tujuh tahun kemudian, dia pun dibebaskan dari penjara. Namun ada yang menarik saat dia mulai bermain golf kembali untuk pertama kalinya. Ternyata Mayor James Nesmeth mampu mengurangi rata-rata 20 pukulan dari permainannya dulu. Orang-orang pun bertanya kepada siapa dia berlatih. Tentu saja, tidak dengan siapa pun. Yang jelas, dia hanya bermain dengan imajinasinya. Tetapi ternyata itu berdampak positif pada hasil dan kemampuannya bermain golf. Inilah kekuatan sebuah imajinasi.